Identifikasi molekular isolat lokal Staphylococcus

advertisement
46
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan Gram
Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga
sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9,
NU10, NU11, NU13 dan NU14) dan 1 isolat pembanding (S. aureus ATCC
25923) secara morfologi memiliki bentuk bulat bergerombol seperti anggur serta
termasuk bakteri Gram positif (Gambar 4). Dengan demikian, keempat belas
isolat lokal tersebut dapat digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, karena
tidak ada kontaminasi dari bakteri lain, terutama bakteri Bacillus cereus sebagai
bakteri Gram positif pembentuk spora.
Gambar 4 Morfologi bakteri S. aureus hasil pewarnaan Gram
Identifikasi Molekular Isolat Lokal S. aureus
Isolasi DNA Genom Bakteri
Tahap awal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan identifikasi genotipik
bakteri adalah mengisolasi atau mengekstraksi DNA genom bakteri tersebut. Pada
penelitian ini, DNA kromosomal bakteri S. aureus diekstraksi dengan
menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990) yang telah dimodifikasi oleh
peneliti melalui perlakuan panas berlebih, yaitu 65oC dan penambahan lisozim,
sehingga diharapkan substansi genetika seperti DNA dapat dihasilkan. Chapaval
et al., (2008) pernah melakukan isolasi DNA S. aureus dengan perlakuan panas
47
65oC selama 30 menit. Perlakuan pemberian panas dan enzim katalitik ini
dilakukan karena sebagai bakteri Gram positif, S. aureus memiliki struktur
dinding sel yang relatif lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri Gram
negatif. Tipe karakteristik dinding sel bakteri S. aureus terdiri dari peptidoglikan
yang bersifat multilayer dengan ketebalan 0.02 – 0.06 nm, protein, asam
lipoteikoat, asam teikoat, asam teikuronat dan polisakarida (Jay, 2000). Umumnya
bakteri Gram positif mampu mengikat kuat protein yang terdapat pada dinding
peptidoglikan, baik melalui ikatan kovalen maupun non-kovalen sehingga untuk
melakukan ekstraksi DNA genom diperlukan perlakuan khusus (Navarre dan
Schneewind, 1999).
Penambahan larutan NaCl, bufer TES dan sodium dodecyl sulphate (SDS)
di awal prosedur ekstraksi bertujuan untuk melisis dinding sel bakteri. EDTA
(ettilendiamin tetraasetat) yang terkandung dalam larutan bufer TES adalah
sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk
mempertahankan integritas sel dan mempertahankan aktivitas enzim nuklease
yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat
digunakan untuk merusak membran sel. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat
perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga
yang tertinggal hanya molekul nukleotida, dalam hal ini DNA (Muladno, 2002).
Tahap
selanjutnya
yaitu
penambahan
lisozim
dlakukan
untuk
menyempurnakan proses lisis dinding sel dari bakteri. Menurut Jay (2000),
dinding sel bakteri S. aureus yang relatif tebal sensitif terhadap lisozim. Lisozim
merupakan enzim yang umumnya terdapat pada putih telur dengan berat molekul
14.6 kDa dan memiliki 129 residu asam amino serta 4 jembatan disulfida internal.
Mekanisme aksi dari lisozim terkait dengan kemampuannya untuk menghidrolisis
rantai polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri. Enzim ini mampu
menghidrolisis ikatan glikosidik β (1-4) dari N-acetylglucoseamine (NAG) dan Nacetylmuramic acid (NAM), sehingga menyebabkan lisisnya dinding sel bakteri
(Muladno, 2002).
