Interpretasi Keberadaan Struktur Patahan

advertisement
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Interpretasi Keberadaan Struktur Patahan Berdasarkan Analisis
Geomorfologi Kuantitatif Sebagai Upaya Awal Penanggulangan
Gerakan Tanah di Daerah Baleendah-Ciparay, Bandung, Jawa Barat
Pradnya P. Raditya Rendra, Nana Sulaksana, Emi Sukiyah
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang
Email: [email protected]
Abstrak
Daerah penelitian terletak di sub DAS Cisangkuy dan sub DAS Citarum Hulu (BaleendahCiparay, Bandung, Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
struktur patahan sebagai upaya awal penanggulangan gerakan tanah di daerah penelitian.
Penelitian ini dilakukan melalui analisis geomorfologi kuantitatif dan observasi lapangan.
Analisis DEM-SRTM dilakukan untuk mengetahui indikasi struktur patahan sedangkan
analisis spasial dilakukan untuk memperoleh data morfometri sub DAS di daerah penelitian.
Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui manifestasi struktur patahan dan dampaknya
terhadap gerakan tanah di daerah penelitian. Daerah penelitian didominasi batuan vulkanik
berumur Miosen Akhir hingga Plistosen dan lereng agak curam hingga curam. Berdasarkan
analisis DEM-SRTM, pola kelurusan utama yang terindikasi kuat merupakan struktur
patahan berkembang di daerah penelitian berarah relatif barat-timur. Berdasarkan analisis
spasial, pola aliran sungai dan nilai rasio cabang sungai (Rb) <3 dan >5 menunjukkan indikasi
kuat struktur patahan berkembang di daerah penelitian. Adapun nilai kerapatan aliran sungai
(Dd) antara 1,86 - 7,83 menunjukkan alur sungai melewati batuan keras dan mengangkut
sedikit material sedimen. Keberadaan struktur patahan ditandai dengan keterdapatan gawir
sesar, kekar, dan mata air. Keberadaan struktur patahan juga menyebabkan terjadinya gerakan
tanah di daerah penelitian. Oleh karena itu, upaya awal penanggulangan gerakan tanah
dengan menelusuri lokasi rentan gerakan tanah sudah semestinya melibatkan pendekatan
geomorfologi kuantitatif. Hasil penelitian berdasarkan analisis geomorfologi kuantitatif ini
sekaligus dapat dijadikan sebagai landasan dalam upaya awal penanggulangan gerakan tanah
di daerah penelitian dan daerah lain.
Kata Kunci : DAS, DEM-SRTM, geomorfologi kuantitatif, gerakan tanah, patahan
Pendahuluan
DAS Citarum merupakan DAS terbesar
yang terdapat di Provinsi Jawa Barat dan
dikelilingi beberapa gunung seperti Gunung
Tangkuban Perahu, Gunung Mandalawangi,
dan Gunung Patuha Malabar. DAS Citarum
memiliki luas 6.614 km2 yang membentang
melewati Kabupaten Bandung, Purwakarta,
Subang, hingga Bekasi. Secara geologi, DAS
Citarum dan beberapa sub DAS di dalamnya
memiliki kondisi geologi yang kompleks,
baik dari aspek batuan maupun strukturnya.
Secara geografis, daerah penelitian
terletak antara 7o0’9,9” LS - 7o4’12,7” LS dan
107o35’35,5” BT - 107o42’6,9” BT. Secara
administratif, daerah penelitian termasuk ke
dalam Kecamatan Baleendah dan Ciparay,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat serta terletak
pada sub DAS Cisangkuy dan Citarum Hulu.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
ini dilakukan untuk mengidentifikasi struktur
patahan sebagai upaya awal penanggulangan
gerakan tanah di Baleendah-Ciparay, Jawa
Barat melalui geomorfologi kuantitatif dan
observasi lapangan.
Daerah penelitian termasuk dalam Zona
Vulkanik Kuarter. Zona Vulkanik Kuarter
merupakan daerah endapan gunungapi muda
di antara Zona Bogor dan Zona Bandung
(Martodjojo, 2003). Van Bemmelen (1949;
dalam Martodjojo, 2003) menyatakan bahwa
Zona Bandung merupakan intermontain
deppression. Zona Bandung merupakan
puncak geantiklin Jawa Barat yang terangkat
lalu runtuh membentuk daerah rendah. Daerah
rendah inilah yang terisi endapan gunungapi
muda atau endapan vulkanik Kuarter.
