Document

advertisement
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG KONSEP
PERJUANGAN TOKOH PEJUANG PADA MASA
PENJAJAHAN BELANDA DENGAN MENGGUNAKAN
STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL) SISWA SDN BAJAYAU KECAMATAN DAHA BARAT
KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN
Hj. Asniwati dan Suriani1
Abstrak: Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
menerapkan strategi Contextual Teaching and Learning (CM). Adapun latar belakang
dilakukannya penelitian ini adalah rendahnya tingkat keberhasilan mata pelajaran IPS siswa
kelas V SDN Bajayau kecamatan Daha Barat Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang hanya
mencapai 60% dengan rata-rata nilai 50-60 dan 19 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan strategi CTL dapat meningkatkan hasil belajar konsep perjuangan tokoh
pejuang pada penjajahan bangsa Belanda pada pembelajaran IPS di kelas V SDN Bajayau, hal
ini diketahui dan 2 siklus dengan 2 kali pertemuan. Hasil Belajar siswa meningkat dari ratarata 6,9 pada pertemuan 1, 7,0 dan pertemuan 2, menjadi 7,2 di akhir siklus I. Hasil belajar
siswa yang sudah dicapai di etas 60% dan siswa menguasai bahan ajar dan rata-rata kelas yang
didapat yaitu 70, rata-rata, 7,6 pada pertemuan 3, 8,1 pertemuan 4, dan 8,2 pada akhir siklus II.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini dapat disarankan agar guru-guru menggunakan
strategi CM dalam pembelajaran sebagai media yang dapat memudahkan siswa mempelajari
konsep perjuangan tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda, karena CTL akan mudah
diingat sekaligus mempercepat proses pemahaman terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
Kata kunci: Hasil belajar, strategi belajar, dan strategi Contextual Teaching and Learning
(CTL).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dimulai
dari SD/MI/SDLB sampai SMPIMTs/SMPLB.
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggungjawab, serta warga
dunia yang cinta damai.
1
Program SI Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Jurus FKIP Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena
kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata
pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis terhadap kondisi masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis (Subdin diknas, 2006: 122).
Di dalam kurikulum KTSP yang diterbitkan oleh Subdin Diknas Propinsi
Kalimantan Selatan, tujuan mata pelajaran IPS di SD/MI/SDLB adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya;
2. memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (Subdin Diknas, 2005:
122).
Materi pokok pembelajaran perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan
Belanda di kelas V diajarkan pada semester genap, temyata setelah dilakukan evaluasi pada
bulan Januari 2009, hasil yang diperoleh siswa masih rendah.
Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa berdasarkan hasil analisis terhadap
jawaban siswa kelas V SDN Bajayau, Kecamatan Daha Barat Kabupaten HSS pada
evaluasi pembelajaran perjuangan pare tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda masih
banyak siswa memperoleh nilai di bawah 70 (KIM), dari siswa sebanyak 19 orang siswa,
nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 2 orang;
2. Siswa yang mendapat nilai 65 sebanyak 7 orang;
3. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 5 orang;
4. Siswa yang mendapatkan nilai 55 sebanyak 3 orang;
5. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 2 orang.
Data di atas menggambarkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami konsep
perjuangan pejuang pada masa penjajahan Belanda pada pelajaran IPS masih kurang. Sebab
pembelajaran yang selama ini dilaksanakan belum menggunakan, metode yang sesuai,
metode yang digunakan selama ini masih kurang bervariasi sehingga terlihat siswa kurang
tertarik dan terangsang dalam mengikuti pembelajaran.
Metode mengajar yang kurang bervariasi dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa
dalam belajar IPS. Padahal, IPS yang secara paradigma sarat dengan muatan afektif namun
dilaksanakan secara kognitif telah disikapi secara keliru sebagai satu-satunya obat yang
ampuh untuk mengatasi persoalan kehidupan para siswa khususnya menyangkut masalah
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda.
