strategibersaingkelirutvberlangganan

advertisement
Strategi Bersaing Keliru TV Berlangganan
Oleh. Ditha Wiradiputra, S.H.
Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia/
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan Usaha (LKPU-FHUI)
Akhirnya penggemar siaran liga Inggris dapat sedikit lega, Setelah mendapatkan
berita dibeberapa media massa bahwa PT Direct Vision (pemegang merek televisi
berbayar ASTRO TV Indonesia) akan membuka akses tayangan Liga Inggris kepada
publik melalui siaran televisi tak berlangganan (Stasiun Televisi Swasta) di tanah air.
Meskipun hal ini masih akan menunggu kesepakatan bisnis dengan stasiun televisi
swasta. Tetapi hal tersebut yang sebaiknya dilakukan oleh PT Direct Vision.
Strategi yang dibuat oleh PT Direct Vision sebelumnya yang berencana hanya
akan menyiarkan secara esklusif Liga Inggris pada saluran televisi berbayarnya saja yaitu
ASTRO TV, sehingga televisi berbayar lain yang menjadi pesaingan dari ASTRO seperti
Indovision, Kabel Vision, IM2 dan Telkomvision (yang sebelumnya mendapatkan siaran
ini melalui saluran ESPN) serta televisi tak berbayar (seperti RCTI, SCTV, Trans TV,
dll.) sekalipun tidak dapat lagi menyiarkan siaran Liga Inggris. Strategi bersaing seperti
yang diterapkan oleh PT. Direct Vision ini, apabila melihat karakteristik dari pasar
televisi berbayar di Indonesia merupakan strategi bersaing yang keliru, dimana strategi
ini sepertinya diterapkan tanpa melihat bagaimana karakteristik dari pasar televisi
berbayar di Indonesia.
Dengan memiliki hak siar Liga Inggris dan kemudian hanya menayangkannya
saja pada ASTRO TV, PT Direct Vision berharap dapat meningkatkan jumlah
pelanggannya di Indonesia, dimana para penggemar liga Inggris yang sebelumnya
menikmati melalui televisi tak berbayar ataupun melalui televisi berbayar yang lain,
dipaksa harus berlangganan ASTRO TV jika ingin tetap dapat menikmati siaran Liga
Inggris dirumah mereka. Sedangkan untuk pelanggan dari TV berbayar yang lain
diharapkan mereka mau berpindah ke ASTRO TV jika ingin tetap dapat menikmati siaran
tersebut.
Tetapi sesungguhnya strategi bisnis yang ditempuh oleh PT. Direct Vision dengan
memonopoli penyiaran ini tidak dengan serta merta dapat berkontribusi pada peningkatan
jumlah pelanggan mereka, mungkin strategi ini justru merupakan langkah yang bisa
kontra produktif, atau bahkan sia-sia. Alasannya pertama; kemampuan ekonomi sebagian
besar masyarakat Indonesia masih sangat terbatas, sehingga faktor yang paling
menentukan bagi konsumen berlangganan TV berbayar adalah masalah harga, semakin
murah harga yang diberlakukan oleh para penyelenggara TV berbayar maka akan sangat
berpengaruh secara signifikan terhadap keinginan masyarakat untuk berlangganan TV
berbayar, atau istilah literatur ilmu ekonominya elastisitas permintaannya elastis.
Elastisitas permintaan yang cukup elastis ini sesungguhnyanya sudah harus
disadari oleh penyelenggara usaha TV berbayar, dimana peningkatan jumlah pelanggan
TV berbayar yang cukup signifikan dalam kurun waktu setahun terakhir ini, sebagai
akibat yang ditimbulkan dari penurunan harga yang dilakukan oleh penyelenggara usaha
TV berbayar.
Memang turunnya tarif berlangganan TV berbayar ini juga tidak terlepas dari
pengaruh masuknya PT Direct Vision melalui ASTRO TV ke dalam bisnis TV berbayar
di Indonesia, yang secara langsung dan tidak langsung memaksa penyelenggara TV
berbayar yang sebelumnya sudah ada di pasar untuk menurunkan tarif berlangganan
mereka.
1
Dan penurunan tarif berlangganan disertai berbagai macam strategi yang lain
seperti dekoder yang dipinjamkan, tidak perlu membayar biaya jaminan, pola tarif yang
lebih bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen, serta tidak
dipungutnya biaya administrasi, inilah yang dianggap efektif mampu meningkatkan
jumlah pelanggan TV berbayar dalam kurun waktu setahun terakhir.
Alasan kedua: preferensi konsumen dari TV berbayar yang bervariasi yang saya
yakin tidak banyak masyarakat yang memilih berlangganan TV berbayar didasarkan
karena mereka ingin menikmati siaran tertentu atau siaran olah raga yang lebih banyak.
Sehingga belum tentu ketika siaran suatu liga olah raga tertentu tidak ditayangkan oleh
TV berbayar langganannya maka pelanggan tersebut akan dengan serta merta beralih
berlangganan kepada TV berbayar lain yang masih menayangkannya.
