gaya hidup remaja yang memicu terjadinya penyakit

advertisement
GAYA HIDUP REMAJA YANG MEMICU TERJADINYA
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMK ANGKASA
MOJOSARI MOJOKERTO
MARDIANA
1211010067
Subject : Gaya Hidup, Remaja, Penyakit Menular Seksual (PMS)
DESCRIPTION
Usia remaja merupakan masa pencarian jati diri yang mendorong rasa
keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Hal
ini menjadikan remaja sangat dekat dengan perilaku negatif, seperti tawuran,
merokok, narkoba, maupun seks bebas. Perilaku tersebut mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan , aborsi, serta resiko terkena HIV / AIDS atau
penyakit menular seksual lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gaya
Hidup Remaja Yang Memicu Terjadinya Penyakit Menular Seksual Di SMK
Angkasa Mojosari Mojokerto.
Jenis penelitian deskriptif, populasi semua siswa-siswi kelas 1 di SMK
Angkasa Mojosari Mojokerto tahun 2015 sejumlah 98 siswa. Jumlah sampel
sebanyak 72 siswa. Teknik sampling menggunakan Probability sampling dengan
jenis cluster random sampling, instrumen yang digunakan adalah kuesioner
tertutup, analisa data dengan tahap Editing coding. Data Entry Tabulating
kemudian ditampilakan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan data bahwa lebih dari 50% responden
mempunyai gaya hidup yang negatif atau tidak memicu terjadinya penyakit
menular seksual.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang bergaya hidup
negatif rata-rata mendapatkan informasi tentang penyakit menular seksual, tetapi
informasi yang diterimanya tidak bisa direalisasikan dengan baik sehingga
responden masih bergaya hidup positif.
Remaja hendaknya mendapatkan informasi khususnya tentang penyakit
menular seksual. Bagi tenaga kesehatan agar memberikan informasi tentang
bahaya penyakit menular seksual pada kalangan remaja melalui penyuluhan, atau
konseling di sekolah-sekolah maupun pada masyarakat luas secara umum.
ABSTRACT
Adolescence is a time to find a self identitiy, that encourage desire to stand
the curiosity out, and want to be acknowledged their existence. It makes
adolescents are very close to negative behavior, such as fights, smoking, drugs, or
promiscuity. Such behavior results in an unwanted pregnancy, abortion, and the
risk of HIV/AIDS or other sexual transmitted diseases. This study aimed to
determine the lifestyle of adolescents who triggering the incidince of sexual
transmitted disease at SMK Angkasa Mojosari Mojokerto.
Type of the research was descriptive. Population was the 1st grade student
in the year of 2015 as many as 98 students. The sample taken from 72 students.
Sampling technique used Probability Sampling with Cluster Random Sampling.
Instrument used closed questionaire, data analyzed through the strage of Editing
Coding step. Through Entry Tabulating then presented in frequence distribution
form.
The results showed the data that more than 50 % of respondents has a
negative lifestyle or not trigger a sexual transmitted disease.
The research also revealed that most of respondent with negative life style
had received information about the danger of sexual transmitted diseases but not
clear or strong enough to awakening their awarness other wise they will
practicing positive life style instead.
Adolescents should get particular information about sexual transmitted
diseases. Health care professional should distribute, share and spread out their
knowledge about the danger of sexual transmitted diseases to adolescents through
councelling to schools and society.
Key words : Life Style, Adolescents, Sexual Transmitted Disseas.
Contributor
: 1. Sri Wardini, SST., M.Kes
2. Wiwit Sulistyawati, S.ST. S.KM
Date
: 09 Juni 2015
Type Material : Laporan Penelitian
Identifier
: Right
: Open Document
Summary
:
LATAR BELAKANG
Penyakit Menular Seksual (PMS) dikalangan remaja sudah banyak
ditemukan dewasa ini. Kerasnya arus media massa ditambah dengan kurangnya
informasi membuat fenomena terjadinya penyakit menular seksual dikalangan
remaja. Penyakit ini mudah menyerang pada remaja karena secara biologis sel-sel
organ reproduksi belum matang. Hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit menular seksual (Najmuddin, 2011).
Dampak yang timbul akibat Penyakit Menular Seksual (PMS) ini, khususnya pada
remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. Akibat-akibat yang sering terjadi adalah
penyulit ataupun penjalaran penyakit pada organ tubuh lainnya seperti terjadi pada
penyakit gonore dan sifilis. Infeksi PMS terutama gonore dan infeksi klamidia
pada alat-alat reproduksi perempuan dapat mengakibatkan kemandulan, penyakit
radang panggul dan kehamilan di luar kandungan. PMS juga dapat mempermudah
penularan HIV/AIDS (Soetjiningsih, 2004 dalam Wahyuni 2012).
