BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural Beberapa konsep penting dalam memahami struktural fungsional adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum). Fungsionalisme struktural memberikan pemahaman bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Apabila terjadi satu perubahan pada satu bagian sistem tersebut akan membawa dampak perubahan terhadap bagian yang lainnya. Dengan asumsi dasar bahwa setiap tatanan dalam sistem sosial adalah fungsional satu sama lain. Sehingga apabila sistem tersebut tidak fungsional maka bisa saja struktur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Secara lebih jelasnya adalah seperti berikut, bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Sehingga dalam beberapa fenomena yang ada misalnya peperangan, kesenjangan sosial, perbedaan mendasar dalam ras bahkan kemiskinan “diperlukan” dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang mungkin terjadi dalam masyarakat dapat terjadi secara perlahan-lahan, dan apabila terjadi konflik fungsionalisme struktural fokus pada solusi untuk menyelasaikan masalah sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. 27 Universitas Sumatera Utara Robert K.Merton mengatakan bahwa perhatian fungsionalisme struktural harus fokus pada fungsi-fungsi dibandingkan terhadap motif-motif. Fungsi merupakan akibat-akibat yang dapat diamati dan menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu fungsi bersifat netral secara ideologis. Merton mengajukan konsep yang disebut dengan disfungsi. Ia menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi suatu kelompok bisa saja tidak fungsional bagi keseluruhan sistem yang ada. Sehingga batas-batas analisa terhadap kelompok yang diteliti harus jelas ditentukan. Konsep lain dari Merton yakni mengenai sifat dari fungsi tersebut, diantaranya adalah fungsi manifest dan laten. Fungsi manifest yakni fungsi yang diharapkan (intended) sedangkan fungsi laten merupakan fungsi yang tidak diharapkan.11 2.2 Kohesi Sosial Untuk memahami setiap hubungan sosial yang menjelaskan tentang kohesi sosial perlu memperhatikan waktu dan budaya dimana terjadi pembentukannya. Menurut penjelasan dari Council of Europe’s Strategy for Social Cohesion12 bahwa kohesi sosial sebagai “kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggotanya, menekan perbedaan dan menghindari polarisasi. Masyarakat yang kohesif merupakan komunitas yang terdiri dari individuindividu bebas yang saling mendukung, mencapai tujuan bersama secara demokratis”. Sebaliknya, Ritzer et al. (2000) lebih menekankan aspek modal 11 George Ritzer dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Council of Europe Action Plan for Social Cohesionhttp://www.coe.int/en/web/about-us/whowe-are 12 28 Universitas Sumatera Utara sosial dari kohesi sosial, dengan mendefinisikannya sebagai “satu keadaan dimana sekelompok orang (dalam suatu wilayah geografis) menunjukkan kemampuan untuk berkolaborasi dan menghasilkan iklim untuk perubahan”.13Merujuk pada waktu sekarang ini kohesi sosial diartikan sebagai adanya kesanggupan dalam diri masyarakat untuk memberikan kenyamanan lingkungan bagi anggotanya dalam setiap aktivitas dan interaksi keseharian kehidupan mereka. Secara pokok Durkheim memberikan pemahaman bahwa dalam masyarakat terdapat solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik menjelaskan bahwa dalam diri masyarakat ada kekuatan yang kuat dalam memberikan pengaruh, sedangkan dalam solidaritas organik memuat ketergantungan yang terjadi antara satu individu dengan lainnya yang secara perlahan akan membentuk ikatan yang disebut kohesi. Keterikatan dapat terbentuk dalam masyarakat secara alami, meski mereka tidak mengetahui bahwa mereka akan menuju kohesi sosial. Sebagai suatu kelompok yang menyatu, masyarakat akan mencari dahulu kesamaan-kesamaan yang mereka miliki dengan masyarakat lainnya. Beberapa kesamaan yang dapat menyatukan mereka menjadi lebih padu antara lain seperti kesamaan nilai dan munculnya rasa saling memiliki diantara mereka. Hal ini menjelaskan bahwa kohesi sosial terbentuk dengan adanya persamaan nilai yang dianut, adanya tantangan dan kesempatan yang sama, serta saling memiliki kepercayaan dan harapan. Penjelasan terakhir yang menggambarkan kohesi sosial ini adalah masyarakat dapat bekerjasama dalam suatu kesatuan yang sungguh ada. 13 Kajian