ketukangan - arsitekturindonesia.org

advertisement
k e tu k a n gan
kesadaran material
bawah sadar arsitektural
Modernitas datang di Indonesia dengan wajah penjajah. Sejak itu, sejarah bicara dalam suara
sumbang, dengan kaca cembung. Meminjam metafor Pramoedya Ananta Toer, bangsa yang
terjajah hidup bagaikan sebuah preparat yang diletakkan dalam “rumah kaca”. Tetapi,
perbandingan dengan preparat tidak tepat. Dalam “rumah kaca” itu kita berada dalam dua
posisi sekaligus: sebagai yang dipandang dan yang memandang. Dalam memandang ke luar
maupun ke dalam, mau tak mau kita membanding-bandingkan diri, laku yang disebut
Bennedict Anderson (yang mengutip tokoh nasionalisme Filipina, Jose Rizal,) sebagai "the
spectre of comparisons." Dalam Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an, dari "rumah kaca"
itu, dari "spectre of comparison" itu, ada persoalan "menolak Barat" atau "mengikuti Barat".
Sementara itu, yang terjadi hari demi hari adalah praxis yang tidak sepenuhnya mengikuti
gagasan mengenai identitas dan tak bisa dibatasi oleh proyek-proyek pengukuhan identitas.
Dalam hal ini, arsitektur merupakan contoh yang baik. Usaha memproduksi dan mencipta
telah, selalu, dan akan terkait dengan dengan tenaga, ketrampilan, informasi dan bahan yang
ada. Dalam kondisi itu, praxis menunjukkan tidak semua hal mengikuti kehendak, menolak,
atau mengadopsi modernitas. Ide dan rencana yang dirumuskan dengan sadar pada
akhirnya dibentuk oleh proses yang tak bisa diperhitungkan, bahkan sebelumnya tak disadari.
Terkait dengan hal itu, kami mau menggaris-bawahi bahwa dalam pengalaman kerja arsitektur
Indonesia ada yang bisa kita sebut "the architectural unconscious." Yaitu: "ketukangan".
Mengikuti Richard Sennett dalam The Craftsman, “ketukangan”, ditandai oleh komitmen
untuk mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. "Ketukangan", bahkan juga "seni" (fine arts) dan
juga arsitektur, merupakan hibriditas antara berbagai jenis kerja – tetapi tetap dengan dasar
"kesadaran material". Kesadaran material, atau "material conciousness" adalah kesadaran
bekerja “melalui” dan “dengan” perkakas yang ada pada kita. Artinya kepekaan kepada
tenaga manusia, bahan, lingkungan alam, dan semua yang kongkrit, berubah, dan majemuk.
Dalam perjalanan sejarah arsitektur Indonesia yang tak bisa menghidar dari gulungan
modernitas, “ketukangan” merupakan jalan alternatif ke arah memanusiakan kembali kerja
yang menjadi terasing karena kapitalisme. Kita tahu, dalam kapitalisme, kerja bukanlah
kesenangan, melainkan komoditi. Di sinilah ketukangan merupakan jawaban ekonomis,
estetis, bahkan etis terhadap materialitas.
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
A-A’
B-B’
Instalasi pameran akan berupa kotak-kotak kaca transparan yang
dipisahkan oleh kolam-kolam refleksi. Pada kaca tersebut akan
diproyeksikan gambar, teks, dan video tentang segala aspek
"ketukangan" sepanjang 100 tahun sejarah arsitektur modern di
Indonesia.
17.
16.
Kaca-kaca transparan tersebut akan dilapisi oleh semacam sticker
(Smart Glass atau Auroplus atau yang setara) yang dapat mempertahankan transparansinya, tapi bila disorot proyektor akan
menjadi bidang tangkap gambar.
13.
Proyeksi gambar, teks, dan video diatur dalam interval tertentu
sehingga batas ruang visual terus menerus berubah. Ada juga
masa-masa jeda, di mana kotak-kotak kaca dibiarkan transparan,
dan gambar-gambar atau video justru disorotkan pada bidangbidang dinding dry wall / gypsum yang jauh.
15.
C-C’
C-C’
12.
14.
Warna dasar seluruh ruang adalah abu-abu tua untuk memberi
kontras pada proyeksi. Air yang memisahkan kotak-kotak kaca
akan memberi gema visual bagi tiap gambar yang diproyeksikan.
9.
11.
18.
Denah
10.
m
8.
7.
5.
1. Pintu Masuk
4.
2. Rumah Kaca 0 - Ketukangan dalam wacana Arsitektur Indonesia
3. Bidang I - Arsitek Belanda, Tukang Hindia: 1914-1942
6.