Gambar 1. Daerah penelitian
Gambar 3. Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)
Gambar 2. DAS Citarum di antara DAS lain di Jawa Barat
DAS merupakan sistem aliran air yang
terdiri dari aliran air permukaan dan bawah
permukaan (Hugget, 2007) yang dibatasi oleh
punggung-punggung gunung (Asdak, 1995).
Di Jawa Barat terdapat 40 DAS (Anonim,
2004). DAS Citarum dengan sub DAS di
dalamnya seperti sub DAS Cisangkuy dan sub
DAS Citarum Hulu telah banyak diteliti dari
berbagai aspek geologi, salah satunya struktur
geologi. Struktur geologi yang berkembang
intensif akan mempengaruhi kondisi tektonik
dan kerentanan wilayah tersebut. Penelitian
Pulau Jawa dibentuk sistem perlipatan
dan patahan akibat proses tumbukan Lempeng
Eurasia bergerak ke selatan dan Lempeng
Hindia bergerak ke utara. Akibatnya, sumbu
perlipatan cenderung berarah barat-timur.
Suwiyanto (1978; dalam Martodjojo, 2003)
mengenali 4 arah utama kelurusan citra
Landsat di Jawa Barat, yaitu U45oT, U10oT,
U30oB, dan U55oB. Dari hasil penelitian,
kebanyakan kelurusan dikenali sebagai sesar.
Hasil penelitian ini juga yang memperkuat
bahwa secara regional pola struktur geologi
Jawa Barat relatif berarah barat-timur.
Sukiyah (1993) menyatakan bahwa
analisis pola kelurusan dengan foto udara
dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi
deformasi suatu daerah. Pola kelurusan yang
banyak serta berpotongan, baik punggungan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
maupun sungai mengindikasikan daerah yang
rentan terhadap deformasi dan terindikasi
kontrol tektonik aktif. Utama dkk. (2012)
mengemukakan bahwa analisis DEM dapat
membantu mengetahui morfologi suatu
daerah sekaligus keberadaan patahan. Patahan
tersebut dapat diidentifikasi melalui kelurusan
beda kontur pada elevasi yang signifikan.
Perbedaan kontur tersebut terlihat dari adanya
efek bayangan patahan tersebut.
Metodologi
Objek penelitian ini antara lain lereng,
sungai, struktur patahan, dan gerakan tanah.
Objek tersebut diteliti melalui geomorfologi
kuantitatif dan observasi lapangan. Analisis
geomorfologi kuantitatif melibatkan analisis
DEM-SRTM dan analisis spasial. DEMSRTM digunakan untuk mengetahui indikasi
struktur patahan sedangkan analisis spasial
dilakukan dengan peta kemiringan lereng,
peta geologi regional, serta peta pola aliran
sungai untuk mengetahui data morfometri sub
DAS. Observasi lapangan untuk mengetahui
manifestasi struktur patahan dan dampaknya
terhadap gerakan tanah di daerah penelitian.
Gambar 4. Arah utama kelurusan citra Landsat di Jawa Barat
menurut Suwiyanto (1978; dalam Martodjojo, 2003)
Daerah yang rentan terdeformasi dan
dikontrol tektonik aktif dapat mengalami
gerakan tanah (mass movement). Gerakan
tanah merupakan perpindahan massa tanah
atau batuan pada arah tegak, mendatar, atau
miring dari kedudukan semula. Perpindahan
tersebut melibatkan lepasnya material batuan
dari puncak lereng ke kaki lereng akibat
ketidakstabilan lereng dan gravitasi (Sharma,
2010). Hutchinson (1968; dalam Hansen,
1984) menyatakan bahwa gerakan tanah
mencakup rayapan (creep) dan longsoran
(landslide). Varnes (1984) mengemukakan
bahwa longsorran terdiri dari jatuhan (fall),
robohan (topple), luncuran (slide), aliran
(flows), dan gerak horizontal (lateral spread).
