naskah akademis pemberian insentif dan

advertisement
NASKAH AKADEMIS
PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN
PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Laporan Final Rancangan
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas keseluruhan kurang
lebih 7,7, km2. Wilayah Indonesia yang demikian luasnya, tentunya menyimpan
potensi kekayaan alam yang sangat besar, baik di darat maupun di laut. Potensi
kekayaan alam tersebut untuk memanfaatkan berbagai kegiatan pembangunan yang
dapat mensejahterakan masyarakat, misalnya pertumbuhan dan perkembangan
industri perikanan, perhubungan laut, pertambangan, pertanian, energi, pariwisata
dan sebagainya..
Indonesia merupakan negara yang sedang membangun..Pada umumnya
persoalan yang utama dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia
dalam pembangunan ekonominya adalah kurang tersedianya modal (capital).
Padahal modal memiliki peran yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian
suatu negara. Modal memiliki peran untuk mengembangkan
potensi kekayaan
sumber daya alam tersebut yang belum dimanfaatnya secara optimal.. Minimnya
modal tersebut disiasati dengan dengan membuka perekonomian bagi masuknya
investasi
asing
maupun
dalam
negeri
(domestik).
Daerah-daerah
sangat
membutuhkan pemikiran perencanaan bahkan pengusaha dan investor untuk dapat
mengubah potensi tersebut.
Investasi merupakan instrument penting bagi keluar masuknya arus modal
dari dalam maupun luar negeri untuk ditanamkan pada sektor-sektor yang berpotensi
menghasilkan keuntungan ekonomis. Peran ganda dari investasi adalah selain untuk
menggerakan perekonomian, juga membantu menyerap tenaga kerja, sehingga akan
menekan angka pengangguran.
Statistik investasi nasional dan daerah menunjukkan dinamika yang
menjanjikan, beberapa studi menunjukka banyaknya kelemahan, terutama di sektor
Laporan Final Rancangan
1
kebijakan yang cenderung menghambat iklim investasi di daerah (Pusat Kajian
Administrasi Internasional-LAN, 2008:3).
Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur tahun 2009-2010 mencapai 4,94%,
pengangguran terbuka menurun menjadi 7,42% dan angka kemiskinan menurun
menjadi menjadi 7%. Situasi tersebut hanya mungkin terjadi apabila investasi
sebagai mesin pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan, inflasi dan jumlah
penduduk terkendali, percepatan pembangunan infrastruktur yang berkualitas
dengan didukung oleh aparatur dan sistem birokrasi yang profesional serta kondisi
Kalimantan Timur yang aman dan damai. Target pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kalimantan Timur
Investasi di Kalimantan Timur tahun 2011 sebesar Rp.28,33 Trilyun terdiri dari
PMDN Rp.16,20 Trilyun dan PMA Rp.12,13 Trilyun, sedangkan pada tahun 2010
hanya sebesar Rp.16,87 Trilyun yang terdiri PMDN Rp.7,88 Trilyun dan PMA Rp.8,99
Trilyun. Guna mendorong pertumbuhan ekonomi, penurunan angka pengangguran
dan penurunan kemiskinan diperlukan peningkatan investasi yang signifikan,
Mekanisme insentif atau kemudahan dapat mengurangi hambatan-hambatan dan
diharapkan dapat menciptakan daya tarik bagi investor untuk datang dan
menanamkan modalnya di Provinsi Kalimantan Timur..
Pemerintah daerah harus mempunyai kapasitas yang memadai serta mampu
mengimbangi dinamika dan tuntutan investasi, agar modal yang ditanam maupun
yang akan ditanamkan di daerahnya dapat terjaga. Tugas pemerintah daerah adalah
memastikan bahwa investor merasa aman untuk datang menanamkan modalnya
serta mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mendukung iklim investasi yang
lebih baik. Berdasarkan :

Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan
insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur
dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan.
Laporan Final Rancangan
2

Paragraf 5 penjelasan umum Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal yang menyatakan bahwa:
` ….Pemerintah daerah bersama –sama dengan instansi atau lembaga, baik
swasta maupun pemerintah, harus lebih dibedayakan lagi, baik dalam
pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan
pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas
– luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan
penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan
atau dekonsentrasi. oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan
tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas
penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing.