Selama ini pembelajaran perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan
Belanda lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam metode guru
terlalu banyak mendominasi kelas, dalam anti persentasi berbicara guna lebih besar
(teacher centered).
Salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran tersebut adalah menerapkan
pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam
pembelajaran perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda. Melalui
strategi ini selain dapat menguasai konsep dengan baik siswa diberi kesempatan untuk
memperdalam pemahaman dan penghayatan kegiatan perjuangan para tokoh pejuang pada
masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, untuk meningkatkan hasil
belajar memahami perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda perlu
dilakukan penelitian tindakan kelas, yaitu dengan menggunakan strategi CTL.
Strategi CTL adandt sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk menanamkan
penanaman konsep memahami perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan
belanda, Selain dapat menarik minat, perhatian siswa, menumbuhkan kreativitas berpikir
dapat juga memperjelas penyampaian pesan. Diharapkan pembelajaran menggunakan CTL
ini, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Bajayau, Kecamatan Daha Barat,
Kabupaten HSS dalam pembelajaran memahami perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan Belanda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran konsep perjuangan para pejuang pada masa penjajahan Belanda
dengan menggunakan strategi CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V
SDN Bajayau, Kecamatan Daha Barat, Kabupaten HSS?
2. Bagaimanakan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran materi pokok perjuangan
para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dengan menggunakan strategi CTL?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran konsep perjuangan para tokoh pejuang
pada masa penjajahan Belanda dengan menggunakan strategi CTL?
C. Rencana Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan memahami materi pelajaran
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda yang dihadapi oleh siswa
kelas V SDN Bajayau Kecamatan Daha Barat, make dilakukan penelitian tindakan kelas
dengan menggunakan strategi CTL sebagai berikut:
1. Tahapan; perencanaan, tindakan, pengamatan, (observasi), dan refleksi. PTK dilakukan
sebanyak 2 siklus, setiap siklus 2 kali pertemuan (2x 35 menit).
2. Penggunaan strategi CTL, siswa dapat meningkatkan hasil belajar materi pokok
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Untuk mengetahui apakah pemmbelajaran konsep perjuangan para tokoh pejuang pada
masa penjajahan Belanda menggunakan strategi CTL dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas V SDN Bajayau, kecamatan Daha Barat, Kabupaten HSS.
2. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran konsep
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda menggunakan strategi
CTL.
3. Untuk mengetahui respon siswa dalam mengikuti pembelajaran konsep perjuangan
para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda menggunakan strategi
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti seperti
berikut:
1. Bagi siswa:
Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep perjuangan para
pejuang pada masa penjajahan Belanda.
2. Bagi Guru:
Guru diharapkan dapat memilih dan menetapkan metode, dan strategi pembelajaran
yang efektif dalam upaya memperbaiki pembelajran IPS, sehingga pembelajaran dapat
dengan mudah dipahami oleh siswa .
3. Bagi Sekolah:
Memberikan sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran
dan peningkatan proses pembelajaran.
KAJIAN PUSTAKA
A. Proses Pembelajaran
Pendidikan adalah proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal dalam
pendidikan berlangsung proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Guru
harus dapat mengupayakan proses pembelajaran yang menarik dan merangsang motivasi
belajar peserta didik, terutama motivasi yang muncul dan dalam din siswa, misalnya
menyampaikan tujuan pembelajaran, menggunakan metode mengajar dan media yang
bervariasi, serta menarik terhadap keinginan siswa untuk belajar sehingga menyenangkan
dan sebagainya.
Menurut Gagne belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah
prilakunya sebagai akibat suatu pengalaman. Pengertian belajar memiliki tiga ciri utama
yaitu proses, perubahan, dan pengalaman bagi siswa. Dan segi pengalaman diketahui guru
yang mengajar dengan menggunakan media akan terlihat hasilnya berbeda dengan yang
tidak.