Tematis Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan Rekonsiliasi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara Juli 2004 29 Universitas Sumatera Utara Kohesi sosial bukanlah konsep yang tercipta secara teknis, melainkan suatu interpretasi yang didasarkan pada pengalaman empirik yang dialami oleh pelaku di lembaga yang termotivasi karena rasa tanggung jawab untuk mencari solusi dari konflik yang terjadi di masyarakat. Kohesi sosial juga memfokuskan kepada tujuan politik. Tujuan politik yang ingin dicapai pada masa kini menekankan mengenai upaya pemenuhan hak individual berupa hak sipil dan politik serta ekonomi dan sosial. Terciptanya konsep kohesi sosial bukan suatu tahapan yang bisa dengan mudah ada dengan sendirinya. Harus ada proses yang terjadi dalam diri individu dengan kelompok atau lembaga yang dalam kehidupan masyarakat telah memiliki norma yang jelas dan dipahami semua pihak. Maka dari itu aturan main yang berlaku berasal dari komunitas tertentu untuk lingkungan didalamnya. Untuk terciptanya keadaan lingkungan masyarakat yang nyaman dan bebas dari perbedaan kepentingan yang berujung pertentangan masyarakat membutuhkan empat elemen dasar pemenuhan Hak Asasi Manusia yang berupa (HAM) yang berupa kesetaraan tanpa adanya diskriminasi, harkat dan martabat dijunjung tinggi, komitmen untuk berpartisipasi serta kebebasan individu dengan adanya pengembangan diri. Agar kohesi sosial yang baik terwujud dalam masyarakat, keempat elemen tersebut harus dijalankan seperti seharusnya. Ketika proses penerapannya berjalan dengan baik, kehidupan masyarakat akan lebih terjamin dan saling berkecukupan. Untuk di jaman globalisasi yang perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat terciptanya kohesi sosial dapat terjadi dengan mewujudkan lingkungan yang berdasar pada solidaritas organik, karena masyarakat sekarang ini memiliki 30 Universitas Sumatera Utara ketergantungan kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu hal ini akan membuat keterikatan dan mereka mencari kesamaan antara satu dengan lainnya. Memahami kohesi sosial membutuhkan pendekatan yang berbeda caranya, karena setiap masyarakat memiliki ciri berbeda di tiap waktu yang mereka jalani. Misalnya saja masyarakat yang sekarang hidup dalam jaman modern yang penuh teknologi baru dan akses terhadap informasi yang lebih cepat. Cara masyarakat sekarang dalam berinteraksi tidak lagi hanya bertitik tolak kepada tradisi, namun dalam bertindak masyarakat kontemporer saling memahami dalam rasa hormat yang dimiliki terhadap sesama manusia. Dalam memahami kohesi sosial yang ada pada masyarakat terdapat beberapa pendekatan yang memberikan penilaian terhadap keadaan kohesi sosial di masyarakat. Pendekatan yang pertama ialah negative approach (pendekatan negatif). Pendekatan ini memandang kohesi sosial di masyarakat tidak terjadi karena adanya hal/faktor negatif yang menyebabkan tidak terciptanya hubungan masyarakat yang baik. Seperti kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu faktor penyebabnya. Pendekatan yang kedua adalah positive approach (pendekatan positif). Pendekatan ini menekankan bahwa masyarakat secara keseluruhan memiliki kemampuan untuk mendapatkan kualitas hidup yang bagus bagi dirinya atau dalam arti kata lain untuk membentuk keadaan dimana kohesi sosial dapat tercipta berdasar kualitas hidup. Pendekatan positif ini dibagi menjadi empat pendekatan. Pertama, territorial cohesion approach yang berdasar kepada prinsip solidaritas 31 Universitas Sumatera Utara teritorial yang terjadi antara anggota Uni-Eropa dengan wilayahnya. Solidaritas teritorial ini dianggap akan menciptakan kohesi sosial karena keadaan ini akan mengurangi adanya perbedaan di wilayah tersebut. Kedua, social capital approach yang melihat adanya persamaan nilai, standar hidup dan kepercayaan bersama akan menciptakan masyarakat yang berupaya untuk menyelesaikan masalahnya secara bersamaan. Dalam hubungan ini terdapat badan untuk mengkoordinasi hubungan mereka sehingga hubungan ini menciptakan kohesi sosial yang efektif.Ketiga, Quality of life approach, pendekatan ini dikenalkan oleh European Foundation for Improvement of Living and Working Conditions. Pendekatan ini melihat bahwa kualitas sosial dalam masyarakat dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas ekonomi dan hubungan sosial mereka. Kualitas sosial ini memiliki empat karakteristik, yaitu