INJEKSI ANTIGEN (E. coli) PADA MENCIT Roudlotul Jannah 105090100111003 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. ABSTRAK Suatu respon imun dapat terjadi karena adanya suatu antigen yang merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi dan sel T. Saat terdapat antigen masuk ke dalam tubuh maka sel B dan sel T akan mengenali antigen yang terikat pada reseptor membrane plasmanya yang biasa disebut dengan immunoglobulin. Suatu antigen dapat dikenali karena memiliki suatu daerah yang disebut epitop yang bersifat spesifik. Epitop akan bereaksi dengan daerah pada antibodi yang disebut dengan paratop yang bersifat hipervariabel. Pembentukan antibodi merupakan salah satu bentuk respon imun karena adanya antigen. Di dalam tubuh terdapat sistem limfoid yang terdiri dari beberapa organ limfoid. Organ limfoid dibagi menjadi dua macam, yaitu organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Untuk mengetahui respon imun terhadap antigen dilakukan percobaan dengan menyuntikkan suspense antigen E. coli terhadap tubuh tikus dan kemudian nantinya diisolasi organ limfoidnya untuk dihitung kadar limfositnya sehingga diketahui perbedaan respon imun di setiap perbedaan antigen yang disuntikkan. Kata Kunci: antibody, antigen, E. coli, limfoid, limfosit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Dasar Teori Suatu respon imun dapat terjadi karena adanya suatu antigen yang merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi dan sel T (Roitt, 2003). Selain antigen terdapat immunogen yang juga merupakan molekul yang dapat menimbulkan adanya suatu respon imun, akan tetapi immunogen dan antigen berbeda. Immunogen merupakan senyawa yang menyebabkan terjadinya suatu respon imun sedangkan antigen merupakan target terjadinya suatu respon imun. Antigen dapat berupa immunogen, tetapi tidak antigen adalah immunogen. Contoh antigen adalah lipid dan asam nukleat (Campbell, dkk., 2003). Suatu antigen dapat dikenali karena memiliki suatu daerah yang disebut epitop yang bersifat spesifik. Epitop akan bereaksi dengan daerah pada antibodi yang disebut dengan paratop yang bersifat hipervariabel. Pembentukan antibodi merupakan salah satu bentuk respon imun karena adanya antigen (Wegrzyn, 2003). Gambar 1.1.1 Proses Pembentukan Antibodi (Yahya, 2005). Saat terdapat antigen masuk ke dalam tubuh maka sel B dan sel T akan mengenali antigen yang terikat pada reseptor membrane plasmanya yang biasa disebut dengan immunoglobulin. Perbedaan reseptor pada sel B dan sel T adalah pada kemampuannya memproduksi antibodi. Sel T reseptornya tidak dapat meproduksi antibodi sedangkan sel B dapat menghasilkan antibodi (Campbell, dkk., 2003). Respon imun dalam tubuh terdapat 2 macam, yaitu respon primer dan sekunder. Respon primer memerlukan waktu antara 10-17 hari sehingga sel efektor yang ada jumlahnya maksimum. Sel plasma adalah sel yang bertugas untuk memproduksi antibodi dan merupakan bentuk diferensiasi sel B yang membesar. Ketika suatu antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sistem imun telah siap merespon dalam waktu yang lebih singkat yaitu antara 2-7 hari (Roitt, 2003). Sel-sel limfosit di dalam tubuh dihasilkan di sumsum tulang belakang. Perkembangan sel-sel limfosit tersebut terjadi di timus dan sumsum tulang belakang sendiri. Saat pematangan terjadi di sel timus maka sel yang akan terbentuk adalah sel T, sedangkan jika pematangan terjadi di dalam sumsum tulang belakang maka yang akan terbentuk adalah sel B (Campbell, dkk., 2003). Terdapat suatu kelainan yang terjadi ketika sel B dalam sumsum tulang belakang tidak dikenali dalam program apoptosis sehingga sel-sel limfosit menyerang sel-sel sumsum tulang belakang. Penyakit tersebut merupakan autoimmune yang disebut dengan