pendahuluan - Karya Tulis Ilmiah

advertisement
I. PENDAHULUAN
Program intensifikasi padi yang dilaksanakan terus menerus dengan mut
yang meningkat, dan telah berhasil meningkatkan rata-rata produksi nasional
persatuan luas dari 3,5 t/ha pada tahun 1983 menjadi 4,5 t/ha pada tahun 1989
(Anonim, 1990). Pola pengembangan intensifikasi yang dititik beratkan pada
usaha meningkatkan pengelolaan usaha tani, memberikan implikasi masukan
tenaga kerja yang lebih besar dan cukup tersedia tepat pada waktunya.
Penanaman merupakan salah satu tahap kegiatan produksi yang menyerap
tenaga kerja cukup besar, di samping kegiatan pengolahan tanah dan pemanenan.
Cara penanaman pindah di lahan sawah membutuhkan tenaga kerja sekitar 26%
dari jumlah seluruhnya 94,5 HOK/ha (Anonim, 1981), sedang untuk padi gogo
sekitar
9.2% dari jumlah seluruhnya 173 HOK/ha (Anonim 1990b). dengan
semakin berkembangnya kegiatan di luar sector pertanian di pedesaan, banyak
tenaga kerja wanita yang semula sebagai buruh tanam, pindah keluar sector
pertanian yang dapat memberikan pendapatan yang lebih besar dan kontinyu.
Sehingga untuk masa masa yang akan datang diperkirakan akan semakin sulit
mencari tenaga kerja untuk tanam (Ananto et al , 1992). Oleh sebab itu perlu
dicari cara penanaman padi yang efisien, murah dan tidak membutuhkan tenaga
kerja yang banyak, misalnya dengan cara penanaman sebar langsung diatas
permukaan sawah. Tetapi system penanaman sebar langsung di lahan sawah
menghadapi banyak masalah,. Antara lain sebagai berikut:
1. benih tidak dapat tumbuh bila jatuh dipermukaan sawah yang tergenang
air (Campbell, 1990), karena benih kekurangan oksigen.
2. cara penanaman sebar langsung membutuhkan kondisi permukaan tanah
yang rata dan sempurna (Astanto et al., 1993; Washio , 1992; Akita,
1992), sehingga membutuhkan biaya pengolahan tanah yang tinggi.
3. kebutuhan benih lebi banyak (Astanto et al., 1993)
4. penempatan bwenih dibawah permukaan tanah mudah dimakan burung
atau tikus, tanaman mudah rebah dan dalam kkondisi tergenang benih
1
hanyut terbawa air ( Ito, 1987). Akibat lebih lanjut banyak memerlukan
tenaga kerja untuk penyulaman.
5. tenaga untuk penyiangan lebih besar dibanding tanam pindah (Washio,
1992; Astanto et el., 1993).
Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara: (1) penempatan benih harus
sedemikian rupa sehingga dapat cukup oksigen agar tumbuh dengan baik, (2)
benih perlu ditempatkan di bawah permukaan tanah dan dalam larikan
teratur.Untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan benih,
penanaman dilaksanakn dengan cara kering misalnya padi gogo dilahan kering
dan padi rancah disawah tadah hujan, penanaman basah dengan menggunakan
benih yang dilapisi kalsium peroksida (kalper) sebagi sumber oksigen.
Penempatan benih di bawah permukaan tanah dalam larikan dapat dilaksanakan
dengan menggunakan alat penanam, hal yang perlu mendapat perhatian adalah
pada system pengambilan dan penempatan benih.
Salah satu kenis alat penanam di lahan sawah yang ada saat sekarang
adalah alat penanam larik tipe drum ("drum seeder") buatan IRRI dengan
kapasitas kerja 14 jam per ha (Campbell, 1990). Kelemahan alat ini ialah tidak
dapat menjumlahkan benih dalam jumlah yang tepat dan teratur dalam larikan
serta tidak dapat menempatkan benih di dalam tanah.
Jenis alat penanam yang lain adalah tipe larik dalam alur ("seed drill")
yang dapat menjatuhkan biji dalam jumlah yang relatif sama dan teratur di bawah
permukaan tanah. Alat penanam padi jenis ini dapat digunakan untuk penanaman
cara kering maupun basah. Dengan adalanya alat penanam yang sederhana, murah
dan efisien, maka pekerjaan penanaman dapat dilaksanakan dengan lebih cepat
dan murah.
2
II. PEMBAHASAN
2.1. Alat penanam di lahan kering
alat penanam padi langsung di lahan kering mirip dengan alat penanam
padi langsung di lahan basah. Perbedaan yang paling menonjol adalah bahwa alat
penanam untuk lahan basah selalu memiliki sepatu pengapung dan dioperasikan
dengan cara di tarik. Bagian-bagian utama alat ini adalah : hopper, pemabgi benih,
roda penggerak, sikat, saluran benih, pembuka alur, dan roda penutup. Ekanisme
kerja alat ini mirip dengan alat penanam tipe "metering roll" untuk lahan basah.
