IDENTIFIKASI DAN DISTRIBUSI GULMA DI LAHAN PASIR PANTAI SAMAS, KABUPATEN BANTUL, DIY (Identification and Distribution of Weed on Samas Sandy Coastal, Bantul, DIY) Agus Nugroho Setiawan Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ([email protected], [email protected]) ABSTRACT The research on " Identification and Distribution of Weed on Samas Sandy Coastal, Bantul, DIY" was conducted at Samas sandy coastal, Bantul, Yogyakarta from November to December 2014. This research aims to get the types and distribution of weeds in Samas sandy coastal in recognition of the types and characteristics of weeds in fields Samas sandy coastal. The research was using method of survey, that the implementation techniques using the analysis of vegetation and interviews. Vegetation analysis to determine the dominant weed species, determine sample plots observation and further to identify weeds, observed variables in the identification of weeds is weed density, weed frequency, weed dominance, summed dominance ratio (SDR) and the coefficien of community (C). Data from the analytic vegetation in the form of quantitative data were further analyzed using analysis of variance. Interviews were conducted to obtain information about weed control that usually done by farmers in Samas sandy coastal. The results of the research showed that weeds dominant in peppers, eggplant, corn and peanuts and dominant weeds on Samas sandy coastal was narrow-leaved weeds, including weeds class C4, i.e. Eleusine indica L, Cyperus rotundus Cyperus Digitaria ciliaris iria and effectively controlled by preventive, technical culture, mechanical and biological. Keywords: Sandy Coastal, Dominant Weeds, Identification, Distribution, Weed Control. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 245 juta jiwa dan setiap tahun terjadi peningkatan penduduk hingga 1,44% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk ini akan menimbulkan masalah-masalah terutama masalah dalam bidang ketersediaan pangan. Selain itu terjadi alih fungsi lahan yang biasanya digunakan untuk perumahan, perkantoran, industri dan fasilitas lain, yang akan mengurangi ketersediaan sumber daya lahan pertanian untuk produksi pangan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan marginal, salah satu alternatifnya yaitu lahan pasir pantai (BAPPENAS, 2014). Salah satu lahan pasir pantai yang sudah dikembangkan untuk budidaya pertanian yaitu lahan pasir di pantai Samas, Kabupaten Bantul. Lahan pasir Pantai Samas dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis tanaman pertanian, seperti cabai, kacang tanah, bawang merah, buah naga dan lain-lain. Dalam budidaya tanaman, petani sering mengalami mengalami berbagai macam permasalahan, dan salah satunya adalah gulma. Gulma dapat menimbulkan gangguan pada tanaman dengan berbagai cara, terutama karena berkompetisi dengan tanaman dalam mendapatkan faktor pertumbuhan, Besarnya kerugian yang ditimbulkan gulma mengharuskan petani melakukan pengendalian. Saat ini sebagian petani melakukan pengendalian gulma menggunakan pestisida, yang belum tentu efektif dan efisien. Pengendalian gulma seharusnya didasarkan pada karakteristik gulma yang dilakukan dengan terlebih dahulu melalui identifikasi gulma, 1 sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis vegetasi gulma pada lahan pasir pantai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan distribusi gulma didaerah lahan pasir pantai Samas, dengan diketahuinya jenis-jenis dan karakteristik gulma yang ada di lahan pasir pantai Samas dapat mempermudah dalam pengendalian gulma. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2014 bertempat di lahan pasir Pantai Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat yang yang digunakan meliputi plot sampling, alat tulis, kantong kertas, timbangan, label, oven, kamera dan perangkat komputer. