BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Panggilan hidup manusia

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Panggilan hidup manusia merupakan anugerah Allah. Manusia dipanggil
untuk hidup bersama Allah. Konsekuensi praktis dari pandangan demikian mau
melegitimasi karunia Allah sebagai faktor utama dalam sejarah keselamatan
manusia. Oleh karena itu, jawaban konkret manusia ialah mengambil bagian
dalam keselamatan Allah. Konsepsi demikian menyata dalam tiap sakramensakramen sebagai manifestasi relasi Allah dan manusia. Sakramen sebagai sebuah
simbol real yang mengungkapkan jati diri Gereja sebagai sebuah sakramen
Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana
keselamatan Allah dalam Kristus dapat dialami. Hal demikian dimaksudkan
bahwa Sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun tubuh
Kristus dan mempersembahkan ibadat kepada Allah. Sakramen tidak hanya
meneguhkan iman tetapi memupuk, meneguhkan dan mengungkapkan iman.
Bukan hanya menganugerahkan rahmat tetapi mempersiapkan kaum beriman
untuk memperoleh rahmat yang membuahkan hasil: menyembah Allah secara
benar dan mengamalkan cinta kasih.
Legalitas Sakramen dipahami bahwa Tuhan hadir dan menyertai manusia
dalam sebuah rahmat Ilahi yang hanya datang dan bersumber dari Allah. Melalui
sakramen kita dapat diubah secara rohani menjadi yang Ilahi, dan dengan
demikian kita dapat dibentuk oleh Allah agar dapat lebih serupa dengan diri-Nya.
Dengan adanya sakramen kita manusia dapat lebih didekatkan pada Allah, asalkan
manusia senantiasa mau membuka dirinya dengan tulus dan ikhlas dengan suatu
kepercayaan yang total bahwa dalam dan melalui sakramen Allah hadir dan mau
menyelamatkan manusia.
Sakramen Tahbisan (Sacramentum Ordinis) sebagai salah satu dari ketujuh
sakramen Gereja mau menekankan peristiwa tahbisan yang mengubah dan
menguduskan seseorang menjadi pelayan khusus dalam Gereja. Pengertian
demikian mau mengafirmasi bahwa dengan menerima sakramen tahbisan seorang
pelayan Tuhan dapat merayakan sakramen-sakramen dalam Gereja sebagai bukti
kehadiran Allah yang menyelamatkan umat manusia. Lebih lanjut, dengan
menerima sakramen tahbisan, seseorang masuk dalam relasi kaum klerus yang
membuatnya berbeda dalam pelayanan di Gereja dengan kaum awam yang tidak
menerima sakramen ini. Sakramen-sakramen dalam Gereja hanya dapat dilayani
oleh para kaum tertahbis, para kaum tertahbislah yang menjadi pemimpin dalam
setiap perayaan sakramen yang berlangsung dalam Gereja, sedangkan para kaum
awam hanya mengambil bagian dalam setiap perayaan-perayaan sakramen yang
berlangsung.
Adapun Imamat umum kaum beriman dan Imamat jabatan atau hirarkis,
kendati berbeda hakikatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan.
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pada dasarnya Imamat umum dan Imamat
jabatan itu adalah sama, keduanya dengan cara khasnya masing-masing
mengambil bagian dalam satu Imamat Kristus. Dengan kekuasaan kudus yang ada
padanya, Imam pejabat atau mereka yang telah menerima rahmat sakramen
tahbisan ini (Diakon, Imam, dan Uskup) akan membentuk dan memimpin umat
keimanan atau umat beriman kristiani yang hanya menerima Imamat umum berkat
rahmat sakramen pembaptisan, penguatan dan ekaristi. Ia menyelenggarakan
korban Ekaristi atas nama Kristus, dan mempersembahkannya kepada Allah atas
nama segenap umat. Imamat ini mereka laksanakan dalam menyambut sakramensakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi kesaksian hidup suci,
dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif.