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah, sebagai
dasar pelaksanaannya di daerah untuk membuat suatu regulasi hukum dalam
rangka meningkatkan penanaman modal di daerah.
Adapun strategi insentif yang dapat dikembangkan guna mendukung iklim
investasi yang lebih baik lagi antara lain dalam bentuk insentif fiscal seperti
pembebasasan tanah, penggguhan atau keringanan pajak yang
kompetitif, yang
sesuai dengan dinamika pasar yang terjadi. Dalam hal ini pemerintah daerah perlu
secara intensif memantau kondisi perekonomian regional dan global untuk
menangkat gejala dan peluang yang terjadi. Sedangkan insentif non fiskal yang
dapat dikembangkan oleh pemerintah adalah melalui :
1.
Penyerdehanaan perjanjian untuk membantu mempersingkat perizinan
2.
Perbaikan dan peningkatan kualitas daya dukung infrastruktur, baik fisik
maupun non fisik.
(Pusat Kajian Administrasi Internasional-LAN, 2008:3-4).
Berdasarkan uraian di atas maka
perlu adanya “Naskah Akademis
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Provinsi
Kalimantan Timur”.
Laporan Final Rancangan
3
1. Landasan Filosofis
Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan.
Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-sifat
yang mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada sifat akan
kebijaksanaan, maka filosofis tidak lain adalah pandangan hidup suatu bangsa yakni
nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.1
Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan mengenai
hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai
sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang
dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan
perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk
hukum atau peraturan perundang-undangan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Untuk itu, maka
pemerintah
sebagai
pengemban
amanat
rakyat
harus
tetap
berlandaskan
sepenuhnya kepada Undang-Undang Dasar 1945 dalam setiap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan nasional. Paradigma pembangunan
nasional yang tercantum dalam Pancasila sebagai Landasan Idiil, UUD 1945 sebagai
Landasan
Konstitusional,
WawasanNusantara
sebagai
Landasan
Visional,
Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional, serta Rencana Pembangunan
Nasional sebagai Landasan Operasional. Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar
1945 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya
dikuasai oleh
negara
dan dipergunakan
untuk sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat.
1
H. Rojidi Ranggawijaya, Pengatar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998, Hlm.
43; nilai yang baik tidak lain adalah nilai yang dijunjung tinggi yang meliputi nilai kebenaran, keadilan,
kesusilaan, kemanusiaan, religiusitas dan berbagai nilai lain yang dianggap baik. Dan penilaian mengenai
baik, benar, adil dan susila sangat tergantung dari takaran yang dimiliki oleh suatu bangsa tertentu.
Laporan Final Rancangan
4
Pancasila merupakan landasan idiil yang dijadikan dasar dalam perumusan dan
pengembangan visi, misi,strategi, dan kebijakan serta program pembangunann
nasional. Kelima sila Pancasila mengandung butir-butir yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai luhur bangsa. Segala bentuk visi, misi, strategi, kebijakan dan program
dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan serta tantangan bangsa ke
depan, hendaknya tetap berlandaskan kepada Pancasila. Dalam pengertian tersebut,
seluruh sila-sila dan butir-butir yang terkandung dalam Pancasila merupakan
landasan yang dijadikan referensi di dalam perumusan dan pengembangan visi, misi,
strategi, dan kebijakan serta program pembangunan nasional.Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik” ayat (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”,2 dan ayat (3) yang berbunyi “Negara
Indonesia adalah negara hukum” 3. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens,
mengatakan bahwa negara hukum (rechtstaat) secara sederhana adalah negara
yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan
kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum 4.
Dalam negara hukum, segala sesuatu harus dilakukan menurut hukum (everything
must be done according to law). Negara hukum menentukan bahwa pemerintah
harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah5.
Dengan demikian konsekuensi dari negara hukum tersebut, maka seluruh aktifitas
kenegaraan harus selalu didasarkan atas aturan hukum, termasuk dalam merancang
2
3
4
5
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Keadilan Rakyat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995 dan lihat juga Jimly
Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, BIP Kelompok Gramedia,
Jakarta, Hlm. 143; Kedaulatan atau souvereiniteit (sovereignty) merupakan konsep mengenai kekuasaan
tertinggi dalam penyelenggaraan Negara. Kata ‘daulat’ dan ‘kedaulatan’ berasal dari bahasa arab ‘daulah’.
Maka aslinya seperti yang dipakai dalam Al-Quran adalah peredaran dalam konteks kekuasaan.
Ibid, Hlm. 297; dalam konsep Negara hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima
dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik atau ekonomi.
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada Pidato Upacara Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI Jakarta, 25 April 1992, hlm. 8
H.W.R. Wade, Administrative Law, Third Edition (Oxford: Clarendon Press, 1971), hlm. 6
Laporan Final Rancangan
5
insentif bagi penanam modal baik secara nasional maupun di tingkat daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota.
Penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian
nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional,
menciptakan
lapangan
kerja,
mendorong
pembangunan
ekonomi
kerakyatan (Rahayu Hartini, 2009:48). Penanaman modal (investasi) mempunyai
peranan yang sangat penting untuk menggerakkan dan memacu pertumbuhan
ekonomi suatu negara atau daerah. Hampir semua pakar ekonomi berpendapat
bahwa penanaman modal adalah driving force setiap proses pembangunan ekonomi,
karena kemampuannya dapat menggerakkan aspek-aspek pembangunan lainnya
seperti sumber modal, sumber teknologi, memperluas kesempatan kerja dan lainlain. Dalam konteks ini, makin cepat dihapuskannya aturan-aturan hukum
penamanam modal yang counter-productive, berarti makin baik daya tariknya untuk
memobilisasi sumber daya modal untuk tujuan penanaman modal (easy of entry dan
easy of resources mobilization). Hal ini penting artinya untuk memperbaiki iklim
penanaman modal, yang bermanfaat bukan hanya bagi perusahaan-perusahaan,
tetapi juga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Penanaman
modal, baik penanaman modal asing (PMA) maupunnpenanaman modal dalam
negeri (PMDN) di Indonesia, terutama di daerah hanya dapat ditingkatkan dengan
adanya landasan hukum penanaman modal yang mantap, yaitu dengan asumsi,
kalau hukum substansinya kuat dapat berperan mengatur dan mendorong investor
menanamkan modalnya. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki iklim penanaman
modal di Indonesia haruslah ditunjang oleh landasan hukum penanaman modal yang
disusun berdasakan prinsip-prinsip hukum penamanam modal asing. Persyaratan
minimal untuk mencapai iklim penanaman modal yang berguna bagi siapa pun
adalah adanya: (i) prinsip mendatangkan manfaat bagi rakyat, (ii) prinsip ketidaktergantungan ekonomi nasional dari modal asing, (iii) prinsip insentif, dan (iv) prinsip
jaminan penanaman modal.
Oleh karena itu, dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor
Laporan Final Rancangan
6
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota maka
langkah harmonisasi konsepsi materi muatan peraturan daerah akan dapat
dirumuskan dengan cermat (Naswar Bohari dan Muhammad Zulfan, 2011:5-7)
2. Landasan Yuridis
Pembentukan
peraturan
perundang-undangan,
haruslah
mengacu
pada
landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundangundangan (gesetzgebungslehre),6 yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk
hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dasar
yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
khususnya peraturan daerah.
Peraturan daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsipprinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilainilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya
dari nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit
yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar.
Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum, maka
agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan
sanksi maka dapat disesuaikan dengan pendapat Lawrence M. Friedman,7
mengatakan bahwa sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma atau
peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh
hukum. Setiap peraturan hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen
6
7
Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah;
Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems, mengatakan gesetzgebungslehre mempunyai tiga
sub bagian disiplin, yakni proses perundang-undangan gesetzgebungsverfahren (slehre); metode
perundang-undangan
gesetzgebungsmethode
(nlehre);
dan
teknik
perundang-undangan
gesetzgebungstechnik (lehre).
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A Social Science Perspective,
Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95; efek pencegah atau efek insentif dari sanksi pertama-tama
berarti pencegahan umum, yakni kecenderungan bahwa populasi atau sebagian populasi yang mendengar
tentang sanksi atau melihat beroperasinya sanksi akan memodifikasi perilakunya sesuai hal itu.
Laporan Final Rancangan
7
mengenai konsekuensi-konsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah
sanksi-sanksi, janji-janji atau ancaman.
Dalam pembentukan peraturan daerah sesuai pendapat Bagir Manan harus
memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat
dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :
a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang mempunyai
kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan
ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi hukum (van
rechtswegenietig);
b. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan dengan materi
muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi
alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud;
c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan
tata cara yang telah ditentukan;8
d. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory,
peraturan perundang-undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya
hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya merupakan grundnorm (norma dasar) bagi peraturan perundangundangan yang lebih rendah tingkatannya.9
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
mengamanatkan
bahwa
penanaman
modal
harus
menjadi
bagian
dari
penyelenggaraan perekonomian nasional sebagai upaya untuk menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan,
meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, serta mewujudkan
8
9
Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 dan lihat pula Pasal 136 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Bagir Manan, Op Cit, Hlm. 14-15
Laporan Final Rancangan
8
kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
RPJM 1 (2005-2009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun 2007
bahwa Menata Kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang
adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa
landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber hukum/ dasar
hukum untuk pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, demikian juga
peraturan daerah. Untuk itu landasan yuridisnya diantaranya :
1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi
Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Laporan Final Rancangan
9
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
7.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
8.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
9.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
10. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil, dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 30,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5059);
Laporan Final Rancangan
10
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3733);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4767);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan,
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
22. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan
Laporan Final Rancangan
11
atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyedia Infrastruktur;
23. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 05 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Daerah
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 Nomor 5);
24. Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis
Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 09);
25. Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 46 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi
Kalimantan Timur;
26. Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
27. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pemberian dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan
Antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
30. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal;
Laporan Final Rancangan
12
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2012
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal Di Daerah.
33. RPJM 1 (2005-2009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun
2007
34. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang
Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Moda;
35. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara
Penanaman Modal.
3. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan pencerminan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundangundangan (termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh
masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang
diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak
memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya.
Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam
masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-kecenderungan dan
harapan-harapan masyarakat. Menurut
Eugene Ehrlich mengemukakan, bahwa
terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan
memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum
yang hidup dalam masyarakat.10 . Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka
peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya
10
Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum itu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, Hlm. 49-50
Laporan Final Rancangan
13
berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam
kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin
dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi.
Sehubungan dengan hal itu, Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka
mengemukakan landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah
hukum termasuk peraturan daerah yaitu :
a.
Teori kekuasaan (Machttbeorie), secara sosiologis kaidah hukum berlaku
karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh
masyarakat;
b.
Teori pengakuan (Annerkennungstbeorie), kaidah hukum berlaku berdasarkan
penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.11
Berdasarkan landasan teoritis tersebut, maka pemberlakuan suatu peraturan
daerah ditinjau dari aspek sosiologis, tentunya sangat ideal jika didasarkan pada
penerimaan masyarakat pada tempat peraturan daerah itu berlaku, dan tidak
didasarkan pada faktor teori kekuasaan yang menekankan pada aspek pemaksaan
dari penguasa.
Salah satu tujuan pembentukan pemerintah negara adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan ekonomi sangat penting bagi
peningkatan
taraf
kesejahteraan
masyarakat
Dalam
garis
besar,
negara
kesejahteraan merujuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan
pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada
negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif
kepada warganya.
Di Indonesia, konsep kesejahteraan12 merujuk pada konsep pembangunan
kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga
11
12
Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hil Co, Jakarta, 1992, Hlm. 16
Di beberapa negara, konsep welfare state mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga
Negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang
kurang beruntung. Lihat Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam
Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Otonomi
di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5.
Laporan Final Rancangan
14
yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia. Konsep
kesejahteraan dalam konteks pembangunan nasional dapat didefinisikan sebagai
segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah dunia usaha dan
civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia
dengan peningkatan ekonomi.
Dengan didasarkan pada konsep Negara Kesejahteraan melalui pembangunan
ekonomi harus dilakukan melalui pembangunan ekonomi nasional yang sejalan
dengan konstitusi negara yang telah mengamanatkan agar pembangunan ekonomi
nasional harus berdasarkan prinsip
terwujudnya
berlandaskan
kedaulatan
prinsip
ekonomi
demokrasi
demokrasi yang mampu menciptakan
Indonesia.
tersebut
Pembangunan
merupakan
ekonomi
perwujudan
yang
ekonomi
kerakyatan sebagaimana ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan normatif, filosofis sistem