Penambahan enzim proteinase K bertujuan untuk mendegradasi proteinprotein pengotor yang terdapat pada isolat. Residu-residu pengotor seperti protein,
oligopeptida dan sisa-sisa dinding sel selanjutnya diekstrak dengan pelarut-pelarut
48
organik seperti campuran fenol, kloroform dan isoamil alkohol yang berfungsi
membantu denaturasi dan koagulasi protein. Sebagian besar protein akan
terdenaturasi dan memasuki fase organik atau akan terpresipitasi pada interfase
antara fase organik dan fase aqueous. Fase aqueous yang bening dan mengandung
DNA dapat dipindahkan ke tabung Eppendorf yang baru. Penambahan garam,
asam, etanol dan perlakuan dingin dapat mengendapkan DNA pada fase aqueous
tersebut sehingga membentuk sedikit endapan atau serabut-serabut yang berwarna
putih. Penambahan etanol juga dapat mencuci DNA atau memisahkan DNA dari
oligonukleotida-oligonukleotida kecil, sisa-sisa deterjen dan sisa-sisa pelarut
organik yang digunakan untuk menghilangkan protein. Selanjutnya DNA yang
diperoleh harus disimpan pada tempat yang bersuhu -20oC untuk menghindari dari
aktivitas enzim nuclease (Taylor, et al., 1993).
Hasil isolasi DNA genom bakteri S. aureus yang diperoleh divisualisasi
melalui elektroforesis gel agarosa dan diukur konsentrasi serta kemurniannya
dengan menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan pengukuran dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang (optic density/OD) 260 nm dan
280 nm, hasil isolasi DNA genom dari 14 isolat lokal yang diduga sebagai
S. aureus dan 1 isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) menghasilkan larutan
DNA dengan konsentrasi berkisar antara 35 – 1,300 µg/ml (Lampiran 1). Pada
panjang gelombang 260 nm yang terdeteksi adalah material genetika DNA,
sedangkan pada panjang gelombang 280 nm yang terdeteksi adalah protein
(Sambrook et al., 1989). Kemurnian DNA berkisar antara 0.2 – 3.32. Kemurnian
DNA genom yang dihasilkan belum baik, karena belum masuk dalam cakupan
nilai 1.8 – 2.0. Perbandingan nilai yang kurang dari 1,8 menunjukkan preparasi
DNA terkontaminasi oleh protein dan nilai yang lebih dari 2,0 terkontaminasi oleh
RNA (Sambrook et al., 1989). Visualisasi total DNA genom isolat-isolat lokal S.
aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) hasil isolasi tersebut
menunjukkan beberapa pita DNA yang diduga terkontaminasi pada saat tahapan
isolasi (Gambar 4).
49
M 1
2
3 4
5 6
7
M 8 9 10 11 12 13 14 15
Total DNA genom
Total DNA genom
2,000 bp
2,000 bp
250 bp
250 bp
(a)
(b)
Gambar 5 Visualisasi total DNA genom isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat
luar S. aureus ATCC 25923. Sampel (a) dan (b) terdiri dari: ATCC
25923 (1), AS (2), NU1 (3), NU2 (4), NU3 (5), NU4 (6), NU5 (7),
NU6 (8), NU7 (9), NU8 (10), NU9 (11), NU10 (12), NU11 (13),
NU13 (14) dan NU14 (15). M adalah DNA ladder 1 kb sebagai
penanda DNA.
Amplifikasi dan Analisis Sekuen Parsial Gen 16S rRNA
Primer 63f dan 1387r banyak digunakan untuk mengamplifikasi gen
16S rRNA dari bakteri secara umum (Marchesi et al., 1998). Berdasarkan hasil
isolasi total DNA genom bakteri S. aureus, meskipun pita-pita DNA yang
dihasilkan kurang baik (tidak murni), tetapi hasil isolasi tersebut dapat
mengamplifikasi DNA target dengan baik. Produk amplifikasi dari 14 isolat lokal
yang diduga sebagai S. aureus dan S. aureus ATCC 25923 sebagai isolat
pembanding adalah sebesar 1,300 bp (Gambar 5). Hal ini dapat disimpulkan
bahwa amplifikasi dengan PCR tidak memerlukan hasil isolasi DNA genom
bakteri dengan kualitas dan kuantitas yang baik, karena salah satu keuntungan
PCR adalah mampu mendeteksi gen target hanya dalam jumlah yang relatif
kecil/sedikit atau PCR memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi (Anonim, 1999).
