View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
1
SEMINAR NASIONAL KEANEKARAGAMAN
HAYATI TANAH-1
(NATIONAL SEMINAR ON BELOW GROUND BIODIVERSITY-I)
Tema :
Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Tanah untuk Menunjang
Keberlanjutan Produksi Pertanian Tropika
Bandar Lampung, 29 – 30 Juni 2010
2
KELIMPAHAN ARTHROPODA TANAH PADA LAHAN KUBIS YANG DITUMBUHI
GULMA BERBUNGA DI DAERAH MALINO SULAWESI SELATAN
THE DIVERSITY OF SOIL ARTHROPODS ON CABBAGE FIELDS WITH
FLOWERING PLANTS ON MALINO SOUTH SULAWESI
Sri Nur Aminah Ngatimin1* dan Syatrawati2
1) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNHAS Makassar 90245
2)
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Sulawesi Selatan
ABSTRAK
Tujuan percobaan : mengetahui peranan gulma berbunga sebagai penyedia nektar dan
pollen bagi arthropoda permukaan tanah di lahan kubis. Penelitian dilaksanakan di Dusun
Buluballea Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa mulai September sampai
Desember 2009.
Di lapangan kubis ditanam pada dua tempat terpisah berjarak sekitar 500 meter. Pada
tempat pertama tanaman kubis ditumpangsarikan dengan empat macam gulma berbunga :
Nasturtium indicum (Brassicaceae), Galinsoga parviflora (Asteraceae), Cleome rutidospema
(Capparidaceae) dan Lindernia crustaceae (Scrophulariaceae). Pada tempat kedua tanaman kubis
ditanam secara monokultur. Pengambilan sampel serangga menggunakan pitfall trap berupa gelas
berisi formalin 4% yang dipasang secara sistematis pada lahan kubis dengan gulma berbunga dan
tanpa gulma berbunga selama 3 hari berturut-turut.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga tanah bervariasi pada
lahan kubis yang ditumbuhi dengan gulma berbunga dibandingkan dengan lahan kubis tanpa
gulma berbunga. Pada kubis dengan gulma berbunga ditemukan populasi semut (65%), Carabidae
(22%), Dermaptera (11%), Cicindellidae (4,5%) dan Staphylinidae (4,3%). Populasi non-serangga
yang dominan adalah laba-laba pemburu (Lycosidae) (2,1%) dan laba-laba bermata tajam (1,7%).
Gulma berbunga yang dominan didatangi oleh arthropoda tanah adalah N. indicum (27,3%) dan G.
parviflora (6,3%), sedangkan C. rutidosperma dan L. crustaceae kurang disukai. Persentase
keberadaan arthropoda tanah tertinggi yaitu 67,2% saat umur kubis 28 hst dan terendah yaitu
9,0% saat umur kubis 84 hst. Dapat dikatakan bahwa kandungan nektar dan pollen gulma
berbunga merupakan salah satu komponen penarik arthropoda tanah pada lahan tanaman
budidaya.
Kata kunci : arthropoda tanah, gulma berbunga, pitfall trap
ABSTRACT
The aim of research : to study the role of flowering plants as a nektar and pollen source for
soil arthropods on cabbage field. The research was conducted in Buluballea village, Gowa
Residence on September until December 2009. On field, cabbage was grown in the different place
with distance about 500 metres. The first of them, cabbage was grown in polyculture of fourth
flowering plants such as : Nasturtium indicum (Brassicaceae), Galinsoga parviflora (Asteraceae),
Cleome rutidospema (Capparidaceae) and Lindernia crustaceae (Scrophulariaceae). The
secondly, cabbage was grown as monoculture plant. We put the pitfall traps on field contain
formalin 4% about 3 days.
The result was showed the diversity of soil arthropods was higher on cabbage with
flowering plants. We found ants (65%), Carabids (22%), Dermapteran (11%), Cicindellids (4,5%)
dan Staphylinids (4,3%). Non-arthropods population was dominant by Lycosids spider (2,1%) and
Oxyopids spider (1,7%). The flowering plants that attractive to soil arthropods was N. indicum
(27,3%) and G. parviflora (6,3%). C. rutidosperma and L. crustaceae not visited by soil arthropods.
We found the nektar and pollen composition is the one important factor for soil arthropods in field.
