BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungsionalisme Struktural
Beberapa konsep penting dalam memahami struktural fungsional adalah:
fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).
Fungsionalisme
struktural
memberikan
pemahaman
bahwa
masyarakat
merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang
saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Apabila terjadi satu
perubahan pada satu bagian sistem tersebut akan membawa dampak perubahan
terhadap bagian yang lainnya. Dengan asumsi dasar bahwa setiap tatanan dalam
sistem sosial adalah fungsional satu sama lain. Sehingga apabila sistem tersebut
tidak fungsional maka bisa saja struktur tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Secara lebih jelasnya adalah seperti berikut, bahwa semua peristiwa dan
semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Sehingga dalam
beberapa fenomena yang ada misalnya peperangan, kesenjangan sosial, perbedaan
mendasar dalam ras bahkan kemiskinan “diperlukan” dalam kehidupan
masyarakat. Perubahan yang mungkin terjadi dalam masyarakat dapat terjadi
secara perlahan-lahan, dan apabila terjadi konflik fungsionalisme struktural fokus
pada solusi untuk menyelasaikan masalah sehingga masyarakat tetap dalam
keseimbangan.
27
Universitas Sumatera Utara
Robert K.Merton mengatakan bahwa perhatian fungsionalisme struktural
harus fokus pada fungsi-fungsi dibandingkan terhadap motif-motif. Fungsi
merupakan akibat-akibat yang dapat diamati dan menuju adaptasi atau
penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu fungsi bersifat netral secara
ideologis. Merton mengajukan konsep yang disebut dengan disfungsi. Ia
menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi suatu kelompok bisa saja tidak
fungsional bagi keseluruhan sistem yang ada. Sehingga batas-batas analisa
terhadap kelompok yang diteliti harus jelas ditentukan. Konsep lain dari Merton
yakni mengenai sifat dari fungsi tersebut, diantaranya adalah fungsi manifest dan
laten. Fungsi manifest yakni fungsi yang diharapkan (intended) sedangkan fungsi
laten merupakan fungsi yang tidak diharapkan.11
2.2 Kohesi Sosial
Untuk memahami setiap hubungan sosial yang menjelaskan tentang kohesi
sosial perlu memperhatikan waktu dan budaya dimana terjadi pembentukannya.
Menurut penjelasan dari Council of Europe’s Strategy for Social Cohesion12
bahwa kohesi sosial sebagai “kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin
kesejahteraan anggotanya, menekan perbedaan dan menghindari polarisasi.
Masyarakat yang kohesif merupakan komunitas yang terdiri dari individuindividu bebas yang saling mendukung, mencapai tujuan bersama secara
demokratis”. Sebaliknya, Ritzer et al. (2000) lebih menekankan aspek modal
11
George Ritzer dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda
Council of Europe Action Plan for Social Cohesionhttp://www.coe.int/en/web/about-us/whowe-are
12
28
Universitas Sumatera Utara
sosial dari kohesi sosial, dengan mendefinisikannya sebagai “satu keadaan dimana
sekelompok orang (dalam suatu wilayah geografis) menunjukkan kemampuan
untuk berkolaborasi dan menghasilkan iklim untuk perubahan”.13Merujuk pada
waktu sekarang ini kohesi sosial diartikan sebagai adanya kesanggupan dalam diri
masyarakat untuk memberikan kenyamanan lingkungan bagi anggotanya dalam
setiap aktivitas dan interaksi keseharian kehidupan mereka.
Secara pokok Durkheim
memberikan pemahaman
bahwa dalam
masyarakat terdapat solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas
mekanik menjelaskan bahwa dalam diri masyarakat ada kekuatan yang kuat dalam
memberikan
pengaruh,
sedangkan
dalam
solidaritas
organik
memuat
ketergantungan yang terjadi antara satu individu dengan lainnya yang secara
perlahan akan membentuk ikatan yang disebut kohesi. Keterikatan dapat terbentuk
dalam masyarakat secara alami, meski mereka tidak mengetahui bahwa mereka
akan menuju kohesi sosial. Sebagai suatu kelompok yang menyatu, masyarakat
akan mencari dahulu kesamaan-kesamaan yang mereka miliki dengan masyarakat
lainnya. Beberapa kesamaan yang dapat menyatukan mereka menjadi lebih padu
antara lain seperti kesamaan nilai dan munculnya rasa saling memiliki diantara
mereka. Hal ini menjelaskan bahwa kohesi sosial terbentuk dengan adanya
persamaan nilai yang dianut, adanya tantangan dan kesempatan yang sama, serta
saling
memiliki
kepercayaan
dan
harapan.