Data WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara berkembang
menunjukkan 40% remaja pria dan remaja putri umur 18 tahun telah melakukan
hubungan seks meskipun tanpa ada ikatan pernikahan. Akibat dari hubungan
seksual pranikah, sekitar 12% telah positif terkena Penyakit Menular Seksual,
sekitar 27% positif HIV, dan 30% remaja putri telah hamil, setengah dari mereka
melahirkan namun setengahnya lagi melakukan aborsi (WHO, 2011 dalam
Mangondo, 2014). Jawa Timur salah satu tempat terbanyak dimana remaja
melakukan seks bebas, data dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 sebanyak 37
persen remaja pernah melakukan seks bebas dan pada tahun 2009 sebanyak 40
persen remaja pernah melakukan seks bebas (Redaksi,2009 dalam Wati, 2014).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMK Angkasa Mojosari Mojokerto pada
tanggal 9 maret 2015 dari 10 siswi, didapatkan 7 (70%) siswi memiliki gaya hidup
positif memicu terjadinya penyakit menular seksual dan 3 (30%) siswi memiliki
gaya hidup negatif tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual Remaja.
Munculnya perilaku seks bebas dikalangan remaja yang marak belakangan
ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi yang dianggap sebagai bentuk
modernitas bagi sebagian remaja, (Nurhidayati dan Pratiwi, 2013) yang pada
akhirnya mendekatkan mereka kepada resiko terinfeksi berbagai macam penyakit
menular seksual (Mangondo, 2014). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya faktor ekonomi, rasa ingin tahu yang tinggi dan gaya hidup (life
style). Adapun faktor yang paling mempengaruhi remaja terjerumus kedalam
perilaku seks bebas adalah gaya hidup (life style) yang mewah dan glamor.
Banyak siswa dari kalangan ekonomi menengah kebawah yang melakukan
hubungan seks bebas untuk membeli BB (Black Berry), tablet, telepon seluler
baru, baju, sepatu, dan lain-lain hanya untuk memenuhi gaya hidupnya supaya
dikatakan mewah (Nurhidayati dan Pratiwi, 2013).
Masa remaja sangat diperlukan informasi penyakit menular seksual agar
dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang PMS sehingga remaja dapat
mencegah PMS dengan tidak melakukan hubungan seksual (yang dikutip
Pravitasari 2013). Upaya yang harus dilakukan antara lain penerapan hukumhukum agama dalam kehidupan sehari-hari orang tua dan guru menjadi model
dalam kehidupan sehari-hari, serta memberikan informasi tentang kesehatan
reproduksi bagi remaja melalui penyuluhan secara klasikal dan melalui bimbingan
secara individual oleh guru dan Konseling (BK) sewaktu-waktu bila remaja
membutuhkan. Adapun peran bidan dalam mengatasi PMS antara lain
memberikan penyuluhan kepada remaja tentang seks, sebelum terjadi penularan
PMS melalui hubungan seksual, bahaya melakukan seks bebas seperti bergantiganti pasangan, melakukan hubungan seks lewat dubur (anal), maupun oral seks
(Marmi, 2013).
METODOLOGI
Jenis penelitian deskriptif, populasi semua siswa-siswi kelas 1 di SMK
Angkasa Mojosari Mojokerto tahun 2015 sejumlah 98 siswa. Jumlah sampel
sebanyak 72 siswa. Teknik sampling menggunakan Probability sampling dengan
jenis cluster random sampling, instrumen yang digunakan adalah kuesioner
tertutup, analisa data dengan tahap Editing coding. Data Entry Tabulating
kemudian ditampilakan dalam bentuk distribusi frekuensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil riset menunjukkan data bahwa lebih dari 50% responden mempunyai
gaya hidup yang negatif atau tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual.
Hasil penelitian berdasarkan parameter yang telah ditentukan bahwa dari 72
responden sebagian kecil responden mempunyai gaya hidup dengan melakukan
seks tanpa pelindung positif memicu terjadinya penyakit menular seksual
sebanyak 4 responden (5,6%), dan hampir seluruh responden negatif tidak
memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 68 responden (94,4%).