Gerakan tanah pada tanah, akumulasi debris,
dan pada batuan dasarnya dapat terjadi serta
berhenti sewaktu-waktu. Proses ini bersifat
destruktif jika merusak infrastruktur. Oleh
karena itu, gerakan tanah harus diwaspadai
dan segera dicari solusinya.
Gambar 5. Kerangka penelitian
Morfometri Lereng
Kemiringan lereng menunjukkan nilai
sudut lereng dalam persen/derajat (Saribun,
2007). Kemiringan lereng dapat ditentukan
dengan peta topografi skala 1 : 50.000 dan
grid-cells 1 x 1 cm. Setiap grid-cells ditarik
garis tegak lurus terhadap kontur (Zakaria,
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
2008). Penarikan garis tersebut digunakan
dalam perhitungan kemiringan lereng:
(1)
Keterangan:
S = kemiringan lereng (%); n = jumlah kontur
yang terpotong garis datar; Ic =Interval kontur
indeks; dx = jarak garis datar yang tegak lurus
kontur; sp = skala peta
Gambar 6. Klasifikasi lereng (Van Zuidam, 1985; dalam
Noor, 2010)
Pola Aliran Sungai
Howard (1967) telah membagi pola
aliran sungai menjadi beberapa kelompok
(Gambar 7). Karakteristik pola aliran sungai
adalah kajian geomorfologi untuk mengetahui
kondisi tektonik di suatu daerah. Hasil
pergerakan tektonik yang dapat dihubungkan
dengan struktur geologi dapat dilihat pada
sistem pola aliran sungai tersebut.
Morfometri DAS
Morfometri didefinisikan sebagai aspek
kuantitatif suatu bentuklahan (van Zuidam,
1985). Adapun morfometri DAS adalah suatu
cara memberikan penilaian kuantitatif suatu
DAS. Morfometri DAS berkaitan dengan
aspek geologi seperti topografi, jenis batuan,
dan kondisi iklim di suatu daerah. Morfometri
DAS meliputi luas DAS, rasio cabang sungai,
dan kerapatan aliran sungai.
Luas DAS dapat dihitung dengan media
peta topografi (Sosrodarsono dan Takeda,
2003; dalam Hidayah, 2008). Jika batas DAS
sudah ditentukan maka luas DAS tersebut
juga dapat diketahui. (Priyono dan Savitri,
1997; dalam Hidayah, 2008).
Gambar 7. Pola pengaliran dasar (a) dan modifikasi (b)
Rasio cabang sungai (bifurcation ratio)
adalah posisi percabangan alur sungai di
dalam urutan terhadap induk sungai dalam
suatu DAS (Soewarno, 1991; Ramdan, 2006).
Rasio cabang sungai (Rb) dinyatakan sebagai
nisbah antara jumlah segmen sungai orde u
(Nu) dan jumlah segmen sungai orde u+1
(Nu+1) (Strahler, 1964; Hidayah, 2008):
Rb = Nu / Nu+1
(2)
Strahler (1964; dalam Verstappen, 1983)
menyatakan bahwa jika suatu DAS memiliki
rasio cabang sungai kurang dari 3 atau lebih
dari 5 maka diindikasikan DAS tersebut telah
mengalami deformasi akibat tektonik aktif.
Kerapatan aliran sungai adalah indeks
yang menunjukkan banyaknya anak sungai
dalam suatu DAS. Kerapatan aliran sungai
menunjukkan tingkat kekerasan batuan dan
kondisi geologi suatu daerah. Nilai kerapatan
aliran sungai, yaitu total panjang sungai (  L)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
yang terdapat dalan suatu DAS dibagi luas
DAS (A) (Strahler, 1957; Hidayah, 2008):
Dd = Σ L / A
(3)
Tabel 1. Klasifikasi Kerapatan Sungai (Hidayah, 2008)
Drainage
Density
(Dd)
Kelas
(Dd)
< 0,25
Rendah
0,25 – 10
Sedang
10 – 25
Tinggi
> 25
Sangat
Tinggi
Karakteristik Nilai
Kerapatan Aliran Sungai
Nilai rendah - sedang
menunjukkan alur sungai
melewati batuan resistensi
keras sehingga angkutan
sedimen yang terangkut
aliran sungai lebih kecil.
Nilai tinggi - sangat tinggi
menunjukkan alur sungai
melewati batuan kedap air,
air hujan yang menjadi
runoff akan lebih besar.