Kecuali jika seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika Grup Star TV
sebagai pemilik saluran Star World, Star Movies, National Geographic Channel, ESPN
dan Channel (V) benar-benar memutuskan hubungan kontrak dengan TV berbayar yang
lain selain ASTRO, mungkin akan cukup memberikan pengaruh yang signifikan bagi
peningkatan jumlah pelanggan ASTRO TV.
Alasan ketiga; jalan yang ditempuh untuk mendapatkan tambahan konsumen dari
penonton TV tak berlangganan, dengan mereka dipaksa secara langsung atau tidak
langsung menjadi pelanggan dari ASTRO TV jika ingin tetap dapat menikmati siaran
Liga Inggris bisa menjadi langkah buruk bagi masa depan ASTRO di Indonesia, alih-alih
ingin mendapatkan tambahan konsumen, ditakutkan malah justru mendapatkan antipati
dan sentimen negatif dari masyarakat di Indonesia dan hal ini janganlah dianggap sebagai
2
permasalahan yang sepele. Bagi pelaku usaha ketika mereka sudah mendapatkan label
yang tidak baik dari masyarakat biasanya umurnya di dalam bisnis tidak akan lama.
Memang tidak ada yang salah secara hukum dari kepemilikan PT Direct Vision
(ASTRO TV) atas hak siar liga Inggris, tapi janganlah kepemilikan hak siar ini
disalahgunakan untuk membuat iklim usaha TV berbayar menjadi tidak kondusif, dimana
dapat dikatakan bisnis ini masih sedang dalam tahap perkembangan dan dimasa datang
pasarnyapun masih terbuka lebar. Dan bukan tidak mungkin praktek yang dilakukan oleh
PT Direct Vision ini nantinya akan memancing pihak lain untuk melakukan hal yang
sama, dan pada akhirnya konsumenlah yang harus menjadi korban dari strategi yang
tidak akan menguntungkan konsumen tersebut.
Peran Pemerintah
Langkah advokasi pemerintah terhadap kasus ini patut dihargai oleh masyarakat
dan semua kalangan, tetapi hendaklah pemerintah juga harus mengetahui secara baik
mengenai karakteristik dari bisnis TV berbayar ini, sehingga jangan sampai pemerintah
terlalu over reaktif terhadap kasus ini dan mengambil langkah yang kurang tepat di dalam
permasalahan ini. Misalkan niatan baik Pemerintah untuk memperjuangkan agar
masyarakat dapat menikmati tayangan liga Inggris melalui TV tak berlangganan, tetapi
disisi lain Pemerintah tidak boleh mengesampingkan kepentingan bisnis PT. Direct
Vision yang telah membayar dengan mahal hak siar Liga Inggris yang dibelinya dari
pihak ESPN-Star Sport (dimana menurut berita yang ada hingga mencapai angka 50 juta
dollar).
3
Sedangkan bagi penyelenggara TV berbayar lain hilangnya hak mereka untuk
dapat menyiarkan Liga Inggris, tidak perlu terlalu dianggap seperti akhir masa depan
bisnisnya, inilah momentum bagi para penyelenggara TV berbayar dituntut lebih kreatif
lagi dalam menjalankan strategi bisnisnya agar tetap mendapatkan tempat di hati
konsumennya, serta hilangkanlah keinginan untuk selalu mendapatkan perlindungan dari
pemerintah dalam berbisnis, karena urusan Pemerintah banyak yang lebih besar dan lebih
penting untuk diselesaikan, yaitu antara lain bagaimana memikirkan cara agar acara-acara
TV tak berlangganan tidak hanya menitik beratkan dari sisi hiburannya saja tetapi
bagaimana acara-acara televisi tak berlangganan ini lebih bisa mencerdaskan bangsa.

Penulis mengajar pada mata kuliah Hukum Persaingan Usaha pada program studi S-1
FHUI, serta aktif menjadi pembicara pada Pendidikan Profesi Advokat untuk materi
Hukum Persaingan Usaha yang diselenggarakan oleh PERADI, Penulis juga aktif
menjadi pembicara maupun moderator dalam beberapa seminar mengenai persaingan
usaha, Konsultan pada beberapa instansi pemerintahan seperti Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, Departemen Pekerjaan Umum, Bank Indonesia, Departemen
Kehakiman dan HAM, KPPU, konsultan lebaga Internasional seperti GTZ, Koordinator
Tim Ahli Revisi Undang-Undang No.5/1999 dan menjadi anggota Tim Penyusunan
beberapa Peraturan-perundangan, Penyusun Modul Pendidikan dan Kurikulum Materi
Hukum Persaingan Usaha untuk Hakim Pengadilan Niaga, dan juga untuk staff KPPU,
dan beberapa tulisan mengenai Hukum Persaingan Usaha pernah dimuat pada beberapa
Jurnal Ilmiah, Harian Bisnis Indonesia, Koran Tempo, tabloid Kontan. Penulis sekarang
sedang menyelesaikan studi Pasca Sarjana pada Magister Program Kebijakan PublikFEUI.
Untuk korespodensi dapat menghubungi melalui: HP No. 0816713673
dan Lembaga Kajian Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia
No.telp. 7270003 ext 57, alamat fax No.7270052.
e-mail: [email protected] / [email protected]
4
Download