Sakramen Tahbisan dalam pelaksanaannya sebagai bagian dari tradisi
Gereja Katolik tidak luput dari seperangkat aturan atau hukum yang mengaturnya.
Konteks berhukum dalam Sakramen Tahbisan diatur agar memiliki legalitas
formalnya di tengah perubahan. Adapun hukum yang mengaturnya dimuat dalam
sederet peraturan-peraturan yang disebut dengan Hukum Kanonik. Hukum
Kanonik inilah yang memberikan gambaran tentang struktur dasar Gereja,
termasuk di dalamnya jabatan-jabatan Paus dan Uskup, susunan Sakramen, dan
juga aturan-aturan yang berkaitan dalam Gereja. Hukum Kanonik dalam
pembahasannya merangkul mengenai Tata Tertib dan Disiplin dalam Gereja. Dan
kanon-kanon Gereja menjadi kaidah-kaidah atau norma-norma yang digunakan
untuk mengatur kehidupan eksternal Gereja.
Dalam kaitannya dengan Sakramen Tahbisan. Kitab Hukum Kanonik tidak
hanya berbicara tentang Sakramen Tahbisan itu pada tataran umum. Namun Kitab
Hukum Kanonik pun membahas secara khusus tentang jenis-jenis tahbisan yang
ada dalam Gereja Katolik yakni tentang tahbisan Episkopat, tahbisan Presbiterat,
dan tahbisan Diakonat, dan berbicara tentang penumpangan tangan dan doa yang
terjadi dalam perayaan Sakramen Tahbisan yang sudah ditetapkan dalam bukubuku liturgi untuk masing-masing jenis tingkatan tahbisan.
Sebagaimana sakramen-sakramen lainnya sakramen pentahbisan ini juga
diatur sesuai dengan ketentuan-ketentuannya dalam hukum Gereja Katolik yang
dimuat dalam Kitab Hukum Kanonik Tahun 1983 yang merupakan undangundang revisi dari Kitab Hukum Kanonik 1917. Ada dua butir kanon yang
berbicara tentang sakramen pentahbisan. Dalam kedua butir kanon tersebut
dibicarakan tentang tahbisan, dikatakan bahwa dengan adanya sakramen
pentahbisan ini menurut ketetapan Ilahi sejumlah orang dari kaum kristiani
diangkat untuk menjadi pelayan suci dengan ditandai materai yang tidak
terhapuskan, dan dikuduskan untuk menggembalakan umat Allah dengan
melaksanakannya dalam pribadi Kristus kepala, masing-masing menurut
tingkatannya, tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin.
5.2
Saran
Sakramen
sebagai
sebuah
simbolisasi
karunia
Allah
merupakan
representasi panggilan Allah kepada manusia. Apa yang tampak dalam Gereja
menjadi simbol real yang efektif dan menghadirkan keselamatan Allah dalam
Yesus Kristus. Legalitas ketujuh sakramen merupakan pengungkapan Gereja
sebagai sakramen dasar. Sakramen bukan sekedar ritus tetapi menghadirkan karya
penyelamatan Allah dalam Kristus bagi dunia. Konsepsi sakramentalitas sendiri
dapat diperluas dalam berbagai bidang kehidupan Gereja, karena segala hal yang
berciri sakramental menunjuk hidup bersama Allah, maka Yesus Kristus adalah
sakramen hidup Allah sendiri. Dalam Yesus Kristus hidup Allah dinyatakan dan
diwahyukan secara sempurna.
Sakramen tahbisan sebagai bagian dari ketujuh sakramen merupakan
pengejewantahan panggilan Allah dan jawaban bebas manusia sebagai ciptaanNya. Seperangkat aturan bagi pelayan Tuhan tersebut terdapat dalam Kanon 1008
yang merupakan sebuah titik tolak kaum beriman Kristiani untuk menemukan
jawaban bebasnya sebagai pelayan Tuhan.