M
K- 1
2
3
1500 bp
750 bp
250 bp
(a)
4
5
6
7
50
M
K- 8
9
10 11 12 13
14 15
1500 bp
750 bp
250 bp
(b)
Gambar 6 Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen 16S rRNA universal
isolat lokal S. aureus. Sampel (a) dan (b) terdiri dari: ATCC 25923
(1), AS (2), NU1 (3), NU2 (4), NU3 (5), NU4 (6), NU5 (7), NU6 (8),
NU7 (9), NU8 (10), NU9 (11), NU10 (12), NU11 (13), NU13 (14)
dan NU14 (15). M adalah DNA ladder 1 kb sebagai penanda DNA
dan K- sebagai kontrol negatif.
Gen 16S rRNA adalah gen ribosomal yang tidak menyandi ekspresi gen dan
berfungsi sebagai alat untuk mentranslasi informasi genetika yang dibawa oleh
DNA untuk dibuat menjadi protein. Sekuen gen 16S rRNA sering digunakan
untuk mempelajari filogenetika dan taksonomi bakteri karena gen 16S rRNA
ditemukan hampir di semua bakteri, fungsinya tidak berubah sepanjang waktu
sehingga jika terjadi perubahan sekuen maka dapat diukur waktu evolusi yang
lebih akurat, dan ukurannya (1,500 bp) cukup untuk digunakan dalam analisis
informatika (Claridge, 2004).
Sekuensing DNA dilakukan untuk menentukan persen kemiripan genotipik
isolat-isolat lokal S. aureus berdasarkan gen 16S rRNA Produk sekuensing dari
15 isolat bakteri berkisar antara 300 bp sampai 750 bp (Tabel 11 dan Lampiran 2).
Hasil sekuensing tersebut dibandingkan dengan beberapa sekuen DNA S. aureus
yang ada pada Bank Gen. Perbandingan dilakukan menggunakan sekuen-sekuen
yang paling mirip (highly similar sequence).
51
Tabel 11 Produk sekuensing dari isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat
pembanding (S. aureus ATCC 25923) berdasarkan sekuen gen parsial
16S rRNA dengan primer 63f, 1387r dan hasil contig
Kode
Isolat
Produk Sekuensing (bp)
63f
1387r* Contig
550
550
AS
550
550
NU1
569
400
500
NU2
350
400
NU3
350
550
NU4
550
550
NU5
577
350
550
NU6
350
550
NU7
500
550
NU8
450
550
NU9
600
700
NU10
750
600
NU11
550
550
NU13
400
300
NU14
550
550
ATCC 25923
613
*
Produk sekuensing yang digunakan untuk analisis BLAST
Dari semua isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC
25923), hanya isolat NU1, NU5 dan ATCC 25923 yang dapat dilakukan contig.
Menggunakan program BioEdit diperoleh 3 sekuen contig (NU1, NU5 dan
ATCC 25923) yang merupakan penggabungan hasil sekuensing isolat arah
forward dan reverse. Contig merupakan satu set segmen DNA yang berasal dari
sumber genetika tunggal dan dapat digunakan untuk menyimpulkan urutan DNA
asli dari sumber. Produk sekuen contig tidak dapat diperoleh untuk isolat bakteri
lainnya karena hasil sekuensing isolat-isolat S. aureus tersebut kurang bagus. Hal
ini terlihat pada electropherogram yang menunjukkan peak (puncak) yang lemah
dan saling bertumpuk. Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan buruknya
hasil analisis sekuensing DNA antara lain, yaitu : masalah pada DNA template
(tidak ada atau jumlahnya sangat tidak mencukupi) dan masalah pada primer
(jumlahnya sangat tidak mencukupi dan primer tidak berinteraksi dengan dengan
template secara efisien) (www.sciencebiotech.net/tag/dna-sequencing).