Hasil dan Pembahasan
Geologi Daerah Penelitian
Geologi daerah penelitian terdiri dari 4
formasi batuan (Alzwar dkk., 1992). Formasi
tersebut didominasi batuan hasil gunungapi
berumur Miosen Akhir hingga Holosen. Sifat
fisik batuannya mulai dari yang bersifat lepas
hingga sangat keras. Berdasarkan kondisi
geologi, struktur patahan dapat diperkirakan
melalui Peta geologi (Gambar 8).
Gambar 8. Geologi daerah penelitian (Alzwar dkk., 1992)
Morfologi Daerah Penelitian
Morfologi daerah penelitian terdiri dari
empat kelas kemiringan lereng, yaitu datar,
agak landai, agak curam, dan curam. Kondisi
geologi daerah penelitian dapat diidentifikasi
melalui peta kemiringan lereng (Gambar 9).
Proses endogen (vulkanisme dan struktural)
berkembang di bagian tengah hingga selatan.
Hal ini dapat dilihat dari produk batuan yang
didominasi batuan vulkanik serta adanya
indikasi struktur yang berkembang di bagian
tengah daerah penelitian.
Tabel 2. Formasi batuan di daerah penelitian
Formasi
(Qd) Endapan
Danau
(Qmt) Batuan
Gunungapi
Malabar-Tilu
(Qwb)
Andesit
WaringinBedil,
Malabar Tua
(Tmt) Formasi
Beser
Keterangan Litologi
Lempung, lanau,
pasir halus hingga
kasar, kerikil, bersifat
tufan
Tuf, breksi lahar
mengandung sedikit
batuapung dan lava
Perselingan lava,
breksi dan tuf,
bersusunan andesit
piroksen dan
hornblenda
Breksi tufan dan lava,
bersusunan andesit
sampai basalt
Umur
Holosen
Plistosen
Plistosen
Gambar 9. Peta kemiringan lereng daerah penelitian
Miosen
Akhir
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Interpretasi Keberadaan Struktur Patahan
Bentang alam dan berbagai kenampakan
di permukaan bumi dapat terbentuk akibat
tektonik. Pada skala lokal dan regional,
fenomena tektonik dikenali dari beberapa
bentang alam khas seperti gawir, lembah,
kelurusan perbukitan dan sungai, pola aliran
sungai, dan sebagainya (Doornkamp, 1986).
Keberadaan struktur patahan perlu dikenali
melalui DEM-SRTM dan observasi lapangan.
Adanya struktur patahan di lapangan dapat
ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
1. Kelurusan (lineament) pada DEM-SRTM
2. Pola aliran sungai
3. Morfometri sub DAS
4. Gawir sesar (fault scarp)
5. Rekahan atau kekar
6. Mata air
1.
DEM-SRTM
Morfologi dan indikasi struktur patahan
daerah penelitian dapat diidentifikasi melalui
DEM-SRTM. Daerah penelitian didominasi
oleh perbukitan memanjang di bagian tengah
hingga selatan sedangkan pedataran di bagian
barat dan utara. Keberadaan struktur patahan
dapat diidentifikasi melalui indikasi awal
berupa kelurusan (lineament). Pola kelurusan
utama daerah penelitian berarah barat-timur.
Pola struktur ini menunjukkan hubungan yang
erat dengan pola struktur geologi Jawa Barat
yang relatif berarah barat-timur.
U
Gambar 11. Indikasi struktur patahan di daerah penelitian
2.
Pola Aliran Sungai
Pola aliran sungai daerah penelitian
terdiri dari lima pola aliran sungai, yaitu
anastomotik, paralel, subdendritik, subtrellis,
dan rektangular. Analisis pola aliran sungai
yang menunjukkan struktur patahan dapat
diidentifikasi melalui pola subtrellis dan
rektangular. Kedua pola aliran sungai tersebut
menunjukkan daerah penelitian memiliki
struktur patahan. Cooke dan Mortimer (1971;
dalam Doornkamp, 1986) menyatakan bahwa
respon kanal aliran atau keterbentukan pola
aliran sungai dapat dipengaruhi oleh tektonik.
Gambar 12. Pola aliran sungai di daerah penelitian
3.