Penjelasan
terakhir
yang
menggambarkan kohesi sosial ini adalah masyarakat dapat bekerjasama dalam
suatu kesatuan yang sungguh ada.
13
Kajian Tematis Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan Rekonsiliasi
Sulawesi Tengah dan Maluku Utara Juli 2004
29
Universitas Sumatera Utara
Kohesi sosial bukanlah konsep yang tercipta secara teknis, melainkan
suatu interpretasi yang didasarkan pada pengalaman empirik yang dialami oleh
pelaku di lembaga yang termotivasi karena rasa tanggung jawab untuk mencari
solusi dari konflik yang terjadi di masyarakat. Kohesi sosial juga memfokuskan
kepada tujuan politik. Tujuan politik yang ingin dicapai pada masa kini
menekankan mengenai upaya pemenuhan hak individual berupa hak sipil dan
politik serta ekonomi dan sosial. Terciptanya konsep kohesi sosial bukan suatu
tahapan yang bisa dengan mudah ada dengan sendirinya. Harus ada proses yang
terjadi dalam diri individu dengan kelompok atau lembaga yang dalam kehidupan
masyarakat telah memiliki norma yang jelas dan dipahami semua pihak. Maka
dari itu aturan main yang berlaku berasal dari komunitas tertentu untuk
lingkungan didalamnya.
Untuk terciptanya keadaan lingkungan masyarakat yang nyaman dan
bebas dari perbedaan kepentingan yang berujung pertentangan masyarakat
membutuhkan empat elemen dasar pemenuhan Hak Asasi Manusia yang berupa
(HAM) yang berupa kesetaraan tanpa adanya diskriminasi, harkat dan martabat
dijunjung tinggi, komitmen untuk berpartisipasi serta kebebasan individu dengan
adanya pengembangan diri.
Agar kohesi sosial yang baik terwujud dalam masyarakat, keempat elemen
tersebut harus dijalankan seperti seharusnya. Ketika proses penerapannya berjalan
dengan baik, kehidupan masyarakat akan lebih terjamin dan saling berkecukupan.
Untuk di jaman globalisasi yang perkembangan teknologi informasi yang begitu
pesat terciptanya kohesi sosial dapat terjadi dengan mewujudkan lingkungan yang
berdasar pada solidaritas organik, karena masyarakat sekarang ini memiliki
30
Universitas Sumatera Utara
ketergantungan kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu
hal ini akan membuat keterikatan dan mereka mencari kesamaan antara satu
dengan lainnya.
Memahami kohesi sosial membutuhkan pendekatan yang berbeda caranya,
karena setiap masyarakat memiliki ciri berbeda di tiap waktu yang mereka jalani.
Misalnya saja masyarakat yang sekarang hidup dalam jaman modern yang penuh
teknologi baru dan akses terhadap informasi yang lebih cepat. Cara masyarakat
sekarang dalam berinteraksi tidak lagi hanya bertitik tolak kepada tradisi, namun
dalam bertindak masyarakat kontemporer saling memahami dalam rasa hormat
yang dimiliki terhadap sesama manusia.
Dalam memahami kohesi sosial yang ada pada masyarakat terdapat
beberapa pendekatan yang memberikan penilaian terhadap keadaan kohesi sosial
di masyarakat. Pendekatan yang pertama ialah negative approach (pendekatan
negatif). Pendekatan ini memandang kohesi sosial di masyarakat tidak terjadi
karena adanya hal/faktor negatif yang menyebabkan tidak terciptanya hubungan
masyarakat yang baik. Seperti kemiskinan dan pengangguran merupakan salah
satu faktor penyebabnya.
