F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to PEMBERIAN TERAPI SULIH HORMON SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESEHATAN WANITA MENOPAUSE Raditya Wratsangka *) * Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT The population of climacteric women in Indonesia is has been increasing in correspond to life expectancy for women which has risen. Menopause – as result of ovarial dysfunction or failure to produce estrogens because of aging process- is one of the main health problem of the climacteric women. Menopause -that can be defined as the point in time of the last vaginal bleeding resulting from the influence of hormones produced by the ovary on the endometrium-, usually accompanied or followed by many complaints or symptoms of short- and long-term duration, as the effects of estrogens deficiency. In many cases, menopause symptoms also decrease the quality of life and productivity of climacteric women. Hormone replacement therapy is given to menopause women as a specific treatment for the short-time symptoms (vasomotor, psychological, urogenital, skin and eye disorders) and as a preventative treatment for the long-term disorders or complications (osteoporosis, coronary heart disease, Alzheimer’s disease). Natural estrogens administration usually starts at a low dosage and given orally, combined with natural progesterone to prevent endometrial hyperplasia, decrease the risk of endometrial cancer and the breast cancer. The side-effects of hormone replacement therapy usually caused by inappropriate dosage of estrogens and/or progesterone, therefore it dosage must be adjusted individually with a regular follow-up. (J Kedokter Trisakti 1999;18(3):155-162). Key words : menopause, hormone replacement therapy, estrogens, progesterone PENDAHULUAN Meningkatnya usia harapan hidup wanita Indonesia yang diperkirakan akan mencapai 70 tahun pada tahun 2000 mendatang, berdampak pada meningkatnya pula jumlah wanita lanjut usia (lansia) di Indonesia. Diharapkan bahwa para wanita lanjut usia tetap dapat menjalani “sisa” kehidupannya dengan sehat dan bahagia, bahkan tetap memiliki produktivitas yang tinggi, karena apalah artinya berumur panjang bagi seorang wanita kalau harus hidup dengan berbagai macam keluhan dan menjadi beban bagi keluarganya. Salah satu masalah pokok di bidang kesehatan yang dihadapi para wanita lanjut usia adalah menopause. Menopause adalah perdarahan uterus terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormonal ovarium(1) . Istilah menopause juga dipakai untuk menyatakan suatu perubahan hidup di mana pada saat itu seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid. Berhentinya haid ini disebabkan karena ovarium sudah tidak berfungsi lagi memproduksi estrogen. Pada wanita terdapat variasi umur memasuki masa menopause, yaitu dapat terjadi pada usia 40 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada usia J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 155 lic k .d o m w o .c C m Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to 56 tahun. Dalam proses penuaan pada ovarium selain terjadi menopause, timbul pula beberapa masalah ikutan yang dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, yaitu sejak usia 40 tahun sampai usia 65 tahun, yang dikenal dengan masa klimakterium; bahkan dampak kekurangan estrogen ini masih dapat berlanjut sampai mereka memasuki usia 70 tahun atau lebih. Data yang pasti tentang usia rata-rata wanita Indonesia memasuki menopause belum ada, namun dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia didapatkan bahwa usia rata-rata menopause wanita Indonesia adalah 48 - 49 tahun(2) . Keluhan dan Gejala Menopause Begitu tidak mendapat haid lagi sebagai akibat kekurangan estrogen, maka wanita akan mulai merasakan berbagai macam keluhan. Perlu diketahui pula, bahwa terdapat sekitar 30% wanita meskipun haidnya teratur tetapi