4. Rumah Kaca 1 - Henri Maclaine-Pont & Arsitektur Hindia Belanda
3.
5. Bidang II - Monumen-monumen Kecil bagi Bangsa: 1945-1966
6. Rumah Kaca 2 - Friedrich Silaban
7. Rumah Kaca 3 - Arsitektur Jengki
8. Rumah Kaca 4 - Bangunan Monumental
D-D’
2.
D-D’
9. Bidang III - Melampaui Batas Peran dan Identitas: 1966-1998
10. Rumah Kaca 5 - Vernakularisasi Arsitektur Modern
11. Rumah Kaca 6 - Y.B. Mangunwijaya
12. Rumah Kaca 7 - Praktik Kritis Terhadap Isu Regionalisme
13. Bidang IV - Ragam Peran dan Peluang: 1998-2014
14. Rumah Kaca 8 - Bencana & Lingkungan Hidup
1.
15. Rumah Kaca 9 - Rekonstruksi & Konservasi
16. Rumah Kaca 10 - Estetika Baru bagi Masyarakat Kota
17. Pintu Keluar
18. Jalan Keluar Langsung
A-A’
B-B’
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Potongan A-A’
m
Potongan B-B’
m
Potongan C-C’
Potongan D-D’
m
m
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Diagram
alur
perjalanan
Diagram
pembagian
era
Ragam Peran dan Peluang
Melampaui
Batas Peran
dan Identitas
Arsitek Belanda,
Tukang Hindia
Monumen-monumen Kecil
Bagi Bangsa
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Storyboard
RUMAH KACA 0
Bidang 1
BIDANG I
Bidang 2
RUMAH KACA 1
Bidang 1
Bidang Lantai A
1,5x
2,5867
meters
1,5x
2,5867
meters
3x
1,6875
meters
3x60
seconds
3x60
3x60
seconds
distance in 60 seconds
distance in 60 seconds
distance in 60 seconds
Kilatan-kilatan visual
(video dan gambar)
mengenai ‘ketukangan’
dalam wacana arsitektur
di Indonesia.
meters
seconds
Kilatan-kilatan visual
(video dan gambar)
mengenai ‘ketukangan’
dalam wacana arsitektur
di Indonesia.
seen from
outside
seen from
inside
Bidang 3
seen from
outside
Bidang 2
seen from
inside
3x
1,6875
meters
2x2
seconds
5
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
3x60
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
distance in 60 seconds
Henri Maclaine-Pont &
Wacana Arsitektur Hindia
Belanda
Memaparkan pandangan
Maclaine-Pont tentang
ketukangan, material, dan
peran arsitek, serta
kontras pandangan
Maclaine-Pont dengan
arsitek-arsitek sezaman
(Wolff Schoemaker,
Thomas Karsten, dll.)
Monumen-monumen
Kecil Bagi Bangsa:
1945-1966
Arsitektur berperan
sebagai ‘mercusuar’, baik
sebagai simbol pada
politik luar negeri maupun
sebagai konsolidasi politik
dalam negeri.
Pengembangan kota
Jakarta & ‘Nation
Building’ oleh Soekarno
memberi ruang bagi
arsitektur modern.
Bidang 4
seen from
inside
seen from
inside
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
seconds
5
3x60
3x60
seconds
3x60
seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
Rumah Silaban, Bogor,
menyoroti ketrampilan
tektonika dan eksekusi
detail-detail: finishing
kolom, talang,
detail-detail kayu, detail
lantai, furniture, dan lain
sebagainya.
Gereja Puhsarang, Kediri
Memperlihatkan
keutuhan siluet, konteks,
ruang dan aspek
tektonika. Fokus pada
struktur dan konstruksi
atap, ke-terpisahan
dinding, dan detail
material.
Mosaik visual mengenai
karya-karya monumental
Silaban: Masjid Istiqlal,
Bank Indonesia,
Monumen Lapangan
Banteng, BNI 46, dan
Gedung Pola.
Menyoroti beberapa
detail konstruksi di Masjid
Istiqlal.
Paparan mengenai latar
belakang dan peran F.
Silaban
Menyoroti latar belakang
pendidikannya di zaman
Belanda, sebagai ahli
bangunan.
Bidang 1
Bidang 2
seen from
outside
3x
1,6875
meters
5
seconds
seen from
inside
seen from
outside
2x3
Aula Barat ITB, Bandung
Memperlihatkan
keutuhan siluet, konteks,
ruang dan aspek
tektonika bangunan.
seconds
meters
seconds
Bidang 2
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
3x3
seconds
5
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
“Arsitektur Jengki”
Jengki kelas menengah
bawah’ yang tersebar di
Nusantara, biasanya
berbentuk rumah-rumah
individual maupun rumah
deret.