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian survei yang teknik pelaksanaannya melalui analisis vegetasi dan wawancara. Luas lahan budidaya pasir pantai Samas, sekitar 70 ha. Sampel yang diambil yaitu sekitar 10% sehingga sampel yang ada yaitu 7 ha, yang kemudian dibagi lagi menjadi 5 blok, dengan masing-masing blok yaitu 1,4 ha. Sampel pengamatan survei didasarkan pada 10% dari jumlah petani lahan pasir pantai Samas yaitu 170 orang, yang dipilih berdasarkan pengalaman budidaya lahan pasir pantai, sehingga jumlah sampel (responden) sebanyak 17 orang. Pengamatan gulma dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis tanaman yang ada pada setiap blok lahan (1,4 ha). Selanjutnya pada seiap jenis tanaman, dilakukan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat dan jumlah plot sampel setiap 5 buah yang ditentukan secara acak beraturan (stratified random sampling). Pengamatan analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis gulma yang ada, jumlah (kepadatan), jumlah kemunculan dan bobot kering setiap jenis gulma. Hasil analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui jenis gulma yang dominan dengan menghitung nisbah nilai penting terjumlah (SDR, Summed Dominance Ratio), Nilai Koefisien Komunitas (C, Coeficien of Community), mengetahui karakter gulma, serta menentukan alternatif pengendalian yang efektif dan efisien. Dari hasil analisis vegetasi yang berupa data kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam, apabila hasilnya berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%. Teknik analisis data deskriptif yaitu mendeskripsikan data yang tersaji dan diinterpretasikan berdasarkan teori yang ada. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian yang behubungan dengan permasalahan gulma dilahan pasir pantai Samas, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk diagram atau gambar selanjutnya dideskripsikan sesuai daftar pertanyaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis vegetasi, menunjukan jenis gulma dominan pada tanaman cabai monokultur yaitu Eleusine indica L, Digitaria ciliaris, Cyperus rotundus, Cyperus iria, gulma dominan pada cabai tumpangsari kacang tanah yaitu Eleusine indica L, Cyperus rotundus, gulma dominan pada cabai tumpangsari dengan terong yaitu Cyperus rotundus dan gulma dominan pada cabai tumpangsari dengan ketela rambat yaitu Eleusine indica L. Secara umum jenis gulma yang tumbuh pada tanaman cabai monokultur dan cabai tumpangsari tidak berbeda yaitu gulma berdaun sempit termasuk gulma golongan C4 (Tabel 1). Gulma berdaun sempit bereproduksi secara vegetatif dengan stolon maupun secara generatif dengan biji yang mampu bertahan di dalam tanah dan akan tumbuh kembali jika kondisi lingkungan memungkinkan untuk tumbuh. Gulma dominan pada tanaman cabai monokultur menunjukan jenis gulma yang paling banyak. 2 Tabel 1. Nilai SDR jenis gulma dominan tanaman cabai (%) Cabai + Terong 1 2 3 1 2 1 Eleusine indica L Digitaria ciliaris Cyperus rotundus Eleusine indica L Cyperus rotundus Cyperus rotundus KN (%) 8,92 18,81 24,75 20 46 50 cabai + Ketela Rambat 1 Eleusine indica L 50 Jenis Tanaman Cabai cabai + Kacang Tanah No Jenis Gulma DN (%) FN (%) SDR (%) 39,02 14,23 11,65 61,39 14,41 73,8 13,2 15,8 10,5 30 25 33,34 20,36 16,28 15,64 37,13 28,47 52,37 86,45 50 62,15 Keterangan: KN=Kerapatan Nisbi, DN=Dominasi Nisbi, FN=Frekuensi Nisbi Meskipun dari hasil analisis vegetasi gulma, jenis gulma dominan pada tanaman cabai monokultur dan cabai tumpangsari tidak berbeda namun ternyata mempunyai komunitas gulma yang (Heterogen) dengan nilai koefisien komunitas C ≤ 75%. Adanya perbedaan