Agar terhindar dari masalah tersebut, maka harus meningkatan pemahaman dan
pengalaman agama atau aspek religius juga memegang peranan penting agar
remaja terhindar dari perilaku seks bebas. Sebaiknya orang tua dan guru juga
membantu remaja untuk merumuskan tujuan dan arahan hidup untuk remaja,
membantu remaja dalam proses pencarian jati diri dan memahami diri sendiri,
bagaimana bergaul dengan teman secara benar, meningkatkan keimanan dan
ketakwaan remaja dan mengisi hidup dengan kegiatan-kegiatan positif, kreatif dan
bermanfaat sebagai upaya penyaluran dorongan biologis dan untuk
pengembangan potensi diri dalam gaya hidupnya.
Pada penelitan ini terdapat sebagian kecil responden mempunyai gaya hidup
dengan berganti-ganti pasangan positif memicu terjadinya penyakit menular
seksual sebanyak 14 responden (19,4%), dan hampir seluruh responden negatif
tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 58 responden
(80,6%). Remaja yang sering berganti-ganti pasangan akan lebih memiliki resiko
terhadap penyakit menular seksual. Remaja berpendapat bahwa orang bisa tertular
PMS karena faktor kebiasaan atau sering berganti-ganti pasangan seksual secara
sembarangan, tidak memakai pelindung (kondom) dan tidak menjaga kebersihan
diri terlebih di daerah kelamin baik perempuan maupun laki-laki (Hidayangsih,
2014). Oleh sebab itu remaja harus diberikan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi terutama tentang bahaya penyakit menular seksual (PMS), sehingga
tidak meningkatkan risiko untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan
kesehatan terutama tentang bagaimana gaya hidup yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Gaya hidup remaja yang menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual
sebagian besar adalah mulai aktif seksual pada usia dini sebanyak 38 responden
(52,8%) positif memicu terjadinya penyakit menular seksual, dan hampir setangah
responden negatif tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 34
responden (47,2%). Kaum muda lebih besar kemungkinan untuk beresiko terkena
PMS dari pada orang yang lebih tua. Ada beberapa alasannya, yaitu wanita muda
khususnya lebih rentan terhadap PMS karena tubuh mereka lebih kecil dan belum
berkembang sempurna sehingga lebih mudah terinfeksi. Gaya hidup yang lakukan
oleh responden merupakan perilaku yang didasari oleh ketidaktahuan tentang
bahaya penyakit menular seksual, hal ini karena faktor usia, dan informasi serta
sumber informasi yang mereka dapatkan. Sikap tertutup responden pada orang
dewasa dan sikap terbukanya pada teman sebaya akan memberikan peluang pada
mereka untuk mengakses informasi tentang seksual dan kesehatan reproduksi dan
menganggap seksual adalah masalah biasa yang perlu diketahui melalui teman
sebaya. Orang tua menganggap pendidikan tentang seksual dan kesehatan
reproduksi merupakan masalah tabu untuk dibicarakan secara terbuka kepada
anaknya, sehingga mereka lebih banyak memperoleh informasi dari luar.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai gaya hidup dengan penggunaan alkohol atau penyalahgunaan
minuman keras positif memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 38
responden (52,8%), sedangkan hampir setengah responden mempunyai gaya
hidup negatif tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 34
responden (47,2%). Penyalahgunaan minuman keras saat ini merupakan
permasalahan yang cukup berkembang di dunia remaja dan menunjukkan
kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Alasan penggunaan minuman
keras diungkapkan oleh (Fuhrmann, 1990 dalam Pratama, 2013) bahwa penyebab
minuman keras dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu determinan sosial
(termasuk di dalamnya pengaruh keluarga, afiliasi religius, pengaruh teman
sebaya dan pengaruh sekolah) dan determinan personal (termasuk di dalamnya
rendah diri, rasa ingin memberontak, dorongan untuk berpetualang, dorongan
impulsif, rasa ingin bebas, dan kepercayaan diri yang rendah).
Gaya hidup dengan perilaku penyalahgunaan obat (narkoba) semakin
meningkat jumlahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahya
sebanyak 19 responden (26,4%) mempunyai gaya hidup positif memicu
terjadinya penyakit menular seksual, sedangkan sebagian besar gaya hidup negatif
tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual sebanyak 53 responden
(73,6%). Penyalahgunaan narkoba dapat mendorong seseorang melakukan
hubungan seksual, dimana dorongan tersebut bukan secara langsung disebabkan
oleh efek penyalahgunaan itu sendiri, melainkan karena gaya hidup dengan
perilaku melakukan hubungan seksual dilakukan sebagai akibat dari
penyalahgunaan narkoba atau mungkin juga perilaku seksual dilakukan untuk
dapat membeli narkoba.