kestabilan ekonomi, keterbukaan hubungan sosial, perluasan kohesi sosial dan kebebasan individu. Keempat, Acces to right approach yang melihat bahwa dengan menganalisa kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan hak-hak mereka maka dapat dilihat apakah kohesi sosial dapat tercipta. Contohnya dapat dilihat dari sistem informasi dan komunikasi serta penanganan keuangan dan sumber daya manusia. Keempat pendekatan ini merupakan cabang dari pendekatan positif yang menekankan kepada kualitas hidup sebagai faktor terciptanya kohesi sosial.14 Kohesi sosial tersebut terbentuk melalui pertemuan sosial yang rutin selama berbulan-bulan hingga berpuluh-puluh tahun yang didasari oleh adanya saling butuh, kemudian membentuk suatu mekanisme sosial saling membantu. Adanya nilai-nilai bersama, saling percaya, interaksi sosial, serta kelembagaan 14 Bisma Putra Sampurna - Memahami Konsep Kohesi Sosial. http://edukasi.kompasiana.com 32 Universitas Sumatera Utara yang berjalan dengan baik membuktikan bahwa kohesi sosial memang terbangun berkat tradisi yang didukung oleh kesadaran kekerabatan hingga adanya partisipasi aktif masyarakat. Kohesi sosial tersebut terbentuk juga dipengaruhi oleh mata pencaharian masyarakat yang cenderung seragam. Suatu tradisi dapat bertahan di masyarakat karena adanya kesadaran dari masyarakat, rasa memiliki, serta adanya manfaat yang dirasakan seperti menambah pemasukan kas dan inventaris, mempererat tali silaturahmi, melatih kemandirian, dan keamanan lingkungan. Namun dalam upaya mempertahankan suatu tradisi pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari suatu hambatan. Adapun faktor penghambat kohesi sosial itu antara lain berasal dari intern dan ekstern.15 2.2.1 Komponen yang Mempengaruhi Kohesi Dalam proses kehidupan masyarakat yang setiap komponennya adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, beberapa faktor berikut menurut Professor Andrew Markus adalah komponen yang mempengaruhi kohesi dalam masyarakat. Kesamaan Visi: yaitu sebagian besar para peneliti beranggapan bahwa kohesi sosial yang membutuhkan nilai-nilai universal , saling menghormati aspirasi dan umum atau identitas bersama oleh anggotanya . Saling memiliki dari suatu kelompok: perasaan inti ini menggambarkan tentang sebuah kelompok atau masyarakat di mana ada berbagi tujuan dan tanggung jawab dan sebuah kesiapan untuk saling membantu dengan masyarakat lainnya. 15 Eka Nofianti dan V. Indah Sri Pinasti, M.Si/ Kohesi Sosial dalam Tradisi Jimpitan Beras pada Masyarakat Perdesaan 33 Universitas Sumatera Utara Proses: kohesi sosial umumnya dilihat bukan hanya sebagai hasil, namun sebagai proses bagi masyarakat secara terus menerus dan tampaknya tidak pernah berakhir untuk mencapai keharmonisan sosial. Perbedaan dalam definisi menjadi perhatian faktor yang meningkatkan ( dan mengikis ) proses harmoni komunal dan relatif berat melekat pada operasi faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor ekonomi; tingkat kemiskinan dan pengangguran, tingkat kesejahteraan dan upah layak, mobilitas penduduk, kesehatan, kepuasan hidup dan rasa aman, dan kepedulian pemerintah terhadap masalah kemiskinan. Politik: tingkat partisipasi politik dan keterlibatan sosial, termasuk tingkat kesetiakawanan, pengembangan modal sosial, saling mengenal dan memahami jangkauan jaringan kolega, serta kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan. Sosial-budaya:Perbedaan tingkat konsensus ( homogenitas dan heterogenitas ) yang melingkupi isu dalam lingkup lokal dan nasional.16 2.3 Perubahan Sosial Kehidupan sosial meliputi perubahan yang tiada henti: jika perubahan berhenti, maka berhenti pula kehidupan. Studi perubahan sosial dengan demikian akan melibatkan dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang menunjuk pada wilayah terjadinya perubahan sosial serta kondisi yang melingkupinya. Dimensi ini mencakup pula konteks historis yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi 16 Professor Andrew Markus.Mapping Social Cohesion The Scanlon Foundation Surveys 2013 34 Universitas Sumatera Utara waktu dalam studi perubahan meliputi konteks masa lalu (past), sekarang (present) , dan masa depan (future) 2.3.1 Perubahan dan Perkembangan Masyarakat Desa Dalam konteks model dikotomik yang terdapat dalam kerangka perspektif evolusioner, perubahan masyarakat desa dapat dikelompokkan dalam dua