ekonomi kerakyatan
Penanaman
modal
atau
investasi
merupakan
pilar
penting
dalam
pertumbuhan ekonomis suatu negara karena ekonomi negara yang hendak tumbuh
berkelanjutan memerlukan modal terus-menerus. Dengan pendapatan per kapita
yang rendah, Indonesia memupuk modal dengan kecepatan tinggi untuk mengejar
ekonomi yang berpendapatan lebih tinggi. Demikian halnya dengan pedoman teknis
pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal bertujuan untuk
mewujudkan wilayah provinsi Kalimantan Timur yang produktif dan berkualitas bagi
kehidupan dengan memanfaatkan sumber daya berbasis bagi kehidupan dengan
memanfaatkan sumber secara efisien serta berkelanjutan.
B. Identifikasi Masalah
Naskah Akademik merupakan rujukan dan sebagai dasar rancangan Peraturan
Daerah tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan
Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan kepada
Laporan Final Rancangan
15
pemetaan kondisi perekonomian dan penanaman modal Provinsi Kalimantan Timur
dapat diidentifikasi permasalahan bidang penanaman modal, yaitu :
1.
Bagaimanakah bentuk dan kriteria percepatan penanaman modal ?
2.
Jenis usaha apa saja yang mendapat pemberian insentif dan atau kemudahan
penanaman modal ?
3.
Bagaimanakah bentuk pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman
modal ?
4.
Bagaimanakan kriteria pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman
modal ?
5.
Bagaimanakah tata cara pengajuan insentif dan atau kemudahan penanaman
modal ?
6.
Bagaimanakan tata cara pemberian insentif dan atau kemudahan penanaman
modal ?
7.
Bagaimanakah dasar penilaian pemberian insentif dan atau kemudahan
penanaman modal ?
8.
Bagaimanakan pengaturan pembinaan dan pengawasan?
9.
Bagaimanakan sanksi adminuistrasi bagi penanam modal yang melanggar
ketentuan ?
C. Maksud dan Tujuan
Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada
masyarakat dan/atau penanam modal.
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2008 Bab 1 pasal 1 ayat 5 dan
6, dijelaskan, pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal secara umum
bertujuan untuk mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.
Laporan Final Rancangan
16
Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian dan kerangka filosofis,
sosiologis, dan yuridis tentang perlunya Peraturan Daerah tentang Pemberian
Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur.
Gambaran yang tertulis diharapkan dapat menjadi panduan bagi Dewan Perwakilan
Rakyat Provinsi Kalimantan Timur untuk mengkaji materi Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi
Kalimantan Timur.
Tujuan dibuatnya naskah akademik ini adalah:
1.
Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman
Modal Di Provinsi Kalimantan Timur;
2.
Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada
dalam
Rancangan
Peraturan
Daerah
tentang
Pemberian
Insentif
dan
Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur;
3.
Melihat
keterkaitannya
dengan
peraturan
perundang-undangan
lainnya
sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.
4.
Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan pembanding antara
peraturan
perundang-undangan
yang
ada
dalam
merancang
Raperda
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan
Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur.
.
Kegunaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberian
Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Provinsi Kalimantan Timur adalah :
1.
Terdorongnya minat investasi
masyarakat
dan dunia usaha lokal maupun
asing di Provinsi Kalimantan Timur.
2.
Terciptanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan
potensi sumber daya yang dimiliki secara optimal;
Laporan Final Rancangan
17
3.
Terkendalinya pembangunan di wilayah baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat;
4.
Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di
wilayah Provinsi Kalimantan Timur;
5.
Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.
D. Metode Penulisan.
Penulisan naskah akademik ini dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif-analitis. Data dan informasi diperoleh dari literatur, peraturan perundangundangan, hasil kajian, survey dan penelitian, dideskripsikan secara terstruktur dan
sistematis.
Selanjutnya akan dilakukan analisa dari data dan informasi yang disajikan.
Analisa akan menyangkut isi dari data dan informasi yang disajikan serta
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada level yang
sama maupun peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya.
Data dan informasi yang diperoleh digolongkan dalam 2 jenis yaitu data primer
dan data sekunder.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Yuridis Normatif atau
Penelitian Hukum Doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber
data sekunder. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari bahan bacaan bukan
diperoleh langsung dari lapangan. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer ialah bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Bahan hukum sekunder ialah
bahan hukum yang membantu menganalisis bahan hukum primer. Bahan hukum
tertier ialah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.
Metode yang digunakan pendekatan yuridis normatif terhadap Undang-undang
tentang Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 serta undang-undang lainnya yang
Laporan Final Rancangan
18
terkait dengan UU PM tersebut. Dengan menggunakan bahan hukum primer berupa
peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal termasuk juga terhadap
UU PMDN dan UU PMA yang telah digantikan, serta perundangan lainnya yang
terkait dengan UU Penanaman Modal ini. Bahan hukum sekunder, berupa buku
literatur, jurnal-jurnal, makalah dan hasil-hasil peneltian dibidang penanaman modal.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji semua bahan hukum primer
dan sekunder yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta dokumentasi.
Kajian secara mendalam dan komprehensif (harmonisasi) terhadap peraturan
perundangan, dalam bidang investasi dan dokumen-dokumen lain sejauh masih
dalam lingkup studi, akan dilakukan secara sistematis. Dengan melakukan kajian
pustaka, telusur internet, jurnal-jurnal. Hasil penelusuran bahan hukum dianalisis
dengan mendiskripsikan secara kualitatif dan dipaparkan sesuai dengan pokok
permasalahan yang diteliti.
Laporan Final Rancangan
19
BAB II
ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA
Dalam pembentukan Peraturan Daerah selain didasarkan pada Pancasila
yang merupakan sumber dari segala sumber hukum negara dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hukum dasar dalam
peraturan perundang-undangan, juga didasarkan pada asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto
Pasal 137 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
yang meliputi asas:
a.
Kejelasan tujuan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai”.
b.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi
hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.”
c.
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.
“bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan
Perundang-undangannya.”
Laporan Final Rancangan
20
d.
Dapat dilaksanakan.
“bahwa
setiap
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.”
e.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
f.
Kejelasan rumusan.
“bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah
dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.”
g.
Keterbukaan.
“bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Peraturan Perundang-undangan.”
Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai dengan j Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang penanaman modal telah ditentukan 10 (sepuluh) asas dalam penanaman
modal atau investasi.
Laporan Final Rancangan
21
Pertama, asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap
kebijakan dan tindakan dalam penanaman modal
Kedua, asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan
penanaman modal.
Ketiga, asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keempat, asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negaranadalah
asas perlakukan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal
dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainya.
Kelima, asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam
modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
Keenam, asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan
penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
Ketujuh, asas keberlanjutan adalah asas yang secara teren-cana mengupayakan
berjalannya proses pem-bangunan melalui penanaman modal untuk menjamin
Laporan Final Rancangan
22
kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini
maupun yang akan datang.
Kedelapan, asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan hidup.
Kesembilan, asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan
dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri
pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
Kesepuluh, asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah
asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam
kesatuan ekonomi nasional.
Agreement on Trade Related Invesment Measures (TRIMs) juga telah
menentukan sebuah asas, yaitu asas nondiskriminasi. Asas nondiskriminasi, yaitu
asas di dalam penananaman modal tidak membedakan antara penanaman modal
asing maupun dalam negeri mengingat penanaman modal itu sendiri bersifat state
borderless (tidak mengenal batas negara). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
investasi yang ditanamkan oleh investor tidak dibedakan antara penanaman modal
asing dengan penanaman modal dalam negeri.
Laporan Final Rancangan
23
BAB III
MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN
KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF
A. Kajian/Analisis keterkaitan dengan Hukum Positif
Kajian/Analisis keterkaitan dengan hukum positif dimaksudkan dalam rangka
mengharmonisasikan
dengan hukum positif yang telah ada, dalam raperda ini
memuat hal-hal yang sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dalam Penjelasan Umum diungkapkan bahwa :
“….pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai
upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih
menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau
mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi
penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur
terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini juga
memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna
mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus
untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang
pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari Indonesia”.
Selain itu adanya PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif
dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri RI No. 64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian
Laporan Final Rancangan
24
Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah melalui bentuk
matrik sebagai berikut :
Laporan Final Rancangan
25
Peraturan Menteri
No.
Materi
Raperda
PP No. 45 Tahun 2008
Dalam Negeri
No. 64 Tahun 2012
1.
Maksud
Pasal 2 : pemberian insentif dan
Pasal
1
:
Pemberian
insentif
Pasal 1 : Pemberian Kemudahan adalah
dan Tujuan
kemudahan adalah untuk menarik
adalah dukungan dari pemerintah
penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah
dan merangsang penanam modal
daerah kepada penanam modal
kepada
untuk melakukan penanaman modal
dalam
mendorong peningkatan penanaman modal di
di daerah dalam rangka menciptakan
penanaman modal di daerah
daerah
Pasal 3 :
Pasal 9 :
rangka
peningkatan
penanam
modal
dalam
rangka
akses dan kemampuan ekonomi serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah
2.
Bentuk
pemberian
insentif :
Pasal 13
(1) Pemberian
insentif
dapat
(3) Pemberian
insentif
berbentuk :
berbentuk :
a. Penguranga, keringanan, atau
e. Penguranga,
pembebasan pajak daerah
b. Pengurangan, keringanan, atau
pembebasan restrubusi daerah;
c. Pemberian dana stimulant; dan
atau
keringanan,
pembebasan
pajak
daerah
f. Pengurangan,
dukungan insentifl lainnya.
kemudahan
berbentuk :
Laporan Final Rancangan
keringanan,
atau
pembebasan pajak daerah;
b.Pengurangan,keringanan,
atau
pembebasan restrubusi daerah;
keringanan,
atau pembebasan restrubusi
g. Pemberian dana stimulant;
dan atau
dapat
(1) Pemberian insentif dapat berbentuk :
a.Penguranga,
daerah;
d. Pemberian bantuan modal dan
(2) Pemberian
atau
dapat
h. Pemberian bantuan modal.
(4) Pemberian kemudahan dapat
c.Pemberian dana stimulant; dan atau
d.Pemberian bantuan modal.
(2) Pemberian kemudahan dapat berbentuk :
a. Penyediaan data dan informasi peluang
penanaman modal;
b. Penyediaan sarana dan prasarana;
c. Penyediaan lahan atau lokasi;
26
Peraturan Menteri
No.
Materi
Raperda
PP No. 45 Tahun 2008
Dalam Negeri
No. 64 Tahun 2012
a. Penyediaan data dan informasi
penanaman
potensial
modal
dan
berbentuk :
sektor
f. Penyediaan
peluang
d. Pemberian bantuan teknis; dan atau
data
informasi
kemitraan ;
dan
e. percepatan pemberian perizinan
peluang
penanaman modal;
b. Penyediaan
sarana
dan
g. Penyediaan
prasarana;
sarana
dan
lahan
atau
prasarana;
c. Penyediaan lahan atau lokasi;
h. Penyediaan
d. Pemberian bantuan teknis; dan
lokasi;
atau
i. Pemberian bantuan teknis;
e. percepatan
pemberian
dan atau
perizinan
j. percepatan
pemberian
perizinan
3.
Kriteria
Pasal 15 :
a. memberikan
konstribusi
peningkatan
bagi
Pasal 5:
Pasal 19:
a. memberikan konstribusi bagi
a. memberikan konstribusi bagi peningkatan
pendapatan
peningkatan
masyarakat;
pendapatan
masyarakat;
b. menyerap tenaga kerja lokal;
b. menyerap tenaga kerja lokal;
b. menyerap tenaga kerja lokal;
c.
c.
menggunakan sebagaian besar
sumberdaya lokal;
d. memberikan
konstribusi
Laporan Final Rancangan
menggunakan
sebagaian
besar sumberdaya lokal;
dalam
pendapatan masyarakat;
d. memberikan konstribusi bagi
c. menggunakan
sebagaian
besar
sumberdaya lokal;
d. memberikan konstribusi bagi peningkatan
pelayanan publik;
27
Peraturan Menteri
No.
Materi
Raperda
PP No. 45 Tahun 2008
Dalam Negeri
No. 64 Tahun 2012
peningkatan
Produk
Domestik
Bruto;
peningkatan pelayanan publik;
e. memberikan konstribusi dalam
e. berwawasan
lingkungan
dan
berkelanjutan;
f.
melakukan alih teknoogi;
f.
g. melakukan industri pionir
h. berada di lokasi pinggiran atau
yang terperosok jauh dari pusat
industri
yang
barang
modal
peralatan
yang
,
mesin
atau
diproduksi
di
peningkatan Produk Domestik Bruto;
f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
Bruto;
g. termasuk skala prioritas tinggi;
berwawasan lingkungan dan
h. termasuk pembangunan infrastruktur;
berkelanjutan;
i. melakukan alih teknoogi;
j. melakukan industry pionir
h. termasuk
k. berada
pembangunan
melakukan alih teknoogi;
j.
melakukan industry pionir
k.
berada di daerah terpencil,
terpencil,
kegiatan
m. bermitra
dengan
usaha
kegiatan
kecil,
, mesin atau peralatan yang diproduksi di
dalam negeri.
m. bermitra dengan usaha mikro,
,
atau
koperasi atau;
n. industry yang menggunakan
Laporan Final Rancangan
mikro,
menengah , atau koperasi atau;
inovasi;
menengah
penelitian,
n. industry yang menggunakan barang modal
penelitian, pengembangan dan
kecil,
daerah
pengembangan dan inovasi;
perbatasan;
melaksanakan
daerah
l. melaksanakan
daerah tertinggal, atau daerah
l.
di
tertinggal, atau daerah perbatasan;
i.
dalam negeri.
dalam
peningkatan Produk Domestik
infrastruktur;
menggunakan
konstribusi
g. termasuk skala prioritas tinggi;
pemerintahan atau;
i.
e. memberikan
28
Peraturan Menteri
No.
Materi
Raperda
PP No. 45 Tahun 2008
Dalam Negeri
No. 64 Tahun 2012
barang modal , mesin atau
peralatan yang diproduksi di
dalam negeri.
4.
Ketentuan
Pasal 17 : tata cara pemberian
Pasal 8 :
Pasal 4 :
memuat
insentif dan pemberian kemudahan
a. tata cara pemberian insentif
a. tata
Pasal 15 :kriteria pemberian insentif
dan kemudahan
dan pemberian kemudahan;
b. kriteria pemberian insentif dan
Pasal 19 : dasar penilaian pemberian
insentif dan kemudahan
Pasal 20 : jenis usaha atau kegiatan
pemberian kemudahan;
d. jenis
usaha
atau
Pasal 13 : Bentuk pemberian insentif
insentif dan kemudahan;
e. bentuk
pembinaan
b. kriteria pemberian insentif dan kemudahan;
dan
modal
pengawasan
kemudahan;
memperoleh
insentif dan kemudahan;
e. bentuk insentif dan kemudahan yang dapat
insentif
dan
yang
dapat
kemudahan
c. dasar penilaian insentif dan pemberian
modal yang diprioritaskan memperoleh
diprioritaskan
:
pemberian kemudahan;
yang
dan kemudahan
29
diberikan; dan
f. pengaturan pembinaan dan pengawasan.
diberikan; dan
f.
pengaturan
pembinaan
dan
pengawasan.
Laporan Final Rancangan
dan
d. jenis usaha atau kegiatan penanaman
penanaman
Pasal
insentif
kegiatan
insentif
dan kemudahan
pemberian
kemudahan;
c. dasar penilaian insentif dan
yang diprioritaskan memperoleh
cara
29
B. Materi Muatan Perda
1. Ketentuan Umum
Memuat mengenai batasan pengertian/definisi beserta alternatifnya, singkatan atau
akronim yang digunakan dalam Perda ini diantaranya :
1.
Daerah adalah Provinsi Kalimantan Timur.
2.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
3.
Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Timur.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Kalimantan Timur.
5.
6.
Pajak Daerah iuran wajib yang dilakukan oleh perseorangan atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah.
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa akan
pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan perseorangan atau badan.
7.
Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam
modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.
8.
Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah
kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal
dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.
9.
Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang
berwenang dalam bidang penanaman modal dan mendapat pendelegasian
wewenang dari Gubernur.
10.
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun
melakukan
penanam
modal
asing
untuk
usaha di Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan peraturan
Laporan Final Rancangan
30
perundang-undangan.
11.
Penanaman modal dalam negeri yang selanjutnya disingkat PMDN adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di Daerah yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
Penanaman modal asing yang selanjutnya disingkat PMA adalah
menanam modal
untuk
melakukan
kegiatan
usaha di Daerah yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
12.
Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing.
13.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi criteria sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
14.
Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
15.
Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
Laporan Final Rancangan
31
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi diIndonesia.
Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha
Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.
16.
Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim
dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguhdan
mandiri.
17.
Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan
Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah Daerah melalui
penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai
aspek kehidupan ekonomi agar penanam modal memperoleh pemihakan,
kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluasluasnya.
18.
Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan
bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuandan
daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
19.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah
laporan berkala yang disampaikan oleh perusahaan mengenai perkembangan
pelaksanaan penanaman modalnya dalam bentuk tata cara sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
1
20.
Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan
dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang
Laporan Final Rancangan
32
dari
lembaga
atau
instansi
yang
memiliki
kewenangan
perizinan
dan
nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat
Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya
disingkat PDPPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan
kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi
utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi.
22.
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya
disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerahn dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai
23.
dengan
kebutuhan
masingmasing
pemerintah
kabupaten/kota,
yang
menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di
pemerintahkabupaten/kota.
2. Ketentuan Asas dan Tujuan
Ketentuan asas dalam Perda ini (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II)
adalah :
a.
kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan hukum dan
ketentuan
peraturan perundang-undangan
sebagai dasar dalam
setiap
kebijakan dan tindakan dalam penanaman modal.
b.
keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan
penanaman modal.
Laporan Final Rancangan
33
c.
akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negaranadalah asas
perlakukan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman
modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainya.
e.
kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal
secara
bersama-sama
dalam
kegiatan
usahanya
untuk
mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
f.
efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman
modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan
iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
g.
keberlanjutan adalah asas yang secara teren-cana mengupayakan berjalannya
proses
pem-bangunan
melalui
penanaman
modal
untuk
menjamin
kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa
kini maupun yang akan datang.
h.
berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan
tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup.
Laporan Final Rancangan
34
i.
kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada
masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
j.
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang
berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan
ekonomi nasional.
Di Indonesia, konsep kesejahteraan13 merujuk pada konsep pembangunan
kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga
yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia. Konsep
kesejahteraan dalam konteks pembangunan nasional dapat didefinisikan sebagai
segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah dunia usaha dan
civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia
dengan peningkatan ekonomi
Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 yang menyebutkan
bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pasal 3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan
bahwa
penanaman
modal
harus
menjadi
bagian
dari
penyelenggaraan
perekonomian nasional sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, meningkatkan
kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. RPJM 1 (20052009) pada RPJMN 2005-2024, Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 bahwa Menata
13
Di beberapa negara, konsep welfare state mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga
Negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang
kurang beruntung. Lihat Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam
Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui Desentralisasi Otonomi
di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5.
Laporan Final Rancangan
35
Kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan
demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Dengan demikian tujuan pembentukan Perda ini untuk menarik dan
merangsang penanam modal untuk melakukan penanaman modal di daerah dalam
rangka
menciptakan
akses
dan
kemampuan
ekonomi
serta
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
3. Materi Pengaturan
Materi muatan Perda dengan sistematika :
BAB I KETENTUAN UMUM
Berisikan pengertian-pengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan
daerah ini (sebagaimana yang telah dielaborasi pada Bab III.B. Materi Muatan Perda
1. Ketentuan Umum).
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan pemberian insentif dan kemudahan adalah untuk menarik
dan merangsang penanam modal untuk melakukan penanaman modal di daerah
dalam rangka menciptakan akses dan kemampuan ekonomi serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II dan
Bab III.B. Materi muatan Perda 2.Ketentuan Azas dan Tujuan)
BAB III AZAS DAN SASARAN PENANAMAN MODAL
Azas Penanaman modal (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II dan
Bab III.B. Materi muatan Perda 2.Ketentuan Azas dan Tujuan)
Pasal 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah :
Laporan Final Rancangan
36
(1)
Pemerintah daerah memberikan insentif danlatau kemudahan penanaman modal
sesuai dengan kewenangan,kondisi, dan kemampuan daerah yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2)
Pemerintah daerah menjamin kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi
penanam modal yang menanamkan modal di daerahnya
Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa “Ketentuan
dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di
wilayah negara Republik Indonesia”. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010
tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal bahwa :
1.
Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. Bidang usaha yang tertutup
dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti: penelitian dan
pengembangan, dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab
atas pembinaan bidang usaha tersebut, diantaranya pertanian, kehutanan,
perindustrian, perhubungan, komunikasi dan industry, kebudayaan dan
pariwisata.
2.
Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu
yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat
tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan,
bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang
dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan
dengan perizinan khusus.Daftar bidang usaha terbuka diantaranya :
1,
Bidang Pertanian / Agriculture
2.
Bidang Kehutanan / Forestry
3.
Bidang Kelautan dan Perikanan / Marine Affairs and Fisheries
4.
Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral / Energy and Mineral Resources
Laporan Final Rancangan
37
5.
Bidang Perindustrian / Industry
6.
Bidang Pertahanan / Defense
7.
Bidang Pekerjaan Umum / Public Works
8.
Bidang Perdagangan / Trade
9.
Bidang Kebudayaan dan Pariwisata / Culture and Tourism
10. Bidang Perhubungan / Transportation
11. Bidang Komunikasi dan Informatika / Communications and Informatics
12. Bidang Keuangan / Finance
13. Bidang Perbankan / Banking
14. Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi / Manpower and Transmigration
15. Bidang Pendidikan / Education
16. Bidang Kesehatan / Health
17. Bidang Keamanan / Security
Dengan demikian sasaran penanaman modal dalam Perda ini adalah
a.
sektor lingkungan hidup
b.
sektor pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia
c.
sektor ilmu pengetahuan, teknologi dan riset
d.
sektor kesehatan
e.
sektor pariwisata
f.
sektor industri
g.
sektor perdagangan dan jasa penunjang
h.
sektor pertambangan, energi dan sumber daya alam;
i.
sektor perumahan dan pemukiman; dan
j.
sektor perhubungan, telekomunikasi dan jasa informasi.
k.
Sektor lainnya yang bukan merupakan bidang usaha tertutup bagi penanaman
modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan Final Rancangan
38
BAB IV PELAYANAN PENANAMAN MODAL
Dalam upaya mempermudah pengusaha untuk menanamkan modalnya di
Provinsi Kamilantan Timur perlu adanya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu .
Pembenahan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut akan menghilangkan biaya
ekonomi tinggi dan akan memudahkan pihak yang diberi wewenang dan para pihak
yang mendapat izin. Dengan adanya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut
pengawasan akan lebih mudah, menarik minat investor serta memberi dampak
positif, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimanta Timur.
Sesuai. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal;
Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009
Pelayanan Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; Pasal 1 angka 5 Peraturan
Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal
bahwa “Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan
suatu perizinan dan non-perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat”
Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala
BKPM No. 12 Tahun 2009 Pedoman dan Tata Cara Penanaman Modal bahwa
“Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk rnelakukan penanaman modal
yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009, Pasal 1 angka 6
Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara
Penanaman Modal
“Non-perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan
informasi
mengenai
penanaman
modal,
sesuai
dengan
ketentuan
peraturanperundang-undangan”.
Laporan Final Rancangan
39
Pendelegasian wewenang Pasal 1 angka 9 Peraturan Presiden No. 27 Tahun
2009 Pelayanan Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; Pasal 1 angka 44
Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara
Penanaman Modal
Adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan
nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang, oleh:
a.
Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal;
b.
Gubernur kepada Kepala PDPPM;
c.
Bupati/Walikota kepada KepaIa PDKPM,
yang ditetapkan dengan uraian yang jelas.
BAB V KRITERIA DAN BENTUK PERCEPATAN PENANAMAN MODAL
Percepatan pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan
politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk
mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan
modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam
menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam
berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang
kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap
memperhatikan kepentingan ekonomi nasional (UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi,
kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang
melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Dalam penjelasan umum UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
diungkapkan
bahwa
Fasilitas
penanaman
modal
diberikan
dengan
mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara
Laporan Final Rancangan
40
dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain.
Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara
lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan
fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal
tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja,
keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi
ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang
menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta
fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah
dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan
Master Plan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI)
2011-2025
disebutkan
bahwa
Indonesia
mampu
mempercepat
pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam
mendorong
peningkatan
nilai
tambah
sektor-sektor
unggulan
ekonomi,
pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek.
Percepatan pembangunan ini diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi
Indonesia kedepannya. Perbaikan iklim investasi menjadi salah satu agenda utama
dalam MP3EI. Untuk itu, dalam jangka pendek akan dilakukan sejumlah perbaikan
iklim investasi melalui debottlenecking, regulasi, pemberian insentif maupun
percepatan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi.
Kebutuhan infrastruktur untuk mendukung penguatan konektivitas yang diperlukan
bagi pengembangan masing-masing sektor dan juga diidentifikasi kebutuhan
pengembangan SDM dan penguatan inovasi yang dibutuhkan bagi peningkatan daya
saing sektor terkait (SBY, Mei 2011:9). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa penopang utama perekonomian Kalimantan adalah sektor
migas dan pertambangan yang berkontribusi sekitar 50 persen dari total PDRB
Kalimantan.. Upaya lainnya yang dapat dilakukan terkait dengan pengembangan
Laporan Final Rancangan
41
kegiatan ekonomi utama migas di Kalimantan ialah peningkatan kualitas infrastruktur
untuk mendukung distribusi dan logistik migas (hal.97).
Berdasarkan pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan 10
(sepuluh) asas. Selain itu dalam upaya mendorong percepatan penanaman modal
maka perlu mendapat fasilitas bagi para penanaman modal baik penanam modal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu berdasarkan pasal 18 ayat 3 UU Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman baik untuk perluasan
usaha atau penanaman modal baru adalah sekurang-kurangnya memenuhi salah
satu kriteria berikut ini:
a.
menyerap banyak tenaga kerja;
b.
termasuk skala prioritas tinggi;
c.
termasuk pembangunan infrastruktur;
d.
melakukan alih teknologi;
e.
melakukan industri pionir;
f.
berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah
lain yang dianggap perlu;
g.
menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h.
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i.
bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j.
industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri
BAB VI MEKANISME PERCEPATAN PENANAMAN MODAL
Pasal 14 ayat b UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa
informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya. Pasal 9-10 PP
No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa Pemberian insentif dan pemberian
kemudahan penanamannmodal kepada penanam modal ditetapkan dengan
Laporan Final Rancangan
42
Keputusan Kepala Daerah, sekurang-kurangnya memuat nama dan alamat badan
usaha penanam modal, jenis usaha atau kegiatan penanaman modal, bentuk, jangka
waktu, serta hak dan kewajiban penerima insentif dan/atau kemudahan penanaman
modal.Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dimuat dalam Berita
Daerah, di mana ketentuan muatan bagi penanam modal mengacu pada UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
BAB VII INSENTIF DAN KEMUDAHAN
Pasal 1 ayat 1 dan 2 PP No., 45 tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa Peraturan
Daerah (Perda) adalah peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten
kota. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 1 ayat 13 UU No.
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa “Pemerintah daerah
adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah”. Untuk itu dalam upaya meningkatkan dan
mempercepat pengembangan penanaman modal, Gubernur dapat memberikan
insentif dan kemudahan kepada calon penanam modal.
Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian
daerah dapat memberikan insentif dan/ atau kemudahan kepada masyarakat dan/
atau penanam modal. Pasal 1 ayat 5 dan 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah
diungkapkan bahwa :

Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam
modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.

Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah
kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal
dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.
Laporan Final Rancangan
43
Pasal 2 dan penjelasan PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan
bahwa Pemberian insentif dan pemberian kemudahan dilakukan berdasarkan prinsip:
a.
kepastian hukum adalah asas yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai dasar pemerintah daerah dalam setiap kebijakan
dan tindakan dalam pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman
modal;
b.
kesetaraan adalah perlakuan yang sama terhadap penanam modal tanpa
memihak dan menguntungkan satu golongan, kelompok, atau skala usaha
tertentu;
c.
transparansi adalah keterbukaan informasi dalam pemberian insentif dan
kemudahan kepada penanam modal dan masyarakat luas;
d.
akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban atas pemberian insentif
dan/atau pemberian kemudahan penanaman modal ; dan
e.
efektif dan efisien adalah pertimbangan yang rasional dan ekonomis serta
jaminan yang berdampak pada peningkatan produktivitas serta pelayanan
publik.
Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/ atau kemudahan kepada
masyarakat dan/ atau penanam modal. Pasal 1 ayat 5 dan 6 PP No. 45 Tahun 2008
tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman
Modal Di Daerah diungkapkan bahwa :
 Pemberian Insentif adalah dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam
modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah.
Laporan Final Rancangan
44
 Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari pemerintah daerah
kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman
modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah
Dalam MP3EI 2011-2025 dikemukakan Fasilitasi dan katalisasi akan diberikan
oleh pemerintah melalui penyediaan infrastruktur maupun pemberian insentif fiskal
dan non fiskal. Pelaksanaan MP3EI dilakukan untuk mempercepat dan memperluas
pembangunan ekonomi melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang
terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI
dilakukan
dengan
mengintegrasikan
3
(tiga)
elemen
utama
yaitu:
(1)
mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia,
yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi
Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan
Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional
yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated,
globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk
mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi(hal.10) Insentif
tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan
ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan
dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif
jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru (hal.21)
Jenis insentif mencakup :
INSENTIF FISKAL
Insentif Fiskal adalah adalah kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah/Negara
dalam rangka mengundang investasi, antara lain berupa: PPh, PPN dan PPnBM,
PBB, dan bea masuk atas impor dengan tarif yang lebih rendah atau diberikan
fasilitas pembebasan. Adapun insentif fiskal diantaranya :
Laporan Final Rancangan
45
1.
Tax Holiday
Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, PMK No. 130/PMK.011/2011
yang dikeluarkan pada 15 Agustus tahun 2011.