komunitas gulma yang mendominasi antar tanaman, hal ini berhubungan dengan kemampuan adaptasi gulma tersebut pada habitat yang ditempatinya, ada gulma yang mampu tumbuh pada area yang ternaungi dan ada juga gulma yang tahan terhadap suhu tinggi. Hasil analisis vegetasi, menunjukan jenis gulma dominan pada tanaman terong yaitu Cyperus rotundus, Digitaria ciliaris, Eleusine indica L. (Tabel 2). Secara umum, gulma dominan pada tanaman terong merupakan jenis gulma berdaun sempit termasuk gulma golongan C4. Gulma berdaun sempit bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome maupun secara generatif dengan biji yang mampu bertahan di dalam tanah sehingga dapat tumbuh jika kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Gulma golongan C4 lebih efisien menggunakan air, suhu dan toleran terhadap lingkungannya sehingga gulma golongan C 4 lebih kuat bersaing untuk tumbuh. Tabel 2. Nilai SDR jenis gulma dominan tanaman terong (%) Jenis Tanaman No Terong Terong + Cabai Terong + Kacang tanah Terong + Cabai + Kangkung 1 1 1 Cyperus rotundus Digitaria ciliaris Cyperus rotundus KN (%) 63,64 20 87,5 1 Eleusine indica L 75 Jenis Gulma DN (%) FN (%) SDR (%) 39,41 58,11 65,7 28,58 20 50 43,87 32,7 67,74 92,01 50 72,34 Keterangan: KN=Kerapatan Nisbi, DN=Dominasi Nisbi, FN=Frekuensi Nisbi Gulma dominan pada tanaman terong monokultur dan terong tumpangsari tidak ada perbedaan dan menunjukan jenis gulma yang sedikit. Hal ini disebabkan permukaan tanah tertutup oleh tajuk tanaman terong dan tanaman terong tumpangsari mengakibatkan terhambatnya sinar matahari untuk berlangsungnya proses fotosintesis gulma dan tanaman tumpangsari terong dapat menghambat ruang tumbuh gulma, sehingga jenis gulma dominan pada tanaman terong sedikit. Hal ini didukung oleh pendapat Moenandir (1998), kanopi yang rimbun dapat menekan pertumbuhan gulma yang berada dibawah naunganya. Meskipun dari hasil analisis vegetasi gulma, jenis gulma dominan pada tanaman terong monokultur dan terong tumpangsari tidak berbeda namun ternyata mempunyai komunitas gulma yang heterogen dengan nilai koefisien komunitas C ≤ 75%. 3 Adanya perbedaan komunitas gulma yang mendominasi antar tanaman, berhubungan dengan kemampuan adaptasi gulma tersebut pada habitat yang ditempatinya, ada gulma yang mampu tumbuh pada area yang ternaungi dan ada juga gulma yang tahan terhadap suhu tinggi. Jenis gulma juga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menanggapi ketersediaan faktor pertumbuhan seperti air, unsur hara dan cahaya yang jumlahnya terbatas. Gulmagulma akan tumbuh dengan subur dan berkembang dengan baik pada tanah dengan kelembaban tinggi dan cahaya matahari yang cukup. Menurut Moenandir (1998), dalam lahan yang cukup subur, pertumbuhna gulma diantara tanaman budidaya menjadi lebih banyak daripada di lahan yang kurang subur. Hasil analisis vegetasi, menunjukan jenis gulma dominan pada tanaman jagung tumpngsari cabai yaitu Cyperus iria, Eleusine indica L. dan jagung tumpangsari kacang tanah yaitu Cyperus iria (Tabel 3). Secara umum, gulma dominan pada tanaman jagung tumpangsari cabai dan jagung tumpangsari kacang tanah merupakan jenis gulma berdaun sempit termasuk gulma golongan C4. Jenis gulma berdaun sempit bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome maupun secara generatif dengan biji yang mampu bertahan didalam tanah sehingga dapat tumbuh jika kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Gulma golongan C4 lebih efisien menggunakan air, suhu dan toleran terhadap lingkungannya sehingga gulma golongan C4 lebih kuat bersaing untuk tumbuh. Tabel 3. Nilai SDR jenis gulma dominan tanaman jagung (%) Jenis Tanaman Jagung + Cabai Jagung+ Kacang tanah No 1 2 1 KN (%) 36,48 27,42 34,35 Jenis Gulma Cyperus iria