telah mulai merasakan keluhan-keluhan seperti wanita menopause, sebagai akibat dari berkurangnya kadar hormon estrogen di dalam tubuh(3). Keluhan-keluhan yang terjadi pada wanita pra-menopause, menopause maupun pasca-menopause umumnya disebabkan karena rendahnya atau kekurangan hormon estrogen, meskipun perlu juga diingat bahwa beberapa keluhan yang sama dapat pula disebabkan karena penyakit yang lain. Keluhan-keluhan yang timbul dapat dibagi menjadi keluhankeluhan jangka pendek dan keluhankeluhan jangka panjang. Keluhan jangka pendek dapat muncul begitu siklus haid menjadi tidak teratur, namun kebanyakan baru muncul begitu wanita tersebut tidak haid setelah 6 bulan atau lebih, sedangkan keluhan jangka panjang baru akan muncul atau terlihat setelah kurang lebih 10 tahun pasca-menopause(2). Keluhan-keluhan yang mungkin dirasakan oleh wanita menopause antara lain adalah(4) : gejala vasomotor (gejolak panas, muka berwarna kemerahan yang disertai dengan keringat banyak terutama pada malam hari, sulit tidur, jantung berdebar-debar, sakit kepala), gejala psikologis (sering timbul rasa takut, gelisah, lekas marah, mudah tersinggung, pelupa, tidak dapat berkonsentrasi, libido menurun, hilang kepercayaan diri, perasaan tertekan, kurang kemauan), gejala urogenital (sering buang air kecil pada malam hari dan nyeri pada waktu buang air kecil, nyeri sanggama, keputihan) sering haus, gangguan pada kulit : kulit kering, rambut rontok, kuku rapuh, gatal-gatal di daerah kemaluan), gangguan pada mata (keratokonjungtivitis sika) dan kadar kolesterol meningkat. Dalam jangka panjang, masalah yang sering dihadapi dan mendapat perhatian dari para ahli maupun pemerintah di negara-negara maju pada wanita pasca-menopause adalah osteoporosis, penyakit jantung koroner (PJK) serta penyakit Alzheimer. Terapi Sulih Hormon Setelah mengetahui keluhan-keluhan tersebut di atas, maka timbul pertanyaan bagaimana seorang wanita menopause/ pasca-menopause menghadapi keluhankeluhan tersebut. Karena masalah kesehatan yang timbul pada wanita menopause/ pasca-menopause disebabkan kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya pun adalah dengan pemberian hormon pengganti estrogen, yang dikenal dengan istilah Terapi Pengganti Estrogen atau Estrogen Replacement Therapy (ERT). Karena pemberian estrogen ini biasanya dikombinasikan dengan pemberian hormon progesteron, maka dikenal istilah Terapi Pengganti Hormon (TPH) atau Terapi Sulih Hormon (TSH) atau Hormone Replacement Therapy (HRT). Menopause merupakan peristiwa normal dan alamiah yang pasti dialami setiap wanita dan kejadiannya tidak dapat dicegah sama sekali, dan pemberian terapi sulih hormon tidak ditujukan untuk mencegah terjadinya menopause, melainkan hanya ditujukan untuk mencegah dampak kesehatan akibat menopause tersebut, baik keluhan jangka pendek maupun jangka panjang. J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 156 lic k .d o m w o .c C m Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to Prinsip Terapi Hormonal Hormon yang diberikan adalah hormon estrogen (E), akan tetapi pemberiannya selalu harus dikombinasikan dengan progesteron (P). Pemberian progesteron antara lain bertujuan untuk mencegah kanker endometrium, sedangkan pemberian progesteron untuk pencegahan kanker payudara masih diperdebatkan(5) , sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian progesteron tetap dilakukan meskipun uterusnya telah diangkat. Beberapa penelitian pada hewan percobaan dan manusia telah membuktikan bahwa progesteron memiliki khasiat antimitotik. Yang paling banyak dianjurkan adalah penggunaan estrogen dan progesteron alamiah, dan selalu dimulai dengan dosis yang rendah serta lebih dianjurkan pemberian secara per oral. Keunggulan dari estrogen alamiah adalah: jarang menimbulkan mual dan muntah, tidak mengganggu faktor pembekuan darah, tidak mempengaruhi enzim di hati dan efeknya terhadap