era, secara skematis gambarannya sebagai berikut: Tabel 2 Perubahan Masyarakat Desa Era pertama era tradisional era praindustri era prakapitalistik era praglobalisasi Era ke dua era modern era industri era kapitalistik era globalisasi Sumber tabel: Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Secara garis besarnya perspektif evolusioner memandang bahwa masyarakat era pertama (masyarakat desa) akan berubah dan berkembang ke arah era ke dua. Namun sekarang ini banyak desa yang telah maju, sudah terpengaruh oleh globalisasi, telah dirasuki sistem kapitalisme modern secara intensif dan telah memiliki ciri-ciri masyarakat modern. Maka rumusan yang tepat mengenai hal ini adalah: masyarakat desa yang banyak diwarnai oleh ciri-ciri era pertama berubah dan berkembang menjadi masyarakat yang banyak diwarnai oleh ciriciri era ke dua. Sekarang ini perbedaan antara desa dan kota semakin menipis. Ini dikarenakan penyebaran dan perkembangan transportasi dan alat komunikasi modern (baik media massa dan elektronik, juga internet) atau sains dan teknologi. 35 Universitas Sumatera Utara Desa semakin terbuka terhadap pengaruh-pengaruh luar baik dari lingkup regional, nasional bahkan internasional. Pengaruh ini mencakup aspek sosial – kebudayaan dan ekonomis. Perkembangan media massa menjadi sarana yang sangat kuat dalam menyebarkan kebudayaan modern secara luas dan mendalam. Perlahan masyarakat desa menyesuaikan gaya hidup modern sesuai akses yang mereka miliki. Peranan sistem kapitaslisme modern ditunjang kuat oleh sains— teknologi sebagai inti dari proses globalisasi. Aspek ekonomi sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan yang terjadi di desa-desa. Proses komersialisasi, khususnya dalam komersialisasi pertanian, semakin melembaga di masyarakat desa. Petani dengan lahan sempit menyikapi pertanian sebagai way of life mereka, sedangkan petani dengan lahan luas berubah menjadi agricultural entrepreneurs yang orientasi usahanya untuk mengejar keuntungan saja (profit oriented). Dari hal ini saja sudah membuat perbedaan yang berarti diantara masyarakat desa. Petani dengan lahan sempit akan mengalami kemerosotan hidup,sedangkan mereka dengan lahan yang luas memiliki cadangan modal yang kuat dan mampu untuk mengadopsi modernisasi. Karena komersialisasi dan modernisasi di bidang pertanian dapat menyebabkan keretakan tradisi lama dan hilangnya kerukunan (kolektivitas) yang telah terlekat dalam kebiasaan masyarakat. Hingga akhirnya dalam masyarakat petani ini terjadi kesenjangan dan polarisasi sosial—ekonomis. 17 Kehadiran pertambangan, sebagai bagian dari perkembangan teknologi, perkembangan akses transportasi, komunikasi dengan desa lainnya dan merasuknya sistem ekonomi uang ini menciptakan diferensiasi dalam mata 17 Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. 36 Universitas Sumatera Utara pencaharian masyarakat desa. Mereka tidak lagi bergantung hanya pada pertanian. Sektor-sektor diluar pertanian seperti perdagangan dan industri kecil lainnya ini sangat tergantung dengan akses di luar desa. Sehingga desa sudah menjadi satu bagian dari kesatuan masyarakat yang lebih besar dan tidak lagi mandiri. Suatu ketika bisa saja desa tidak lagi merupakan kesatuan komunitas dengan basis sosio—kultural yang jelas. Perkembangan dan perluasan lembaga pendidikan modern juga akan mengakibatkan perbedaan dalam tingkat pengetahuan dan aspirasi-aspirasi yang muncul karenanya.Beberapa kaum muda yang sepertinya lebih berpendidikan seakan-akan lebih istimewa dalam memberikan pandangannya terhadap kehidupan di desa. Sehingga dengan adanya perubahan-perubahan ini terjadi juga perubahan kelembagaan. Akan ada tuntutan dari masyarakat desa yang mengharuskan kehadiran lembaga-lembaga baru sesuai dengan tuntutan perubahan baik dalam jumlah dan sifat pada lembaga yang baru. Masyarakat Dusun Sopokomil sudah berada pada era kedua perubahan masyarakat desa. Hal ini tampak dari ciri-ciri yang ada di masyarakatnya. Penduduk Dusun Sopokomil sudah menggunakan perangkat-perangkat teknologi dan mesin dalam keseharian mereka. Perangkat itu berupa televisi, telepon seluler (HP), mesin penggiling padi, mesin pembajak sawah, mobil, sepedamotor dan akses transportasi yang lancar. Sehingga masyarakat sudah berpikir global, artinya dengan akses yang mudah untuk keluar dari desa memberikan kemudahan dalam pemasaran hasil pertanian, sehingga termotivasi untuk bekerja agar mendapatkan pendapatan dari usaha pertanian yang mereka miliki. 