*Penulis
untuk korespondensi, E-mail : [email protected]
3
Key words : soil arthropods, flowering plants, pitfall trap
PENDAHULUAN
Kubis (Brassica oleracea var. capitata)
merupakan salah satu jenis tanaman
penting hortikultura dataran tinggi. Kubis digemari oleh sebagian besar masyarakat baik
dalam bentuk segar maupun sudah matang. Kubis segar mengandung vitamin A, C,
karbohidrat, protein, lemak, serat, fosfor, besi dan kalium (Anonim, 2007).
Kabupaten Gowa dan Enrekang merupakan sentra pertanaman sayuran dataran
tinggi terbesar di Sulawesi Selatan. Malino adalah pusat penghasil sayuran kubis,
kentang, sawi, wortel dan bawang daun merupakan satu daerah yang termasuk di dalam
wilayah Kecamatan Tinggimoncong di Kabupaten Gowa. Hasil sayuran tersebut dapat
memenuhi kebutuhan kota Makassar dan sekitarnya, bahkan diantarpulaukan ke
Kalimantan Timur (Anonim, 2007). Luas panen kubis di Sulawesi Selatan tahun 2009
mencapai sebesar 1.697 ha dengan hasil panen 14,64 ton/ha. Produktivitas nasional
kubis pada tahun 2009 sebesar 19,96 ton/ha (BPS, 2009).
Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas kubis adalah adanya
serangan ulat perusak daun kubis Plutella xylostella L. (Lepidoptera : Yponomeutidae).
Saat musim kemarau jika tidak dilakukan tindakan pengendalian maka kerusakan
tanaman dapat mencapai 100% atau tanaman tidak dapat membentuk krop sehingga
tidak bisa di panen (Sudarwohadi, 1987). Takelar (1993) mengemukakan bahwa P.
xylostella telah menjadi serangga hama yang paling merusak pada tanaman famili
Cruciferae di seluruh dunia dan tiap tahun biaya pengendaliannya diperkirakan mencapai
US$ 1 milyar.
Upaya pengendalian P. xylostella yang umumnya dilakukan petani adalah secara
kimiawi. Menurut pengamatan penulis, lebih dari 90% petani kubis di Malino
menggunakan pestisida sintetik yang tidak terjadwal dengan alasan bahwa cara tersebut
dapat menekan populasi serangga hama. Di sisi lain petani tidak menyadari dampak
negatif penggunaan pestisida dengan terjadinya resistensi, resurjensi, matinya musuh
alami
dan
organisme
non-target
serta
pencemaran
lingkungan
yang
sangat
membahayakan kehidupan disekitarnya. Selain itu, biaya aplikasi pestisida dapat
merekrut kurang lebih 50% dari biaya produksi (Untung, 1991).
Sasaran PHT adalah mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang
merugikan serta mengurangi peluang terjadinya ledakan hama. Salah satu komponen
penting penyusun agroekosistem lahan kubis adalah arthropoda predator yang hidup
pada permukaan tanah. Dilaporkan bahwa predator yang ada di pertanaman kubis
mampu mencegah perkembangan populasi hama mencapai status yang merugikan.
Salah satu cara untuk melihat kelimpahan arthropoda tanah adalah penggunaan lubang
4
perangkap (pitfall trap) yang dipasang tersebar pada lahan kubis. Dengan cara ini akan
diperoleh data tentang komposisi spesies dan kelimpahan arthropoda tanah khususnya
predator penghuni permukaan tanah yang berada di pertanaman tersebut.
Gulma berbunga di pinggiran lahan kubis merupakan sumber daya bagi musuh
alami karena tumbuhan ini menyediakan serangga inang atau mangsa alternatif; sumber
nektar, pollen dan embun madu yang dihasilkan oleh kutu daun dan menjadi pakan bagi
arthropoda musuh alami dewasa (parasitoid atau predator); tempat pengungsian (refugia)
dan perlindungan; tempat mempertahankan keberadaan hama dalam populasi rendah di
luar musim tanam untuk bertahan musuh alami (Powell, 1986). Nektar dan pollen dapat
meningkatkan lama hidup dan keperidian Coccinella sp yang memangsa kutu daun
(Pickett and Bugg, 1998). Kubis sebagai tanaman budidaya tidak dapat menyediakan
pakan bagi arthropoda tanah karena tidak menghasilkan bunga dan dipanen dalam
bentuk krop.
Dampak keberadaan gulma berbunga terhadap kelimpahan arthropoda tanah
yang menjadi predator pada pertanaman kubis sangat menarik untuk diteliti karena
berpengaruh nyata terhadap proses pengendalian serangga hama yang berada di tempat
tersebut.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian berupa percobaan lapangan dilaksanakan di Dusun Buluballea Malino,
Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa mulai September sampai Desember 2009.