Refleksi praktis dari tulisan ini, hemat penulis bahwa konteks Sakramen
Tahbisan yang termaktub dalam Kanon 1008 semestinya dimaknai sebagai bentuk
aturan, norma, tata cara dalam berpikir, bertindak sebagai seorang Imam dan
calon Imam. Seorang terpanggil semestinya memiliki dedikasi yang tinggi untuk
melihat keseluruhan proses panggilan dan rahmat tahbisan sebagai sebuah karunia
cuma-cuma dari Allah.
Lebih lanjut representasi praktis dari Kanon 1008
mengharuskan agar tiap pelayan, entah sebagai Imam dan calon Imam untuk
mengambil langkah profetis demi sebuah perbaikan diri. Disposisi batin demikian
yang menjadikan seorang calon Imam, Imam dan kaum biarawan/ti memiliki
ketetapan hati yang berpusat kepada Allah Tuhan sekaligus memaknai panggilan
Tuhan sebagai sebuah ketetapan Ilahi yang tak terbantahkan.
DAFTAR PUSTAKA
KITAB SUCI
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab (LAI), Jakarta, 1995.
KAMUS
Dagun M. Save, Kamus Besar Ilmu pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara, 1997.
Budi Susianto Sivester, Kamus Kitab Hukum Kanonik, Yogyakarta: Kanisius
2014.
DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA
Konsili Vatikan II, Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, (18
November1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen
Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.
---------------, Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, (21
November 1964), dalam Hardawiryana, R., (penerj.), Dokumen
Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.
---------------, Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan
Para Imam, (7 Desember 1965), dalam Hardawiryana, R., (penerj.),
Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.
---------------, Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Dogmatis tentang Liturgi
Suci, (4 Desember 1965, dalam Hardawiryana, R., (penerj.),
Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: OBOR, 2006.
Yohanes Paulus II, Paus (promulgatus) Codex Iuris Canonici. M. Dcccc.
LXXXIII, Rubiyatmoko R. D. R, (editor), Kitab Hukum Kanonik,
Jakarta: Grafika Mardi Yuana, Bogor, 2006
.---------------, Promulgator, Katekismus Gereja Katolik, dalam Embuiru, Herman
(penerj.), Ende: Arnoldus, 1995.
BUKU-BUKU
BÖhm Cornelis, (penerj.), Redemptionis Sacramentum, Jakarta: OBOR 2004.
Coriden, James A., An Introduction To Canon Law, London: Geoffrey
Chapman,1991.
George J, Donal, Imam Masa Kini, Maumere: Ledalero, 2003.
Gronen, C., Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984.
Gula M. Richard, Etika Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Hane, Emanuel, Hakekat Sakramen Tahbisan, Jakarta: Konfrensi Wali Gereja,
2006.
Kempis, Tomas A, J.O.H Padmasepoetra (penerj.), De Imitatione Christi
Mengikuti Jejak Kristus, Tulisan Suci dan Inspirasional dari
Thomas A Kempis ( 1380-1471), Jakarta: OBOR, 1977.
Kusumawanta Bagus Gusti, Dominikus, Imam Di Ambang Batas, Yogyakarta:
Kanisius, 2009.
Martasudjita, E., Sakramen-Sakramen Gereja, Tinjauan Teologis Liturgis Dan
Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Masan, Markus dkk., Penuntun Praktis Mengenal Sakramen Gereja, Jakarta:
Fidei Press, 2011.
Punda P., Herman, Sakramen dan Sakramentali Dalam Gereja, Kupang: Pusat
Studi Humaniora, Fakultas Filsafat Agama Widya Mandira Kupang,
2012.
Wolor, Jhon, Menggugat Identitas Pastor dan Keabsahan Sakramen, Umat
Bertanya Gereja Menjawab, Jakarta: Prestasi Pustaka Kasih, 2009.
Ximenes C. da Helena, Panggilan dan Kepribadian Tinjauan Psikologis,
Yogyakarta: Sanjuan, 2013.
MODUL
Punda Panda, Herman, Sakramentologi (diktat), Kupang: Fakultas Filsafat
UNWIRA, 2007.