Gambar 10. Kelurusan DEM-SRTM menunjukkan daerah
penelitian berasosiasi langung dengan struktur patahan
Morfometri Sub DAS
Daerah penelitian terletak di beberapa
sub DAS Citarum dan sub DAS Cisangkuy
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
sehingga daerah penelitian juga dipengaruhi
kondisi sub DAS di sekitarnya. Berdasarkan
analisis geomorfologi kuantitatif, daerah
penelitian dan sekitarnya terdiri dari 2 Sub
DAS Cisangkuy serta 12 sub DAS Citarum
Hulu. Seluruh sungai pada sub DAS tersebut
berasal dari Gunung Malabar di bagian
selatan dan mengalir menuju Sungai Citarum
di bagian utara daerah penelitian.
aspek rasio cabang sungai (Rb). Berdasarkan
analisis rasio cabang sungai, seluruh sub DAS
di daerah penelitian didominasi nilai rasio
cabang sungai (Rb) kurang dari 3 dan lebih
dari 5. Secara geologi, nilai Rb kurang dari 3
dan lebih dari 5 menunjukkan bahwa daerah
penelitian terindikasi mengalami deformasi
akibat pengaruh tektonik aktif.
Tabel 4. Rasio Cabang Sungai (Rb) Sub DAS
Gambar 13. Daerah penelitian dan sub DAS di sekitarnya
Tabel 3. Luas Sub DAS di Daerah Penelitian
Csk_1
Luas
(km2)
44,72
Ctr_6
Luas
(km2)
7,79
Csk_2
19,41
Ctr_7
1,45
Ctr_1
4,73
Ctr_8
4,59
Ctr_2
0,34
Ctr_9
4,97
Ctr_3
2,03
Ctr_10
6,00
Ctr_4
0,50
Ctr_11
9,00
Ctr_5
6,56
Ctr_12
94,83
SubDAS
SubDAS
Rasio Cabang Sungai (Bifurcation Ratio)
Sub DAS Cisangkuy dan sub DAS
Citarum Hulu di daerah penelitian dapat
dianalisis lebih lanjut dengan membagi anak
sungai menjadi beberapa orde sungai. Orde
sungai tersebut digunakan untuk perhitungan
SubDAS
Rb1-2
Rb2-3
Rb3-4
Rb4-5
Csk_1
1,94
1,78
2,25
2,00
Csk_2
1,81
2,33
1,29
7,00
Ctr_1
1,60
5,00
1,00
Ctr_2
2,00
Ctr_3
1,25
Ctr_4
2,00
Ctr_5
1,86
1,40
Ctr_6
1,27
5,50
Ctr_7
2,00
Ctr_8
1,83
1,50
Ctr_9
3,50
0,50
Ctr_10
1,75
2,00
Ctr_11
2,60
0,71
Ctr_12
1,95
1,63
2,43
4,20
Kerapatan Aliran Sungai (Drainage Density)
Kerapatan aliran sungai dipengaruhi
oleh banyaknya anak sungai dalam sub DAS.
Nilai tersebut menunjukkan karakteristik dan
permeabilitas tanah. Berdasarkan analisis nilai
kerapatan aliran sungai, seluruh sub DAS di
daerah penelitian memiliki nilai kerapatan
aliran sungai (Dd) antara 1,86 - 7,83. Secara
geologi, nilai Dd antara 0,25 - 10 termasuk
dalam kategori sedang dan menunjukkan alur
sungai melewati batuan beresistensi keras
sehingga material sedimen yang terangkut
tidak banyak. Hal ini dibuktikan melalui peta
geologi (Gambar 8) dan observasi lapangan
yang menunjukkan bahwa daerah penelitian
didominasi produk gunungapi.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Tabel 5. Kerapatan Aliran Sungai (Dd) Sub DAS
SubDAS
4.
Dd
SubDAS
Dd
Csk_1
2,86
Ctr_6
2,58
Csk_2
2,79
Ctr_7
1,86
Ctr_1
2,67
Ctr_8
3,11
Ctr_2
4,36
Ctr_9
2,44
Ctr_3
1,97
Ctr_10
2,16
Ctr_4
7,83
Ctr_11
2,22
Ctr_5
2,48
Ctr_12
2,92
batuan dengan sedikit pergeseran. Umur kekar
juga relatif sulit ditentukan karena kekar dapat
terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi.
