2 2.1 Tinjauan Pustaka Sampel Alga Dari serangkaian studi literatur yang dilakukan, telah diketahui bahwa tumbuhan sampel ini termasuk dalam Spirogyra, salah satu genus dari orde Zygnemateles (golongan ganggang/alga hijau). Taksonomi untuk tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kingdom : Protista Divisi : Charophyta Phylum : Chlorophyta Order : Zygnematales Family : Zygnemataceae Genus : Spirogyra Spirogyra adalah sebuah genus besar yang terdiri dari mayoritas alga yang tumbuh di lingkungan air tawar. Spirogyra sering disebut sebagai eukariot yang bukan bakteri, tumbuhan ataupun hewan. Berbeda dengan bakteri dan virus, Spirogyra memiliki dinding sel. Di seluruh dunia, terdapat sekitar empat ratus spesies dari genus ini, di mana hanya satu di antaranya yang hidup di lingkungan air asin. Tumbuhan dari genus ini biasanya tumbuh terapung di perairan dangkal seperti di pinggiran danau dan kolam-kolam dangkal buatan. Keberadaan Spirogyra, meskipun terlihat kotor, menandakan bahwa perairan tersebut cukup bersih dan mengandung banyak nutrisi. Saat terdapat cukup sinar matahari dan temperatur tidak terlalu rendah, Spirogyra menghasilkan banyak oksigen yang sering tampak sebagai gelembung-gelembung kecil di antara filamen-filamennya (Parmentier, 1999). Secara morfologi, spesies-spesies dari genus ini memiliki sel dengan ukuran antara sepuluh hingga seratus mikrometer, yang saling terhubung satu sama lain dari ujung ke ujung tanpa percabangan sehingga tampak sebagai filamen. Dinding selnya terdiri dari dua lapisan, dengan lapisan luar dibentuk dari selulosa sementara dinding bagian dalamnya dibentuk dari pektin. Ukuran filamen ini bisa mencapai beberapa sentimeter panjangnya. Kebanyakan interior sel ditempati oleh sebuah vakuola besar dalam mana nukleusnya tersuspensi dalam untaian sitoplasma. Kloroplast berbentuk melingkar di dalam sitoplasma (Guiry M., 2008). 4 Meski telah banyak dikenal sejak berabad-abad yang lalu, Spirogyra tidak memiliki nilai ekonomi sebesar golongan ganggang kerabat dekatnya yang sering kita kenal sebagai rumput laut. Secara pohon filogenetik, golongan rumput laut merupakan ganggang yang lebih tinggi tingkat evolusinya dibandingkan dengan Spirogyra. Nilai ekonomi rumput laut terutama terkait dengan kegunaannya sebagai bahan makanan yang bernutrisi tinggi dan memiliki kandungan iodium yang membantu mencegah penyakit gondok. Sementara Spirogyra baru diketahui dijadikan sebagai makanan manusia di sedikit belahan bumi, seperti Burma, Vietnam, dan India di mana tanaman ini dijual kering atau segar (Johnston H. W., 2007). Kecilnya ketertarikan manusia untuk menjadikan Spirogyra sebagai bahan makanan tampaknya diakibatkan oleh penampilannya yang cenderung kotor, kontras dengan rumput laut yang ukurannya lebih besar sehingga lebih menarik. Spirogyra dalam suatu penelitian ditemukan memiliki kandungan klorofil a sekitar 0.53% berat kering sampel. Angka ini bervariasi bergantung pada tingkat ketersediaan nutrien dan kondisi iklim dan cuaca pada ekosistem yang bersangkutan (Schult et al., 2007). Sumber lain (Goud J. P. et al., 2007) menyatakan kadar klorofil a dalam Spirogyra adalah 2,1 mg/g; klorofil b 1,4 mg/g; dan multi karoten (termasuk xantofil) 1,9 mg/g. 2.2 Klorofil Klorofil merupakan suatu pigmen hijau yang ditemukan di kebanyakan tanaman, alga, dan cianobakteria. Namanya berasal dari bahasa Yunani yakni chloros (hijau kekuningan) dan phyllon (daun). Klorofil menyerap sinar pada panjang gelombang biru-ungu dan merah dan meneruskan/memantulkan