Lima sektor prioritas: logam dasar, kilang minyak bumi dan / atau bahan
kimia organik dasar berasal dari minyak bumi dan gas alam, mesin industri,
industri sumber daya terbarukan, dan industri peralatan telekomunikasi.

Minimum investasi Rp. 1 triliun, berbentuk badan hukum Indonesia yang
telah ditetapkan setidaknya 12 bulan sebelum PMK Tax Holiday dikeluarkan,
dan harus deposit minimal 10% dari investasi di perbankan Indonesia.

Fasilitas yang diberikan:
•
Pembebasan pajak 5 - 10 tahun setelah perusahaan /proyek mulai
produksi komersial (100 realisasi% & memiliki IUT).
•
Setelah periode ini, wajib pajak dapat diberikan pengurangan PPh 50%
dari PPh terutang selama 2 tahun setelah masa bebas pajak (tarif PPh
12,5% selama 2 tahun).
2.
Tax Allowences
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah Tertentu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011

Fasilitas yang diberikan:
•
Pengurangan pendapatan bersih 30% dari total investasi, dibebankan
dalam 6 tahun dengan masing-masing 5% per tahun.
•
Pembebanan
biaya
penyusutan
dan
amortisasi
yang
dipercepat
(bangunan dan non-bangunan)
•
Kompensasi kerugian diperpanjang dari 5 tahun menjadi paling lama 10
tahun.
3.
Fasilitas Impor Mesin, Barang Modal dan Bahan
Laporan Final Rancangan
46
Pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk
pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009

Diberikan kepada industri yang menghasilkan barang dan industri yang
menghasilkan jasa.

Pembebasan bea masuk diberikan sepanjang mesin, barang dan bahan
tersebut :
a. Belum diproduksi di dalam negeri;
b. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi
yang dibutuhkan; atau
c. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan industri

Daftar Industri Jasa yang mendapat Fasilitas Pembebasan Bea Masuk:
1. Pariwisata dan Kebudayaan
2. Transportasi/Perhubungan (untuk Jasa Transportasi Publik)
3. Pelayanan Kesehatan Publik
4. Pertambangan
5. Konstruksi
6. Industri Telekomunikasi
7. Kepelabuhan
4.
Pengurangan Tarif PPh
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2007.
Pengurangan tarif pajak penghasilan 5% dari tingkat tertinggi (dari 25%  20%)
apabila jumlah kepemilikan saham publiknya 40% (empat puluh persen) atau
lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling
sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
5.
Insentif Lainnya

Berbagai insentif investasi atau fasilitas yang akan disediakan oleh
pemerintah daerah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
Laporan Final Rancangan
47
2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal di Daerah.

Pemberian insentif dapat berbentuk:
a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah;
b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah;
c. pemberian dana stimulan; dan/atau
d. pemberian bantuan modal.