Anak-anak SD masa kelas tinggi (9 atau 10-13 tahun) Buhler (1956) dalam
Suryabrata (2002: 205-206), memiliki beberapa sifat khas yaitu:
1. Adanya perhatian kepada kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, hal ini
membawa kecendrungan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2. Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar, kenyataan inilah kiranya yang mendasari
pendapat Kroh yang memberi penafsiran pada masa ini sebagai masa realisme, yaitu
realisme naif (8 - 10 tahun) dan realisme kritis (10 -12 tahun).
3. Menjelang masa akhir ini telah ada minat kepada hal hal dan pelajaran-pelajaran
khusus.
4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan bantuan guru atau orang-orang
dewasa untuk menyelesaikan tugas dan untuk memenuhi keinginannya.
5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka di buku raport) adalah ukuran yang tepat
(sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolahnya.
6. Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok sebaya, biasanya untuk
dapat bermain-main bersama. Di dalam permainan ini anak-anak kerap kali terikat pada
peraturan-peraturan permainan yang tradisional yang mereka buat sendiri.
Sumanto ( 1998: 33-34) mengatakan ada beberapa cam membimbing pikiran agar
pikiran berkembang dengan baik antara lain dengan jalan:
1. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbahasa pada anak didik.
2. Pendidik bukannya memberikan pengetahuan sebanyak-banyaknya melainkan yang
terpenting adalah membimbing pikiran anak didik dengan memberikan sejumlah
pengertian kunci yang fungsional bagi keterampilan berpikir anak.
3. Di samping memberikan pengertian-pengertian kunci agar anak didik dapat berpikir
cepat dan tepat perlu pula diberikan kepada anak itu bekal pengetahuan yang siap pakai.
4. Menggunakan alat-alat peraga dalam pembelajaran.
B. Hakikat Pembelajaran Kontekstnal
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
sesuatu pembahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20
dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran diperlukan peran guru sebagai pendidik yang akan
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Di samping itu
diperlukan juga sumber belajar dan lingkungan belajar yang mendukung pencapaian tujuan
yang ingin dicapai.
Pembelajaran kontekkstual merupakan upaya meningkatkan prestasi belajar siswa
dengan mengaitkan materi pelajaran pada lingkungan kehidupan sehari-hari siswa.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata
ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara siswa
memperoleh pengetahuan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dari proses
mengkontruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannnya
sebagai anggota masyarakat (Matadi, 2004: 13). Dalam pembelajaran kontekstual, berbagai
konteks yang berkaitan dengan konsep disajikan untuk menjembatani pemahaman siswa
terhadap suatu konsep. Pada dasamya konteks yang diberikan kepada siswa dapat berupa
masalah kehidupan sehari-hari yang dikenal siswa, masalah-masalah yang berkaitan
dengan konteks mats pelajaran yang sudah dipelajari siswa. Melalui konteks yang diberikan
kepada siswa diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna sehingga dapat lebih
memahami materi yang mereka pelajari.
Dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen utama pembelajaran
yaitu, konstruktivisme, questioning, learning community, modeling, reflexi, dan authentik
assesment (Depdiknas, 2005: 35). Konstruktivisme merupakan alasan berpikir yang
menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
perlu melalui konteks. Dalam teorinnya siswa harus menemukan sendiri pengetahuan yang
ingin dimilikinya. Questioning atau bertanya akan digunakan siswa dalam kegiatan inkuiri
dan digunakan dalam membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi siswa. Inquiri
merupakan kegiatan siswa untuk menemukan, menggeneralisasi berbagai pengalaman
untuk merumuskan suatui konsep. Learning Community atau masyarakat belajar adalah
keadaan yang menggambarkan tentang lingkungan belajar di mana terjadi hubungan saling
mendukung baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan
sumber belajar lainnya. Permodelan untuk mencapai pada suatu pemahaman konsep
diperlukan suatu media atau model yang menggambarkan kondisi yang ingin disampaikan.
Refleksi dilakukan dalam pembelajaran untuk melihat apa yang telah dipelajari, apa yang
telah dilakukan dalam pembelajaran sehingga dapat dilakukan penguatan baik positif
maupun negatif atas apa yang diperoleh siswa.