Eleusine Indica L Cyperus iria DN (%) 26,87 25,95 39,35 FN (%) SDR (%) 20 20 20 27,78 24,46 31,23 Keterangan: KN=Kerapatan Nisbi, DN=Dominasi Nisbi, FN=Frekuensi Nisbi Gulma dominan pada tanaman tanaman jagung tumpangsari cabai dan jagung tumpangsari kacang tanah tidak ada perbedaan dan menunjukan jenis gulma yang sedikit. Hal ini disebabkan permukaan tanah ternaungi oleh tajuk tanaman jagung dan tanaman tumpangsari jagung mengakibatkan terhambatnya sinar matahari untuk berlangsungnya proses fotosintesis gulma dan tanaman tumpangsari terong dapat menghambat ruang tumbuh gulma, sehingga jenis gulma dominan pada tanaman terong sedikit. Meskipun dari hasil analisis vegetasi gulma, jenis gulma dominan pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah dan jagung tumpangsari cabai tidak berbeda namun ternyata mempunyai komunitas gulma yang (Heterogen) dengan nilai koefisien komunitas C ≤ 75%.Perbedaan komunitas gulma yang mendominasi antar tanaman, hal ini berhubungan dengan kemampuan adaptasi gulma tersebut pada habitat yang ditempatinya, ada gulma yang mampu tumbuh pada area yang ternaungi dan ada juga gulma yang tahan terhadap suhu tinggi. Spesies gulma juga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menanggapi ketersediaan faktor pertumbuhan seperti air, unsur hara dan cahaya yang jumlahnya terbatas. Gulma-gulma akan tumbuh dengan subur dan berkembang dengan baik pada tanah dengan kelembaban tinggi dan cahaya matahari yang cukup. Menurut Moenandir (1998), dalam lahan yang cukup subur, pertumbuhna gulma diantara tanaman budidaya menjadi lebih banyak daripada di lahan yang kurang subur. Hasil analisis vegetasi, menunjukan jenis gulma dominan pada tanaman kacang tanah yaitu Cyperus iria dan Eleusine indica L (Tabel 4). Secara umum, gulma dominan pada tanaman kacang tanah merupakan gulma gulma berdaun sempit golongan C4. Gulma golongan C4 bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan 4 didalam tanah sehingga dapat tumbuh jika kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Gulma golongan C4 lebih efisien menggunakan air, suhu dan toleran terhadap lingkungannya sehingga gulma golongan C4 lebih kuat bersaing untuk tumbuh. Tabel 4. Nilai SDR jenis gulma dominan tanaman kacang tanah (%) KN DN FN SDR (%) (%) (%) (%) 1 Cyperus iria 14,37 39,15 28,44 27,32 Kacang tanah 2 Cyperus rotundus 31,7 27,18 14,43 24,44 Keterangan: KN=Kerapatan Nisbi, DN=Dominasi Nisbi, FN=Frekuensi Nisbi Jenis Tanaman No Jenis Gulma Gulma dominan pada tanaman tanaman kacang tanah merupakan gulma Teki. Hal ini disebabkan tanaman kacang tanah tumbuh secara perdu, sehingga tanah tertutup dan menurunkan intensitas sinar matahari menjadikan kondisi tanah menjadi lembab. Kondisi tanah yang lembab sesuai dengan karakter hidup gulma teki. Kacang tanah merupakan spesies kacang-kacangan dari famili leguminoceae memiliki bakteri Rhizobium yang dapat menambat nitrogen di udara untuk menyuburkan tanah, kandungan tanah yang memiliki nitrogen telah banyak diketahui perannya dalam meningkatkan perkecambahan tunas Rizoma pada gulma Teki. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroutomo (1990), bahwa kandungan nitrogen pada Rizoma erat kaitannya dengan kandungan nitrogen dalam tanah dan Rizoma yang memiliki kandungan nitrogen tinggi lebih banyak menghasilkan tunas dari pada yang kandungan nitrogennya rendah. Hasil analisis vegetasi gulma, menunjukan bahwa jenis gulma yang dominan di lahan pasir pantai Samas yaitu Eleusine indica L (20,15%), Cyperus rotundus (19,01%), Cyperus iria (11,91%) dan Digitaria ciliaris (11,60%). Eleusine indica L merupakan gulma semusim, berkembang biak dengan biji. Eleusine indica L gulma semusim menghasilkan ribuan biji, selain itu juga biji-biji gulma Eleusine