Kekar di daerah penelitian memiliki bidang
rekah relatif kecil, polanya cukup teratur, dan
memotong seluruh batuan. Analisis data kekar
dengan diagram rose menunjukkan pola
struktur di daerah penelitian relatif berarah
barat-timur. Pola struktur ini menunjukkan
hubungan erat dengan pola struktur geologi
Jawa Barat yang relatif berarah barat-timur.
Gawir Sesar (Fault Scarp)
Struktur patahan berpengaruh sangat
jelas pada bidang patahan di lapangan. Bidang
tersebut disebut gawir sesar (fault scarp).
Gawir sesar merupakan salah satu indikasi
keberadaan struktur patahan yang dapat
ditemukan dengan jelas di daerah penelitian
dan berasosiasi dengan gerakan tanah (mass
movement). Cotton (1948; dalam Doornkamp,
1986) menyatakan bahwa gawir sesar adalah
salah satu unit atau bentukan morfologi yang
berkaitan sangat erat dengan tektonik. Hal ini
menyebabkan daerah patahan cenderung
rentan mengalami erosi dan gerakan tanah.
Erosi intensif akan menyebabkan terjadinya
kenampakan lembah lurus memanjang.
Gambar 15. Lava andesit menunjukkan struktur kekar
Gawir
sesar
Gambar 16. Diagram rose hasil pengolahan data kekar
Gambar 14. Daerah patahan dicirikan adanya gawir sesar
6.
5.
Kekar (Joint)
Kekar merupakan struktur rekahan pada
Mata Air
Mata air yang ditemukan di daerah
penelitian diperkirakan berasal dari Sistem
Akifer Endapan Gunungapi (Puradimadja,
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
1993). Sistem akifer ini terbentuk dari lava
andesit dan batuan vulkanik lain hasil produk
Gunungapi Malabar. Kemunculan mata air ini
ditengarai karena adanya struktur geologi
yang berkembang di daerah penelitian berupa
rekahan. Rekahan sebagai suatu media dapat
mengubah batuan impermeabel seperti lava
atau breksi laharik padu menjadi batuan yang
dapat mengalirkan airtanah.
terjadinya gerakan tanah lebih lanjut.
Gawir
sesar
Gerakan
Tanah
Gambar 18. Gerakan tanah dipengaruhi adanya gawir sesar
Gambar 17. Mata air muncul melalui rekahan pada lava
andesit (tanda panah)
Gerakan Tanah dan Upaya Penanggulangan
Keberadaan struktur patahan ditengarai
berasosiasi dengan ketidakstabilan lereng di
daerah penelitian sehingga mengakibatkan
terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah
tersebut dapat dilihat dari perpindahan massa
tanah dari kedudukan semula secara vertikal
(Gambar 18). Selain itu, gerakan tanah di
daerah penelitian berdampak pada rusaknya
jembatan sehingga mengganggu kenyamanan
penggunaan jembatan tersebut (Gambar 19).
Terkait adanya gerakan tanah di daerah
penelitian, penanggulangan awal tentu sangat
dibutuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya untuk memetakan tingkat kerentanan
dan analisis resiko gerakan tanah lebih lanjut
yang komprehensif. Upaya tersebut dapat
dilakukan secara terpadu melalui penelusuran
awal lokasi rentan gerakan tanah (pendekatan
geomorfologi kuantitatif), kajian faktor utama
penyebab gerakan tanah, serta pengupayaan
suatu rekayasa keteknikan untuk menahan
Gambar 19. Retakan pada jembatan sebagai manifestasi
gerakan tanah akibat struktur patahan di daerah penelitian
Kesimpulan
Keberadaan struktur patahan berarah
relatif barat-timur di daerah penelitian dapat
diidentifikasi melalui geomorfologi kuantitatif
dan observasi lapangan. Keberadaan struktur
patahan ditengarai berasosiasi dengan gerakan
tanah di daerah penelitian. Gerakan tanah
tersebut berdampak negatif pada infrastruktur
jembatan sehingga merugikan masyarakat.