Hampir setengah responden mempunyai gaya hidup dengan melakukan seks
untuk mendapatkan uang/obat positif memicu terjadinya penyakit menular seksual
sebanyak 27 responden (37,5%), sedangakan sebagian besar responden
mempunyai gaya hidup negatif tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual
sebanyak 45 responden (62,5%). Individu yang menjual seks untuk mendapatkan
sesuatu posisi tawaran yang rendah sehingga sulit banginya untuk menegosiasikan
hubungan seksual yang aman. Pasangan yang membeli jasa memiliki resiko
terinfeksi penyakit menular seksual (PMS) yang lebih besar, sehingga baik
pembeli maupun penjual sama-sama dirugikan (yang dikutip pravitasari, 2013).
Pada hasil penelitian ini bahwa sebagian kecil responden mempunyai gaya
hidup dengan perilaku monogami serial positif memicu terjadinya penyakit
menular seksual sebanyak 16 responden (22,2%), dan sebagian besar responden
mempunyai gaya hidup negatif tidak memicu terjadinya penyakit menular seksual
sebanyak 56 responden (77,8%). Monogami serial adalah mengencani/menikahi
satu orang saja pada suatu masa, tapi kalau diakumulasi jumlah orang yang
dikencani/dinikahi juga banyak. Contoh gampangnya (yang juga banyak terjadi
dimasyarakat kita) adalah orang yang doyan kawin cerai. Perilaku seperti ini
sangat berbahaya, sebab orang yang mempratekkan monogami serial berpikir
bahwa mereka saat itu memiliki hubungan ekslusif sehingga akan tergoda untuk
berhenti menggunakan pelindung ketika berhubungan seksual. Sebenarnya
monogami memang efektif mencegah PMS, tetapi hanya pada monogami jangka
panjang yang kedua pasangan (yang dikutip Pravitasari, 2013). Maka remaja
harus menhindari perilaku seperti ini agar terhindar dari penyakit menular seksual.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa lebih dari
50% responden mempunyai gaya hidup yang negatif atau tidak memicu terjadinya
penyakit menular seksual (PMS).
REKOMENDASI
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat membahas lebih lanjut
tentang gaya hidup remaja yang memicu terjadinya penyakit menular seksual
dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual
yaitu melalui teman sebaya, sumber informasi, serta peran orang tua.
2.
3.
4.
5.
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai instuti pendidikan dapat memberikan tambahan muatan lokal
tentang kesehatan reproduksi.
Bagi Profesi Bidan
Hendaknya memberikan pengetahuhan pada remaja tentang gaya hidup
yang memicu terjadinya PMS dan dampak yang terjadi pada remaja.
Bagi Remaja
Remaja hendaknya berfikir secara positif terhadap segala informasi
yang didapatkan melalui media internet khususnya informasi tentang penyakit
menular seksual.
Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan agar selalu memberikan informasi tentang bahaya
penyakit menular seksual pada kalangan remaja, melalui penyuluhan atau
konseling di sekolah-sekolah maupun pada masyarakat secara luas.
ALAMAT KORESPONDENSI:
Email
: [email protected]
No. Hp
: 0823-32930083
Alamat
: Desa Poigar Bolaang Mongondow Manado
DAFTAR PUSTAKA
Mangando, E. N. S. (2014).” Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja
Dengan Tindakan Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMK Negeri 2
Manado”. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. Vol. II. No. 1.
Februari 2014.
Marmi. (2013). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Najmuddin. (2011). Penyakit Menular Seksual Dikalangan Remaja. Available :
(www.djamila-najmuddin.com/infeksi-menular-seksual-di-kalanganremaja, diakses 19 Maret 2015)
Nurhidayati, D. & Pratiwi, I. T. (2013). “ Pengembangan Media Video untuk
Meningkatkan Pemahaman Bahaya Seks Bebas Di Kalangan Remaja
SMA Negeri 1 Soko Tuban”. Jurnal BK UNESA. Vol. 01. No. 01. Tahun
2013, 281-290.
Pravitasari, H. M. (2013). “ Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual di
SMA Muhammadiyah 4 Porong Sidoarjo”. Karya Tulis Ilmiah Ahli
Madya Kebidanan tidak dipublikasikan. Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto.
Wahyuni, S. (2012). “Hubungan Antara Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit
Menular Seksual (PMS) Dengan Jenis Kelamin Dan Sumber Informasi
Di SMAN 3 Banda Aceh”. Jurnal Ilmiah STIKES U’Budiyah. Vol.1,
No.2, Maret 2012.
Wati, S. E. (2014). “ Tingkat Pengetahuan Siswa – Siswi Tentang Seks Bebas di
SMK PGRI 3 Kediri ”. Jurnal No. 25 Vol. 01 Desember Tahun 2014.
Download