indica L dapat bertahan lama didalam tanah (masa dormansi yang panjang). Pengendalian Eleusine indica L yang efektif dan efisien dapat dikendalikan dengan cara preventif, mekanis dan kultur teknis. Cyperus rotundus merupakan gulma tahunan berkembang biak dengan biji dan umbi akar, tumbuh tegak, berbentuk segitiga, tingginya 10-50 cm dan penampangnya 1-2 mm. Cyperus rotundus gulma tahunan bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan didalam tanah dan akan tumbuh kembali jika kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Pengendalian Cyperus rotundus yang efektif dan efisien dapat dikendalikan dengan cara mekanis dan biologis. Cyperus iria merupakan gulma menahun dan termasuk dalam jenis Teki, berkembang biak dengan biji dan umbinya. Cyperus iria memiliki tinggi hingga 5-80 cm tinggi, memiliki akar serabut dan berumbi, panjang akar 10-70 cm. Batang Cyperus iria berumbi dan bersudut tajam, tekstur daun kasar. Cyperus iria dapat menghasilkan sekitar 3000-5000 biji, bunga muncul dalam waktu sekitar satu bulan. Cyperus iria umumnya tumbuh subur disawah, lahan kering, dan tanaman perkebunan. Cyperus iria tumbuh pada ketinggian 0–1.500 m dpl. Cyperus iria sering ditemukan pada tempat-tempat yang menerima curah hujan lebih dari 1000 mm pertahun. (Pristiarini, 2011). Cyperus iria gulma tahunan bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome dipangkal batang maupun secara generatif dengan biji yang mampu menghasilkan ribuan biji. Cyperus iria dapat dikendalikan dengan cara preventif, kultur teknis, mekanis dan biologis. Hasil analisis menunjukkan pada tanaman cabai monokultur dan cabai tumpang sari berbeda nyata jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering (Tabel 5). Tabel 5. Rerata jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering gulma pada tanaman cabai. 5 Perlakuan Cabai Cabai + Kacang Tanah Cabai + Terong Cabai +Ketela Rambat Jumlah Jenis 7.800 4.000 0.600 0.400 Jumlah Individu a b b b 20.000 9.600 0.800 0.400 a b b b Bobot Kering 35.274 14.088 3.373 4.546 a b b b Keterangan: Nilai rerata yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak ada berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% Tanaman cabai monokultur dan cabai tumpang sari menghasilkan jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering yang berbeda nyata. Hal ini disebabkan tajuk tanaman cabai yang ditanam secara tunggal tidak mampu menutup lahan dengan sempurna sehingga menjadikan biji gulma semula dorman di dalam tanah terkena air dan sinar matahari, sehingga berkecambah, tumbuh dan berkembang. Menurut Suroto (1996) pada lahan pertanian terdapat biji gulma/m2 sebesar 34.000 – 75.000 terkubur di dalam tanah dan di atas permukaan tanah, apa bila kondisi lingkungan menguntungkan biji gulma ini akan berkecambah sehingga keragaman spesies gulma tinggi sehingga jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering pada tanaman cabai monokultur lebih banyak dibanding tanaman cabai tumpangsari lebih sedikit. Hal ini diduga kerapatan tanaman terong tumpangsari lebih besar, maka kemampuan tanaman untuk bersaing dengan gulma juga meningkat sehingga mengurangi jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering gulma dan menyebabkan pergeseran komposisi gulma. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mercado (1979) bahwa sistem tanam tumpangsari dapat mempengaruhi penurunan spesies gulma yang tumbuh sehingga kompetisi gulma pada tanaman dapat ditekan interaksi dalam kompetisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering gulma pada tanaman terong monokultur dan terong tumpangsari tidak berbeda nyata, namun mempunyai jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering gulma berbeda-beda. Pada tanaman terong monokultur jumlah jenis gulma lebih banyak dibanding tanaman terong tumpangsari (Gambar 1). Gambar1. Jumlah jenis gulma pada tanaman terong Jumlah jenis gulma pada terong monokultur lebih banyak dibanding tanaman terong tumpangsari. Hal ini dikarenakan spesies gulma yang tumbuh pada tanaman terong monokultur memiliki kemampuan adaptasi pada area yang ternaungi oleh tajuk tanaman terong dan faktor pertumbuhan seperti air dan unsur hara yang tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh gulma pada tanaman terong monokultur, sedangkan jumlah jenis gulma pada tanaman terong tumpangsari sedikit. Hal ini diduga semakin lebat kerapatan tanaman dan tajuk tanaman terong tumpangsari, akan menghambat cahaya yang diteruskan kepermukaan tanah, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis di daun gulma tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga hasil fotosintat/asimilat yang akan diedarkan dalam 6 tubuh gulma menjadi terhambat, sehingga jumlah jenis gulma tanaman terong tumpangsari terganggu dan mengakibatkan vegetasi gulma sedikit. Pada tanaman terong monokultur jumlah individu gulma lebih banyak dibanding tanaman terong tumpangsari (Gambar 2). Gambar 2. Jumlah jenis gulma tanaman terong Gambar 2 menunjukan tanaman terong monokultur jumlah individu gulma lebih banyak dibanding tanaman terong tumpangsari. Hal ini dikarenakan tanaman terong yang ditanam secara tunggal menjadikan ruang tumbuh terhadap gulma, spesies gulma yang tumbuh pada tanaman terong monokultur memiliki kemampuan adaptasi pada area yang ternaungi oleh tajuk tanaman terong dan faktor pertumbuhan seperti air dan unsur hara yang tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh gulma pada tanaman terong monokultur, sedangkan jumlah jenis gulma pada tanaman terong tumpangsari sedikit. Hal ini diduga kerapatan tanaman terong tumpangsari lebih besar, maka kemampuan tanaman untuk bersaing dengan gulma juga meningkat sehingga mengurangi jumlah jenis gulma dan menyebabkan pergeseran komposisi gulma pada tanaman terong tumpangsari. Pada tanaman terong monokultur bobot kering gulma lebih banyak dibanding tanaman terong tumpangsari (Gambar 3). Faktor pertumbuhan gulma yang ditempatinya seperti air dan unsur hara merupakan faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan gulma. Gambar 3. Bobot kering gulma tanaman terong Bobot kering gulm pada tanaman terong tumpangsari cabai dan kangkung lebih tinggi. Hal ini diduga gulma mampu bersaing dengan baik dalam persaingan faktor pertumbuhan seperti air dan unsur hara yang tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh gulma sehingga bobot kering gulma pada tanaman terong tumpangsari cabai dan kangkung lebih tinggi sedangkan bobot kering gulma pada tanaman terong tumpangsari sedikit. Oleh karena itu, semangkin tinggi bobot kering gulma berati menunjukkan bahwa semakin banyak unsur hara dan air yang diserap gulma. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tanaman jagung tumpangsari kacang tanah dan tumpangsari cabai 7 berbeda nyata namun ternyata mempunyai jumlah jenis, jumlah individu dan bobot kering gulma berbeda-beda. Pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah jumlah jenis gulma lebih banyak dibanding tanaman jagung tumpangsari cabai (Gambar 4). Faktor pertumbuhan gulma seperti air dan unsur hara yang ditempatinya merupakan faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan gulma. Gambar 4. Jumlah jenis gulma tanaman jagung Jumlah jenis gulma pada jagung tumpangsari kacang tanah lebih tinggi dibanding tumpangsari cabai. Hal ini diduga perbedaan faktor ketersedian pertumbuhan seperti air dan unsur hara yang tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh gulma pada tanaman jagung tumpangsari