NASKAH AKADEMIS PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Laporan Final Rancangan 0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas keseluruhan kurang lebih 7,7, km2. Wilayah Indonesia yang demikian luasnya, tentunya menyimpan potensi kekayaan alam yang sangat besar, baik di darat maupun di laut. Potensi kekayaan alam tersebut untuk memanfaatkan berbagai kegiatan pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat, misalnya pertumbuhan dan perkembangan industri perikanan, perhubungan laut, pertambangan, pertanian, energi, pariwisata dan sebagainya.. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun..Pada umumnya persoalan yang utama dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam pembangunan ekonominya adalah kurang tersedianya modal (capital). Padahal modal memiliki peran yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Modal memiliki peran untuk mengembangkan potensi kekayaan sumber daya alam tersebut yang belum dimanfaatnya secara optimal.. Minimnya modal tersebut disiasati dengan dengan membuka perekonomian bagi masuknya investasi asing maupun dalam negeri (domestik). Daerah-daerah sangat membutuhkan pemikiran perencanaan bahkan pengusaha dan investor untuk dapat mengubah potensi tersebut. Investasi merupakan instrument penting bagi keluar masuknya arus modal dari dalam maupun luar negeri untuk ditanamkan pada sektor-sektor yang berpotensi menghasilkan keuntungan ekonomis. Peran ganda dari investasi adalah selain untuk menggerakan perekonomian, juga membantu menyerap tenaga kerja, sehingga akan menekan angka pengangguran. Statistik investasi nasional dan daerah menunjukkan dinamika yang menjanjikan, beberapa studi menunjukka banyaknya kelemahan, terutama di sektor Laporan Final Rancangan 1 kebijakan yang cenderung menghambat iklim investasi di daerah (Pusat Kajian Administrasi Internasional-LAN, 2008:3). Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur tahun 2009-2010 mencapai 4,94%, pengangguran terbuka menurun menjadi 7,42% dan angka kemiskinan menurun menjadi menjadi 7%. Situasi tersebut hanya mungkin terjadi apabila investasi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan, inflasi dan jumlah penduduk terkendali, percepatan pembangunan infrastruktur yang berkualitas dengan didukung oleh aparatur dan sistem birokrasi yang profesional serta kondisi Kalimantan Timur yang aman dan damai. Target pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur Investasi di Kalimantan Timur tahun 2011 sebesar Rp.28,33 Trilyun terdiri dari PMDN Rp.16,20 Trilyun dan PMA Rp.12,13 Trilyun, sedangkan pada tahun 2010 hanya sebesar Rp.16,87 Trilyun yang terdiri PMDN Rp.7,88 Trilyun dan PMA Rp.8,99 Trilyun. Guna mendorong pertumbuhan ekonomi, penurunan angka pengangguran dan penurunan kemiskinan diperlukan peningkatan investasi yang signifikan, Mekanisme insentif atau kemudahan dapat mengurangi hambatan-hambatan dan diharapkan dapat menciptakan daya tarik bagi investor untuk datang dan menanamkan modalnya di Provinsi Kalimantan Timur.. Pemerintah daerah harus mempunyai kapasitas yang memadai serta mampu mengimbangi dinamika dan tuntutan investasi, agar modal yang ditanam maupun yang akan ditanamkan di daerahnya dapat terjaga. Tugas pemerintah daerah adalah memastikan bahwa investor merasa aman untuk datang menanamkan modalnya serta mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mendukung iklim investasi yang lebih baik. Berdasarkan : Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. Laporan Final Rancangan 2 Paragraf 5 penjelasan umum Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa: ` ….Pemerintah daerah bersama –sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun pemerintah, harus lebih dibedayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah, sebagai dasar pelaksanaannya di daerah untuk membuat suatu regulasi hukum dalam rangka meningkatkan penanaman modal di daerah. Adapun strategi insentif yang dapat dikembangkan guna mendukung iklim investasi yang lebih baik lagi antara lain dalam bentuk insentif fiscal seperti pembebasasan tanah, penggguhan atau keringanan pajak yang kompetitif, yang sesuai dengan dinamika pasar yang terjadi. Dalam hal ini pemerintah daerah perlu secara intensif memantau kondisi perekonomian regional dan global untuk menangkat gejala dan peluang yang terjadi. Sedangkan insentif non fiskal yang dapat dikembangkan oleh pemerintah adalah melalui : 1. Penyerdehanaan perjanjian untuk membantu mempersingkat perizinan 2. Perbaikan dan peningkatan kualitas daya dukung infrastruktur, baik fisik maupun non fisik. (Pusat Kajian Administrasi Internasional-LAN, 2008:3-4). Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya “Naskah Akademis Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Provinsi Kalimantan Timur”. Laporan Final Rancangan 3 1. Landasan Filosofis Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan. Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-sifat yang mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada sifat akan kebijaksanaan, maka filosofis tidak lain adalah pandangan hidup suatu bangsa yakni nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.1 Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan mengenai hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Untuk itu, maka pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat harus tetap berlandaskan sepenuhnya kepada Undang-Undang Dasar 1945 dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan nasional. Paradigma pembangunan nasional yang tercantum dalam Pancasila sebagai Landasan Idiil, UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional, WawasanNusantara sebagai Landasan Visional, Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional, serta Rencana Pembangunan Nasional sebagai Landasan Operasional. Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 1 H. Rojidi Ranggawijaya, Pengatar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998, Hlm. 43; nilai yang baik tidak lain adalah nilai yang dijunjung tinggi yang meliputi nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, kemanusiaan, religiusitas dan berbagai nilai lain yang dianggap baik. Dan penilaian mengenai baik, benar, adil dan susila sangat tergantung dari takaran yang dimiliki oleh suatu bangsa tertentu. Laporan Final Rancangan 4 Pancasila merupakan landasan idiil yang dijadikan dasar dalam perumusan dan pengembangan visi, misi,strategi, dan kebijakan serta program pembangunann nasional. Kelima sila Pancasila mengandung butir-butir yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa. Segala bentuk visi, misi, strategi, kebijakan dan program dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan serta tantangan bangsa ke depan, hendaknya tetap berlandaskan kepada Pancasila. Dalam pengertian tersebut, seluruh sila-sila dan butir-butir yang terkandung dalam Pancasila merupakan landasan yang dijadikan referensi di dalam perumusan dan pengembangan visi, misi, strategi, dan kebijakan serta program pembangunan nasional.Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” ayat (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”,2 dan ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum” 3. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa negara hukum (rechtstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum 4. Dalam negara hukum, segala sesuatu harus dilakukan menurut hukum (everything must be done according to law). Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah5. Dengan demikian konsekuensi dari negara hukum tersebut, maka seluruh aktifitas kenegaraan harus selalu didasarkan atas aturan hukum, termasuk dalam merancang 2 3 4 5 Jimly Asshiddiqie, Islam dan Keadilan Rakyat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995 dan lihat juga Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, BIP Kelompok Gramedia, Jakarta, Hlm. 143; Kedaulatan atau souvereiniteit (sovereignty) merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan Negara. Kata ‘daulat’ dan ‘kedaulatan’ berasal dari bahasa arab ‘daulah’. Maka aslinya seperti yang dipakai dalam Al-Quran adalah peredaran dalam konteks kekuasaan. Ibid, Hlm. 297; dalam konsep Negara hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik atau ekonomi. A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI Jakarta, 25 April 1992, hlm. 8 H.W.R. Wade, Administrative Law, Third Edition (Oxford: Clarendon Press, 1971), hlm. 6 Laporan Final Rancangan 5 insentif bagi penanam modal baik secara nasional maupun di tingkat daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan (Rahayu Hartini, 2009:48). Penanaman modal (investasi) mempunyai peranan yang sangat penting untuk menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Hampir semua pakar ekonomi berpendapat bahwa penanaman modal adalah driving force setiap proses pembangunan ekonomi, karena kemampuannya dapat menggerakkan aspek-aspek pembangunan lainnya seperti sumber modal, sumber teknologi, memperluas kesempatan kerja dan lainlain. Dalam konteks ini, makin cepat dihapuskannya aturan-aturan hukum penamanam modal yang counter-productive, berarti makin baik daya tariknya untuk memobilisasi sumber daya modal untuk tujuan penanaman modal (easy of entry dan easy of resources mobilization). Hal ini penting artinya untuk memperbaiki iklim penanaman modal, yang bermanfaat bukan hanya bagi perusahaan-perusahaan, tetapi juga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Penanaman modal, baik penanaman modal asing (PMA) maupunnpenanaman modal dalam negeri (PMDN) di Indonesia, terutama di daerah hanya dapat ditingkatkan dengan adanya landasan hukum penanaman modal yang mantap, yaitu dengan asumsi, kalau hukum substansinya kuat dapat berperan mengatur dan mendorong investor menanamkan modalnya. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki iklim penanaman modal di Indonesia haruslah ditunjang oleh landasan hukum penanaman modal yang disusun berdasakan prinsip-prinsip hukum penamanam modal asing. Persyaratan minimal untuk mencapai iklim penanaman modal yang berguna bagi siapa pun adalah adanya: (i) prinsip mendatangkan manfaat bagi rakyat, (ii) prinsip ketidaktergantungan ekonomi nasional dari modal asing, (iii) prinsip insentif, dan (iv) prinsip jaminan penanaman modal. Oleh karena itu, dengan lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor Laporan Final Rancangan 6 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota maka langkah harmonisasi konsepsi materi muatan peraturan daerah akan dapat dirumuskan dengan cermat (Naswar Bohari dan Muhammad Zulfan, 2011:5-7) 2. Landasan Yuridis Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu pada landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundangundangan (gesetzgebungslehre),6 yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah. Peraturan daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsipprinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilainilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar. Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan sanksi maka dapat disesuaikan dengan pendapat Lawrence M. Friedman,7 mengatakan bahwa sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen 6 7 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems, mengatakan gesetzgebungslehre mempunyai tiga sub bagian disiplin, yakni proses perundang-undangan gesetzgebungsverfahren (slehre); metode perundang-undangan gesetzgebungsmethode (nlehre); dan teknik perundang-undangan gesetzgebungstechnik (lehre). Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A Social Science Perspective, Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95; efek pencegah atau efek insentif dari sanksi pertama-tama berarti pencegahan umum, yakni kecenderungan bahwa populasi atau sebagian populasi yang mendengar tentang sanksi atau melihat beroperasinya sanksi akan memodifikasi perilakunya sesuai hal itu. Laporan Final Rancangan 7 mengenai konsekuensi-konsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-janji atau ancaman. Dalam pembentukan peraturan daerah sesuai pendapat Bagir Manan harus memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah : a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig); b. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan dengan materi muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud; c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan;8 d. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma dasar) bagi peraturan perundangundangan yang lebih rendah tingkatannya.9 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan bahwa penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, serta mewujudkan 8 9 Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 dan lihat pula Pasal 136 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bagir Manan, Op Cit, Hlm. 14-15 Laporan Final Rancangan 8 kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. RPJM 1 (2005-2009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 bahwa Menata Kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber hukum/ dasar hukum untuk pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, demikian juga peraturan daerah. Untuk itu landasan yuridisnya diantaranya : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Laporan Final Rancangan 9 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 10. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5059); Laporan Final Rancangan 10 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3733); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4767); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861); 21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 22. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Laporan Final Rancangan 11 atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyedia Infrastruktur; 23. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 05 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 Nomor 5); 24. Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 09); 25. Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Kalimantan Timur; 26. Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 17 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). 27. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pemberian dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861); 30. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; Laporan Final Rancangan 12 31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah. 33. RPJM 1 (2005-2009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 34. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Moda; 35. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal. 3. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundangundangan (termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Menurut Eugene Ehrlich mengemukakan, bahwa terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.10 . Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya 10 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum itu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, Hlm. 49-50 Laporan Final Rancangan 13 berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi. Sehubungan dengan hal itu, Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka mengemukakan landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum termasuk peraturan daerah yaitu : a. Teori kekuasaan (Machttbeorie), secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat; b. Teori pengakuan (Annerkennungstbeorie), kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.11 Berdasarkan landasan teoritis tersebut, maka pemberlakuan suatu peraturan daerah ditinjau dari aspek sosiologis, tentunya sangat ideal jika didasarkan pada penerimaan masyarakat pada tempat peraturan daerah itu berlaku, dan tidak didasarkan pada faktor teori kekuasaan yang menekankan pada aspek pemaksaan dari penguasa. Salah satu tujuan pembentukan pemerintah negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan ekonomi sangat penting bagi peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat Dalam garis besar, negara kesejahteraan merujuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Di Indonesia, konsep kesejahteraan12 merujuk pada konsep pembangunan kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga 11 12 Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hil Co, Jakarta, 1992, Hlm. 16 Di beberapa negara, konsep welfare state mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga Negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang kurang beruntung. Lihat Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5. Laporan Final Rancangan 14 yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia. Konsep kesejahteraan dalam konteks pembangunan nasional dapat didefinisikan sebagai segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah dunia usaha dan civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia dengan peningkatan ekonomi. Dengan didasarkan pada konsep Negara Kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi harus dilakukan melalui pembangunan ekonomi nasional yang sejalan dengan konstitusi negara yang telah mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip terwujudnya berlandaskan kedaulatan prinsip ekonomi demokrasi demokrasi yang mampu menciptakan Indonesia. tersebut Pembangunan merupakan ekonomi perwujudan yang ekonomi kerakyatan sebagaimana ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan normatif, filosofis sistem ekonomi kerakyatan Penanaman modal atau investasi merupakan pilar penting dalam pertumbuhan ekonomis suatu negara karena ekonomi negara yang hendak tumbuh berkelanjutan memerlukan modal terus-menerus. Dengan pendapatan per kapita yang rendah, Indonesia memupuk modal dengan kecepatan tinggi untuk mengejar ekonomi yang berpendapatan lebih tinggi. Demikian halnya dengan pedoman teknis pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal bertujuan untuk mewujudkan wilayah provinsi Kalimantan Timur yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan dengan memanfaatkan sumber daya berbasis bagi kehidupan dengan memanfaatkan sumber secara efisien serta berkelanjutan. B. Identifikasi Masalah Naskah Akademik merupakan rujukan dan sebagai dasar rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan kepada Laporan Final Rancangan 15 pemetaan kondisi perekonomian dan penanaman modal Provinsi Kalimantan Timur dapat diidentifikasi permasalahan bidang penanaman modal, yaitu : 1. Bagaimanakah bentuk dan kriteria percepatan penanaman modal ? 2. Jenis usaha apa saja yang mendapat pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 3. Bagaimanakah bentuk pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 4. Bagaimanakan kriteria pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 5. Bagaimanakah tata cara pengajuan insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 6. Bagaimanakan tata cara pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 7. Bagaimanakah dasar penilaian pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman modal ? 