Ketinggian daerah berkisar 1.100 dpl, rata-rata curah hujan 2.900 mm/thn, kelembaban
nisbi (RH) berkisar 88-90%, suhu udara maksimum dan minimum 18 dan 25oC.
Inventarisasi dan Identifikasi Gulma Berbunga
Gulma berbunga yang berpotensi sebagai sumber nektar dan pollen bagi
arthropoda tanah di lahan pertanaman kubis (Tabel 1).
5
Tabel 1. Jenis gulma berbunga yang digunakan dalam percobaan
Famili
Brassicaceae
Asteraceae
Capparidaceae
Scrophulariaceae
Spesies
Nasturtium (Rorippa) indicum L.
Galinsoga parviflora Cav.
Cleome rutidosperma DC
Lindernia crustaceae (L.) F.v.M
Sumber
nektar dan pollen
nektar
nektar
nektar
 Untuk identifikasi digunakan Everaarst (1981) dan Soerjani et al. (1987).
Pengaruh Gulma Berbunga Terhadap Kelimpahan Arthropoda Tanah
Percobaan dilakukan pada dua tempat terpisah berjarak sekitar 500 meter, bebas
insektisida dan masing-masing lahan dikelilingi terpal plastik setinggi 1,5 meter. Lahan
pertama ditanam kubis varietas KK-Cross, jarak tanam 25cm x 25cm pada sembilan
petak berukuran 5m x 3m. Gulma berbunga di tanam dengan jarak 10cm x 10cm pada
empat petak berukuran 20m x 0,5m. Di lahan kedua kubis ditanam secara monokultur
dengan ukuran bedengan dan jarak tanam yang sama dengan lahan pertama.
Predator penghuni permukaan tanah diamati dengan menggunakan lubang
perangkap (pitfall trap) yang terbuat dari gelas plastik, diameter permukaan atas 7 cm,
kedalaman 10 cm serta volume 150 ml. Ke dalam setiap gelas dituangkan formalin 4%
sebanyak 60 ml. Untuk menghindari masuknya air hujan, diatas perangkap di pasang
atap yang terbuat dari seng berukuran 15 cm x 15 cm. Di pertanaman kubis, pitfall
dipasang menyebar mengikuti arah garis diagonal dengan lima pitfall di pasang dalam
satu petak. Jarak antar satu pitfall dengan lainnya sekitar 1,5 m. Dalam satu periode
pemasangan, pitfall dipasang selama 3 x 24 jam. Pemasangan pitfall dimulai sejak kubis
berumur 14 hst sampai menjelang panen dengan selang waktu 14 hari. Selama satu
musim tanam dilakukan 6 kali pemasangan pitfall, pada setiap periode pemasangan total
pitfall yang digunakan sebanyak 90 buah pitfall untuk kedua tipe lahan tersebut (Winasa,
2001). Diamati pula secara visual jenis arthropoda yang berada pada gulma berbunga.
Seluruh arthropoda yang tertangkap pitfall di bawa ke laboratorium. Predator dan
arthropoda lain yang terkumpul dimasukkan ke dalam botol bekas film yang berisi alkohol
70%. Arthropoda tersebut diidentifikasi menggunakan Kalshoven (1981), Hill (1994) dan
CSIRO (1991). Keanekaragaman jenis serangga dihitung dengan menggunakan rumus
Indeks Keanekaragaman Shannon (Odum, 1971) yaitu :
H = -∑ (ni/N) log (ni/N)
H = Indeks keanekaragaman Shannon.
ni = banyaknya individu suatu jenis.
N = banyaknya individu seluruh jenis.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelimpahan Arthropoda Tanah pada Lahan Kubis dengan
Gulma Berbunga dan Tanpa Gulma Berbunga
Saat ini sedang diupayakan meminimalkan penggunaan pestisida sintetik untuk
menekan populasi serangga hama serta menghasilkan produk yang lebih sehat. Hal ini
mendorong berkembangnya penelitian tentang three level trophic interactions yaitu
interaksi tanaman, herbivora dan musuh alaminya sebagai dasar dalam upaya
pengelolaan hama (Verkerk dan Wright, 1996). Dapat dikatakan pengelolaan habitat
secara bijaksana dapat menurunkan populasi serangga hama pada tingkat tidak
merugikan.