kacang sehingga sehingga jumlah jenis gulma pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Moenandir (1998), dalam lahan yang cukup subur, pertumbuhna gulma diantara tanaman budidaya menjadi lebih banyak daripada di lahan yang kurang subur. Pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah, jumlah individu gulma lebih banyak dibanding tanaman jagung tumpangsari cabai (Gambar 5). Faktor pertumbuhan gulma seperti air dan unsur hara yang ditempatinya merupakan faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan gulma. Gambar 5. Jumlah individu gulma pada tanaman jagung Jumlah individu gulma pada tumpangsari jagung dengan kacang tanah lebih tinggi dibanding jagung dengan cabai. Hal ini diduga perbedaan faktor ketersedian pertumbuhan seperti air, unsur hara yang tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh gulma pada tanaman jagung tumpangsari kacang sehingga sehingga jumlah jenis gulma pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Moenandir (1998), dalam lahan yang cukup subur, pertumbuhna gulma diantara tanaman budidaya menjadi lebih banyak daripada di lahan yang kurang subur. Bobot kering gulma pada jagung tumpangsari kacang tanah lebih banyak dibanding tanaman jagung tumpangsari cabai (Gambar 6). Faktor pertumbuhan gulma seperti air dan unsur hara yang ditempatinya merupakan faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan gulma. 8 Gambar 6. Bobot kering gulma pada tanaman jagung Gambar 6 menunjukkan pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah lebih tinggi jumlah jenisnya dibanding tumpangsari cabai. Hal ini diduga gulma mampu bersaing dengan baik dalam persaingan pada faktor pertumbuhan seperti air dan unsur hara yang tersedia sehingga bobot kering gulma pada tanaman jagung tumpangsari kacang tanah lebih tinggi jumlah jenisnya dibanding tumpangsari cabai. Oleh karena itu, semangkin tinggi bobot kering gulma berati menunjukkan bahwa semakin banyak unsur hara dan air yang diserap gulma. Hasil analisis menunjukan bahwa pengendalian gulma yang dilakukan petani lahan pasir Pantai Samas sebagian besar (73%) dilakukan secara manual dengan mencabuti gulma dan sebagian lainnya (27%) dengan cara penyemprotan herbisida (Gambar 7). Gambar 7. Cara pengendalian gulma Pengendalian gulma yang dilakukan petani lahan pasir Pantai Samas dengan cara pencabutan/penyiangan sangat efektif dan ramah lingkungan. Pengendalian gulma secara manual atau mencabut gulma dengan tangan merupakan salah satu teknik yang sering diterapkan petani dalam budidaya tanaman. Mencabuti gulma secara rutin dapat menekan pertumbuhan gulma. Tingkat pengendalian gulma dengan menggunakan kimia/herbisida dapat dikatakan sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kesadaran petani akan dampak residu herbisida terhadap lingkungan. Sebagian petani menggunakan kimia/herbisida sebagai penggendalian gulma pada saat pra tanam, pada saat tanaman tumbuh besar petani tidak menggunakan kembali kimia/herbisida. Sebagian besar petani Samas yang menggunakan pola tanam tumpangsari mendapatkan keuntungan, dikarenakan tanaman tumpangsari dapat menekan pertumbuhan gulma. Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar (87%) petani lahan pasir Pantai melakukan penyiangan lebih dari 1 kali penyiangan, sedangkan lainnya (13%) mencabuti gulma dengan tangan 1 kali penyiangan (Gambar 8). 