Pemberian kemudahan dapat berbentuk:
a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;
b. penyediaan sarana dan prasarana;
c. penyediaan lahan atau lokasi;
d. pemberian bantuan teknis; dan/atau
e. percepatan pemberian perizinan
INSENTIF NON FISKAL
Insentif Non-Fiskal adalah kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah/Negara
dalam rangka mengundang investasi, antara lain dalam bentuk: jaminan keamanan
dalam berusaha, penghapusan perda yang dapat menciptakan high cost economy
dan tekanan-tekanan sosial politik dan kemudahan pelayanan perizinan. Adapun
insentif non fiskal diantarnya :
1.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
2.
Sistem Pelayanan Informasi Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)
Bentuk pemberian insentif dan kemudahan berdasarkan Pasal 3 UU NO. 45
Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal Di Daerah dan Pasal 9 -17 Permen No 64 Tahun 2012 Tentang
Pedoman pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman
Modal Di Daerah adalah :
1.
Pemberian insentif dapat berbentuk:
Laporan Final Rancangan
48
a. Pengurangan,
keringanan,
atau
pembebasan
pajak
daerah
adalah
Pengurangan Pajak Terutang, keringanan atau pembebasan pajak daerah
sesuai kemampuan keuangan dan kebijakan daerah, diantaranya:
1). Pajak Provinsi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) meliputi :
a) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
b) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
c) Pajak Air Permukaan
d) Pajak Rokok
2). Pajak Kabupaten/Kota , meliputi :
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g) Pajak Parkir
h) Pajak Air Tanah
i) Pajak Sarang Burung Walet
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP)
b. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah adalah
pemberian insentif investasi baik
berupa keringanan, pengurangan dan
pembebasan disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan kebijakan
daerah diantaranya :
1). Retribusi Jasa Umum meliputi :
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c) Retribusi Pengganti Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
Catatan Sipil;
Laporan Final Rancangan
49
d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
f) Retribusi Pelayanan Pasar;
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
l) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2). Retribusi Jasa Usaha meliputi :
a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c) Retribusi Tempat Pelelangan;
d) Retribusi Terminal;
e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f) Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa;
g) Retribusi Rumah Potong Hewan;
h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
j) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3). Retribusi Perizinan Tertentu meliputi :
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c) Retribusi Izin Gangguan (HO);
d) Retribusi Izin Trayek; dan
e) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Laporan Final Rancangan
50
c.
Pemberian dana stimulan dimaksud untuk perkuatan modal dalam
keberlangsungan dan pengembangan usaha mikro, usaha kecil, usaha
menengah dan koperasi. Ditujukan kepada pelaku usaha mikro, usaha
kecil, usaha menengah dan koperasi ; dan/atau
d. Pemberian bantuan modal dapat berupa penyertaan modal dan aset.
Pemberian bantuan modal sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2.
Pemberian kemudahan dapat berbentuk:
a.
Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal berupa
pemerintah daerah memberikan kemudahan akses dalam memperoleh data
dan informasi melalui sarana dan prasarana sesuai kemampuan daerah.
Peluang penanaman modal sebagaimana dimaksud antara lain:
1) peta potensi ekonomi daerah;
2) rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten/kota; dan
3) rencana strategis dan skala prioritas daerah.
b.
Penyediaan sarana dan prasarana
Pemberian Kemudahan dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud, antara lain:
1) jaringan listrik;
2) jalan;
3) transportasi;
4) jaringan telekomunikasi; dan
5) jaringan air bersih
c.
Penyediaan lahan atau lokasi
Pemberian Kemudahan dalam bentuk penyediaan lahan atau lokasi
sebagaimana dimaksud diarahkan kepada:
1) kawasan yang menjadi prioritas pengembangan ekonomi daerah; dan
2) sesuai dengan peruntukannya.
Laporan Final Rancangan
51
d.
Pemberian bantuan teknis berupa Pemberian Kemudahan kepada usaha
mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi dalam bentuk
penyediaan bantuan teknis sebagaimana berupa bimbingan teknis,
pelatihan, tenaga ahli, kajian dan/atau studi kelayakan.
e.
Percepatan pemberian perizinan
Bentuk percepatan pemberian perijinan dilakukan melalui Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP dilakukan untuk mempersingkat waktu,
dengan biaya yang murah, prosedur secara tepat dan cepat, didukung
sistem informasi online.
Selain itu pada Pasal 4 dan 5 UU NO. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa
pemberian kemudahan penanaman modal dalam bentuk percepatan pemberian
perizinan sebagaimana dimaksud di atas diselenggarakan melalui pelayanan terpadu
satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian
insentif dan pemberian kemudahan diberikan kepada penanam modal yang
sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria. Pasal 19-33 Permen No. 64
Tahun 2012 Tentang Pedoman pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa kriteria pemberian insentif sebagai
berikut:
a.
memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat berlaku bagi
badan usaha atau penanam modal yang menimbulkan dampak pengganda di
daerah;
b.
menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan perbandingan antara jumlah
tenaga kerja lokal dengan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan;
c.
menggunakan sebagian besar sumberdaya lokal merupakan perbandingan
antara bahan baku lokal dan bahan baku yang diambil dari luar daerah yang
digunakan dalam kegiatan usaha;
Laporan Final Rancangan
52
d.
memberikan
kontribusi
bagi
peningkatan
pelayanan
pelaksanaan dari tanggung jawab sosial perusahaan
publik
merupakan
dalam penyediaan
pelayanan publik;
e.
memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
diberlakukan kepada penanam modal yang kegiatan usahanya mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal;
f.
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan berlaku bagi penanam modal yang
memiliki dokumen analisis dampak lingkungan. Kriteria sebagaimana dimaksud
menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan dan keadilan dalam pemanfaatan
sumber daya alam serta taat pada rencana tata ruang wilayah;
g.
termasuk skala prioritas tinggi diberlakukan kepada penanam modal yang
usahanya berada dan/atau sesuai dengan :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; dan
d. Kawasan Strategis Cepat Tumbuh;
h.
termasuk pembangunan infrastruktur berlaku bagi penanam modal yang
kegiatan
usahanya
mendukung
pemerintah
daerah
dalam
penyediaan
infrastruktur atau sarana prasarana yang dibutuhkan;
i.
melakukan alih teknologi diberlakukan kepada penanam modal yang kegiatan
usahanya memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dan masyarakat
dalam menerapkan teknologi dimaksud;
j.
melakukan industri pionir berlaku bagi penanam modal yang membuka jenis
usaha baru dengan:
a. keterkaitan kegiatan usaha yang luas;
b. memberi nilai tambah dan memperhitungkan eksternalitas yang tinggi;
c. memperkenalkan teknologi baru; dan
d. memiliki nilai strategis dalam mendukung pengembangan produk unggulan
daerah.
Laporan Final Rancangan
53
k.
berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, atau daerah perbatasan berlaku
bagi penanam modal yang bersedia dan mampu mengembangkan kegiatan
usahanya di daerah. Kriteria sebagaimana dimaksud) merupakan daerah yang
aksesibilitasnya sangat terbatas, serta ketersediaan sarana dan prasarananya
rendah.
l.
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi berlaku bagi
penanam modal yang kegiatan usahanya bergerak di bidang penelitian dan
pengembangan, inovasi teknologi dalam mengelola potensi daerah;
m.
bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi berlaku bagi
penanam modal yang kegiatan usahanya melakukan kemitraan dengan
pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, atau;
n.
industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeriberlaku bagi penanam modal yang menggunakan
mesin atau peralatan dengan kandungan lokal dan diproduksi di dalam negeri.
BAB VIII TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN
Berikut ini UU dan Peraturan Pemerintah berkaitan pemberikan kemudahan
penanaman modal melalaui pelayan terpadu satu pintu
Pasal 4 PP 45 Tahun 2008
Pemberian
kemudahan
penanaman
tentang Pedoman Pemberian
percepatan
pemberian
Insentif dan Pemberian
pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan
Kemudahan Penanaman Modal
perundang-undangan
perizinan
modal
dalam
diselenggarakan
bentuk
melalui
Di Daerah
Peraturan Presiden Pasal 3
PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan
di Bidang Penanaman Modal
informasi
bertujuan
untuk
mengenai
membantu
Penanaman
di bidang Penanaman
Penanam
Modal,
Modal
dengan
dalam
cara
mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan
atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan
Laporan Final Rancangan
54
Pasal 4 ayat 2 (a) Peraturan
pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24
oleh PPTSP(Penyelengaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
Pasal 9 UU 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwa “Pemberian insentif
dan pemberian kemudahan penanaman modal kepada penanam modal ditetapkan
dengan Keputusan
Kepala Daerah” .Hal ini menunjukkan bahwa penanam modal dan/atau penanggung
jawab perusahaan mengajukan permohonan kepada Gubernur atau Pejabat yang
ditunjuk. Sehingga Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk memberikan jawaban
keputusan apakan penanam modal tersebut akan diputuskan mendapat insentif dan
atau kemudahan secara tertulis. Dalam pasal 5 diungkapkan tata cara Pemberian
insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal dilakukan dengan tata cara
sebagai berikut:
“Penanam modal yang ingin mendapatkan insentif dan kemudahan harus
mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah. Pengajuan usulan memuat :
1.
lingkup usaha;
2.
kinerja manajemen; dan
3.
perkembangan usaha.
Khusus untuk usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi usulan cukup
dengan menyampaikan kebutuhan insentif dan kemudahan.
Berdasarkan Pasal 8 UU 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif
dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah dan Pasal 4 Permen No.
45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal Di Daerah bahwa ketentuan pemberian insentif dan pemberian
kemudahan penanaman modal memuat :
Laporan Final Rancangan
55
a.
tata cara pemberian insentif dan pemberian kemudahan;
b.
kriteria pemberian insentif dan pemberian kemudahan;
c.
dasar penilaian pemberian insentif dan pemberian kemudahan;
d.
jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang diprioritaskan memperoleh
insentif dan kemudahan;
e.
bentuk insentif dan kemudahan yang dapat diberikan; dan
f.
pengaturan pembinaan dan pengawasan
BAB IX DASAR PENILAIAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN
KEMUDAHAN
Penilaian pemberian insentif dan kemudahan mengacu pada Pasal 35 Permen
No. 64 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah sebagai berikut :
(LIhat di lampiran)
BAB X JENIS USAHA ATAU KEGIATAN YANG MEMPEROLEH INSENTIF DAN
KEMUDAHAN
Dalam Pasal 12-13 UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sebagai
berikut :
Pasal 12
(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan.
(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang.
(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan
kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan
nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
Laporan Final Rancangan
56
persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi,
pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi
modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yangdicadangkan untuk usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar
dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing,
pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang
seluas-luasnya
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah
(1)
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat memfasilitasi,
mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.
(2)
Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih
keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan,
sumber daya manusia, dan teknologi.
(3)
Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar
yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui
inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga
kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
Laporan Final Rancangan
57
Pasal 36 Permen No. 64 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah bahwanJenis atau bidang
usaha yang dapat memperoleh insentif dan kemudahan antara lain:
a.
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
b.
usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan;
c.
usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya;
d.
usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu; dan
e.
usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
BAB XI PERAN PEMERINTAH DAERAH
MP3EI 2011-2025 : Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan
dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan
produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna (hal.21)
Pasal 6 PP No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah
(1)
Pemerintah daerah memberikan insentif danlatau kemudahan penanaman
modal sesuai dengan kewenangan,kondisi, dan kemampuan daerah yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2)
Pemerintah daerah menjamin kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi
penanam modal yang menanamkan modal di daerahnya
Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal : Pemerintah
menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
a.
mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman
modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b.
mempercepat peningkatan penanaman modal.
BAB XII KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PERCEPATAN PENANAMAN
MODAL
Laporan Final Rancangan
58
Dalam upaya percepatan penanaman modal melalui system Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) maka perlu adanya koordinasi antara perangkat daerah
yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di