Subani, Yohanes, Pengantar Hukum Gereja, (diktat), Kupang : FF, 2006
Lampiran 1
KUISIONER PENELITIAN TENTANG PEMAHAMAN UMAT MENGENAI
SAKRAMEN DAN PARA PELAYAN SAKRAMEN
Keterangan :


Jumlah 20 pernyataan.
Berilah tanda centang (ѵ) pada kolom setuju atau tidak setuju
sesuai pendapat anda atas pernyataan yang ada.
No
PERNyATAAN
1
Imam Diakon dan Uskup adalah
mereka yang sudah menerima
sakramen Pembabtisan.
Imam Diakon dan Uskup adalah
mereka yang sudah menerima
sakramen Imamat.
Diakon, Imam dan Uskup yang sudah
ditahbiskan menggantikan posisi Allah
dalam menyelamatkan umat manusia
di dunia.
Rahmat sakramen berasal dari para
pelayan sakramen.
Rahmat sakramen berasal dari Allah.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sakramen dalam Gereja Katolik layak
diterimakan oleh para pelayan
sakramen yang terlibat dalam skandal.
Daya guna sakramen tidak tergantung
pada Imam ataupun disposisi si
pelayan (dan atau penerima).
Sakramen yang dibawakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat
skandal adalah sah
Sakramen yang diterimakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat dalam
skandal itu berdaya guna.
Perayaan sakramen yang dibawakan
oleh para pelayan sakramen yang
Jumlah
Responden dan
Responden
persentasi
100 Orang
Responden
Setuju Tidak Setuju Tidak
Setuju
Setuju
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
sudah meninggalkan Gereja Katolik
atau sudah meninggalkan imannya
sebagai seorang yang beriman katolik
adalah tidak sah.
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan
sakramen
harus
mempersiapkan diri terlebih dahulu.
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan
sakramen
harus
mempersiapkan diri terlebih dahulu
walaupun ia terlibat skandal yang
berat
Para pelayan sakramen yang terlibat
skandal atau masalah serius yang
bertentangan dengan kehidupannya
sebagai kaum tertahbis pantas
merayakan sakramen-sakramen dalam
Gereja Katolik.
Pelayan sakramen yang sudah di ex
komunikasikan dari Gereja Katolik
masih
memiliki
rahmat
untuk
merayakan sakramen.
Rahmat itu berasal dan bersumber dari
pelayan sakramen.
Para
pelayan
sakramen
yang
melakukan skandal dengan tahu dan
mau telah menghilangkan rahmat
sakramen yang ada dalam dirinya.
Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan
sakramen bergantung mutlak pada
disposisi batin para pelayan sakramen
meskipun ia terlibat skandal.
Umat sebagai penerima sakramen
dianjurkan untuk tidak menerima
sakramen dari para pelayan sakramen
yang terlibat skandal.
Para pelayan sakramen dilarang untuk
tidak berbuat dosa.
Para pelayan sakramen adalah mereka
yang dipilih karena hidup mereka suci
dan tak bercelah.
RATA-RATA
Lampiran II
Jumlah
Responden
100 Orang
NO
Pernyataan
Responden
Setuju Tidak Setuju
1 Imam, Diakon, dan Uskup adalah 92
8
mereka yang sudah menerima
sakramen Pembabtisan.
2 Imam, Diakon, dan Uskup adalah 82
18
mereka yang sudah menerima
sakramen Imamat.
3 Diakon, Imam, dan Uskup yang sudah 57
43
ditahbiskan menggantikan posisi Allah
dalam menyelamatkan umat manusia
di dunia.
4 Rahmat sakramen berasal dari para 53
47
pelayan sakramen.
5 Rahmat sakramen berasal dari Allah.
83
17
6
7
8
9
10
11
12
Sakramen dalam Gereja Katolik layak
diterimakan oleh para pelayan
sakramen yang terlibat dalam skandal.
Daya guna sakramen tidak tergantung
pada Imam ataupun disposisi si
pelayan (dan atau penerima).
Sakramen yang dibawakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat
skandal adalah sah
Sakramen yang diterimakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat dalam
skandal itu berdaya guna.