9 Gambar 8. Penyiangan gulma petani lahan pasir pantai Pengendalian gulma yang dilakukan petani lahan pasir Pantai Samas yang hanya sekali melakukan penyiangan dilakukan pada saat masa genetatif tanaman budidaya, sedangkan petani yang melakukan penyiangan lebih dari sekali dilakukan pada saat gulma telah mendominasi di areal tanaman budidaya. Pengendalian gulma yang dilakukan petani Samas tidak memperhatikan jenis-jenis gulma, pertumbuhan aktif gulma dan gulma sudah menghasilkan ribuan biji yang tersebar terbawa angin, air dan hewan sehingga tingkat populasi gulma dilahan pasir pantai Samas tinggi mengharuskan penyiangan secara rutin. KESIMPULAN 1. Jenis gulma pada tiap tanaman a. Jenis gulma dominan pada tanaman cabai monokultur adalah Eleusine indica L, Digitaria ciliaris, Cyperus rotundus dan Cyperus iria, gulma dominan pada cabai tumpangsari kacang tanah adalah Eleusine indica L dan Cyperus rotundus, gulma dominan pada cabai tumpangsari terong adalah Cyperus rotundus, gulma dominan pada cabai tumpangsari ketela rambat adalah Eleusine indica L. b. Jenis gulma dominan pada tanaman terong monokultur adalah Cyperus rotundus, tanaman terong tumpangsari cabai adalah Digitaria ciliaris, gulma dominan pada tanaman terong tumpangsari kacang tanah adalah Cyperus rotundus dan gulma dominan pada tanaman terong tumpangsari cabai kangkung adalah Eleusine indica L. c. Jenis gulma dominan pada tanaman jagung tumpangsari cabai adalah Cyperus iria dan Eleusine Indica L, jagung tumpangsari kacang tanah adalah Cyperus iria. d. Jenis gulma dominan pada tanaman kacang tanah adalah Cyperus iria dan Cyperus rotundus. 2. Gulma dominan hidup di lahan pasir pantai Samas adalah gulma rerumputan dan gulma teki. Gulma rerumputan yaitu Eleusine indica L, Digitaria ciliaris yang merupakan gulma semusim berkembangbiak secara generatif dengan biji dan gulma tahunan yaitu Cyperus rotundus, Cyperus iria yang merupakan gulma tahunan bereproduksi secara vegetatif dengan stolon maupun secara generatif dengan biji. 3. Sebagian besar petani lahan pasir Pantai Samas melakukan pengendalian gulma lebih dari satu kali, dengan cara manual dan sebagian lainnya melakukan pengendalian secara kimiawi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi–tingginya disampaikan kepada Saudara Junaidi Ilham yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan dan analisis data, serta Saudara Samsuri Staf Laboratorium Proteksi Tanaman yang telah membantu dalam penyediaan tempat dan peralatan penelitian. 10 DAFTAR PUSTAKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. 2014. Proyeksi penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2000-2015. http://www.datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=910&Itemi d=923. Diakses pada tanggal 15 April 2014 Pristiarini, 2011. GULMA. http://wanty-pristiarini.blogspot.com/2012/01/laporan-gulma4.html. Diakses pada tanggal 7 Februari 2015 Hairullah, Ahmad . 2011. BIOLOGI PENYAKIT BERCAK PADA GULMA Digitaria ciliaris (Retz.) Koel. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2605 . Diakses pada tanggal 7 Februari 2015 Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk Pasir Pantai Di D.I. Yogyakarta : Potensi dan Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar NasionalPemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Wangsa Manggala pada tanggal 02 Oktober 2001.h46-54. Mercado, B.L. 1979. Introduction to Weed Science. Southeast Asian Regional center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA), Laguna, Philippines. 292p. Moenandir. 1993. Ilmu Gulma Dalam sistem Pertanian Dalam Sistem Pertanian.http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/ilmu-gulmadalam-sistem-pertanian-jody-moenandir-701.html. Diakses 25April 2014 Riskitavani , Denada Visitia dan Kristanti Indah Purwani. http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/3593/1404. Diakses tanggal 9 february 2015 Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sofyan Efendi dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Singarimbun Suroto, D. 1996. Ilmu Gulma. Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. 103p. 11 2013. pada