pemerintah provinsi dan kabupaen/kota. Selain itu perlu juga adanya pengendalian
dalam upaya memberikan kepuasan bagi para penanam modal. Koordinasi dan
Pengendalian mengacu pada Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri sebagai berikut :
Pasal 31
Dalam
rangka
koordinasi
pelaksanaan
kebijakan
dan
pelayanan
Penanaman Modal di PTSP, BKPM melaksanakan koordinasi dengan
Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM.
Pasal 32
(1)PDPPM
dan
PDKPM
merupakan
perangkat
daerah
yang
menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman
Modal di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas fungsi
Pasal 31-32 Perutaran
Presiden No. 27 Tahun
2009 tentang
Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Di Bidang
Penanaman Modal
PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dan fungsi lain sebagai berikut:
a. melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
Penanaman Modal di daerah;
b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan Penanaman Modal
di daerah;
c. memberikan insentif daerah dan/atau kemudahan Penanaman Modal
di daerah;
d. membuat peta Penanaman Modal daerah;
e. mengembangkan peluang dan potensi Penanaman Modal di daerah
dengan memberdayakan badan usaha;
e. mempromosikan Penanaman Modal daerah;
g. mengembangkan sektor usaha Penanaman Modal daerah melalui
pembinaan Penanaman Modal, antara lain meningkatkan kemitraan,
meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang
sehat, dan menyebarkan informasi yang seluasluasnya dalam lingkup
Laporan Final Rancangan
59
penyelenggaraan Penanaman Modal; dan
h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi
permasalahan yang dihadapi Penanam Modal dalam menjalankan
kegiatan Penanaman Modal di daerah.
(3) Pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja PDPPM dan PDKPM
sebagai perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dengan Peraturan Daerah.
Pasal 11
(1) Penerima insentif dan penerima kemudahan penanaman modal
menyampaikan laporan kepada kepala daerah paling sedikit 1 (satu)
tahun sekali.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
laporan penggunaan insentif danlatau kemudahan, pengelolaan usaha,
dan rencana kegiatan usaha.
Pasal 12
( 1) Bupati/ walikota menyampaikan laporan kepada Gubernur mengenai
perkembangan pemberian insentif danlatau pemberian kemudahan
Pasal 11-14 PP no. 45
penanaman modal di daerahnya secara berkala setiap 1 (satu) tahun
Tahun 2008 tentang
sekali.
Pedoman Pemberian
(2) Gubernur menyampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri
Insentif dan Pemberian
mengenai perkembangan pemberian insentif dan/atau pemberian
Kemudahan
kemudahan penanaman modal di daerahnya secara berkala setiap 1
Penanaman Modal Di
(satu) tahun sekali.
Daerah
Pasal 13
(1)
Kepala daerah melakukan evaluasi terhadap kegiatan penanaman
modal yang memperoleh insentif danlatau kemudahan.
(2)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dilakukan 1 (satu) tahun
sekali.
Pasal 14
Pemberian insentif dan/atau pemberian kemudahan dapat ditinjau kembali
apabila berdasarkan hasil evaluasi penanaman modal tidak lagi memenuhi
kriteria atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Pasal 38-40 Permen
Laporan Final Rancangan
Pasal 38
60
No. 64 Tahun 2012
(1)
Penanam modal yang menerima insentif dan kemudahan penanaman
tentang Pedoman
modal menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah melalui
Pemberian Insentif dan
Sekretaris Daerah paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Pemberian
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
Kemudahan
a. laporan penggunaan insentif dan/atau kemudahan;
Penanaman Modal Di
b. pengelolaan usaha; dan
Daerah
c. rencana kegiatan usaha.
(3)
Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 39
(1)
Gubernur menyampaikan laporan perkembangan pemberian insentif
dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerahnya kepada
Menteri Dalam Negeri secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali.
(2)
Bupati/Walikota menyampaikan laporan perkembangan pemberian
insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di daerahnya
kepada gubernur secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 40
(1)
Kepala Daerah melakukan evaluasi terhadap kegiatan penanaman
modal yang memperoleh insentif dan kemudahan.
(2)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu)
tahun sekali.
BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian
kemudahan penanaman modal di daerah untuk Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh
Gubernur. Untuk itu perlu adanya Tim Pembina dan Pengawas.Berdasarkan Pasal
41-42 Permen No. 64 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah diungkapkan bahwa :
Pasal 41
(1)
Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian
Laporan Final Rancangan
61
kemudahan penanaman modal di daerah secara nasional dikoordinasikan oleh
Menteri Dalam Negeri.
(2)
Pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian insentif dan pemberian
kemudahan
penanaman
modal
di
daerah
untuk
Kabupaten/Kota
dikoordinasikan oleh Gubernur.
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan atas pemanfaatan
pemberian
insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh aparat
pengawasan intern di lingkungan Pemerintahan Daerah
4. Ketentuan Sanksi
Rancangan peraturan daerah ini memuat ketentuan pidana yang tidak boleh
melebihi undang-undang. Berikut ini ketentuan sanksi menurut Pasal 32-34 UU No.
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai berikut :
Pasal 32
(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa
tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2)
Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau
alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan
jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian
sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
Laporan Final Rancangan
62
(4)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa
tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Pasal 33
(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan
penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat
perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham
dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat
perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian
dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan
korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan,
dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan
yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan
oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak
kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.
Pasal 34
(1)
Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Laporan Final Rancangan
63
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3)
Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
5. Ketentuan Peralihan
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal yang
telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. Serta hal-hal lain yang belum diatur dalam
Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
Hal ini sesuai Pasal 15 PP No. 45 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pasal 4345 Permen No. 64 Tahun 2012 sebagai berikut :
Pasal 15 PP No. 45
Pasal 15
Tahun 2008 tentang
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
Pedoman Pemberian
1. Perda yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini
Insentif dan Pemberian
wajib disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahunnsejak Peraturan
Kemudahan Penanaman
Pemerintah ini diundangkan.
Modal Di Daerah
2. Pemberian insentif yang diberikan sebelum Peraturan Pemerintah ini
berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu
pemberian insentif tersebut berakhir.
3. Permohonan insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal
yang sedang diproses, diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 43 Permen No. 64
Tahun
Pedoman
2012
tentang
Pemberian
Insentif dan Pemberian
Laporan Final Rancangan
Pasal 43
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.
Pemberian insentif yang diberikan sebelum Peraturan Menteri ini
64
Kemudahan Penanaman
berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu
Modal Di Daerah
pemberian insentif tersebut berakhir; dan
b.
Permohonan pemberian insentif
penanaman
modal
yang
sedang
dan pemberian kemudahan
dalam
proses
dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini.
6. Ketentuan Penutup.
Peraturan
Pemberian Insentif
dan
Kemudahan Penanaman Modal ini
dinyatakan berlaku sejak tanggal bulan dan tahun ditetapkannya serta tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah. Hal-hal yang belum diatur
dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Laporan Final Rancangan
65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Bentuk dan kriteria percepatan penananaman modal adalah memberikan
berbagai bentuk pelayanan percepatan penanaman modal diantaranya dalam
bentuk dukungan
infrastruktur
yang
diperlukan
dalam pengembangan
penanaman modal, akses informasi yang memadai, dan dukungan sumber daya
yang mempercepat realisasi penanaman modal yang diberikan kepada PMDN
dam PMA yang memenuhi asas dan sasaran penanaman modal juga idberikan
kepada calon penanam modal yang memenuhi persyaratan membangun
kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi .
2.
Jenis usaha yang mendapat pemberian insentif dan kemudahan penanaman
modal adalah usaha mikro, kecil dan koperasi; usaha yang dipersyaratkan
dengan kemitraan; usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modal; usaha yang
dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan usaha yang dipersyaratkan dengan
perizinan khusus.
3.
Bentuk pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal adalah :
(1)
Pemberian insentif dapat berbentuk:
a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah;
b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah;
c. pemberian dana stimulan; dan/atau
d. pemberian bantuan modal dan dukungan insentif lainnya.
(2)
Pemberian kemudahan dapat berbentuk:
a. penyediaan data dan informasi penanaman modal sektor potensial dan
peluang kemitraan;
b. penyediaan sarana dan prasarana;
c. penyediaan lahan atau lokasi;
Laporan Final Rancangan
66
d. pemberian bantuan teknis; dan/atau
e. percepatan pemberian perizinan
4.
Tata cara pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal
adalah mengajukan permohonan yang mencakup lingkup usaha, kinerja
manajemen dan perkembangan usaha kepada Gubernur atau Pejabat yang
ditunjuk serta memenuhi jenis usaha atau kegiatan penanaman modal yang
diprioritaskan memperoleh insentif kemudahan penanaman modal dan kriteria
pemberian insentif dan atau kemudahan.
5.
Dasar penilaian pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman
modal adalah paling sedikit memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat;
b. menyerap banyak tenaga kerja lokal;
c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal;
d. memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto;
e. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
f. melakukan alih teknologi;
g. melakukan industri pionir;
h. berada di lokasi pinggiran atau yang terpelosok jauh dari pusat
pemerintahan; atau
i.
industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.
Dimana, Skala Penentuan Prioritas Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal :
a. Skor nilai antara 14 sampai 23 = Prioritas Rendah
b. Skor nilai antara 24 sampai 33 = Priotitas Sedang
c. Skor nilai antara 34 sampai 42 = Prioritas Tinggi
6.
Pengaturan dan pembinaan pengawasan dilakukan oleh Tim Pembina dan
Pengawas yang dibentuk oleh Gubernur
Laporan Final Rancangan
67
7.
Setiap penanam modal yang melanggar ketentuan yang berlaku dikenakan
sanksi administrasi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;atau
d. pencabutan izin usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Bentuk pengaturan
Sistematisasi materi muatan Perda Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal Di Daerah adalah
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
BAB III
ASAS DAN SASARAN PENANAMAN MODAL
BAB IV
PELAYANAN PENANAMAN MODAL
BAB V
KRITERIA DAN BENTUK PERCEPATAN PENANAMAN MODAL
BAB VI
MEKANISME PERCEPATAN PENANAMAN MODAL
BAB VII
INSENTIF DAN KEMUDAHAN
BAB VIII
TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN
BAB IX
DASAR PENILAIAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN
BAB X
JENIS USAHA ATAU KEGIATAN YANG MEMPEROLEH INSENTIF DAN KEMUDAHAN
BAB XI
PERAN PEMERINTAH DAERAH
BAB XII
KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PERCEPATAN PENANAMAN MODAL
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
B. Rekomendasi
1.
Pada Bab V Kriteria dan Bentuk Percepatan Penanaman Modal sebaiknya
bentuknya dulu baru ditentukan kriterianya
Laporan Final Rancangan
68
2.
Bab X Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Memperoleh Insentif dan Kemudahan
sebaiknya masuk di Bab VII Insentif dan Kemudahan, karena pada Bab tersebut
membahas semua berkaitan insentif dan kemudahan dari prinsip, bentuk ,
kriteria .
3.
Undang-Undang, Peraturan yang belaku ditambah yang berkaitan penanaman
modal, insentif dan kemudahan, pelayanan terpadu satu pintu, UMKM, RPJP.
.
Laporan Final Rancangan
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada Pidato
Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI Jakarta, 25
April 1992, hlm. 8
Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hil Co, Jakarta,
1992, Hlm. 16
Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” makalah dalam
Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan Melalui
Desentralisasi Otonomi di Indonesia, Wisma MMUGM tanggal 25 Juli 2006, hlm. 5.
Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun &
Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual;
Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2010, Hlm. 23
H. Rojidi Ranggawijaya, Pengatar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 1998, Hlm. 43
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Keadilan Rakyat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995 dan
lihat juga Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, BIP Kelompok Gramedia, Jakarta, Hlm. 143
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A
Social Science Perspective, Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95
Laporan Final Rancangan
70
Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum itu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991,
Hlm. 49-50
W.R. Wade, Administrative Law, Third Edition (Oxford: Clarendon Press, 1971), hlm.
6
Laporan Final Rancangan
71
Download