Pendekatan yang kedua adalah positive approach (pendekatan positif).
Pendekatan ini menekankan bahwa masyarakat secara keseluruhan memiliki
kemampuan untuk mendapatkan kualitas hidup yang bagus bagi dirinya atau
dalam arti kata lain untuk membentuk keadaan dimana kohesi sosial dapat tercipta
berdasar kualitas hidup. Pendekatan positif ini dibagi menjadi empat pendekatan.
Pertama, territorial cohesion approach yang berdasar kepada prinsip solidaritas
31
Universitas Sumatera Utara
teritorial yang terjadi antara anggota Uni-Eropa dengan wilayahnya. Solidaritas
teritorial ini dianggap akan menciptakan kohesi sosial karena keadaan ini akan
mengurangi adanya perbedaan di wilayah tersebut. Kedua, social capital
approach yang melihat adanya persamaan nilai, standar hidup dan kepercayaan
bersama akan menciptakan masyarakat yang berupaya untuk menyelesaikan
masalahnya secara bersamaan. Dalam hubungan ini terdapat badan untuk
mengkoordinasi hubungan mereka sehingga hubungan ini menciptakan kohesi
sosial yang efektif.Ketiga, Quality of life approach, pendekatan ini dikenalkan
oleh European Foundation for Improvement of Living and Working Conditions.
Pendekatan ini melihat bahwa kualitas sosial dalam masyarakat dapat dijadikan
indikator untuk mengevaluasi kualitas ekonomi dan hubungan sosial mereka.
Kualitas sosial ini memiliki empat karakteristik, yaitu kestabilan ekonomi,
keterbukaan hubungan sosial, perluasan kohesi sosial dan kebebasan individu.
Keempat, Acces to right approach yang melihat bahwa dengan menganalisa
kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan hak-hak mereka maka dapat dilihat
apakah kohesi sosial dapat tercipta. Contohnya dapat dilihat dari sistem informasi
dan komunikasi serta penanganan keuangan dan sumber daya manusia. Keempat
pendekatan ini merupakan cabang dari pendekatan positif yang menekankan
kepada kualitas hidup sebagai faktor terciptanya kohesi sosial.14
Kohesi sosial tersebut terbentuk melalui pertemuan sosial yang rutin
selama berbulan-bulan hingga berpuluh-puluh tahun yang didasari oleh adanya
saling butuh, kemudian membentuk suatu mekanisme sosial saling membantu.
Adanya nilai-nilai bersama, saling percaya, interaksi sosial, serta kelembagaan
14
Bisma Putra Sampurna - Memahami Konsep Kohesi Sosial. http://edukasi.kompasiana.com
32
Universitas Sumatera Utara
yang berjalan dengan baik membuktikan bahwa kohesi sosial memang terbangun
berkat tradisi yang didukung oleh kesadaran kekerabatan hingga adanya
partisipasi aktif masyarakat. Kohesi sosial tersebut terbentuk juga dipengaruhi
oleh mata pencaharian masyarakat yang cenderung seragam. Suatu tradisi dapat
bertahan di masyarakat karena adanya kesadaran dari masyarakat, rasa memiliki,
serta adanya manfaat yang dirasakan seperti menambah pemasukan kas dan
inventaris, mempererat tali silaturahmi, melatih kemandirian, dan keamanan
lingkungan. Namun dalam upaya mempertahankan suatu tradisi pada dasarnya
tidak bisa dilepaskan dari suatu hambatan. Adapun faktor penghambat kohesi
sosial itu antara lain berasal dari intern dan ekstern.15
2.2.1 Komponen yang Mempengaruhi Kohesi
Dalam proses kehidupan masyarakat yang setiap komponennya adalah
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, beberapa faktor berikut
menurut Professor Andrew Markus adalah komponen yang mempengaruhi kohesi
dalam masyarakat.
Kesamaan Visi: yaitu sebagian besar para peneliti beranggapan bahwa kohesi
sosial yang membutuhkan nilai-nilai universal , saling menghormati aspirasi dan
umum atau identitas bersama oleh anggotanya .