sinar pada panjang gelombang hijau sehingga tanaman yang mengandung pigmen ini cenderung berwarna hijau (Shakhashiri, 2008). Secara kimia, klorofil tersusun dari sebuah cincin porphyrin (yakni suatu tetrapyrrole yang saling dihubungkan melalui suatu jembatan methine (Baggott, 2008)) dan sebuah rantai hidrokarbon (phytol). Seluruh atom N pada cincin porphyrin terkoordinasi pada ion Mg2+ dan bagian phytol-nya terhubung dengan cincin porphyrin melalui sebuah gugus ester. Banyaknya ikatan C dengan N dan O, serta adanya ikatan antara N dan ion Mg menyebabkan keseluruhan senyawa klorofil bersifat cukup polar bila dibandingkan dengan senyawa pigmen karoten (lihat Subbab 2.2). Struktur klorofil a dan klorofil b yang merupakan dua jenis klorofil yang paling umum dapat dilihat pada Gambar 2.1. 5 Gambar 2.1 Struktur klorofil a dan b (Chiba University, 2008) Senyawa ini telah diketahui memegang peranan penting dalam peristiwa fotosintesis dan perannya ini didukung oleh strukturnya yang mengandung banyak ikatan rangkap yang saling terkonjugasi sehingga menyebabkan senyawa ini menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu dengan amat kuat. Energi dalam bentuk sinar yang diserap inilah yang nantinya berperan sebagai sumber energi pada proses fotosintesis. Grafik serapan sinar tampak baik klorofil a maupun b dapat dilihat pada Gambar 2.2. Nilai panjang gelombang maksimum kedua senyawa ini berbeda dan nilai-nilai ini bergantung pula pada jenis pelarut yang digunakan dalam pengukuran spektrumnya. Gambar 2.2 Kurva serapan sinar tampak klorofil a & b (Kurzon, 2008) 6 Seperti yang telah disebutkan, terdapat beberapa jenis klorofil yang perbedaannya terletak pada jenis gugus yang terdapat pada cincin porphyrin. Jenis klorofil a dan b terdapat pada kebanyakan tanaman tingkat tinggi sementara klorofil c dan d hanya terdapat pada beberapa jenis alga. Selain klorofil, tanaman juga umumnya memiliki senyawa pigmen non-klorofil lain yang juga turut menyerap sinar pada peristiwa fotosintesis, contoh senyawa ini adalah jenis senyawa karoten dan xantofil di mana xantofil adalah turunan teroksidasi dari karoten. Warna umum dari karoten dan xantofil adalah jingga hingga merah dan kuning yang pada daun cenderung tertutup oleh warna hijau klorofil dan baru tampak pada musim gugur saat klorofil lebih sedikit dibiosintesis daripada pigmen-pigmen lain sebagai akibat kurangnya intensitas sinar matahari. Peranan klorofil dalam fotosintesis difasilitasi oleh strukturnya yang merupakan suatu poliena yang amat panjang sehingga menyerap dengan sangat kuat sinar pada panjang gelombang sinar tampak, rentang sinar matahari yang secara maksimum sampai ke bumi. Saat sinar matahari pada panjang gelombang yang tepat sampai pada molekul klorofil ini, energi dari sinar mengeksitasi elektron-elektron pada molekul klorofil menuju tingkat keadaan energi tereksitasi. Elektron yang berenergi tinggi ini biasanya akan semata-mata turun kembali ke tingkat energi dasar, dan energinya dilepas dalam bentuk panas. Tetapi, bila terdapat suatu penerima (akseptor) elektron di sekitar molekul ini, elektron yang tereksitasi tadi dapat berpindah dari molekul awal (klorofil) menuju ke molekul akseptor elektron tersebut. Proses ini menyebabkan terbentuknya muatan positif pada molekul awal (klorofil, akibat kehilangan satu elektron), dan muatan negatif pada molekul akseptor. Peristiwa ini disebut photoinduced charge separation (pemisahan muatan akibat sinar). Selanjutnya, akseptor yang tereduksi ini menjadi tempat penyimpanan energi cahaya dalam bentuk kimia, yang memungkinkan sintesis gula dari senyawa-senyawa anorganik CO2 dan H2O. (Stryer et al., 2008). Hingga saat ini, klorofil telah banyak dikenal manfaatnya selain sebagai komponen utama fotosintesis. Kegunaan lain klorofil dalam kehidupan manusia antara lain adalah (Lassiter, 2008): 1. Di dalam tubuh manusia, klorofil membentuk neuropeptida di otak yang membantu meningkatkan daya kreativitas dan berfungsi sebagai senyawa antidepresan alami. 