tekanan darah sangat minimal karena tidak meningkatkan renin dan aldosteron. Beberapa contoh estrogen alamiah yang digunakan serta dosis yang dianjurkan adalah(6) : Estrogen konjugasi dengan dosis 0,625 - 1,25 mg/hari Estropipate, piperazin estron sulfat dengan dosis 0,75 mg - 1,5 mg/hari Estradiol valerat dengan dosis 1 - 2 mg/hari Estriol suksinat dengan dosis 4 - 8 mg/hari Progesteron alamiah mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan progesteron sintetik, yaitu: sifat antiandrogenik (jarang menimbulkan sifatsifat virilisasi), tidak perlu diaktifkan terlebih dahulu di hati, dan tidak menurunkan kadar HDL(3) . Beberapa progesteron alamiah yang digunakan dan dosis yang dianjurkan adalah(6) : Medroksi progesteron asetat (MPA) dengan dosis 2 - 2,5 mg/hari Didrogesteron dengan dosis 5 mg/hari. Estrogen sintetik dapat meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan sistem renin-aldosteron-angiotensinogen, sedangkan progesteron sintetik (turunan noretisteron) dapat mempengaruhi High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) serum serta menghambat khasiat positif dari estrogen terhadap pembentukan HDL. Seperti telah diketahui, bahwa penurunan kadar HDL serum akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK)(6) . Cara pemberian yang sangat efektif adalah secara oral. Keuntungan pemberian cara oral adalah dapat menstimulasi metabolisme kolesterol HDL di hati dan faktor-faktor tertentu di hati yang dapat membentuk metabolisme kalsium, sehingga sangat baik digunakan untuk mencegah kekeroposan tulang dan perkapuran dinding pembuluh darah (aterosklerosis). Bila tidak dapat diberikan terapi sulih hormon (TSH) secara oral, misalnya timbul mual, muntah atau lainnya, maka dapat dipikirkan pemberian cara lain, yaitu estrogen transdermal berupa plester dengan dosis 25 - 50 ug/hari. Selain itu dapat juga diberikan estrogen dalam bentuk krem, yang sangat baik untuk mengatasi keluhan berupa atrofi epitel vagina (dispareunia). Kedua cara pemberian tersebut (transdermal dan krem) perlu juga disertai dengan pemberian progesteron(7) . Beberapa kontraindikasi yang harus diketahui sebelum pemberian TSH dimulai antara lain adalah: hipertensi kronik (telah dimulai sebelum menopause), obesitas, varises yang berat, menderita penyakit kelenjar tiroid atau sedang dalam perawatan, menderita atau dengan riwayat penyakit hati yang berat, hasil pap smear abnormal, kanker payudara dan gangguan fungsi ginjal(8) . Kontraindikasi yang begitu banyak sebenarnya berlaku untuk pemberian pil kontrasepsi, karena pil kontrasepsi mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik, sedangkan terapi sulih hormon menggunakan hormon alamiah. Beberapa kontraindikasi seperti J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 157 lic k .d o m w o .c C m Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koronoer, stroke merupakan kontraindikasi untuk pil kontrasepsi, namun bukan merupakan kontraindikasi untuk pemberian terapi sulih hormon. Organisasi Kesehatan se Dunia (World Health Organization/WHO) pada tahun 1997 telah membuat kesepakatan bahwa untuk pencegahan keluhan jangka panjang perlu diberikan TSH sedini mungkin, yaitu 1-2 tahun setelah masa menopause, meskipun wanita tersebut belum mengalami keluhan apapun(9) . Keluhan-keluhan yang timbul akibat kekurangan estrogen pada umumnya baru akan menghilang setelah pengobatan berlangsung selama 18 - 24 bulan. Mengenai berapa lama TSH dapat diberikan, masih terjadi silang pendapat, namun kebanyakan ahli menganjurkan penggunaannya selama 10 - 20 tahun, atau selama wanita tersebut masih merasa nyaman dan ingin terus menggunakannya. Selama pemberiannya dikombinasikan dengan progesteron, maka tidak perlu takut dengan keganasan. Jarang dijumpai penyembuhan dalam waktu singkat. Bila setelah beberapa bulan pengobatan keluhan tidak juga hilang meskipun dosis telah dinaikkan, maka perlu dicari faktorfaktor lain yang mungkin terjadi bersamaan dengan keluhan klimakterik. Efek Perlindungan Terhadap Penyakit Jantung Koroner Di negara industri, penyebab kematian terbanyak pada wanita usia > 50 tahun adalah PJK. Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita - Jakarta, dalam periode 1994-1995, dari 118 wanita yang dirawat karena infark miokard akut (IMA), terdapat 105 orang (89%) di antaranya adalah wanita usia meno-/pascamenopause(2) . Dari banyak penelitian epidemiologis terbukti bahwa pemberian TSH dapat mengurangi infark miokard sampai 70%. Pada 30 penelitian observasi yang pernah dilakukan pada wanita pasca-menopause terbukti bahwa estrogen dapat mengurangi risiko terkena PJK sampai 50%. Pada wanita yang telah terbukti penyumbatan arteria koronaria ternyata dengan pemberian estrogen ditemukan penurunan kelainan pada arteri koronaria sampai 87%(10) . Estrogen dapat memiliki khasiat protektif tehadap jantung karena(12) : Estrogen memicu produksi zat anti agregasi, prostasiklin dan endothelin dari sel-sel endothelial pembuluh darah. Prostasiklin sebagai vasodilator sedangkan endothelin sebagai zat relaksasi otot pembuluh darah. Pada wanita pascamenopause dijumpai penurunan produksi prostasiklin oleh arteri uterina sebanyak 75%. Pada pemberian 17-beta estradiol dapat dijumpai peningkatan prostasiklin. Estrogen dapat meningkatkan aliran darah ke jantung (khasiat inotropik) Estrogen mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada sirkulasi lemak dan fraksi lipoprotein, terutama penurunan dari kolesterol total dan LDL (Low Density Lipoprotein) dapat meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) serum Estrogen memiliki khasiat sebagai antagonis kalsium seperti halnya nifedipine dan nicardipine. Estrogen memperbaiki metabolisme glukosa perifer dengan adanya penurunan kadar sirkulasi insulin dan memiliki aktivitas antioksidan. Efek Pencegahan Osteoporosis Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang dan mikroarsitektur jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas serta kecenderungan untuk mengalami fraktur. Osteoporosis sering ditemukan pada lansia berusia 75 – 78 tahun dan pada golongan ini frekuensinya pada wanita dua kali lebih banyak dibandingan pria. Secara kumulatif, wanita selama hidupnya akan mengalami kehilangan 40-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 158 .d o m w o Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause lic k .c C m o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to 20-30% saja. Maka tampaklah bahwa wanita lebih berisiko terhadap terjadinya osteoporosis dan patah tulang(13) .Patah tulang pada wanita lanjut terbanyak disebabkan oleh osteoporosis; dan dalam usia menjelang 70 tahun, hampir 40% wanita mengalami patah tulang. Selain itu, osteoporosis juga menimbulkan nyeri pada tulang. Dengan menurunnya kadar estrogen, maka proses pematangan sel tulang (osteoblas) akan terhambat, dan dua faktor yang berperan dalam proses ini, yaitu vitamin D dan PTH (parathyroid hormone) juga menurun, sehingga dimulailah proses berkurangnya kadar mineral tulang. Pemberian TSH akan meningkatkan aktivitas osteoblas dan mencegah osteoporosis lebih lanjut. Wanita yang menggunakan TSH selama 5 tahun dan segera setelah menopause dapat mengurangi risiko patah tulang belakang dan tulang pinggul hingga 50%. Dianjurkan untuk memberikan TSH dikombinasikan dengan kalsium 1 - 2 mg/hari dan olahraga yang baik dan teratur untuk meningkatkan kadar mineral tulang sebagai “bahan mentah” untuk pembentukan tulang(14) . Efek Samping dan Penanganan Efek samping yang muncul pada pemberian terapi sulih hormon umumnya disebabkan oleh dosis estrogen atau progesteron yang tidak tepat, baik karena dosis yang terlalu “tinggi” atau mungkin juga karena dosis yang kurang atau terlalu “rendah””(6,15) : Nyeri payudara. Hal ini disebabkan estrogen yang tinggi, sehingga dosis estrogen yang diberikan perlu diturunkan, meskipun dapat juga disebabkan oleh dosis progesteron yang tinggi (jarang). Peningkatan berat badan. Hal ini dapat disebabkan oleh retensi cairan. Oleh karena estrogen dapat menyebabkan retensi cairan, maka dosis pemberiannya perlu diturunkan. Perdarahan bercak (spotting). Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen yang rendah, sehingga dosis pemberian estrogen perlu dinaikkan; atau dapat juga disebabkan oleh dosis progesteron yang tinggi, maka dosis pemberian progesteron perlu diturunkan. Perdarahan banyak (atipik). Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen yang tinggi, sehingga dosis estrogen perlu diturunkan sedangkan dosis progesteron dinaikkan. Bila dengan cara ini tetap saja terjadi perdarahan banyak, dianjurkan untuk dilakukan dilatasi & kuretase. Bila hasis pemeriksaan patologi anatomik (PA) menunjukkan hiperplasia adenomatosa, dianjurkan untuk histerektomi, atau bila pasien menolak histerektomi, maka terapi diteruskan dengan pemberian progesteron saja (tanpa estrogen), dan dilakukan mikrokuret tiap 3 bulan. Bila hasil PA menunjukkan hiperplasia kistik, terapi sulih hormon dapat diteruskan ddengan dosis progesteron yang lebih tinggi (misalnya estrogen 0,625 mg dan progesteron 10 mg/hari dan pasien dianjurkan untuk mikrokuret tiap 3 bulan. Sakit kepala (migren) dan leukorea (keputihan). Hal ini disebabkan oleh estrogen yang terlalu tinggi, sehingga dosis pemberiannya perlu dikurangi. Pruritus berat. Hal ini disebabkan karena efek estrogen, sehingga pemberian estrogen sebaiknya dihentikan dan hanya diberikan progesteron saja. Terapi Sulih Hormon dan Keganasan Salah satu alasan mengapa pemberian terapi pengganti estrogen masih sangat rendah adalah karena adanya ketakutan akan terjadinya keganasan pada payudara dan endometrium. Alasan dan ketakutan ini sesungguhnya telah banyak disanggah oleh hasil beberapa penelitian. Dasar yang digunakan umumnya adalah pengertian bahwa TSH sama dengan pil kontrasepsi (pil Keluarga Berencana [pil KB]). Pil KB tidak dianjurkan penggunaannya untuk J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 159 lic k .d o m w o .c C m Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to pengobatan maupun pencegahan pada wanita menopause karena pil KB mengandung estrogen dan progesteron sintetik yang dapat menimbulkan berbagai efek samping, sedangkan yang digunakan sebagai TSH adalah estrogen dan progesteron alamiah(5) . Untuk mencegah terjadinya keganasan, pemakaian estrogen harus selalu dikombinasikan dengan progesteron. Lama pemberian progesteron paling sedikit 10 14 hari. Beberapa penelitian pada hewan maupun manusia telah membuktikan bahwa progesteron memiliki khasiat antimitotik. Namun demikian penambahan progesteron untuk mencegah terjadinya kanker payudara hingga kini masih diperdebatkan dan menimbulkan silangpendapat di antara para ahli. Di Amerika Serikat misalnya, pada wanita yang telah diangkat rahimnya hanya diberikan estrogen tanpa dikombinasi dengan progesteron. Para ahli di Amerika Serikat tidak begitu percaya bahwa progesteron dapat mencegah terjadinya kanker payudara(16). Sebaliknya di Australia maupun beberapa negara di Eropa dan Asia pemberian progesteron selalu digunakan bersama dengan estrogen untuk menekan angka kejadian kanker payudara. Dari beberapa penelitian retrospektif maupun prospektif yang pernah dilakukan ternyata masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Ada yang menemukan peningkatan terjadinya kanker payudara, namun ada juga yang tidak menemukannya. Progesteron telah dibuktikan sangat efektif menghambat kanker payudara yang sudah menyebar jauh (metastasis) daripada pengobatan dengan tamoksifen. Telah terbukti pula bahwa estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron ternyata sangat efektif untuk kanker payudara stadium IV. Tujuh hari pertama diberikan