multiple sclerosis (Roitt, 2003). Ikatan yang terjadi oleh antigen dan antibodi terdiri dari ikatan elektrostatis, ikatan hydrogen, hidrofobik, dan gaya van der walls. Jarak antara antibody dan antigen akan berpengaruh terhadap kekuatan ikatannya, yaitu semakin dekat jaraknya maka akan semakin besar kekuatan ikatannya. Kekuatan tersebut disebut dengan afinitas yang dapat diukur dan bersifat reversible. Reaksi antigen dan antibodi tidak begitu spesifik karena satu antibodi dapat mengikat beberapa macam antigen dalam serum (Roitt, 2003). Di dalam tubuh terdapat sistem limfoid yang terdiri dari beberapa organ limfoid. Organ limfoid dibagi menjadi dua macam, yaitu organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer adalah organ yang berfungsi untuk memproduksi sel-sel limfosit yaitu timus dan sumsum tulang belakang. Pembentukan pluripoten sel darah terjadi dalam sumsum tulang belakang. Selain itu dalam sumsum tulang belakang terjadi pematang sel B. Timus merupakan organ yang berfungsi untuk mematangkan sel T dan menghasilkan self-antigene sehingga antigen dalam tubuh dapat dikenali dan tidak diserang oleh sistem imun sehingga terhindar dari adanya penyakit autoimun. Organ limfoid sekunder bertugas untuk mengontrol kualitas dari respon imun yang merupakan tempat pertama kalinya antigen diekspos. Organ-organ limfoid tersebut antara lain adalah kelenjar limfa, spleen, tonsil, dan peyer patches (Davis, 2010). 1.2 Tujuan Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk menginjeksi antigen dari E. coli pada mencit dan mengisolasi organnya sehingga diketahui respon imunnya terhadap antigen tersebut. BAB II METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Praktikum imunologi dengan topik injeksi antigen (E. Coli) pada tikus/mencit dilaksanakan pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. 2.2 Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini adalah suspensi E. coli, mencit/tikus, alcohol 70%, dan kapas. Peralatan yang diperlukan adalah seperangkat alat bedah, larutan PBS, tabung eppendorf dan polipropilen, micopippet, microtube, haemocytometer, cawan petri, dan spuit 1 ml. 2.3 Prosedur Kerja 2.3.1 Injeksi Antigen pada Mencit Mencit dipilih sesuai ketentuan dipegang bagian tengkuk dengan ibu jari dan telunjuk kiri ditahan tubuhnya dengan tangan kanan agar tidak bergerak dibalik tubuhnya Bagian ventral tubuh mencit diusap dengan kapas beralkohol 70% dicubit sedikit bagian perut disuntik suspensi E. coli pada bagian intraperitoneal dipelihara selama 2 minggu dilakukan booster Mencit Perlakuan 2.3.2 Isolasi Sel Limfosit Mencit Perlakuan diambil dipegang bagian ventralnya disemprot alkohol 70% Bagian ventral tubuh mencit digunting kea rah vertical diisolasi limpa, nodus limfe, timus Limpa, nodus limfe, timus dicuci dengan NaCl fisiologis diletakkan pada cawan berbeda dan berisi PBS serta diatasnya terdapat nylon milliopore dipencet dengan pangkal spuit searah jarum jam Homogenat dipindah ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml disentrifugasi 3500rpm, 4ºC, 10 menit diresuspensi pellet dan ditambah 500 µl PBS diambil 5 µl ditambah 5 µl vital dye sel limfosit dihitung menggunakan haemocytometer Jumlah Sel Limfosit DAFTAR PUSTAKA Burmester, G.R., Pezutto, A. 2003. Color Atlas Of Immunology. Thiemme. New York. Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2003. Biology Fifth Edition. Benjamin Cummings. New York. Roitt, I.M. 2003. Essential Immunology. Blackwell Science Limited. Oxford. Wegrzyn, A.N. 2003. Future Approaches to Food Allergy. Pediatrics 2003;111;1672-1680. www.pediatrics.org. Diakses 29 September 2012. Yahya, Harun. 2005. Rahasia Kekebalan Tubuh. http://admin.harunyahya.com/indo/buku/tubuh004.htm. Diakses 29 September 2012.