2. Dalam pengolahan limbah, klorofil digunakan untuk membersihkan limbah kotoran karena mempu membersihkan jaringan-jaringan yang terinfeksi penyakit, kotoran, parasit dan bakteri. 7 3. Rantai hidrofobik klorofil (phytol) membantu membersihkan tubuh dari hidrokarbon-hidrokarbon asing dalam tubuh yang bersifat racun seperti pestisida, obat-obatan lama, pewarna makanan, dan lain-lain. 4. Klorofil juga dikenal sebagai deodorizer (penghilang bau) alami dalam tubuh sehingga banyak dimanfaatkan pada produk pencuci mulut, penyegar nafas, dan deodoran. Selain itu, klorofil juga dapat mengurangi bau pada urine dan feses manusia. 5. Dalam dunia medis, klorofil dikenal memiliki aktivitas antimutagenik dan antikarsinogenik. 6. Di industri, warna klorofil a yang hijau terang dikenal sebagai Natural Green 3 dan banyak dimanfaatkan sebagai pewarna sabun dan kosmetik. Menilai pentingnya fungsi klorofil dalam tubuh, telah dikenal produk komersil klorofil cair yang banyak dimanfaatkan sebagai suplemen tubuh. Selain itu, mengingat adanya kecenderungan manusia untuk kembali ke alam dengan memanfaatkan produk-produk alami, permintaan akan klorofil dapat diperkirakan akan makin meningkat sejalan dengan waktu. Salah satu produk yang telah dipasarkan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Klorofil cair komersil (Lassiter, 2008) Klorofil sangat rentan degradasi oleh suhu maupun oleh sinar. Pada klorofil alga khususnya, degradasi sebuah molekul klorofil biasanya diawali oleh lepasnya gugus phytol, atau lepasnya ion magnesium dari tengah-tengah molekul ini. Klorofil yang kehilangan ion magnesium disebut phaeophytin sementara klorofil yang hanya kehilangan ekor phytol disebut sebagai klorofilid (chlorophyllide). Untuk tahap selanjutnya, suatu klorofilid dapat pula kehilangan ion magnesium dan suatu phaeophytin dapat pula kehilangan ekor phytolnya. Kedua jenis degradasi ini menghasilkan produk degradasi yang sama, yakni phaeophorbide. Phaeophorbide adalah klorofil yang telah kehilangan baik ekor phytol maupun ion magnesiumnya. Jalur degradasi klorofil ini dapat diringkaskan pada Gambar 2.4 (Carlson R.E. and J. Simpson, 1996). 8 Gambar 2.4 Jalur degradasi klorofil 2.3 Karoten Karoten adalah bagian dari kelompok senyawa tumbuhan yang disebut terpenoid. Senyawa alami ini banyak ditemukan disusun oleh atom karbon berjumlah 10, 15, 20, 25, 30, dan 40. Struktur senyawa-senyawa pada kelompok ini konsisten dalam artian bahwa kesemuanya terbentuk dengan menggabungkan unit-unit isopren dalam susunan “kepala ke ekor”. Isopren adalah nama umum dari 2-metil-1,3-butadiena. Ujungnya yang bercabang disebut “kepala” sementara ujung tak bercabangnya disebut “ekor”. Terpen terbentuk dengan unit-unit isopren yang berikatan dari kepala ke ekor. Karoten adalah tetraterpen (terdiri dari delapan unit isopren) dengan salah satu contoh paling umum adalah β-karoten yang banyak ditemukan pada wortel (Koster S.K., 2008). Strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Struktur β-karoten, jenis karoten yang paling