estrogen untuk memicu pembentukan reseptor progesteron pada sel-sel kanker, baru kemudian diikuti dengan pemberian progesteron selama 21 hari. Dengan cara ini didapat remisi sebanyak 56,7%(16,17,18) . Telah dilakukan pula penelitian pada wanita pascamenopause yang diberikan estrogen dan progesteron (dalam bentuk estrogen konjugasi dan medroksi progesteron asetat/MPA) selama 22 tahun. Penelitian dilakukan secara prospektif dan tersamar ganda, di mana 84 wanita diberikan TSH dan 84 wanita lainnya diberikan plasebo. Setelah 22 tahun ditemukan 4,8% kanker payudara pada wanita yang diberikan plasebo, sedangkan pada wanita yang mendapat TSH selama 22 tahun tidak menyebabkan kanker payudara. Penelitian lain yang dilakukan pada 23 wanita yang diberikan TSH selama 12 tahun juga tidak ditemukan kanker payudara (18,19). Pada tabel 1 berikut ini dapat dilihat angka kejadian kanker payudara pada wanita klimakterium yang tanpa pengobatan sulih hormon dibandingkan dengan mereka yang mendapat terapi TSH (estrogen saja per oral, estrogen krem, estrogen + progesteron maupun progesteron saja). Tabel 1. Pengaruh TSH terhadap kejadian kanker payudara pada wanita klimakterium(3) JUMLAH WANITA TERAPI JUMLAH YANG TERKENA WANITA KANKER PAYUDARA SELURUHNYA Tanpa pengobatan 6404 22 Estrogen saja 19676 28 Estrogen krem 4298 5 Estrogen + Progesteron 16159 3 Progesteron 1825 3 J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 160 .d o m w o Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause lic k .c C m o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to Pengamatan Lanjutan (Follow-up) Setelah diberikan terapi sulih hormon, maka 1 bulan kemudian pasien diminta untuk datang kembali dengan tujuan untuk melihat apakah ada efek samping yang terjadi, atau apakah dosis yang diberikan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila tidak ada masalah, maka pasien dianjurkan untuk kembali setiap 3 - 6 bulan. Setiap kali datang diukur tekanan darah, ditimbang, dilakukan perabaan payudara, pap smear dan pemeriksaan laboratorium kima darah seperti pada saat pertama datang, dan pemeriksaan ultrasonografi genitalia interna. Setiap 12 bulan dilakukan pemeriksaan USG dan densitometer tulang, dan setiap 3 tahun dilakukan pemeriksaan payudara dengan USG dan mammografi. Perhatian khusus dan pengawasan lebih ketat perlu diberikan kepada wanita pengguna terapi sulih hormon yang keluarganya menderita kanker payudara.(6,20) KESIMPULAN Wanita menopause yang jumlahnya makin bertambah banyak seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia, selayaknya mendapat penanganan yang adekuat atas gangguangangguan atau keluhan-keluhan sehubungan dengan kurang atau DAFTAR PUSTAKA 1. Kenemans P. Hormone Replacement Theraapy (HRT) : Basic Concepts and Practical Rules. Gynec Forum 1996;3:3-9 2. Baziad A. Kesehatan Fisik Wanita Usia Lanjut. Makalah disajikan pada Seminar tentang Garis Besar Kebijaksanaan Pengelolaan Lansia, Pertemuan Ilmiah Tahunan XI, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Semarang, 1999. 3. Baziad A. Terapi Hormonal : Alternatif Baru Penanggulangan Masalah Menopause dan Komplikasinya. Dalam : Pakasi LS. menurunnya kadar estrogen di dalam tubuh, sehingga pada akhirnya akan kembali meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas wanita lanjut di Indonesia. Pemberian terapi sulih hormon, terutama pemberian hormon estrogen, akan mengatasi keluhan-keluhan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, khususnya memberikan perlindungan terhadap gangguan osteo-porosis dan penyakit jantung koroner. Pemberian hormon estrogen yang dikombinasikan dengan hormon progesteron dalam bentuk alamiah secara per oral serta dimulai dengan dosis yang rendah bertujuan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek samping, baik berupa perdarahan maupun risiko terkena kanker payudara maupun kanker endometrium. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah membuat kesepakatan bahwa TSH ini dapat diberikan sedini mungkin, yaitu 1 – 2 tahun setelah masa menopause, meskipun belum mengalami keluhan apapun, dan kebanyakan ahli menganjurkan penggunaan TSH ini selama 10 – 20 tahun, atau selama wanita tersebut masih merasa nyaman dan ingin terus menggunakannya, asalkan dilakukan pengawasan lanjutan (follow-up) yang baik dan teratur. Menopause : Masalah dan Penanganannya. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996:34-49. 4. Utian WH. Menopause: a modern perspective from a controversial history. In: Wren BG (ed.) Progress in the management of the menopause. New York, The Parthenon Publishing Group, 1997:1-10. 5. Burger CW, Kenemans P. Postmenopausal hormone replacement therapy and cancer of the female genital tract and breast. Current Opinion in Obstet and Gynecol, 1998;10(1):41-5 6. Baziad A, Dharmasetiawan S. Penanganan Wanita Usia Menopause. Kelompok Studi Endokrin Reproduksi Indonesia (KSERI), J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 161 lic k .d o m w o .c C m Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to 1995. 7. Hirvonen E, Lamberg-Allardt C, Lankinen KS, Geurts P, Wilen-Rosenqvist G. Transdermal oestradiol gel in the treatment of the climacterium: a comparison with oral therapy. Br J Obstet Gynecol, 1997;16 (Suppl):19-25. 8. Baziad A, Lazuardi S, Dharmasetiawan S. Seputar Masalah Menopause. Kelompok Studi Endokrin Reproduksi Indonesia (KSERI), 1994. 9. Baziad A, Pache T. Cardiovascular disease and hormone replacement therapy. In: Ratnam SS, Campana (Eds.) A First Consensus Meeting on Menopause in the East Asian Region(Proceeding), Medical Forum Internasional:105-10. 10. Ginnsburg J. The Menopause, HRT and Cardiovascular System. In: Burger H, Boulet M (eds). A Portrait of the Menopause Expert Reports on Medical and Therapeutic Strategies for the 1990s. The Parthenon Publishing Group, 1991:45-63. 11. Limacher MC. The role of hormone replacement therapy in preventing coronary artery disease in women. Current Opinion in Cardiology, 1998;13(2):139-44. 12. Chae CU, Rideker PM, Manson JE. Postmenopausal hormone replacement therapy and cardiovascular disease. Thrombosis and Haemostasis, 1997;78(1):770-80. 13. Rosen CJ, Kessenich CR. The pathophysiology and treatment of postmenopausal osteoporosis. An evidence- 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. based approach to estrogen replacemen therapy. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America, 1997;26(2):295311. Lees B, Pugh M, Siddle N, Stevenson JC. Changes in bone density in women starting hormone replacement therapy compared with those in women already established on hormone replacement therapy. Osteoporosis International, 1995;5:344-8. Baziad A. Sejauh Mana Terapi Sulih Hormon Aman? Makalah disajikan pada Lunch Symposia “Menopause”, Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XI, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Semarang, Juli 1999. Gambrell RD, et al. Role of hormones in the etiology and prevention of endometrial and breast cancer. Acta Obstet Gynec Scand, 1982;106:37-46. Person J. The Importance of HRT for breast cancer : an introduction. In : The Modern Management of the Menopause. Stockholm, Parthenon Publishing Group, 1993:401-2. Brinton LA. Hormone replacement therapy and risk for breast cancer. Endocrinolgy and Metabolism Clinics of North America, 1997;26(2):361-78. Faiz O, Fentiman IS. Hormone replacement therapy and breast cancer. Int J Clin Pract, 1998;52(2):98-101. Kenemans P, Barentsen R, Van de Weijer P. Practical Hormone Replacement Therapy (HRT). Medical Forum International, 1995:193-7. J Kedokter Trisakti, September-Desember 1999-Vol.18, No.3 162 .d o m w o Terapi sulih hormon untuk meningkatkan kesehatan wanita menopause lic k .c C m o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c