Oleh karena itu, penanggulangan gerakan
tanah melalui pemetaan tingkat kerentanan
gerakan tanah dan analisis resiko gerakan
tanah lebih lanjut perlu dilakukan. Upaya
awal penanggulangan gerakan tanah dengan
menelusuri lokasi rentan gerakan tanah di
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
suatu daerah sudah semestinya melibatkan
pendekatan geomorfologi kuantitatif.
Pustaka
Alzwar, M., Akbar, N., Bachri, S. 1992. Peta
Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk.
Skala 1:100.000. Bandung: P3G.
Anonim. 2004. Sekilas dan Kondisi Umum
Daerah Jawa Barat.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Doornkamp, J. C. 1986. Geomorphological
approaches to the study of neotectonics.
Journal of Geological Society, Vol. 143:
335-342.
Hansen,
M.J.
1984.
Strategies
for
Classification of Landslides, dalam
Brunsden, D., Prior, D.B. (eds). Slope
Instability, John Wiley & Sons, p. 1 – 25.
Hidayah, R. 2008. Analisis Morfometri Sub
Daerah Aliran Sungai Karangmumus
dengan Aplikasi Sistem Informasi
Geografi. Fakultas Kehutanan, Universitas
Mulawarman.
Howard, A. D. 1967. Drainage Analysis in
Geologic Interpretation: A Summation.
The American Association Petroleum
Geologist Bulletin, Vol.51, No.11.
Hugget, R. J. 2007. Fundamentals of
Geomorphology,Second Edition. London:
Routledge.
Martodjojo, S. 2003. Evolusi Cekungan
Bogor Jawa Barat. Tesis Doktor Pasca
Sarjana, ITB, Bandung, tidak diterbitkan.
Noor, D. 2010. Geomorfologi. Bogor: Pakuan
University Press.
Puradimaja, D.J. 1993. Penyusunan Tipologi
Paket Penelitian Sumber Daya Air. LAPIITB-Departemen Transmigrasi, Bandung.
Ramdan, H. 2006. Prinsip Dasar Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Laboratorium
Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan
Universitas Winaya Mukti. Jatinangor.
Saribun, D.S. 2007. Pengaruh Jenis
Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan
Lereng Terhadap Bobot Isi, Porositas
Total, dan Kadar Air Tanah Pada SubDAS Cikapundung Hulu.
Sharma, V.K. 2010. Introduction to Process
Geomorphology. New York: CRC Press.
Soewarno. 1991. Hidrologi: Pengukuran dan
Pengolahan
Data
Aliran
Sungai
(Hidrometri), Bandung: Nova.
Strahler, A.N. 1957. Quantitative analysis of
watershed geomorphology. Trans. Am.
Geophys. Union.
Strahler,
A.N.
1964.
Quantitative
Geomorphology of Drainage Basin &
Channel Networks. Handbook of Applied
Hydrology. V. T. Chow (ed), New York:
McGraw Hill Book Company.
Sukiyah, E. 1993. Identifikasi Zona
Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis
Kelurusan dari Foto Udara Daerah
Curugagung dan Sekitarnya Kabupaten
Subang Jawa Barat. Jatinangor: Skripsi.
Jurusan Geologi, FMIPA, Universitas
Padjadjaran. 117 h.
Utama, W., Aini, D.N., Rekswanda, G.N.W.
2012. Citra Satelit DEM dan Landsat 7+
ETM dalam Analisis Patahan Manifestasi
Geothermal Sebagai Tinjauan Awal untuk
Penentuan Eksplorasi Geomagnetik di
Wilayah Tiris Probolinggo. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Prasaranan Wilayah, Surabaya, Juli 2012.
Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of
Indonesia, Volume I A. The Hague
Martinus Nijhoff, Netherland.
Van Zuidam, R. A. 1985. Aerial PhotoInterpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic
Mapping,
Smith
Publisher, The Hague, Amsterdam.
Varnes, David J. 1984. Landslide Hazard
Zonation: A Review of Principles and
Practice. Prancis: UNESCO.
Verstappen,
H.
Th.
1983.
Applied
Geomorphology:
Geomorphological
Surveys for Environmental Development.
New York: Elsevier. 437 p.
Zakaria, Z. 2008. Manajemen Pemetaan
Geologi. Teori dan Latihan Pemetaan
Geologi. Bandung: tidak dipublikasikan.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Download