Berdasarkan hasil tangkapan arthropoda tanah dengan menggunakan piftall trap
dapat dilihat bahwa jumlah semut paling banyak yaitu 65 ekor pada lahan kubis yang
ditanami dengan gulma berbunga. Jenis semut yang banyak dijumpai saat percobaan
berlangsung adalah semut api (Solenopsis sp). Serangga lain yang juga banyak
ditemukan pada areal tersebut adalah Carabidae (22 ekor), Dermaptera (11 ekor),
Cicindellidae (4,5 ekor) dan Staphylinidae (4,3 ekor). Jenis arthropoda non-serangga
adalah laba-laba pemburu (Lycosidae) sebanyak 2,1 ekor dan laba-laba bermata tajam
(Oxyopidae) sebanyak 1,7 ekor (Gambar 1).
Gambar 1. Kelimpahan arthropoda tanah pada dua tipe lahan kubis
7
Hasil tangkapan pitfall trap untuk lahan monokultur (tanpa gulma berbunga) dapat
dilihat bahwa semut merupakan serangga yang dominan dengan jumlah sekitar 4,3 ekor.
Kalshoven (1981) mengemukakan bahwa semut merupakan serangga yang sangat
mobile, dapat beradaptasi dimana saja dan mampu memanfatkan sumber daya dengan
sangat efisien. Predator permukaan tanah lainnya adalah laba-laba Lycosidae dan
Oxyopidae. Rendahnya jumlah dan jenis arthropoda tanah pada lahan monokultur diduga
terjadi karena tidak ada gulma berbunga sebagai sumber nektar dan pollen. Nentwig
(1998) mengemukakan bahwa musuh alami dewasa mendapatkan pakan berupa nektar
dan pollen dari gulma berbunga yang diperlukan dalam produksi telur, tambahan energi,
peningkatan lama hidup serta keperidian yang merupakan penentu keberhasilan
pengendalian hayati di tempat tersebut.
Selain faktor yang telah disebutkan sebelumnya, selama percobaan berlangsung,
selalu turun hujan dan lahan monokultur selalu dibersihkan gulmanya sehingga serangga
yang berada di tempat tersebut hidup dan berlindung hanya pada bagian-bagian tertentu
dari tanaman kubis. Adanya terpal plastik juga merupakan faktor penghalang keluarmasuknya serangga yang berada di pertanaman tersebut.
Preferensi Arthropoda Tanah Terhadap Gulma Berbunga
Predator permukaan tanah mendapatkan nutrisi dari mangsanya sedangkan
nektar dan pollen sebagai sumber energi di dapatkan dari gulma berbunga yang berada di
sekitar pertanaman. Untuk preferensi gulma berbunga, jenis tanaman yang paling disukai
oleh serangga tanah adalah N. indicum (Gambar 2). Gulma tersebut selain menjadi
tumbuhan inang P. xylostella, bunganya mengandung nektar yang mampu meningkatkan
kebugaran serangga predator. Nektar yang berasal dari gulma berbunga banyak
mengandung glukosa, protein dan asam amino (Powell, 1986).
8
Gambar 2. Preferensi arthropoda tanah pada gulma berbunga
Jenis serangga lain yang memilih tumbuhan N. indicum adalah Carabidae (22
ekor), Dermaptera (7 ekor), Cicindellidae (6 ekor) dan Staphylinidae (4 ekor). Serangga
memanfaatkan gulma berbunga sebagai tempat makan, mencari pasangan dan
berlindung saat lingkungan ekstrim (Nentwig, 1998). Tumbuhan lain yang dipilih oleh
semut sebagai sumber nektar adalah G. parviflora. Saat diamati secara visual,
kebanyakan serangga tanah berada di permukaan akar dan bunga dari gulma tersebut.
Khusus untuk laba-laba, sarangnya berada di tajuk tanaman yang banyak terdapat bunga.
Diduga hal ini merupakan strategi untuk mendapatkan mangsa yang lebih banyak.
Tumbuhan C. rutidosperma dan L. crustacea tampaknya kurang disukai oleh serangga
tanah tersebut.
Keberadaan Arthropoda Tanah dan Hubungannya dengan
Umur Tanaman Kubis
Serangga hama yang paling sering dijumpai selama berlangsungnya percobaan
adalah P. xylostella. Selama berlangsungnya percobaan, populasi arthropoda tanah yang
dominan tertangkap pitfall trap adalah
semut dan Staphylinidae dengan persentase
sekitar 67,2 % saat kubis 28 hst pada lahan dengan gulma berbunga (Gambar 3).