52
Peak yang saling bertumpuk biasanya terjadi akibat dua sekuen berhimpitan
dalam satu reaksi. Ada beberapa penyebab yang umum, yaitu : primer sekuensing
menempel pada dua atau lebih situs penempelan pada template, ada dua atau lebih
template dalam satu tabung, primer yang digunakan ketika PCR tidak dihilangkan
dahulu dengan purifikasi untuk sampel produk PCR, sewaktu reaksi PCR salah
satu primer menempel di dua situs penempelan dan membentuk produk serta lebih
dari satu rekasi amplifikasi terjadi ketika PCR (www.sciencebiotech.net/tag/dnasequencing).
Analisis BLAST untuk melihat persen kemiripan semua isolat, baik isolat
lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) dilakukan pada
hasil sekuen menggunakan primer 1387r yang telah di-reverse complement (Tabel
12). Penetapan galur dilakukan berdasarkan total score tertinggi. Total score
merupakan susunan basa-basa nukleotida yang saling homolog (bersesuaian).
Berdasarkan hasil analisis BLAST dari sekuen parsial gen 16S rRNA,
sebanyak 5 isolat lokal (AS, NU1, NU4, NU5 dan NU9) teridentifikasi sebagai
spesies S. aureus sementara 9 isolat lokal lainnya tidak teridentifikasi sebagai
spesies apapun. Dengan nilai total score tertinggi yang berkisar dari 239 sampai
865 diperoleh persen kemiripan dengan beberapa galur S. aureus yang ada
di
Bank Gen berkisar 76% sampai 96% (Tabel 12). Beberapa isolat S. aureus pada
penelitian ini memiliki kemiripan dengan galur-galur S. aureus yang sama
dengan S. aureus subsp. aureus T0131 (CP002643.1), S. aureus subsp. aureus str.
JKD6008 (CP002120.1), S. aureus subsp. aureus TW20 (FN433596.1), S. aureus
subsp. aureus ECT-R2 (FR714927.1), S. aureus subsp. aureus ED98
(CP001781.1) dan S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA (AP009324.1).
53
Tabel 12
Persen kemiripan isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding
(S. aureus ATCC 25923) yang dianalisis dengan beberapa galur S. aureus
pada Bank Gen berdasarkan sekuen gen parsial 16S rRNA dengan primer
1387r
Kode
Isolat
Total
Score
AS
239
NU1
542
NU4
566
NU5
743
NU9
865
ATCC 25923
375
Nama
Galur
S. aureus subsp. aureus T0131
S. aureus subsp. aureus str. JKD6008
S. aureus subsp. aureus TW20
S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516
S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA
S. aureus subsp. aureus T0131
S. aureus subsp. aureus str. JKD6008
S. aureus subsp. aureus TW20
S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516
S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA
S. aureus subsp. aureus NCTC 8325
S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757
S. aureus subsp. aureus clone sabac-1
S. aureus subsp. aureus ECT-R2
S. aureus subsp. aureus ED98
S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA
S. aureus subsp. aureus JH1
S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA
S. aureus subsp. aureus ECT-R2
S. aureus subsp. aureus ED98
S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA
S. aureus subsp. aureus JH1
S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA
S. aureus subsp. aureus ECT-R2
S. aureus subsp. aureus ED98
S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA
S. aureus subsp. aureus JH1
S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA
S. aureus subsp. aureus T0131
S. aureus subsp. aureus str. JKD6008
S. aureus subsp. aureus TW20
S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516
S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA
S. aureus subsp. aureus NCTC 8325
S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757
Kemiripan
(%)
76%
85%
86%
92%
96%
81%
54
Tabel 13 Sumber isolat dan asal negara dari masing-masing galur S. aureus yang