Bidang Lantai C
Bidang 1
seen from
outside
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
2x2
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
3x60
seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
distance in 3 seconds
Melampaui Batas Peran
dan Identitas: 1966-1998
Wacana arsitektur pada
periode ini menyangkut
identitas regional yang
dibentuk oleh dua
konteks. Pertama,
berkembangnya turisme
global. Kedua, mengenai
represi rezim Orde Baru
terhadap aspirasi sosial
serta budaya masyarakat.
“Vernakularisasi Arsitektur
Modern”
meters
meters
Menampilkan ‘rumah
jengki kelas menengah
atas dan bangunan jengki
institusional’, yang
terdapat di kota-kota
besar Indonesia,
termasuk di Kebayoran
Baru.
meters
seconds
Paparan mengenai
Arsitektur Jengki sebagai
bagian dari fenomena
kebutuhan hunian dan
ba-ngunan pada dekade
1950 & 1960.
Menerangkan konteks
ketrampilan dan
kebebasan berekspresi para ahli
bangunan dan
ketukangannya.
RUMAH KACA 5
3x
1,6875
meters
seconds
seen from
inside
3x3
meters
BIDANG III
Bidang 3
Bidang 3
3x3
meters
RUMAH KACA 4
Bidang 1
Bidang Lantai B
3x
1,6875
meters
2x
1,6875
meters
“Friedrich Silaban”
seen from
inside
RUMAH KACA 3
Bidang 3
seconds
Bidang 4
3x
1,6875
meters
RUMAH KACA 2
Bidang 1
seen from
inside
2x
1,6875
meters
“Henri Maclaine-Pont &
Arsitektur Hindia Belanda”
Arsitek Belanda, Tukang
Hindia: 1914-1942
Menampilkan wacana
dan praktik arsitektur di
masa kolonial awal abad
ke-20 tentang pencarian
“jati diri arsitektur Hindia
Belanda” yang berpusat
pada isu iklim dan aspek
kerajinan lokal, yang
dilatari Politik Etis.
Bidang 2
BIDANG II
Bidang 2
seen from
inside
Bidang 3
seen from
inside
2x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
seconds
5
3x60
seconds
3x60
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
seconds
distance in 3 seconds
“Bangunan Monumental”
Menampilkan proyek
Gedung MPR/DPR RI.
Menampilkan
pembangunan Monumen
Nasional, dari sayembara
hingga pembangunan.
Menampilkan
pembangunan Gelora
Bung Karno, yang pada
saat itu menggunakan
teknologi membangun
yang asing bagi “tukang”
dalam negeri.
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Menyoroti kerajinankerajinan yang tumbuh
berkat tumbuhnya
pariwisata Bali: batu
paras, marmer, terakota,
batu candi, ukiran kayu,
dan lain sebagainya
Mosaik visual mengenai
karya-karya arsitektur
hotel di Bali, mencakup
bangunan-bangunan
hotel ‘gaya Bali’ perintis.
Pengaruh Hotel Tandjung
Sari (Wija Waworuntu),
Geoffrey Bawa, Adrian
Zecha (Amanresorts)
dalam perkembangan
‘hotel butik’.
Storyboard
RUMAH KACA 6
Bidang 4
seen from
inside
3x
1,6875
meters
Bidang 1
seen from
outside
2x3
meters
Bidang 2
RUMAH KACA 7
Bidang 3
seen from
inside
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
3x3
3x3
3x3
meters
meters
meters
Bidang 1
seen from
outside
2x3
meters
Bidang 2
seen from
inside
Bidang 3
seen from
inside
3x3
3x3
meters
meters
3x60
seconds
seconds
5
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
seconds
seconds
5
3x60
seconds
3x60
distance in 60 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
Paparan mengenai latar
belakang berkembangnya Bali sebagai tujuan
wisata global dan
perannya terhadap
perkembangan lanjutan
arsitektur di Bali
Perkembangan kerajinan
(craftsmanship) dan
arsitektur sebagai
komoditas industri
pariwisata.
“Y.B. Mangunwijaya”
Kampung Kali Code,
diliput sebagai sebuah
advokasi perlawanan
politik masyarakat
marjinal terhadap rezim
yang otoriter, yang
dilakukan dengan praktek
membangun hunian
secara swadaya.