8. Bagaimanakan pengaturan pembinaan dan pengawasan? 9. Bagaimanakan sanksi adminuistrasi bagi penanam modal yang melanggar ketentuan ? C. Maksud dan Tujuan Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau penanam modal. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2008 Bab 1 pasal 1 ayat 5 dan 6, dijelaskan, pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal secara umum bertujuan untuk mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Laporan Final Rancangan 16 Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan yuridis tentang perlunya Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur. Gambaran yang tertulis diharapkan dapat menjadi panduan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Kalimantan Timur untuk mengkaji materi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur. Tujuan dibuatnya naskah akademik ini adalah: 1. Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur; 2. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur; 3. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya. 4. Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan pembanding antara peraturan perundang-undangan yang ada dalam merancang Raperda Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur. . Kegunaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur adalah : 1. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha lokal maupun asing di Provinsi Kalimantan Timur. 2. Terciptanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki secara optimal; Laporan Final Rancangan 17 3. Terkendalinya pembangunan di wilayah baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat; 4. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur; 5. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan. D. Metode Penulisan. Penulisan naskah akademik ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Data dan informasi diperoleh dari literatur, peraturan perundangundangan, hasil kajian, survey dan penelitian, dideskripsikan secara terstruktur dan sistematis. Selanjutnya akan dilakukan analisa dari data dan informasi yang disajikan. Analisa akan menyangkut isi dari data dan informasi yang disajikan serta keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada level yang sama maupun peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya. Data dan informasi yang diperoleh digolongkan dalam 2 jenis yaitu data primer dan data sekunder. Metode penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Yuridis Normatif atau Penelitian Hukum Doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari bahan bacaan bukan diperoleh langsung dari lapangan. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer ialah bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang membantu menganalisis bahan hukum primer. Bahan hukum tertier ialah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia. Metode yang digunakan pendekatan yuridis normatif terhadap Undang-undang tentang Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 serta undang-undang lainnya yang Laporan Final Rancangan 18 terkait dengan UU PM tersebut. Dengan menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal termasuk juga terhadap UU PMDN dan UU PMA yang telah digantikan, serta perundangan lainnya yang terkait dengan UU Penanaman Modal ini. Bahan hukum sekunder, berupa buku literatur, jurnal-jurnal, makalah dan hasil-hasil peneltian dibidang penanaman modal. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji semua bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta dokumentasi. Kajian secara mendalam dan komprehensif (harmonisasi) terhadap peraturan perundangan, dalam bidang investasi dan dokumen-dokumen lain sejauh masih dalam lingkup studi, akan dilakukan secara sistematis. Dengan melakukan kajian pustaka, telusur internet, jurnal-jurnal. Hasil penelusuran bahan hukum dianalisis dengan mendiskripsikan secara kualitatif dan dipaparkan sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti. Laporan Final Rancangan 19 BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA Dalam pembentukan Peraturan Daerah selain didasarkan pada Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan, juga didasarkan pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 137 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang meliputi asas: a. Kejelasan tujuan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai”. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.” c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan. “bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.” Laporan Final Rancangan 20 d. Dapat dilaksanakan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.” e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” f. Kejelasan rumusan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.” g. Keterbukaan. “bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.” Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai dengan j Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal telah ditentukan 10 (sepuluh) asas dalam penanaman modal atau investasi. Laporan Final Rancangan 21 Pertama, asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam penanaman modal Kedua, asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Ketiga, asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat, asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negaranadalah asas perlakukan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainya. Kelima, asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Keenam, asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Ketujuh, asas keberlanjutan adalah asas yang secara teren-cana mengupayakan berjalannya proses pem-bangunan melalui penanaman modal untuk menjamin Laporan Final Rancangan 22 kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. Kedelapan, asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Kesembilan, asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. Kesepuluh, asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Agreement on Trade Related Invesment Measures (TRIMs) juga telah menentukan sebuah asas, yaitu asas nondiskriminasi. Asas nondiskriminasi, yaitu asas di dalam penananaman modal tidak membedakan antara penanaman modal asing maupun dalam negeri mengingat penanaman modal itu sendiri bersifat state borderless (tidak mengenal batas negara). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa investasi yang ditanamkan oleh investor tidak dibedakan antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri. Laporan Final Rancangan 23 BAB III MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF A. Kajian/Analisis keterkaitan dengan Hukum Positif Kajian/Analisis keterkaitan dengan hukum positif dimaksudkan dalam rangka mengharmonisasikan dengan hukum positif yang telah ada, dalam raperda ini memuat hal-hal yang sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Penjelasan Umum diungkapkan bahwa : “….pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini juga memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari Indonesia”. Selain itu adanya PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Laporan Final Rancangan 24 Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah melalui bentuk matrik sebagai berikut : Laporan Final Rancangan 25 Peraturan Menteri No. Materi Raperda PP No. 45 Tahun 2008 Dalam Negeri No. 64 Tahun 2012 1. Maksud Pasal 2 : pemberian insentif dan Pasal 1 : Pemberian insentif Pasal 1 : Pemberian Kemudahan adalah dan Tujuan kemudahan adalah untuk menarik adalah dukungan dari pemerintah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah dan merangsang penanam modal daerah kepada penanam modal kepada untuk melakukan penanaman modal dalam mendorong peningkatan penanaman modal di di daerah dalam rangka menciptakan penanaman modal di daerah daerah Pasal 3 : Pasal 9 : rangka peningkatan penanam modal dalam rangka akses dan kemampuan ekonomi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah 2. Bentuk pemberian insentif : Pasal 13 (1) Pemberian insentif dapat (3) Pemberian insentif berbentuk : berbentuk : a. Penguranga, keringanan, atau e. Penguranga, pembebasan pajak daerah b. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan restrubusi daerah; c. Pemberian dana stimulant; dan atau keringanan, pembebasan pajak daerah f. Pengurangan, dukungan insentifl lainnya. kemudahan berbentuk : Laporan Final Rancangan keringanan, atau pembebasan pajak daerah; b.Pengurangan,keringanan, atau pembebasan restrubusi daerah; keringanan, atau pembebasan restrubusi g. Pemberian dana stimulant; dan atau dapat (1) Pemberian insentif dapat berbentuk : a.Penguranga, daerah; d. Pemberian bantuan modal dan (2) Pemberian atau dapat h. Pemberian bantuan modal. (4) Pemberian kemudahan dapat c.Pemberian dana stimulant; dan atau d.Pemberian bantuan modal. (2) Pemberian kemudahan dapat berbentuk : a. Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal; b. Penyediaan sarana dan prasarana; c. Penyediaan lahan atau lokasi; 26 Peraturan Menteri No. Materi Raperda PP No. 45 Tahun 2008 Dalam Negeri No. 64 Tahun 2012 a. Penyediaan data dan informasi penanaman potensial modal dan berbentuk : sektor f. Penyediaan peluang d. Pemberian bantuan teknis; dan atau data informasi kemitraan ; dan e. percepatan pemberian perizinan peluang penanaman modal; b. Penyediaan sarana dan g. Penyediaan prasarana; sarana dan lahan atau prasarana; c. Penyediaan lahan atau lokasi; h. Penyediaan d. Pemberian bantuan teknis; dan lokasi; atau i. Pemberian bantuan teknis; e. percepatan pemberian dan atau perizinan j. percepatan pemberian perizinan 3. Kriteria Pasal 15 : a. memberikan konstribusi peningkatan bagi Pasal 5: Pasal 19: a. memberikan konstribusi bagi a. memberikan konstribusi bagi peningkatan pendapatan peningkatan masyarakat; pendapatan masyarakat; b. menyerap tenaga kerja lokal; b. menyerap tenaga kerja lokal; b. menyerap tenaga kerja lokal; c. c. menggunakan sebagaian besar sumberdaya lokal; d. memberikan konstribusi Laporan Final Rancangan menggunakan sebagaian besar sumberdaya lokal; dalam pendapatan masyarakat; d. memberikan konstribusi bagi c. menggunakan sebagaian besar sumberdaya lokal; d. memberikan konstribusi bagi peningkatan pelayanan publik; 27 Peraturan Menteri No. Materi Raperda PP No. 45 Tahun 2008 Dalam Negeri No. 64 Tahun 2012 peningkatan Produk Domestik Bruto; peningkatan pelayanan publik; e. memberikan konstribusi dalam e. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; f. melakukan alih teknoogi; f. g. melakukan industri pionir h. berada di lokasi pinggiran atau yang terperosok jauh dari pusat industri yang barang modal peralatan yang , mesin atau diproduksi di peningkatan Produk Domestik Bruto; f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; Bruto; g. termasuk skala prioritas tinggi; berwawasan lingkungan dan h. termasuk pembangunan infrastruktur; berkelanjutan; i. melakukan alih teknoogi; j. melakukan industry pionir h. termasuk k. berada pembangunan melakukan alih teknoogi; j. melakukan industry pionir k. berada di daerah terpencil, terpencil, kegiatan m. bermitra dengan usaha kegiatan kecil, , mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. m. bermitra dengan usaha mikro, , atau koperasi atau; n. industry yang menggunakan Laporan Final Rancangan mikro, menengah , atau koperasi atau; inovasi; menengah penelitian, n. industry yang menggunakan barang modal penelitian, pengembangan dan kecil, daerah pengembangan dan inovasi; perbatasan; melaksanakan daerah l. melaksanakan daerah tertinggal, atau daerah l. di tertinggal, atau daerah perbatasan; i. dalam negeri. dalam peningkatan Produk Domestik infrastruktur; menggunakan konstribusi g. termasuk skala prioritas tinggi; pemerintahan atau; i. e. memberikan 28 Peraturan Menteri No. Materi Raperda PP No. 45 Tahun 2008 Dalam Negeri No. 64 Tahun 2012 barang modal , mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. 4. Ketentuan Pasal 17 : tata cara pemberian Pasal 8 : Pasal 4 : memuat insentif dan pemberian kemudahan a. tata cara pemberian insentif a. tata Pasal 15 :kriteria pemberian insentif dan kemudahan dan pemberian kemudahan; b. kriteria pemberian insentif dan Pasal 19 : dasar penilaian pemberian insentif dan kemudahan Pasal 20 : jenis usaha atau kegiatan pemberian kemudahan; d. jenis usaha atau Pasal 13 : Bentuk pemberian insentif insentif dan kemudahan; e. bentuk pembinaan b. kriteria pemberian insentif dan kemudahan; dan modal pengawasan kemudahan; memperoleh insentif dan kemudahan; e. bentuk insentif dan kemudahan yang dapat insentif dan yang dapat kemudahan c. dasar penilaian insentif dan pemberian modal yang diprioritaskan memperoleh diprioritaskan : pemberian kemudahan; yang dan kemudahan 29 diberikan; dan f. pengaturan pembinaan dan pengawasan. diberikan; dan f. pengaturan pembinaan dan pengawasan. Laporan Final Rancangan dan d. jenis usaha atau kegiatan penanaman penanaman Pasal insentif kegiatan insentif dan kemudahan pemberian kemudahan; c. dasar penilaian insentif dan yang diprioritaskan memperoleh cara 29 B. Materi Muatan Perda 1. Ketentuan Umum Memuat mengenai batasan pengertian/definisi beserta alternatifnya, singkatan atau akronim yang digunakan dalam Perda ini diantaranya : 1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Timur. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Timur. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur. 5. 6. Pajak Daerah iuran wajib yang dilakukan oleh perseorangan atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa akan pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan perseorangan atau badan. 7. Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. 8. Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. 9. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang dalam bidang penanaman modal dan mendapat pendelegasian wewenang dari Gubernur. 10. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun melakukan penanam modal asing untuk usaha di Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan peraturan Laporan Final Rancangan 30 perundang-undangan. 11. Penanaman modal dalam negeri yang selanjutnya disingkat PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di Daerah yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing yang selanjutnya disingkat PMA adalah menanam modal untuk melakukan kegiatan usaha di Daerah yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 12. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 13. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 14. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari 15. Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha Laporan Final Rancangan 31 patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi diIndonesia. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. 16. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguhdan mandiri. 17. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah Daerah melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar penanam modal memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluasluasnya. 18. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuandan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 19. Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah laporan berkala yang disampaikan oleh perusahaan mengenai perkembangan pelaksanaan penanaman modalnya dalam bentuk tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1 20. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang Laporan Final Rancangan 32 dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDPPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi. 22. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerahn dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai 23. dengan kebutuhan masingmasing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintahkabupaten/kota. 2. Ketentuan Asas dan Tujuan Ketentuan asas dalam Perda ini (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II) adalah : a. kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam penanaman modal. b. keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Laporan Final Rancangan 33 c. akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negaranadalah asas perlakukan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainya. e. kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. f. efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. g. keberlanjutan adalah asas yang secara teren-cana mengupayakan berjalannya proses pem-bangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. h. berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Laporan Final Rancangan 34 i. kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Di Indonesia, konsep kesejahteraan13 merujuk pada konsep pembangunan kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia. Konsep kesejahteraan dalam konteks pembangunan nasional dapat didefinisikan sebagai segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah dunia usaha dan civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia dengan peningkatan ekonomi Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan bahwa penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. RPJM 1 (20052009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 bahwa Menata 13 Di beberapa negara, konsep welfare state mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga Negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang kurang beruntung. Lihat Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5. Laporan Final Rancangan 35 Kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Dengan demikian tujuan pembentukan Perda ini untuk menarik dan merangsang penanam modal untuk melakukan penanaman modal di daerah dalam rangka menciptakan akses dan kemampuan ekonomi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. 3. Materi Pengaturan Materi muatan Perda dengan sistematika : BAB I KETENTUAN UMUM Berisikan pengertian-pengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan daerah ini (sebagaimana yang telah dielaborasi pada Bab III.B. Materi Muatan Perda 1. Ketentuan Umum). BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan pemberian insentif dan kemudahan adalah untuk menarik dan merangsang penanam modal untuk melakukan penanaman modal di daerah dalam rangka menciptakan akses dan kemampuan ekonomi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II dan Bab III.B. Materi muatan Perda 2.Ketentuan Azas dan Tujuan) BAB III AZAS DAN SASARAN PENANAMAN MODAL Azas Penanaman modal (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II dan Bab III.B. Materi muatan Perda 2.Ketentuan Azas dan Tujuan) Pasal 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah : Laporan Final Rancangan 36 (1) Pemerintah daerah memberikan insentif danlatau kemudahan penanaman modal sesuai dengan kewenangan,kondisi, dan kemampuan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Pemerintah daerah menjamin kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi penanam modal yang menanamkan modal di daerahnya Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia”. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal bahwa : 1. Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti: penelitian dan pengembangan, dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut, diantaranya pertanian, kehutanan, perindustrian, perhubungan, komunikasi dan industry, kebudayaan dan pariwisata. 2. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.Daftar bidang usaha terbuka diantaranya : 1, Bidang Pertanian / Agriculture 2. Bidang Kehutanan / Forestry 3. Bidang Kelautan dan Perikanan / Marine Affairs and Fisheries 4. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral / Energy and Mineral Resources Laporan Final Rancangan 37 5. Bidang Perindustrian / Industry 6. Bidang Pertahanan / Defense 7. Bidang Pekerjaan Umum / Public Works 8. Bidang Perdagangan / Trade 9. Bidang Kebudayaan dan Pariwisata / Culture and Tourism 10. Bidang Perhubungan / Transportation 11. Bidang Komunikasi dan Informatika / Communications and Informatics 12. Bidang Keuangan / Finance 13. Bidang Perbankan / Banking 14. Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi / Manpower and Transmigration 15. Bidang Pendidikan / Education 16. Bidang Kesehatan / Health 17. Bidang Keamanan / Security Dengan demikian sasaran penanaman modal dalam Perda ini adalah a. sektor lingkungan hidup b. sektor pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia c. sektor ilmu pengetahuan, teknologi dan riset d. sektor kesehatan e. sektor pariwisata f. sektor industri g. sektor perdagangan dan jasa penunjang h. sektor pertambangan, energi dan sumber daya alam; i. sektor perumahan dan pemukiman; dan j. sektor perhubungan, telekomunikasi dan jasa informasi. k. Sektor lainnya yang bukan merupakan bidang usaha tertutup bagi penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan Final Rancangan 38 BAB IV PELAYANAN PENANAMAN MODAL Dalam upaya mempermudah pengusaha untuk menanamkan modalnya di Provinsi Kamilantan Timur perlu adanya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu . Pembenahan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut akan menghilangkan biaya ekonomi tinggi dan akan memudahkan pihak yang diberi wewenang dan para pihak yang mendapat izin. Dengan adanya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut pengawasan akan lebih mudah, menarik minat investor serta memberi dampak positif, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimanta Timur. Sesuai. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 Pelayanan Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; Pasal 1 angka 5 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal bahwa “Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non-perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat” Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal bahwa “Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk rnelakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009, Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal “Non-perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan”. Laporan Final Rancangan 39 Pendelegasian wewenang Pasal 1 angka 9 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 Pelayanan Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; Pasal 1 angka 44 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal Adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang, oleh: a. Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; b. Gubernur kepada Kepala PDPPM; c. Bupati/Walikota kepada KepaIa PDKPM, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas. BAB V KRITERIA DAN BENTUK PERCEPATAN PENANAMAN MODAL Percepatan pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional (UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Dalam penjelasan umum UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diungkapkan bahwa Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara Laporan Final Rancangan 40 dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Master Plan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 disebutkan bahwa Indonesia mampu mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya. Perbaikan iklim investasi menjadi salah satu agenda utama dalam MP3EI. Untuk itu, dalam jangka pendek akan dilakukan sejumlah perbaikan iklim investasi melalui debottlenecking, regulasi, pemberian insentif maupun percepatan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi. Kebutuhan infrastruktur untuk mendukung penguatan konektivitas yang diperlukan bagi pengembangan masing-masing sektor dan juga diidentifikasi kebutuhan pengembangan SDM dan penguatan inovasi yang dibutuhkan bagi peningkatan daya saing sektor terkait (SBY, Mei 2011:9). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penopang utama perekonomian Kalimantan adalah sektor migas dan pertambangan yang berkontribusi sekitar 50 persen dari total PDRB Kalimantan.. Upaya lainnya yang dapat dilakukan terkait dengan pengembangan Laporan Final Rancangan 41 kegiatan ekonomi utama migas di Kalimantan ialah peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan logistik migas (hal.97). Berdasarkan pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan 10 (sepuluh) asas. Selain itu dalam upaya mendorong percepatan penanaman modal maka perlu mendapat fasilitas bagi para penanaman modal baik penanam modal dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu berdasarkan pasal 18 ayat 3 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman baik untuk perluasan usaha atau penanaman modal baru adalah sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini: a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi; e. melakukan industri pionir; f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu; g. menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri BAB VI MEKANISME PERCEPATAN PENANAMAN MODAL Pasal 14 ayat b UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya. Pasal 9-10 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa Pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanamannmodal kepada penanam modal ditetapkan dengan Laporan Final Rancangan 42 Keputusan Kepala Daerah, sekurang-kurangnya memuat nama dan alamat badan usaha penanam modal, jenis usaha atau kegiatan penanaman modal, bentuk, jangka waktu, serta hak dan kewajiban penerima insentif dan/atau kemudahan penanaman modal.Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dimuat dalam Berita Daerah, di mana ketentuan muatan bagi penanam modal mengacu pada UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. BAB VII INSENTIF DAN KEMUDAHAN Pasal 1 ayat 1 dan 2 PP No., 45 tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten kota. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 1 ayat 13 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa “Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. Untuk itu dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pengembangan penanaman modal, Gubernur dapat memberikan insentif dan kemudahan kepada calon penanam modal. Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/ atau kemudahan kepada masyarakat dan/ atau penanam modal. Pasal 1 ayat 5 dan 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan bahwa : Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Laporan Final Rancangan 43 Pasal 2 dan penjelasan PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan bahwa Pemberian insentif dan pemberian kemudahan dilakukan berdasarkan prinsip: a. kepastian hukum adalah asas yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemerintah daerah dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal; b. kesetaraan adalah perlakuan yang sama terhadap penanam modal tanpa memihak dan menguntungkan satu golongan, kelompok, atau skala usaha tertentu; c. transparansi adalah keterbukaan informasi dalam pemberian insentif dan kemudahan kepada penanam modal dan masyarakat luas; d. akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban atas pemberian insentif dan/atau pemberian kemudahan penanaman modal ; dan e. efektif dan efisien adalah pertimbangan yang rasional dan ekonomis serta jaminan yang berdampak pada peningkatan produktivitas serta pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/ atau kemudahan kepada masyarakat dan/ atau penanam modal. Pasal 1 ayat 5 dan 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan bahwa : Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Laporan Final Rancangan 44 Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah Dalam MP3EI 2011-2025 dikemukakan Fasilitasi dan katalisasi akan diberikan oleh pemerintah melalui penyediaan infrastruktur maupun pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Pelaksanaan MP3EI dilakukan untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu: (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi(hal.10) Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru (hal.21) Jenis insentif mencakup : INSENTIF FISKAL Insentif Fiskal adalah adalah kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah/Negara dalam rangka mengundang investasi, antara lain berupa: PPh, PPN dan PPnBM, PBB, dan bea masuk atas impor dengan tarif yang lebih rendah atau diberikan fasilitas pembebasan. Adapun insentif fiskal diantaranya : Laporan Final Rancangan 45 1. Tax Holiday Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, PMK No. 130/PMK.011/2011 yang dikeluarkan pada 15 Agustus tahun 2011. Lima sektor prioritas: logam dasar, kilang minyak bumi dan / atau bahan kimia organik dasar berasal dari minyak bumi dan gas alam, mesin industri, industri sumber daya terbarukan, dan industri peralatan telekomunikasi. Minimum investasi Rp. 1 triliun, berbentuk badan hukum Indonesia yang telah ditetapkan setidaknya 12 bulan sebelum PMK Tax Holiday dikeluarkan, dan harus deposit minimal 10% dari investasi di perbankan Indonesia. Fasilitas yang diberikan: • Pembebasan pajak 5 - 10 tahun setelah perusahaan /proyek mulai produksi komersial (100 realisasi% & memiliki IUT). • Setelah periode ini, wajib pajak dapat diberikan pengurangan PPh 50% dari PPh terutang selama 2 tahun setelah masa bebas pajak (tarif PPh 12,5% selama 2 tahun). 