digunakan dalam analisis BLAST
Nama
Galur
Kode
Aksesi
Sumber
Isolat
CP002643.1
Klinis
China
S. aureus subsp. aureus str. JKD6008
CP002120.1
Klinis
Australia
S. aureus subsp. aureus TW20
FN433596.1
Klinis
London
S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516
CP000730.1
Klinis
AS
S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA
AP009351.1
Klinis
Jepang
S. aureus subsp. aureus NCTC 8325
CP000253.1
Klinis
AS
S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757
CP000255.1
Klinis
AS
S. aureus subsp. aureus clone sabac-1
AC074316.7
-
AS
S. aureus subsp. aureus ECT-R2
FR714927.1
Manusia
S. aureus subsp. aureus ED98
CP001781.1
Hewan
S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA
AP009324.1
Klinis
S. aureus subsp. aureus JH1
CP000736.1
-
AS
S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA
BA000017.4
-
Jepang
S. aureus subsp. aureus T0131
Negara
Asal
Swedia
AS
Jepang
Penelusuran terhadap sumber dan negara asal galur S. aureus pada Bank
Gen yang digunakan dalam analisis BLAST menunjukkan bahwa sebagian besar
galur-galur tersebut berasal dari sumber klinis yang diperoleh dari beberapa
Negara yaitu : S. aureus subsp. aureus T0131 (China); S. aureus subsp. aureus str.
JKD6008 (Australia); S. aureus subsp. aureus TW20 (London); S. aureus subsp.
aureus ECT-R2 (Swedia); S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516, S. aureus
subsp. aureus NCTC 8325, S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757, S. aureus
subsp. aureus ED98 dan S. aureus subsp. aureus JH1 (Amerika Serikat); S. aureus
subsp. aureus str. Newman DNA, S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA dan
S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA (Jepang). Kelima isolat lokal yang
teridentifikasi sebagai S. aureus secara genotipik berasal dari produk pangan
tradisional siap santap Indonesia, yaitu ayam suwir dari bubur ayam (kode isolat
AS) dan nasi uduk (kode isolat NU). Hal ini membuktikan bahwa isolat lokal
S. aureus yang terdapat pada produk pangan tersebut ditemukan karena terjadi
kontaminasi silang dari pekerja maupun peralatan pengolahan yang digunakan
serta perlakuan produk pangan setelah diolah. Bakteri ini sendiri ditemukan
di dalam saluran pernapasan dan permukaan kulit manusia. Lebih dari 30 – 50%
populasi manusia adalah “carrier” S. aureus (Le Loir et al., 2003).
55
Analisis keragaman terhadap 5 isolat lokal S. aureus dilakukan dengan
membandingkan sekuen kelima isolat tersebut dengan beberapa galur S. aureus
yang umum (Tabel 14).
Tabel 14 Persen kemiripan isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding
(S. aureus ATCC 25923) yang dianalisis dengan beberapa galur S. aureus
pada Bank Gen berdasarkan sekuen gen parsial 16S rRNA
Kode
Isolat
AS
NU1
NU4
NU5
NU9
ATCC 25923
S. aureus
subsp. aureus
T0131
(CP002643.1)
76
85
86
91
95
81
S. aureus
subsp. aureus
TW20
(FN33596.1)
76
85
86
91
95
81
S. aureus
subsp. aureus
galur JKD6008
(CP002120.1)
76
85
86
91
95
81
S. aureus
subsp. aureus
ECT-R2
(FR714927.1)
84
86
92
96
-
S. aureus
subsp. aureus
ED98
(CP001781.1)
84
86
92
96
-
Isolat AS dan ATCC 25923 masing-masing memiliki kemiripan sebesar
76% dan 81% dengan galur S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus subsp.
aureus str. JKD6008 dan S. aureus subsp. aureus TW20, namun tidak memiliki
kemiripan sama sekali dengan galur S. aureus subsp. aureus ECT-R2 dan
S. aureus subsp. aureus ED98. Isolat NU1, NU4, NU5 dan NU9 masing-masing
memiliki persen kemiripan yang tinggi, yaitu berturut-turut sebesar 84 – 85%,
86%, 91 – 92% dan 95 – 96% dengan semua galur S. aureus pada Bank Gen yang
digunakan sebagai pembanding (S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus subsp.