Saling memiliki dari suatu kelompok: perasaan inti ini menggambarkan tentang
sebuah kelompok atau masyarakat di mana ada berbagi tujuan dan tanggung
jawab dan sebuah kesiapan untuk saling membantu dengan masyarakat lainnya.
15
Eka Nofianti dan V. Indah Sri Pinasti, M.Si/ Kohesi Sosial dalam Tradisi Jimpitan Beras pada
Masyarakat Perdesaan
33
Universitas Sumatera Utara
Proses: kohesi sosial umumnya dilihat bukan hanya sebagai hasil, namun sebagai
proses bagi masyarakat secara terus menerus dan tampaknya tidak pernah berakhir
untuk mencapai keharmonisan sosial. Perbedaan dalam definisi menjadi perhatian
faktor yang meningkatkan ( dan mengikis ) proses harmoni komunal dan relatif
berat melekat pada operasi faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
faktor ekonomi; tingkat kemiskinan dan pengangguran, tingkat kesejahteraan dan
upah layak, mobilitas penduduk, kesehatan, kepuasan hidup dan rasa aman, dan
kepedulian pemerintah terhadap masalah kemiskinan.
Politik: tingkat partisipasi politik dan keterlibatan sosial, termasuk tingkat
kesetiakawanan, pengembangan modal sosial, saling mengenal dan memahami
jangkauan jaringan kolega, serta kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi
dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Sosial-budaya:Perbedaan tingkat konsensus ( homogenitas dan heterogenitas )
yang melingkupi isu dalam lingkup lokal dan nasional.16
2.3 Perubahan Sosial
Kehidupan sosial meliputi perubahan yang tiada henti: jika perubahan
berhenti, maka berhenti pula kehidupan. Studi perubahan sosial dengan demikian
akan melibatkan dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang menunjuk pada
wilayah terjadinya perubahan sosial serta kondisi yang melingkupinya. Dimensi
ini mencakup pula konteks historis yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi
16
Professor Andrew Markus.Mapping Social Cohesion The Scanlon Foundation Surveys 2013
34
Universitas Sumatera Utara
waktu dalam studi perubahan meliputi konteks masa lalu (past), sekarang
(present) , dan masa depan (future)
2.3.1 Perubahan dan Perkembangan Masyarakat Desa
Dalam konteks model dikotomik yang terdapat dalam kerangka perspektif
evolusioner, perubahan masyarakat desa dapat dikelompokkan dalam dua era,
secara skematis gambarannya sebagai berikut:
Tabel 2
Perubahan Masyarakat Desa
Era pertama
era tradisional
era praindustri
era prakapitalistik
era praglobalisasi
Era ke dua
era modern
era industri
era kapitalistik
era globalisasi
Sumber tabel: Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.
Secara garis besarnya perspektif evolusioner memandang bahwa
masyarakat era pertama (masyarakat desa) akan berubah dan berkembang ke arah
era ke dua. Namun sekarang ini banyak desa yang telah maju, sudah terpengaruh
oleh globalisasi, telah dirasuki sistem kapitalisme modern secara intensif dan telah
memiliki ciri-ciri masyarakat modern. Maka rumusan yang tepat mengenai hal ini
adalah: masyarakat desa yang banyak diwarnai oleh ciri-ciri era pertama
berubah dan berkembang menjadi masyarakat yang banyak diwarnai oleh ciriciri era ke dua.
Sekarang ini perbedaan antara desa dan kota semakin menipis. Ini
dikarenakan penyebaran dan perkembangan transportasi dan alat komunikasi
modern (baik media massa dan elektronik, juga internet) atau sains dan teknologi.
35
Universitas Sumatera Utara
Desa semakin terbuka terhadap pengaruh-pengaruh luar baik dari lingkup
regional, nasional bahkan internasional. Pengaruh ini mencakup aspek sosial –
kebudayaan dan ekonomis. Perkembangan media massa menjadi sarana yang
sangat kuat dalam menyebarkan kebudayaan modern secara luas dan mendalam.