2. Tax Allowences Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Fasilitas yang diberikan: • Pengurangan pendapatan bersih 30% dari total investasi, dibebankan dalam 6 tahun dengan masing-masing 5% per tahun. • Pembebanan biaya penyusutan dan amortisasi yang dipercepat (bangunan dan non-bangunan) • Kompensasi kerugian diperpanjang dari 5 tahun menjadi paling lama 10 tahun. 3. Fasilitas Impor Mesin, Barang Modal dan Bahan Laporan Final Rancangan 46 Pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 Diberikan kepada industri yang menghasilkan barang dan industri yang menghasilkan jasa. Pembebasan bea masuk diberikan sepanjang mesin, barang dan bahan tersebut : a. Belum diproduksi di dalam negeri; b. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau c. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri Daftar Industri Jasa yang mendapat Fasilitas Pembebasan Bea Masuk: 1. Pariwisata dan Kebudayaan 2. Transportasi/Perhubungan (untuk Jasa Transportasi Publik) 3. Pelayanan Kesehatan Publik 4. Pertambangan 5. Konstruksi 6. Industri Telekomunikasi 7. Kepelabuhan 4. Pengurangan Tarif PPh Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2007. Pengurangan tarif pajak penghasilan 5% dari tingkat tertinggi (dari 25% 20%) apabila jumlah kepemilikan saham publiknya 40% (empat puluh persen) atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak. 5. Insentif Lainnya Berbagai insentif investasi atau fasilitas yang akan disediakan oleh pemerintah daerah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun Laporan Final Rancangan 47 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah. Pemberian insentif dapat berbentuk: a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; c. pemberian dana stimulan; dan/atau d. pemberian bantuan modal. Pemberian kemudahan dapat berbentuk: a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal; b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyediaan lahan atau lokasi; d. pemberian bantuan teknis; dan/atau e. percepatan pemberian perizinan INSENTIF NON FISKAL Insentif Non-Fiskal adalah kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah/Negara dalam rangka mengundang investasi, antara lain dalam bentuk: jaminan keamanan dalam berusaha, penghapusan perda yang dapat menciptakan high cost economy dan tekanan-tekanan sosial politik dan kemudahan pelayanan perizinan. Adapun insentif non fiskal diantarnya : 1. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 2. Sistem Pelayanan Informasi Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) Bentuk pemberian insentif dan kemudahan berdasarkan Pasal 3 UU NO. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah dan Pasal 9 -17 Permen No 64 Tahun 2012 Tentang Pedoman pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah adalah : 1. Pemberian insentif dapat berbentuk: Laporan Final Rancangan 48 a. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah adalah Pengurangan Pajak Terutang, keringanan atau pembebasan pajak daerah sesuai kemampuan keuangan dan kebijakan daerah, diantaranya: 1). Pajak Provinsi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) meliputi : a) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) b) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) c) Pajak Air Permukaan d) Pajak Rokok 2). Pajak Kabupaten/Kota , meliputi : a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g) Pajak Parkir h) Pajak Air Tanah i) Pajak Sarang Burung Walet j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) b. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah adalah pemberian insentif investasi baik berupa keringanan, pengurangan dan pembebasan disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan kebijakan daerah diantaranya : 1). Retribusi Jasa Umum meliputi : a) Retribusi Pelayanan Kesehatan; b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c) Retribusi Pengganti Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil; Laporan Final Rancangan 49 d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f) Retribusi Pelayanan Pasar; g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. 2). Retribusi Jasa Usaha meliputi : a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c) Retribusi Tempat Pelelangan; d) Retribusi Terminal; e) Retribusi Tempat Khusus Parkir; f) Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa; g) Retribusi Rumah Potong Hewan; h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; j) Retribusi Penyeberangan di Air; dan k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3). Retribusi Perizinan Tertentu meliputi : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c) Retribusi Izin Gangguan (HO); d) Retribusi Izin Trayek; dan e) Retribusi Izin Usaha Perikanan. Laporan Final Rancangan 50 c. Pemberian dana stimulan dimaksud untuk perkuatan modal dalam keberlangsungan dan pengembangan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi. Ditujukan kepada pelaku usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi ; dan/atau d. Pemberian bantuan modal dapat berupa penyertaan modal dan aset. Pemberian bantuan modal sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 2. Pemberian kemudahan dapat berbentuk: a. Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal berupa pemerintah daerah memberikan kemudahan akses dalam memperoleh data dan informasi melalui sarana dan prasarana sesuai kemampuan daerah. Peluang penanaman modal sebagaimana dimaksud antara lain: 1) peta potensi ekonomi daerah; 2) rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten/kota; dan 3) rencana strategis dan skala prioritas daerah. b. Penyediaan sarana dan prasarana Pemberian Kemudahan dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud, antara lain: 1) jaringan listrik; 2) jalan; 3) transportasi; 4) jaringan telekomunikasi; dan 5) jaringan air bersih c. Penyediaan lahan atau lokasi Pemberian Kemudahan dalam bentuk penyediaan lahan atau lokasi sebagaimana dimaksud diarahkan kepada: 1) kawasan yang menjadi prioritas pengembangan ekonomi daerah; dan 2) sesuai dengan peruntukannya. Laporan Final Rancangan 51 d. Pemberian bantuan teknis berupa Pemberian Kemudahan kepada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi dalam bentuk penyediaan bantuan teknis sebagaimana berupa bimbingan teknis, pelatihan, tenaga ahli, kajian dan/atau studi kelayakan. e. Percepatan pemberian perizinan Bentuk percepatan pemberian perijinan dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP dilakukan untuk mempersingkat waktu, dengan biaya yang murah, prosedur secara tepat dan cepat, didukung sistem informasi online. Selain itu pada Pasal 4 dan 5 UU NO. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa pemberian kemudahan penanaman modal dalam bentuk percepatan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud di atas diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian insentif dan pemberian kemudahan diberikan kepada penanam modal yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria. Pasal 19-33 Permen No. 64 Tahun 2012 Tentang Pedoman pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa kriteria pemberian insentif sebagai berikut: a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat berlaku bagi badan usaha atau penanam modal yang menimbulkan dampak pengganda di daerah; b. menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan perbandingan antara jumlah tenaga kerja lokal dengan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan; c. menggunakan sebagian besar sumberdaya lokal merupakan perbandingan antara bahan baku lokal dan bahan baku yang diambil dari luar daerah yang digunakan dalam kegiatan usaha; Laporan Final Rancangan 52 d. memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan pelaksanaan dari tanggung jawab sosial perusahaan publik merupakan dalam penyediaan pelayanan publik; e. memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto diberlakukan kepada penanam modal yang kegiatan usahanya mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal; f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan berlaku bagi penanam modal yang memiliki dokumen analisis dampak lingkungan. Kriteria sebagaimana dimaksud menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan dan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam serta taat pada rencana tata ruang wilayah; g. termasuk skala prioritas tinggi diberlakukan kepada penanam modal yang usahanya berada dan/atau sesuai dengan : a. Rencana Tata Ruang Wilayah; b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; dan d. Kawasan Strategis Cepat Tumbuh; h. termasuk pembangunan infrastruktur berlaku bagi penanam modal yang kegiatan usahanya mendukung pemerintah daerah dalam penyediaan infrastruktur atau sarana prasarana yang dibutuhkan; i. melakukan alih teknologi diberlakukan kepada penanam modal yang kegiatan usahanya memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dan masyarakat dalam menerapkan teknologi dimaksud; j. melakukan industri pionir berlaku bagi penanam modal yang membuka jenis usaha baru dengan: a. keterkaitan kegiatan usaha yang luas; b. memberi nilai tambah dan memperhitungkan eksternalitas yang tinggi; c. memperkenalkan teknologi baru; dan d. memiliki nilai strategis dalam mendukung pengembangan produk unggulan daerah. Laporan Final Rancangan 53 k. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, atau daerah perbatasan berlaku bagi penanam modal yang bersedia dan mampu mengembangkan kegiatan usahanya di daerah. Kriteria sebagaimana dimaksud) merupakan daerah yang aksesibilitasnya sangat terbatas, serta ketersediaan sarana dan prasarananya rendah. l. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi berlaku bagi penanam modal yang kegiatan usahanya bergerak di bidang penelitian dan pengembangan, inovasi teknologi dalam mengelola potensi daerah; m. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi berlaku bagi penanam modal yang kegiatan usahanya melakukan kemitraan dengan pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, atau; n. industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang diproduksi di dalam negeriberlaku bagi penanam modal yang menggunakan mesin atau peralatan dengan kandungan lokal dan diproduksi di dalam negeri. BAB VIII TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN Berikut ini UU dan Peraturan Pemerintah berkaitan pemberikan kemudahan penanaman modal melalaui pelayan terpadu satu pintu Pasal 4 PP 45 Tahun 2008 Pemberian kemudahan penanaman tentang Pedoman Pemberian percepatan pemberian Insentif dan Pemberian pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan Kemudahan Penanaman Modal perundang-undangan perizinan modal dalam diselenggarakan bentuk melalui Di Daerah Peraturan Presiden Pasal 3 PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Nomor 27 Tahun 2009 tentang Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan di Bidang Penanaman Modal informasi bertujuan untuk mengenai membantu Penanaman di bidang Penanaman Penanam Modal, Modal dengan dalam cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan Laporan Final Rancangan 54 Pasal 4 ayat 2 (a) Peraturan pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 oleh PPTSP(Penyelengaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pasal 9 UU 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa “Pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal kepada penanam modal ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah” .Hal ini menunjukkan bahwa penanam modal dan/atau penanggung jawab perusahaan mengajukan permohonan kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. Sehingga Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk memberikan jawaban keputusan apakan penanam modal tersebut akan diputuskan mendapat insentif dan atau kemudahan secara tertulis. Dalam pasal 5 diungkapkan tata cara Pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: “Penanam modal yang ingin mendapatkan insentif dan kemudahan harus mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah. Pengajuan usulan memuat : 1. lingkup usaha; 2. kinerja manajemen; dan 3. perkembangan usaha. Khusus untuk usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi usulan cukup dengan menyampaikan kebutuhan insentif dan kemudahan. Berdasarkan Pasal 8 UU 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah dan Pasal 4 Permen No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa ketentuan pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal memuat : Laporan Final Rancangan 55 a. tata cara pemberian insentif dan pemberian kemudahan; b. kriteria pemberian insentif dan pemberian kemudahan; c. dasar penilaian pemberian insentif dan pemberian kemudahan; d. jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan memperoleh insentif dan kemudahan; e. bentuk insentif dan kemudahan yang dapat diberikan; dan f. pengaturan pembinaan dan pengawasan BAB IX DASAR PENILAIAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN Penilaian pemberian insentif dan kemudahan mengacu pada Pasal 35 Permen No. 64 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah sebagai berikut : (LIhat di lampiran) BAB X JENIS USAHA ATAU KEGIATAN YANG MEMPEROLEH INSENTIF DAN KEMUDAHAN Dalam Pasal 12-13 UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sebagai berikut : Pasal 12 (1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. (2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang. (3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. (4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan Laporan Final Rancangan 56 persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. (5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. Pasal 13 (1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yangdicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. (2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. (2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. (3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Laporan Final Rancangan 57 Pasal 36 Permen No. 64 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwanJenis atau bidang usaha yang dapat memperoleh insentif dan kemudahan antara lain: a. usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; b. usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan; c. usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya; d. usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu; dan e. usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. BAB XI PERAN PEMERINTAH DAERAH MP3EI 2011-2025 : Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna (hal.21) Pasal 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah (1) Pemerintah daerah memberikan insentif danlatau kemudahan penanaman modal sesuai dengan kewenangan,kondisi, dan kemampuan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Pemerintah daerah menjamin kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi penanam modal yang menanamkan modal di daerahnya Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal : Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk: a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan b. mempercepat peningkatan penanaman modal. BAB XII KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PERCEPATAN PENANAMAN MODAL Laporan Final Rancangan 58 Dalam upaya percepatan penanaman modal melalui system Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) maka perlu adanya koordinasi antara perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah provinsi dan kabupaen/kota. Selain itu perlu juga adanya pengendalian dalam upaya memberikan kepuasan bagi para penanam modal. Koordinasi dan Pengendalian mengacu pada Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai berikut : Pasal 31 Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan Penanaman Modal di PTSP, BKPM melaksanakan koordinasi dengan Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM. Pasal 32 (1)PDPPM dan PDKPM merupakan perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. (2) Fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas fungsi Pasal 31-32 Perutaran Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dan fungsi lain sebagai berikut: a. melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang Penanaman Modal di daerah; b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan Penanaman Modal di daerah; c. memberikan insentif daerah dan/atau kemudahan Penanaman Modal di daerah; d. membuat peta Penanaman Modal daerah; e. mengembangkan peluang dan potensi Penanaman Modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha; e. mempromosikan Penanaman Modal daerah; g. mengembangkan sektor usaha Penanaman Modal daerah melalui pembinaan Penanaman Modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluasluasnya dalam lingkup Laporan Final Rancangan 59 penyelenggaraan Penanaman Modal; dan h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi Penanam Modal dalam menjalankan kegiatan Penanaman Modal di daerah. (3) Pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja PDPPM dan PDKPM sebagai perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 11 (1) Penerima insentif dan penerima kemudahan penanaman modal menyampaikan laporan kepada kepala daerah paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat laporan penggunaan insentif danlatau kemudahan, pengelolaan usaha, dan rencana kegiatan usaha. Pasal 12 ( 1) Bupati/ walikota menyampaikan laporan kepada Gubernur mengenai perkembangan pemberian insentif danlatau pemberian kemudahan Pasal 11-14 PP no. 45 penanaman modal di daerahnya secara berkala setiap 1 (satu) tahun Tahun 2008 tentang sekali. Pedoman Pemberian (2) Gubernur menyampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri Insentif dan Pemberian mengenai perkembangan pemberian insentif dan/atau pemberian Kemudahan kemudahan penanaman modal di daerahnya secara berkala setiap 1 Penanaman Modal Di (satu) tahun sekali. Daerah Pasal 13 (1) Kepala daerah melakukan evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal yang memperoleh insentif danlatau kemudahan. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dilakukan 1 (satu) tahun sekali. Pasal 14 Pemberian insentif dan/atau pemberian kemudahan dapat ditinjau kembali apabila berdasarkan hasil evaluasi penanaman modal tidak lagi memenuhi kriteria atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan Pasal 38-40 Permen Laporan Final Rancangan Pasal 38 60 No. 64 Tahun 2012 (1) Penanam modal yang menerima insentif dan kemudahan penanaman tentang Pedoman modal menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah melalui Pemberian Insentif dan Sekretaris Daerah paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. Pemberian (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: Kemudahan a. laporan penggunaan insentif dan/atau kemudahan; Penanaman Modal Di b. pengelolaan usaha; dan Daerah c. rencana kegiatan usaha. (3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 39 (1) Gubernur menyampaikan laporan perkembangan pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerahnya kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali. (2) Bupati/Walikota menyampaikan laporan perkembangan pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerahnya kepada gubernur secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali. Pasal 40 (1) Kepala Daerah melakukan evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal yang memperoleh insentif dan kemudahan. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) tahun sekali. BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerah untuk Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Untuk itu perlu adanya Tim Pembina dan Pengawas.Berdasarkan Pasal 41-42 Permen No. 64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan bahwa : Pasal 41 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian Laporan Final Rancangan 61 kemudahan penanaman modal di daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerah untuk Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pasal 42 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan atas pemanfaatan pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh aparat pengawasan intern di lingkungan Pemerintahan Daerah 4. Ketentuan Sanksi Rancangan peraturan daerah ini memuat ketentuan pidana yang tidak boleh melebihi undang-undang. Berikut ini ketentuan sanksi menurut Pasal 32-34 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai berikut : Pasal 32 (1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. Laporan Final Rancangan 62 (4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Pasal 33 (1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. (2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. (3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan. Pasal 34 (1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Laporan Final Rancangan 63 (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan 5. Ketentuan Peralihan Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. Serta hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Hal ini sesuai Pasal 15 PP No. 45 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pasal 4345 Permen No. 64 Tahun 2012 sebagai berikut : Pasal 15 PP No. 45 Pasal 15 Tahun 2008 tentang Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: Pedoman Pemberian 1. Perda yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini Insentif dan Pemberian wajib disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahunnsejak Peraturan Kemudahan Penanaman Pemerintah ini diundangkan. Modal Di Daerah 2. Pemberian insentif yang diberikan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu pemberian insentif tersebut berakhir. 3. Permohonan insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal yang sedang diproses, diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 43 Permen No. 64 Tahun Pedoman 2012 tentang Pemberian Insentif dan Pemberian Laporan Final Rancangan Pasal 43 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Pemberian insentif yang diberikan sebelum Peraturan Menteri ini 64 Kemudahan Penanaman berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu Modal Di Daerah pemberian insentif tersebut berakhir; dan b. Permohonan pemberian insentif penanaman modal yang sedang dan pemberian kemudahan dalam proses dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini. 6. Ketentuan Penutup. Peraturan Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal ini dinyatakan berlaku sejak tanggal bulan dan tahun ditetapkannya serta tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Laporan Final Rancangan 65 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Bentuk dan kriteria percepatan penananaman modal adalah memberikan berbagai bentuk pelayanan percepatan penanaman modal diantaranya dalam bentuk dukungan infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan penanaman modal, akses informasi yang memadai, dan dukungan sumber daya yang mempercepat realisasi penanaman modal yang diberikan kepada PMDN dam PMA yang memenuhi asas dan sasaran penanaman modal juga idberikan kepada calon penanam modal yang memenuhi persyaratan membangun kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi . 2. Jenis usaha yang mendapat pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal adalah usaha mikro, kecil dan koperasi; usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan; usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modal; usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 3. Bentuk pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal adalah : (1) Pemberian insentif dapat berbentuk: a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; c. pemberian dana stimulan; dan/atau d. pemberian bantuan modal dan dukungan insentif lainnya. (2) Pemberian kemudahan dapat berbentuk: a. penyediaan data dan informasi penanaman modal sektor potensial dan peluang kemitraan; b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyediaan lahan atau lokasi; Laporan Final Rancangan 66 d. pemberian bantuan teknis; dan/atau e. percepatan pemberian perizinan 4. Tata cara pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal adalah mengajukan permohonan yang mencakup lingkup usaha, kinerja manajemen dan perkembangan usaha kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk serta memenuhi jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan memperoleh insentif kemudahan penanaman modal dan kriteria pemberian insentif dan atau kemudahan. 5. Dasar penilaian pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal adalah paling sedikit memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; b. menyerap banyak tenaga kerja lokal; c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal; d. memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto; e. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; f. melakukan alih teknologi; g. melakukan industri pionir; h. berada di lokasi pinggiran atau yang terpelosok jauh dari pusat pemerintahan; atau i. industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Dimana, Skala Penentuan Prioritas Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal : a. Skor nilai antara 14 sampai 23 = Prioritas Rendah b. Skor nilai antara 24 sampai 33 = Priotitas Sedang c. Skor nilai antara 34 sampai 42 = Prioritas Tinggi 6. Pengaturan dan pembinaan pengawasan dilakukan oleh Tim Pembina dan Pengawas yang dibentuk oleh Gubernur Laporan Final Rancangan 67 7. Setiap penanam modal yang melanggar ketentuan yang berlaku dikenakan sanksi administrasi berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;atau d. pencabutan izin usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Bentuk pengaturan Sistematisasi materi muatan Perda Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah adalah BAB I KETENTUAN UMUM BAB II MAKSUD DAN TUJUAN BAB III ASAS DAN SASARAN PENANAMAN MODAL BAB IV PELAYANAN PENANAMAN MODAL BAB V KRITERIA DAN BENTUK PERCEPATAN PENANAMAN MODAL BAB VI MEKANISME PERCEPATAN PENANAMAN MODAL BAB VII INSENTIF DAN KEMUDAHAN BAB VIII TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN BAB IX DASAR PENILAIAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN BAB X JENIS USAHA ATAU KEGIATAN YANG MEMPEROLEH INSENTIF DAN KEMUDAHAN BAB XI PERAN PEMERINTAH DAERAH BAB XII KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PERCEPATAN PENANAMAN MODAL BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI BAB XV KETENTUAN PERALIHAN BAB XVI KETENTUAN PENUTUP B. Rekomendasi 1. Pada Bab V Kriteria dan Bentuk Percepatan Penanaman Modal sebaiknya bentuknya dulu baru ditentukan kriterianya Laporan Final Rancangan 68 2. Bab X Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Memperoleh Insentif dan Kemudahan sebaiknya masuk di Bab VII Insentif dan Kemudahan, karena pada Bab tersebut membahas semua berkaitan insentif dan kemudahan dari prinsip, bentuk , kriteria . 3. Undang-Undang, Peraturan yang belaku ditambah yang berkaitan penanaman modal, insentif dan kemudahan, pelayanan terpadu satu pintu, UMKM, RPJP. . Laporan Final Rancangan 69 DAFTAR PUSTAKA Buku A Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI Jakarta, 25 April 1992, hlm. 8 Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hil Co, Jakarta, 1992, Hlm. 16 Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Otonomi di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5. Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23 H. Rojidi Ranggawijaya, Pengatar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998, Hlm. 43 Jimly Asshiddiqie, Islam dan Keadilan Rakyat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995 dan lihat juga Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, BIP Kelompok Gramedia, Jakarta, Hlm. 143 Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A Social Science Perspective, Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95 Laporan Final Rancangan 70 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum itu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, Hlm. 49-50 W.R. Wade, Administrative Law, Third Edition (Oxford: Clarendon Press, 1971), hlm. 6 Laporan Final Rancangan 71