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori tersebut di atas dikemukakan hipoetesis tindakan, yaitu:
"Dengan menggunakan strategi CU, hasil belajar siswa kelas V SDN Bajayau, Kecamatan
Daha Barat, Kabupaten HSS dalam memahami materi perjuangan pare tokoh pejuang pada
masa penjajahan Belanda dapat ditingkatkan".
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas menurut Suyanto (1997) adalah suatu bentuk penelitian yang
bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaikai dan
atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Dan definisi itu
dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan proses pembelajaran guru selalu memikirkan dan
mengusahakan agar hasil belajarnya di kelas berhasil dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Kemmis (1986) dalam Ardiana (2002: 5) menyatakan bahwa penelitian tindakan
kelas adalah sebagai bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan
untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan itu dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan itu, serta memperbaad kondisi tempat praktik
pembelajaran itu dilakukan.
Jadi PTK dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat tahap,
yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi.
Daur penelitian tindakan kelas yang digambarkan oleh Hopkin tersebut, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan adalah merencanakan tindakan untuk meningkatkan apa yang telah terjadi
2. Tindakan yaitu kegiatan melaksanakan perencanaan
3. Observasi adalah pengamatan terhadap jalannya tindakan dari perencanaan
4. Refleksi adalah melihat kekurangan atau kelebihan dari tindakan sebagai dasar
penyempurnaan pada kegiatan yang akan dilakukannya.
Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas tersebut merupakan
tindakan berulang dalam upaya menyempurnakan berbagai perbaikan dari tindakan-tindakan
yang belum terselesaikan terhadap problem mengajar yang dihadapi oleh guru, seperti
penggunaan media, metode, alokasi waktu, ketercapaian materi, dan nilai hasil belajar siswa.
Setting penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Bajayau Kecamatan Daha Barat
Kabupaten HSS Tahun Pelajaran 2008/2009. Dengan dasar pemikiran rendahnya nilai prestasi
belajar mata pelajaran IPS khususnya dalam memahami materi perjuangan pare tokoh pejuang
pada masa penjajahan Belanda, dengan jumlah siswa 19 orang siswa, terdiri dari siswa lakilaki 10 orang dan siswa perenipuan 9 orang.
Faktor yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:
1. Faktor guru, yaitu aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui strategi CTL
dalam proses pembelajaran.
2. Faktor siswa, yaitu aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPS melalui
strategi CTL.
3. Faktor hasil belajar, yaitu prestasi dan proses perubahan belajar siswa, melalui evaluasi
tertulis yang diperoleh setelah IPS menggunakan strategi CTL.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu berupa data kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif adalah data tentang hasil belajar siswa yang diambil melalui evaluasi,
sedangkan data kuantitatif adalah data tentang kegiatan guru dan siswa selama kegiatan
pembelajaran yang diambil melalui format observasi oleh observer.
1. Hasil observasi guru mats pelajarart IPS kelas V SDN Bajayau Kecamatan Daha Barat,
Kabupaten HSS tentang aspek pembelajaran dari membuka pelajaran sampai dengan
menutup pelajaran menggunakan format observasi guru pada kegiatan pembelajaran
perjuangan tokoh pejuang pada masa penjajahan belanda menggunakan strategi CTL.
2. Hasil observasi siswa kelas V SD Negeri Bajayau Kecamatan Daha Barat, Kabupaten HSS
sebanyak 19 orang siswa, mengenai bagaimana siswa memperhatikan penjelasan guru,
menjawab pertanyaan, kesungguhan membaca dan mengamati contoh yang diberikan guru,
mengerjakan tugas, bertanya pada saat proses pembelajaran, dan sikap antusias dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran perjuangan pare tokoh pejuang pada masa penjajahan
belanda menggunakan format observasi siswa yang dilakukan oleh Leman sejawat.