Perlahan masyarakat desa menyesuaikan gaya hidup modern sesuai akses yang
mereka miliki. Peranan sistem kapitaslisme modern ditunjang kuat oleh sains—
teknologi sebagai inti dari proses globalisasi.
Aspek ekonomi sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan yang
terjadi di desa-desa. Proses komersialisasi, khususnya dalam komersialisasi
pertanian, semakin melembaga di masyarakat desa. Petani dengan lahan sempit
menyikapi pertanian sebagai way of life mereka, sedangkan petani dengan lahan
luas berubah menjadi agricultural entrepreneurs yang orientasi usahanya untuk
mengejar keuntungan saja (profit oriented). Dari hal ini saja sudah membuat
perbedaan yang berarti diantara masyarakat desa. Petani dengan lahan sempit akan
mengalami kemerosotan hidup,sedangkan mereka dengan lahan yang luas
memiliki cadangan modal yang kuat dan mampu untuk mengadopsi modernisasi.
Karena komersialisasi dan modernisasi di bidang pertanian dapat menyebabkan
keretakan tradisi lama dan hilangnya kerukunan (kolektivitas) yang telah terlekat
dalam kebiasaan masyarakat. Hingga akhirnya dalam masyarakat petani ini terjadi
kesenjangan dan polarisasi sosial—ekonomis. 17
Kehadiran pertambangan, sebagai bagian dari perkembangan teknologi,
perkembangan akses transportasi, komunikasi dengan desa lainnya dan
merasuknya sistem ekonomi uang ini menciptakan diferensiasi dalam mata
17
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.
36
Universitas Sumatera Utara
pencaharian masyarakat desa. Mereka tidak lagi bergantung hanya pada pertanian.
Sektor-sektor diluar pertanian seperti perdagangan dan industri kecil lainnya ini
sangat tergantung dengan akses di luar desa. Sehingga desa sudah menjadi satu
bagian dari kesatuan masyarakat yang lebih besar dan tidak lagi mandiri. Suatu
ketika bisa saja desa tidak lagi merupakan kesatuan komunitas dengan basis
sosio—kultural yang jelas.
Perkembangan dan perluasan lembaga pendidikan modern juga akan
mengakibatkan perbedaan dalam tingkat pengetahuan dan aspirasi-aspirasi yang
muncul karenanya.Beberapa kaum muda yang sepertinya lebih berpendidikan
seakan-akan lebih istimewa dalam memberikan pandangannya terhadap
kehidupan di desa. Sehingga dengan adanya perubahan-perubahan ini terjadi juga
perubahan kelembagaan. Akan ada tuntutan dari masyarakat desa yang
mengharuskan kehadiran lembaga-lembaga baru sesuai dengan tuntutan
perubahan baik dalam jumlah dan sifat pada lembaga yang baru.
Masyarakat Dusun Sopokomil sudah berada pada era kedua perubahan
masyarakat desa. Hal ini tampak dari ciri-ciri yang ada di masyarakatnya.
Penduduk Dusun Sopokomil sudah menggunakan perangkat-perangkat teknologi
dan mesin dalam keseharian mereka. Perangkat itu berupa televisi, telepon seluler
(HP), mesin penggiling padi, mesin pembajak sawah, mobil, sepedamotor dan
akses transportasi yang lancar. Sehingga masyarakat sudah berpikir global, artinya
dengan akses yang mudah untuk keluar dari desa memberikan kemudahan dalam
pemasaran hasil pertanian, sehingga termotivasi untuk bekerja agar mendapatkan
pendapatan dari usaha pertanian yang mereka miliki.