Wisma Kuwera,
Sendangsono
Mengamati eksplorasi
tektonika, material, untuk
merespon tuntutan iklim
dan situasi sosial serta
upaya untuk mengolah
ketrampilan tukang.
BIDANG IV
Bidang 4
seen from
inside
Bidang Lantai C
3x3
2x2
3x60
3x60
seconds
distance in 60 seconds
distance in 3 seconds
Tan Tjiang Ay
Konteks klien dan sajian
‘arsitektural’ modern yang
mengandalkan ‘pemurnian’ elemen arsitektur
dan kesempurnaan
eksekusi ketukangan
Ragam Peran dan
Peluang: 1998-2014
Masa kini digambarkan
sebagai masa kebebasan
politik, pertumbuhan
ekonomi, berkembangnya kelas sosial atas
perkotaan, ekonomi global, dan keterbukaan
informasi. Selain itu masa
kini juga diwarnai oleh
bencana-bencana berskala masif, masalah
lingkungan hidup dan
sosial.
meters
seconds
meters
Sekilas tokoh Y.B.
Mangunwijaya
“Praktik Kritis Terhadap
Isu Regionalisme”
RUMAH KACA 8
Bidang 1
Bidang 2
seen from
outside
seen from
inside
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
3x3
3x3
3x60
seconds
3x60
seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
meters
Wae Rebo
Memperlihatkan
keterlibatan masyarakat
setempat sebagai bagian
dari proses rekonstruksi
rumah adat Wae Rebo.
meters
Program Rumah Asuh
Mengenai upaya advokasi (oleh arsitek) untuk
membangunkan kembali
praktik ketukangan (serta
ritual) pada proses pembangunan rumah adat di
daerah suku terpencil di
Indonesia.
Hilton Executive Club
karya Yuswadi Saliya
Menyoroti eksplorasi
bentuk, material, dan
ruang yang ‘regional’
tanpa terjebak ke dalam
idiom-idiom arsitektur
tradisional.
RUMAH KACA 9
Bidang 3
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
Bidang 1
seen from
outside
Bidang 2
seen from
inside
2x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
seconds
5
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
seconds
seconds
5
3x60
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
“Bencana & Lingkungan
Hidup”
Eksplorasi konstruksi dan
manajemen lingkungan
hidup; Rempah Rumah
Karya & Rumah Turi
(Paulus Mintarga).
Kampung Ngibikan (Eko
Prawoto & Maryoto);
praktek pembangunan
kembali kampung pasca
gempa secara swadaya.
Eksplorasi material yang
berkelanjutan dan
ketukangan, seperti
pada OBI Eco Campus
Jatiluhur (Andry
Widyowijatnoko)., Green
School (PT Bambu),
Gereja Bambu
(E. Pradipto), dan Rumah
di Tanah Teduh (Adi
Purnomo).
RUMAH KACA 10
Bidang 3
Karya-karya para arsitek
yang tergabung dalam
ATAP:
Han Awal, Suwondo,
Sujudi, dan Bianpoen.
seconds
Bidang 1
seen from
outside
Bidang 2
seen from
inside
Bidang 3
seen from
inside
Bidang 4
seen from
inside
2x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
3x
1,6875
meters
seconds
5
3x60
seconds
3x60
seconds
3x60
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 3 seconds
distance in 60 seconds
“Estetika Baru bagi
Masyarakat Kota”
Eksplorasi material lokal
(dan daur ulang) dan
tektonika dalam upaya
menampilkan ekspresi
arsitektural yang baru;
Potato Head Bali (A.
Matin), Rumah Agus
Suwage (A. Matin),
Rumah Setiabudi (A.
Purnomo).
Eksplorasi material dan
tektonika dalam upaya
menciptakan ruang bagi
kelas menengah
perkotaan dengan
anggaran terbatas
Le Bo Ye (A. Matin),
Rumah Baja Wisnu
(A. Djuhara).
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
seconds
Penjelasan mengenai
praktek umum arsitek di
Indonesia yang didominasi oleh ‘small practices’
dengan klien-klien masyarakat kelas menengah
atas perkotaan. Juga disinggung mengenai kebutuhan akan ekspresi
sosial budaya yang baru
bagi kalangan ini.
2x3
meters
“Rekonstruksi &
Konservasi”
3x3
meters
seconds
Sumba
Menunjukkan detail-detail
konstruksi rumah Sumba
dan upacara-upacara
adat selama pembangunan.
Sekuens
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Sekuens
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Sekuens
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Gambar
perspektif
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Gambar
perspektif
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Ke tukangan
Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural
Download