3. Hasil penelitian diperoleh siswa pada setiap siklus.
Data yang sudah dikumpulkan, yaitu berupa data kuantitatif dan data Walked
selanjutnya dianalisis. Data kuantitatif adalah nilai yang diperoleh siswa dari hasil evaluasi
yang dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran, sementara data kuantitatit yaitu data yang
diperoleh dari hasil observasi guru dan observasi siswa menggunakan lembar observasi selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil analisis data kuantitatif maupun kualitatif tersebut
kemudian dijadikan dasar untuk melakukan refleksi, selanjutnya digambarkan pula dampak
dari tindakan yang dilakukan, kelemahan dan kemajuan yang ditemukan. Berdasarkan hasil
refleksi tersebut, kemudian dapat disusun rencana tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
Keberhasilan siswa dilihat berdasarkan standar ketuntasan minimal (SKM) berdasarkan
kurikulum KTSP 2006, yaitu siswa secara individu dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai
70. Sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas, jika minimal 80% siswa telah mencapai batas
minimal ketuntasan (Soehendro, 2006: 75).
Peningkatan aktivitas siswa di ukur dengan lembar obsservasi yang ada pada lembar
pengamatan kegiatan siswa dengan melihat jumlah frekuensi yang didapat, ditandai dengan
kategori meningkatnya aspek keaktifan siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Peningkatan keterampilan guru mengajar dilihat dari lembar observasi kegiatan guru
yang dilakukan secara keseluruhan pada waktu pembelajaran.
Berdasarkan kajian teori tersebut di atas dikemukakan hipotesis tindakan, yaitu:
"Dengan menggunakan strategi CTL, hasil belajar siswa kelas V SDN Bajayau, Kecamatan
Daha Barat, Kabupaten HSS dalam memahami materi perjuangan para tokoh pejuang pada
masa penjajahan Belanda dapat ditingkatkan".
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Bajayau Kecamatan Daha Barat Kabupaten
Hulu Sungai Selatan, dengan jumlah siswa sebanyak 19 orang, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan
10 siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh masih rendahnya
hasil belajar siswa tentang konsep perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan
Belanda. Adapun hasil observasi dan evaluasi pada penelitian ini dapat disampaikan sebagai
berikut:
Tabel 1. Tabel Observasi dan Evaluasi Penelitian Siklus I dan II
No
Kategori
Siklus I
Pert 1
Pert 2
Siklus II
Akhir
Pert 1
Pert 2
Siklus
1
Ketuntasan
63%
68%
74%
Akhir
Siklus
84%
95%
100%
Belajar Siswa
Data tersebut dapat kita lihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 1. Tingkat Ketuntasan Siswa dalam Pembelajaran
Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan strategi CTL pada konsep perjuangan
para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda yang dilaksanakan dalam dua siklus dengan
4 kali pertemuan dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V di SDN Bajayau,
Kecamatan Daha Barat Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Dengan demikian hipotesis penelitian
ini dapat dapat diterima.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
menggunakan strategi CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Bajayau
Kecamatan Daha Barat Kabupaten HSS. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil perolehan nilai
siswa yang telah melebihi dari indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Anton B. Moeliono, dick. (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Arif S. Sadiman, Mc. (1990), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Bambang Soehendro, (2006), Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI,
Jakarta: BP. Dharma Bhakti.
Depdiknas, (2003), Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains, Sekolah Dasar
dan Menengah Ibtidaiyah, Jakarta: Dikdasmen.
Dinas Pendidikan Propinsi Kalsel, (2006), Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan
Standar Kompetensi Lulusan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah lbtidaiyah (MI), Banjarmasin: Subdin Bina Diknas.
Hasibuan dan Moedjiono, (1993), Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Leo Indra Ardiana, dick. (2002), Penelitian Tindakan Kelas Moduk IND A. 03, Jakarta: Dir.
SLTP, Dirjen Disdikmen Depdiknas.
Mulyasa, E. (2002), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sumadi Suryabrata, (2002), Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Tim Bina Karya Guna, (2007), IPS Terpadu untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Erlangga.
Tim Pelatih Proyek PGSM, (1999), Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research),
Jakarta: Ditjen Dikti.
Wasti Soemanto, (1998), Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan),
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Download