Perayaan sakramen yang dibawakan
oleh para pelayan sakramen yang
sudah meninggalkan Gereja Katolik
atau sudah meninggalkan imannya
sebagai seorang yang beriman katolik
adalah tidak sah.
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan
sakramen
harus
mempersiapkan diri terlebih dahulu.
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan
sakramen
harus
mempersiapkan diri terlebih dahulu
walaupun ia terlibat skandal yang
Jumlah %
100
100
100
100
100
74
26
100
58
42
100
59
41
100
61
39
100
54
46
100
100
0
100
57
43
100
13
14
15
16
17
18
19
20
berat
Para pelayan sakramen yang terlibat
skandal atau masalah serius yang
bertentangan dengan kehidupannya
sebagai kaum tertahbis pantas
merayakan sakramen-sakramen dalam
Gereja Katolik.
Pelayan sakramen yang sudah di ex
komunikasikan dari Gereja Katolik
masih
memiliki
rahmat
untuk
merayakan sakramen.
Rahmat itu berasal dan bersumber dari
pelayan sakramen.
Para
pelayan
sakramen
yang
melakukan skandal dengan tahu dan
mau telah menghilangkan rahmat
sakramen yang ada dalam dirinya.
Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan
sakramen bergantung mutlak pada
disposisi batin para pelayan sakramen
meskipun ia terlibat skandal.
Umat sebagai penerima sakramen
dianjurkan untuk tidak menerima
sakramen dari para pelayan sakramen
yang terlibat skandal.
Para pelayan sakramen dilarang untuk
tidak berbuat dosa.
Para pelayan sakramen adalah mereka
yang dipilih karena hidup mereka suci
dan tak bercelah.
82
18
100
94
6
100
24
76
100
76
24
100
50
50
100
41
59
100
40
60
100
52
48
100
Lampiran III
Indikator dan Skor
NO
PERNYATAAN
Jumlah
Responden
100 Orang
Respon
Respon
dan
Prosentase
Setuju Tidak Setuju
Setuju
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
TDK
SETU
JU
92
8
( 92 % ) ( 8 % )
Imam Diakon dan Uskup adalah mereka
yang sudah menerima sakramen
Pembabtisan
Imam Diakon dan Uskup adalah mereka
yang sudah menerima sakramen Imamat
Diakon, Imam dan Uskup yang sudah
ditahbiskan menggantikan posisi Allah
dalam menyelamatkan umat manusia di
dunia
Rahmat sakramen berasal dari para
pelayan sakramen
Rahmat sakramen berasal dari Allah
92
8
82
18
57
43
53
47
83
17
Sakramen dalam Gereja Katolik layak
diterimakan oleh para pelayan sakramen
yang terlibat dalam skandal
Daya guna sakramen tidak tergantung
pada imam ataupun disposisi si pelayan
(dan atau penerima)
Sakramen yang dibawakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat skandal
adalah sah
Sakramen yang diterimakan oleh para
pelayan sakramen yang terlibat dalam
skandal itu berdaya guna
Perayaan sakramen yang dibawakan oleh
para pelayan sakramen yang sudah
meninggalkan Gereja Katolik atau sudah
meninggalkan imannya sebagai seorang
yang beriman katolik adalah tidak sah
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan sakramen harus mempersiapkan
diri terlebih dahulu
74
26
58
42
58
42
( 58 % ) ( 42% )
59
41
59
41
( 59 % ) ( 41 % )
61
39
61
39
( 61 % ) ( 39 % )
54
46
54
46
( 54 %) ( 46 % )
100
0
100
0
( 100 %) ( 0 % )
82
18
( 82% ) ( 18% )
57
43
( 57 % ) ( 43 % )
53
47
( 53% ) ( 47% )
83
17
( 83 %) ( 17% )
74
26
( 74 % ) ( 26 % )
12
Sebelum merayakan Sakramen para
pelayan sakramen harus mempersiapkan
diri terlebih dahulu walaupun ia terlibat
skandal yang berat
13
Para pelayan sakramen yang terlibat
skandal atau masalah serius yang
bertentangan dengan kehidupannya
sebagai kaum tertahbis pantas merayakan
sakramen-sakramen dalam Gereja
Katolik
14
Pelayan sakramen yang sudah di ex
komunikasikan dari gereja katolik masih
memiliki rahmat untuk merayakan
sakramen
15
Rahmat itu berasal dan bersumber dari
pelayan sakramen
57
43
57
43
( 57 % ) ( 43 % )
82
18
82
18
( 82 % ) ( 18 % )
94
6
94
6
( 94 % ) ( 6 % )
24
76
24
76
( 24 % ) ( 76 % )
16
76
24
76
24
( 76 % ) ( 24 % )
50
50
50
50
( 50 % ) ( 50 % )
41
59
41
59
( 41 % ) ( 59 % )
40
60
52
48
40
60
( 40 % ) ( 60 % )
52
48
( 52 % ) ( 48 % )
17
18
19
20
Para pelayan sakramen yang melakukan
skandal dengan tahu dan mau telah
menghilangkan rahmat sakramen yang
ada dalam dirinya.