37 Universitas Sumatera Utara 2.4 Solidaritas Konsep solidaritas berhubungan dengan identifikasi manusia dengan dan dukungan anggota kelompok lain yang termasuk di dalamnya. Konsep ini berkaitan dengan Durkhim dalam The Division of Labour in Society yang mengimplikasikan pembagian dari apa yang disebut sebagai solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Masyarakat terbagi ke dalam bagaimana mereka mencapai keteraturan, dengan masyarakat yang sederhana disatukan oleh kesamaan di antara anggota, sedangkan masyarakat yang kompleks, disatukan oleh perbedaan sosial. Dari perspektif ini, solidaritas lebih mengacu pada fenomena budaya daripada ekonomi dan solidaritas ini tertanam dalam diri manusia melalui religi atau kehidupan duniawi yang seimbang, seperti kebiasaan tiap individu. Manusia bersifat solidaristik karena mereka memiliki nilai-nilai bersama yang diperkuat melalui berbagai tradisi.18 Tujuan kajian Durkheim ini adalah untuk memahami fungsi dan faktor yang menyebabkan pembagian kerja tersebut. Dalam upaya memahami faktor penyebab hal tersebut, Durkheim menggunakan pendekatan kolektivis terhadap pemahaman tentang masyarakat yang melibatkan berbagai bentuk solidaritas. Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti perekat sosial, dalam konteks ini dapat berupa nilai, adat istiadat dan kepecayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan dan kesadaran kolektif (collective consciousness). 18 Sosiologi The Key Concepts Editor John Scoot (268) 38 Universitas Sumatera Utara Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Pada masyarakat dengan tipe solidaritas mekanis, individu diikat dalam suatu bentuk solidaritas yang memiliki kesadaran kolektif yang sama dan kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dibatasi oleh tekanan besar untuk menerima aturan yang berlaku dalam komunitas dimana indivudu itu berada. Realitas masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis masih dapat ditemukan pada masyarakat sederhana, segmental (jauh dari hiruk pikuk keramaian), praindustri, dan masyarakat pedesaan. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan kesetiakawanan ini diikat oleh collective consciousness yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Pada masyarakat yang demikian itu belum tampak secara jelas pembagian kerja yang begitu berarti. Hal ini terjadi karena di samping kekuatan masyarakat diabatasi atas individu, juga disebabkan oleh sifat masyarakat yang relatif homogen. Sehingga apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat, lazimnya dapat dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok berbeda. Masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Sementara itu, ketika masyarakat berkembang menjadi semakin kompleks melalui pembagian kerja, maka solidaritas mekanik memudar dan digantikan oleh solidaritas organik. Pada masyarakat dengan tipe solidaritas organik masingmasing anggota masyarakat tampaknya tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri, mereka terspesialisasi berdasarkan jenis pekerjaan yang 39 Universitas Sumatera Utara pada gilirannya menyebabkan dependensi atau saling ketergantungan yang semakin begitu terlihat jelas di setiap interaksi dan aktivitas yang ada. Munculnya perbedaan-perbedaan di tingkat individu ini mengubah kesadaraan kolektif tersebut, yang pada gilirannya menjadi kurang penting lagi dasar untuk keteraturan sosial dibandingkan dengan saling ketergantungan fungsional yang bertambah antara individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif lebih otonom sifatnya. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung. Jika solidaritas mekanik didasarkan pada hati nurani kolektif, maka lain halnya dengan solidaritas organik. Tipe solidaritas ini didasarkan pada hukum dan akal. Ikhwal inilah yang menggairahkan individu untuk meningkatkan kompetensinya secara individual, sehingga kesadaran kolektif tidak lagi tampak, bahkan pada kondisi yang lebih lanjut dapat kehilangan kekuatannya. Melihat fenomena ini, Durkheim mengusulkan perlunya suatu konsensus intelektual dan moral untuk menciptakan keteraturan sosial (social order) yang bersifat harmonis dan integratif. 19 19 Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi. (95) 40 Universitas Sumatera Utara