umum Struktur karoten yang hanya terdiri dari atom-atom C dan H menyebabkan senyawa karoten cenderung bersifat amat nonpolar bila dibandingkan dengan klorofil (Subbab 2.1). Kemampuannya dalam menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu secara baik juga menempatkannya sebagai pigmen yang berperan cukup penting dalam fotosintesis berbagai tumbuhan. Hingga saat ini, sudah ditemukan lebih dari 600 senyawa karoten dalam tumbuh-tumbuhan (termasuk xantofil). Sekitar setengah dari kira-kira 50 senyawa karoten yang ditemukan dalam bahan makanan manusia diserap dan ditemukan dalam aliran darah. Lycopene dan βkaroten mendominasi 30% total senyawa karoten yang terdapat dalam darah. Di antara banyak senyawa karoten, hanya alfa, beta, dan beberapa karoten lainnya (tidak termasuk lycopene atau lutein) yang dapat diubah menjadi vitamin A (Best B., 2008). Sejauh ini, 9 β-karoten ditemukan merupakan senyawa karoten yang paling mudah diubah menjadi vitamin A dalam tubuh manusia (Abl Biotechnologies Limited, 2008). Sama halnya dengan klorofil, karoten juga diketahui memegang banyak peranan penting dalam kehidupan manusia antara lain: 1. β-Karoten merupakan sumber alami vitamin A di mana dalam metabolisme tubuh, β-karoten akan dipecah menjadi dua molekul vitamin A yang penting bagi kesehatan mata. 2. Bertanggung jawab atas warna kuning hingga merah alami pada banyak tumbuhan dan buah-buahan. 3. Dalam dunia medis, senyawa karoten dikenal dapat mencegah berbagai penyakit seperti kanker, penyakit jantung, dan penurunan kualitas mata. 4. Sama seperti klorofil, senyawa-senyawa karoten juga berfungsi sebagai antioksidan dan pengatur sistem kekebalan tubuh, terutama bila senyawa-senyawa karoten dikonsumsi dalam bentuk campuran berbagai senyawa karoten (multi karoten). Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa karoten dikatakan memiliki efek saling melengkapi dalam tubuh (Doctor's Health Supply Corp., 2000). 5. Dalam sebuah penelitian, alfa dan beta karoten juga ditemukan dapat mencegah terjadinya kanker hati dan kanker paru-paru pada kultur sel dan hewan (Best B., 2008). 6. Di industri, senyawa karoten banyak digunakan sebagai zat warna alami untuk makanan yang tidak berbahaya bagi tubuh (Emodi, 1978), contohnya pada margarin, keju, hingga beras. 7. Pada peternakan hewan, banyak ditambahkan pada makanan ternak untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan hewan ternak (Emodi, 1978). Senyawa karoten amat rentan degradasi. Degradasi karoten dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya jenis medium, temperatur, dan ada/tidaknya cahaya. Reaksi degradasi yang berlangsung dalam suatu media anhidrat mengikuti kinetika reaksi orde nol, sementara reaksi yang berlangsung pada media berair mengikuti kinetika reaksi orde satu. Cahaya dan temperatur mempercepat reaksi tanpa mengubah aspek-aspek formal dari reaksinya. Reaksi pertama dalam rangkaian degradasi senyawa karoten adalah reaksi penghilangan warna. Reaksi ini berlangsung pada semua jenis karoten, meskipun aspek formal dan kinetika dari reaksi ini sangat dipengaruhi oleh sifat alami pigmen dan kondisi reaksi (Minguez-Mosquera M.I. & Jaren-Galan M., 1995). 