aureus str. JKD6008, S. aureus subsp. aureus TW20, S. aureus subsp. aureus
ECT-R2 dan S. aureus subsp. aureus ED98). Analisis keragaman selanjutnya
dilakukan antar isolat-isolat lokal S. aureus dan ATCC 25923 sebagai isolat
pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima isolat lokal tidak
memiliki kemiripan yang tinggi satu dengan lainnya (Tabel 15). Kemiripan hanya
ditunjukkan antara isolat AS yang berasal dari ayam suwir dengan isolat NU1
yang berasal dari nasi uduk, yaitu sebesar 76%. Tingkat kemiripan yang tinggi
ditunjukkan antara NU4 dengan NU5 dan NU9 masing-masing sebesar 87% serta
antara NU5 dengan NU9 sebesar 92%. Hal ini memberikan indikasi kemungkinan
isolat NU4, NU5 dan NU9 merupakan spesies S. aureus yang sama. Claverie dan
Notredame (2007) menyebutkan bahwa persen kemiripan gen 16S rRNA isolat
56
yang masuk ke dalam kisaran ambang nilai (threshold value) >80% dapat
dinyatakan sebagai satu spesies.
Tabel 15 Persen kemiripan antar isolat-isolat lokal S. aureus berdasarkan sekuen
parsial gen 16S rRNA dengan menggunakan primer 1387r
AS
NU1
NU4
NU5
NU9
ATCC 25923
AS
100
NU1
76
100
NU4
100
NU5
87
100
NU9
87
92
100
ATCC 25923
100
Amplifikasi Gen Penyandi SEA dan SEC1
Amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1 dengan metode PCR dilakukan
terhadap 11 isolat lokal, 5 isolat telah teridentifikasi sebagai S. aureus dan 6 isolat
tidak teridentifikasi sebagai spesies apapun berdasarkan hasil analisis sekuensing
gen 16S rRNA. Amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1 bertujuan untuk
mendeteksi keberadaan gen enterotoksin pada isolat-isolat lokal S. aureus yang
ada, dimana keberadaan gen enterotoksin tersebut berperan penting dalam
menyebabkan kasus keracunan pangan (Pelisser et al., 2009).
.
Amplifikasi terhadap gen penyandi SEA dan SEC1 ini dilakukan dengan
menggunakan pasangan primer SEA-1/SEA-2 untuk gen penyandi SEA dan
SEC1-1/SEC1-2 untuk gen penyandi SEC1 seperti yang telah dilakukan oleh
Johnson et al., (1991). Masing-masing gen penyandi SE tersebut menghasilkan
produk PCR berturut-turut sebesar 120 bp dan 257 bp (Gambar 7 dan 8).
57
M K- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 7. Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen penyandi enterotoksin
stafilokoki A isolat lokal S. aureus. Sampel terdiri dari: ATCC 25923
(1), AS (2), NU1 (3), NU3 (4), NU4 (5), NU5 (6), NU6 (7), NU7 (8),
NU8 (9), NU9 (10), NU11 (11) dan NU13 (12). M adalah DNA ladder
100 bp sebagai penanda DNA dan K- sebagai kontrol negatif.
M K- 1 2 3 4 5
6 7 8
9 10 11 12
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 8. Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen penyandi enterotoksin
stafilokoki C1 isolat lokal S. aureus. Sampel terdiri dari: ATCC 25923
(1), AS (2), NU1 (3), NU3 (4), NU4 (5), NU5 (6), NU6 (7), NU7 (8),
NU8 (9), NU9 (10), NU11 (11) dan NU13 (12). M adalah DNA ladder
100 bp sebagai penanda DNA dan K- sebagai kontrol negatif.