9
Gambar 3. Keberadaan arthropoda tanah dan hubungannya dengan umur tanaman
Pada periode ini tanaman belum membentuk krop sehingga banyak ditemukan P.
xylostella instar II dan III. Umur 42 hst tanaman mulai membentuk krop dan saat itu
bersamaan dengan masuknya musim hujan sehingga populasi P. xylostella dan musuh
alaminya menurun karena tercuci air hujan. Saat 56 hst populasi arthropoda tanah
meningkat lagi sebesar 66,8% kemudian menurun sampai tanaman menjelang panen.
Diduga hal ini terjadi karena krop telah mengeras sehingga jumlah P. xylostella ikut
menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarwohadi (1987) yang mengemukakan
bahwa P. xylostella menyerang semua fase tanaman kubis mulai dari persemaian hingga
panen. Saat kubis belum membentuk krop maka jaringannya masih lunak sehingga lebih
mudah terserang P. xylostella.
KESIMPULAN
 Arthropoda tanah yang paling dominan ditemukan pada lahan kubis dengan gulma
berbunga dan tanpa gulma berbunga adalah semut, masing-masing sebanyak 65
ekor dan 4,3 ekor.
 Gulma berbunga yang dominan di datangi oleh arthropoda tanah adalah N.
indicum (27,3%) dan G. parviflora (6,3%), sedangkan C. rutidosperma dan L.
crustaceae kurang disukai.
 Persentase keberadaan arthropoda tanah tertinggi sebesar 67,2% dijumpai saat
umur kubis 28 hst dan terendah yaitu 9,0% saat umur kubis 84 hst.
 Kandungan nektar dan pollen gulma berbunga merupakan salah satu komponen
penarik serangga predator pada pertanaman.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Malino, Pusat Pengembangan Hortikultura (Kompas on-line, 27 Agustus
2007). http://www.kompas.com (diakses 20 Mei 2009).
BPS, 2009. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Indonesia. Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id (diakses 01 Maret 2010).
CSIRO, 1991. The Insects of Australia. A Textbook for Students and Research Workers
Vol I & II. Division of Entomology. Melbourne University Press, Carlton Victoria
Australia. 1000 hal.
Everaarst, AP. 1981. Weeds of vegetables in The Highland of Java. Jakarta : Lembaga
Penelitian Hortikultura. 121 hal.
Hill, DS., 1994. Agricultural Entomology. Timber Press Portland, Oregon. 635 hal
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by PA
van der Laan. Jakarta : PT. Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta. 701 hal.
Nentwig W., 1998. Weedy plant species and their beneficial arthropods : potential for
manipulation in field crops. Di dalam : Pickett CH, Bugg RL (ed.). Enhancing
Biological Control : Habitat Management to Promote Natural Enemies of
Agricultural Pests. Berkeley : University of California Press. 422 hal.
Odum, EP., 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. WB Sounders Company.
Philadelphia, Toronto, London.
Pickett CH and Bugg RL. 1998. Enhancing Biological Control : Habitat Management to
Promote Natural Enemies of Agricultural Pests. Berkeley : University of California
Press. 422 hal.
Powell W., 1986. Enhancing parasitoid activity in crops. Di dalam : Waage J, Greathead D
(ed.). Insect Parasitoid. Academic Press, Orlando.
Soerjani M, Kostermans AJGH and Tjitrosoepomo G. 1987. Weeds of Rice in Indonesia.
Balai Pustaka, Jakarta. 716 hal.
Sudarwohadi, S., 1987. Perpaduan pengendalian secara hayati dan kimiawi hama ulat
daun kubis (Plutella xylostella Linn.; Lepidoptera : Yponomeutidae) pada tanaman
kubis. [Disertasi]. Bandung : Universitas Padjadjaran.
Takelar, NS., 1993. Biology, Ecology and Management of Diamondack Moth. Asian
Vegetable Research and Dev. Center. Taiwan. 38:6.
Untung, K. 1991. Pengelolaan Hama Terpadu di Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Verkerk RHJ and Wright DJ., 1996. Multitrophic interaction and management of the
diamondback moth: a review. Bul Entomol Res 86:205-216.
Winasa, IW., 2001. Arthropoda predator penghuni permukaan tanah di pertanaman
kedelai : kelimpahan, pemangsaan dan pengaruh praktek budidaya tanaman.
[Disertasi] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
11
Download