10 Hasil akhir produk degradasi senyawa karoten meliputi ionone, damascone dan damascenone. Senyawa-senyawa ini banyak digunakan dalam industri parfum dan wangiwangian. Beta-damascenone dan beta-ionone telah dikenal merupakan penyebab timbulnya bau harum pada bunga mawar. Selain itu, bau bunga-bungaan yang ditemukan pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak jenis buah yang lain juga berasal dari senyawasenyawa aromatik yang berasal dari degradasi karoten (Wikipedia, 2008). Struktur beberapa contoh senyawa ionone, damascone, dan damascenone dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Struktur kimia (a) β-ionone; (b) β-damascone; (c) β-damascenone Di dalam tubuh, β-karoten dan senyawa karoten lainnya diubah menjadi vitamin A dengan bantuan β-karoten dioksigenase (Wikipedia, 2008) yang secara spesifik mengoksidasi hanya ikatan rangkap yang terletak di tengah-tengah molekul karoten. Senyawa-senyawa karoten tidak larut dalam air (WikiAnswers, 2008; Science Lab.com, 2008), demikian pula halnya dengan vitamin A (Anderson J. and Young L., 2008). Meski demikian, kini telah dikenal jenis baru β-karoten, yakni β-karoten yang dapat larut dalam air. Berbeda dengan β-karoten alami, β-karoten larut air ditemukan tidak mampu mencegah karsinogenesis di dalam kelenjar mamalia dan esofagus pada tikus (Aleksandrov V. A., et al., 1998). Dalam hubungannya dengan vitamin A, senyawa karoten memang merupakan sebuah prekursor yang potensial, tetapi bukan satu-satunya. Di dalam tubuh, senyawa karoten hanya diubah menjadi retinol (vitamin A) bila tubuh sedang kekurangan vitamin A. Bila tubuh sedang tidak kekurangan vitamin A, maka senyawa karoten biasanya hanya akan bertindak sebagai antioksidan untuk melindungi tubuh dari radikal bebas. Sumber utama vitamin A dalam tubuh adalah senyawa vitamin A yang dapat ditemukan langsung pada bahan makanan (Vitamin Supplements Guide, 2006). Secara umum, senyawa-senyawa karoten dianggap sangat aman untuk dikonsumsi. Efek samping kelebihan dosis senyawa karoten hanya terletak pada menguningnya warna kulit, yang akan kembali normal bila dosis konsumsi harian diturunkan. Meski demikian, konsumsi senyawa-senyawa karoten dengan dosis berlebih secara teratur disebutkan dapat sedikit meningkatkan potensi penyakit jantung dan beberapa jenis kanker (Vitamin Supplements Guide, 2006). 11 2.4 Xantofil Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, xantofil adalah turunan kelompok senyawa karoten, yakni merupakan karoten versi teroksidasi. Lebih spesifik lagi, kelompok senyawa xantofil mengandung atom oksigen pada cincin-cincin ujung senyawa karoten. Salah satu anggota kelompok senyawa xantofil yang terkenal memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi adalah astaxanthin yang banyak terdapat pada bulu beberapa jenis burung dan hewan laut seperti kelas Crustaceae, kerang-kerangan, dan bangsa sejenis salmon. Pada hewan-hewan ini, astaxanthin memberi warna merah, atau biru-ungu bila senyawa ini berkompleks dengan protein (Ganora L., 2008). Struktur kimia astaxanthin, sejenis xantofil dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Astaxanthin, sejenis xantofil (Best B., 2008) Seperti yang dapat diduga, xantofil banyak memiliki kegunaan yang sama dengan kelompok senyawa karoten. Astaxanthin terutama, banyak disintesis dan ditambahkan secara komersil pada makanan ayam untuk menghasilkan telur dengan warna kuning telur yang lebih terang, dan pada makanan ikan untuk mempertajam warna daging ikan yang dihasilkan. Sementara itu, lutein, jenis xantofil lain, banyak dimanfaatkan di dunia medis untuk mencegah degenerasi molekuler, katarak, dan kanker usus besar (Ganora L., 2008). Secara struktur, xantofil yang memiliki atom oksigen dapat diprediksikan memiliki sifat yang lebih polar bila dibandingkan dengan senyawa karoten yang tidak mengandung atom oksigen. 12