Hasil amplifikasi gen penyandi SE di atas menunjukkan bahwa 5 isolat lokal
yang telah teridentifikasi sebagai S. aureus, 1 isolat (NU1) mengandung gen
penyandi SEA dan 1 isolat (NU5) mengandung kedua gen penyandi SEA dan
SEC1. Enam isolat lokal yang tidak teridentifikasi sebagai spesies apapun, 2 isolat
58
(NU3 dan NU8) mengandung kedua gen penyandi SEA dan SEC1 serta 1 isolat
hanya mengandung SEC1 (NU6).
Enterotoksin stafilokoki A dan C1 merupakan jenis enterotoksin yang paling
sering mengontaminasi makanan. Pada produk susu sempat terjadi outbreak,
dimana ditemukan sebanyak 16 galur dari 57 galur S. aureus yang mengandung
SEA dan 8 galur yang mengandung SEC1. Dari galur-galur S. aureus tersebut
juga ditemukan dua atau lebih gen SE yaitu sebanyak 2 galur mengandung positif
3 gen SE (SEA, SEC1 dan SEH) (Rall et al., 2008). Proporsi galur S. aureus yang
menghasilkan SEB lebih sedikit dibandingkan dengan SEA, yaitu 1:10 (Bennet
dan Amos, 1982). Holeckova et al., (2002) berhasil mendeteksi gen SEC1, SEB,
SED dan SEA pada produk susu dan olahan susu yang masing-masing sebesar
24.1%, 13.9%, 10.1% dan 5.1%. Salasi et al., (2009) melakukan deteksi gen
penyandi SE pada produk susu segar dan produk pangan olahan asal hewan
dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan
penelitian tersebut, dari 20 isolat yang ada ditemukan mengandung satu atau
bahkan lebih gen penyandi SE, yaitu SEC (6 isolat); SEE (1 isolat); SEH
(1 isolat); SEB dan SEI, SEC dan SEG, SEG dan SEI (masing-masing 1 isolat);
SEC dan SEE (2 isolat); SEB dan SEC (4 isolat). Kombinasi 3 jenis gen penyandi
SE ditemukan masing-masing sebanyak 1 isolat untuk SEB, SEC dan SEI; SEC,
SEE dan SEI serta SEC, SEG dan SEI.
Jika melihat berdasarkan hasil analisis sekuensing parsial gen 16S rRNA
dan hasil amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1, maka dapat diketahui bahwa
dari 11 isolat lokal S. aureus, hanya 5 isolat yang teridentifikasi sebagai S. aureus,
yaitu : AS, NU1, NU4, NU5 dan NU9. Dari kelima isolat S. aureus tersebut,
ditemukan 2 isolat yang mengandung 1 jenis atau lebih enterotoksin. Isolat NU1
mengandung gen penyandi SEA dan NU5 mengandung kedua gen penyandi SEA
serta SEC1. Isolat lokal NU1 dan NU5 merupakan spesies S. aureus yang
berbeda. Isolat lokal NU1 memiliki tingkat kemiripan sebesar 76% dengan isolat
lokal AS dan isolat lokal NU5 memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, yaitu
berkisar antara 87 – 92% dengan isolat lokal NU4 serta NU9. Isolat lokal NU1
dan NU5 masing-masing memiliki tingkat kemiripan >80% dan >90% dengan
beberapa galur pada Bank Gen, yaitu : S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus
59
subsp. aureus str. JKD6008, S. aureus subsp. aureus TW20, S. aureus subsp.
aureus ECT-R2 dan S. aureus subsp. aureus ED98. Isolat NU3, NU6 dan NU8
yang positif mengandung enterotoksin stafilokoki, kemungkinan teridentifikasi
sebagai spesies selain S. aureus yang juga sama-sama menghasilkan enterotoksin
stafilokoki, seperti : S. intermedius, S. hyicus, S. xylosus, S. epidermidis,
S. carnosus dan S. saprophyticus (Monday dan Bennet, 2003).
Download