Sah atau tidak sahnya sebuah perayaan
sakramen bergantung mutlak pada
disposisi batin para pelayan sakramen
meskipun ia terlibat skandal
Umat sebagai penerima sakramen
dianjurkan untuk tidak menerima
sakramen dari para pelayan sakramen
yang terlibat skandal
Para pelayan sakramen dilarang untuk
tidak berbuat dosa
Para pelayan sakramen adalah mereka
yang dipilih karena hidup mereka suci
dan tak bercelah
RATA-RATA
64,45 % 35,55%
Lampiran IV
Tabel : Skala Prosentase Jumlah Responden dan Interpretasi
No
1
2
3
Jumlah Responden
Interpretasi
Prosentase
100 Orang yang diambil
Umat memahami dengan baik 0 – 45
dari Paroki Santo Simon
tentang rahmat sakramen
Petrus Tarus khususnya
Umat
Kelompok Umat Basis ( K
tentang rahmat Sakramen
U B ) Santa Maria Ratu
Umat
Damai
memahami tentang rahmat
kurang
sakramen
sangat
memahami 46 – 70
kurang 71 - 100
Lampiran V
Kuisioner
kuisioner dibagikan kepada 100 Orang Umat Paroki St. Simon Petrus
Tarus, Kelompok Umat Basis (KUB) Sta. Maria Ratu Damai Noelbaki.
Lampiran VI
Daftar Informan
1. NAMA
UMUR
JENIS KELAMIN
ALAMAT
: BENEDIKTUS BEN SOGE
: 55 TAHUN
: LAKI-LAKI
: NOELBAKI
2. NAMA
UMUR
JENIS KELAMIN
ALAMAT
: AGUSTINA A. SERAN
: 52 TAHUN
: PEREMPUAN
: NOELBAKI
3. NAMA
UMUR
JENIS KELAMIN
ALAMAT
: STEFANUS FLORIANUS GOO MASYA
: 28 TAHUN
: LAKI-LAKI
: NOELBAKI
4. NAMA
UMUR
JENIS KELAMIN
ALAMAT
: PETRUS TODA
: 34 TAHUN
: LAKI-LAKI
: NOELBAKI
CUURICULUM VITAE
Nama Lengkap
:
Tempat dan Tanggal Lahir :
Riwayat Pendidikan
Chanel Dorotheus Odjan Soge
Kupang, 28 Maret 1991
:

SDK Santo. Yosep Noelbaki Kupang Tengah 1997 – 2003

SMPK Hati Tersuci Maria ( H T M ) Halilulik – Atambua 2003 – 2004

SMPK SANTA. Theresia Kupang 2004 – 2006

SMA Seminari Sta. Maria Imaculata Lalian 2006 - 2010

Fakultas Filsafat UNWIRA, Kupang 2011-201
Download