37
Universitas Sumatera Utara
2.4 Solidaritas
Konsep solidaritas berhubungan dengan identifikasi manusia dengan dan
dukungan anggota kelompok lain yang termasuk di dalamnya. Konsep ini
berkaitan dengan Durkhim dalam The Division of Labour in Society yang
mengimplikasikan pembagian dari apa yang disebut sebagai solidaritas mekanik
dan solidaritas organik. Masyarakat terbagi ke dalam bagaimana mereka mencapai
keteraturan, dengan masyarakat yang sederhana disatukan oleh kesamaan di
antara anggota, sedangkan masyarakat yang kompleks, disatukan oleh perbedaan
sosial. Dari perspektif ini, solidaritas lebih mengacu pada fenomena budaya
daripada ekonomi dan solidaritas ini tertanam dalam diri manusia melalui religi
atau kehidupan duniawi yang seimbang, seperti kebiasaan tiap individu. Manusia
bersifat solidaristik karena mereka memiliki nilai-nilai bersama yang diperkuat
melalui berbagai tradisi.18
Tujuan kajian Durkheim ini adalah untuk memahami fungsi dan faktor
yang menyebabkan pembagian kerja tersebut. Dalam upaya memahami faktor
penyebab hal tersebut, Durkheim menggunakan pendekatan kolektivis terhadap
pemahaman tentang masyarakat yang melibatkan berbagai bentuk solidaritas.
Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti perekat sosial,
dalam konteks ini dapat berupa nilai, adat istiadat dan kepecayaan yang dianut
bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan dan kesadaran kolektif (collective
consciousness).
18
Sosiologi The Key Concepts Editor John Scoot (268)
38
Universitas Sumatera Utara
Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas
persamaan. Pada masyarakat dengan tipe solidaritas mekanis, individu diikat
dalam suatu bentuk solidaritas yang memiliki kesadaran kolektif yang sama dan
kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dibatasi oleh tekanan
besar untuk menerima aturan yang berlaku dalam komunitas dimana indivudu itu
berada. Realitas masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis masih dapat
ditemukan pada masyarakat sederhana, segmental (jauh dari hiruk pikuk
keramaian), praindustri, dan masyarakat pedesaan.
Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan kesetiakawanan ini
diikat oleh collective consciousness yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan
yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Pada masyarakat yang
demikian itu belum tampak secara jelas pembagian kerja yang begitu berarti. Hal
ini terjadi karena di samping kekuatan masyarakat diabatasi atas individu, juga
disebabkan oleh sifat masyarakat yang relatif homogen. Sehingga apa yang dapat
dilakukan oleh seorang anggota masyarakat, lazimnya dapat dilakukan oleh
anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu tidak terdapat saling ketergantungan
antara
kelompok
berbeda.
Masing-masing
kelompok
dapat
memenuhi
kebutuhannya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan
yang lain.
Sementara itu, ketika masyarakat berkembang menjadi semakin kompleks
melalui pembagian kerja, maka solidaritas mekanik memudar dan digantikan oleh
solidaritas organik. Pada masyarakat dengan tipe solidaritas organik masingmasing anggota masyarakat tampaknya tidak lagi dapat memenuhi semua
kebutuhannya sendiri, mereka terspesialisasi berdasarkan jenis pekerjaan yang
39
Universitas Sumatera Utara
pada gilirannya menyebabkan dependensi atau saling ketergantungan yang
semakin begitu terlihat jelas di setiap interaksi dan aktivitas yang ada. Munculnya
perbedaan-perbedaan di tingkat individu ini mengubah kesadaraan kolektif
tersebut, yang pada gilirannya menjadi kurang penting lagi dasar untuk
keteraturan sosial dibandingkan dengan saling ketergantungan fungsional yang
bertambah antara individu-individu yang memiliki spesialisasi dan secara relatif
lebih otonom sifatnya. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang
terdiri atas bagian yang saling tergantung. Jika solidaritas mekanik didasarkan
pada hati nurani kolektif, maka lain halnya dengan solidaritas organik. Tipe
solidaritas ini didasarkan pada hukum dan akal.
Ikhwal inilah yang menggairahkan individu untuk meningkatkan
kompetensinya secara individual, sehingga kesadaran kolektif tidak lagi tampak,
bahkan pada kondisi yang lebih lanjut dapat kehilangan kekuatannya. Melihat
fenomena ini, Durkheim mengusulkan perlunya suatu konsensus intelektual dan
moral untuk menciptakan keteraturan sosial (social order) yang bersifat harmonis
dan integratif. 19
19
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi. (95)
40
Universitas Sumatera Utara
Download