Proses penutupan alur dilakukan oleh roda yang terletak di bagian belakang alat.
Spesifikasi alat penanam dua baris untuk lahan kering dapat dilihat pada gambar
11.
Apabila
tanah
berbongkah-bongkah,
alat
penanam
ini
terpaksa
dioperasikan dua orang, yaitu satu orangf menarik dan satu orang lainnya
mendorong. Operator yang dibelakang selain bertugas mendorong alat dan
menekan roda belakang agar dapat menutup alur juga bertugas menjaga agar alat
bekerja dalam garis lurus dan tidak terjungkal. Selama operasi, alat perlu dijaga
agar tidak melewati tempat becek, sebab tanah akan melekat di pembuka alur dan
penutup alur serta menghambat jatuhnya benih di dalam alur.
Jarak tanam 30 cm × 15 cm merupakan jarak tanam anjuran memberi
kemudahan bagi petani berjalan diantara barisan tanaman selama proses kerja.
3
Spesifikasi :
Panjang
1310 mm
Lebar
665 mm
Tinggi
715 mm
Berat
14
System penjatuhan benih
grafitasi
Jarak antar baris
25 cm
Jumlah baris
2
Jumlah hopper
2
Kapasitas tiap hopper
1 kg
Tipe kerja
dorong/tarik
Operator
1 – 2 orang
Lebar kerja
0,6 m
Kecepatan
0,8 m/det
Sliding roda
0,5 %
Kebutuhan benih
60 kg/ha
4
kg
2.2. PERANCANGAN ALAT TANAM DI LAHAN KERING.
Dengan pertimbangan petak-petak lahan sawah tadah hujan dan sawah
kering di Indonesia banyak yang belum dicetak untuk kesesuaian alat-alat
mekanis, maka alat penanam yang dirancang ditujukan untuk penggerak manual.
Prinsip kerja sebagai berikut : Tangkai belakang didorong dan tangkai
depan ditarik kemudia roda berputar dan sekaligus juga memutar pembagi benih
karena antara pembagi benih dan roda dalam satu poros. Putaran pembagi benih
akan menjatuhkan benih dari hopper ke pembuka alur melalui pengarah. Di
pembuka alur benih jatuh di permukaan alur lalu benih di tutup dengan tanah oleh
roda penahan.
Pengoperasian alat dengan mendorong mutlak di perlukan agar roda
penahan dapat menhan penutup alur dengan sempurna. Meskipun dengan cara
mendorong menimbulkan momen yang arahnya ke bawah sehingga gaya dorong
5
lebih besar, tetapi momen ini dikurangi oleh pengoperasian alat dengan cara
menarik disamping itu, untuk mengurangi daya dorong, titik tangkap gaya dorong
diletakkan di bawah ujung pembuka alur, tetapi kontruksi yang demikian
menimbulkan gaya vertical yang dapat mengakibatkan bagian belakang alat
terbenam. Oleh karena itu, bagian alt perlu dipasang penahan berbentuk roda agar
gesekan menjadi kecil dan roda penahan ini sekaligus berfungsi sebagai penutup
alur,
2.2.1. Roda
Roda berfungsi sebagai pembagi benih, untuk menyederhanakan
kontruksi, poros roda bersatu dengan poros pembagi benih. Roda berputar karena
gaya dorong dari tangkai. Untuk mengurangi luncuran ("sliding"), sirip-sirip
dipasang di roda
Diameter roda diduga berpengaruh terhadap luncuran, diameter roda
semakin besar luncuran semakin kecil, tetapi kontruksi semakin rumit. Percobaan
astanto et al. (1992) menunjukkan bahwa diameter roda 40 cm hanya
menimbulkan luncuran 0,45% sehingga diameter ini dianggap cukup baik. Sirip
diletakkan didalam keliling roda dengan pertimbangan agar getaran pada saat
transportasi menjadi kecil dan untuk menjaga posisi pembuka alur konstan
terhadap permukaan tanah. Bagian roda tengah perlu dipasang bantalan ("bos")
sebagai dudukan poros. Jika diameter poros 16 mm, maka diameter lubang
bantalan roda juga 16 mm.
Roda berfungsi sebagai pembuat garis ("line marker ") pada tanah. Bila
jarak antar baris tanaman 25 cm, maka jarak roda dengan pembagi benih 12,5 cm.
kontruksi roda dapat dilihat pada gambar 13.
6
2.2.2 Pembagi benih
Fungsi pembagi benih ialah menjatuhkan benih dari hopper ke tanah
dalam jumlah tertentu dan seragam secara larikan. Pembagi benih terdiri dari
beberapa bentuk, salah satu diantaranya ialah yang disebut "cup roll". Cup roll ini
terbuat dari aluminium, diameter 72 mm, jumlah mangkok ("cup") dalam satu
lempeng ("roll") 8 alur.
7
2.2.3 Pembuka alur
Pembuka alur berfungsi membuka alur pada permukaan alur pada
permuaan tanah sebagai tempat jatuhnya benih, sekaligus pengarah jatuhnya
benih. Pembuka alur yang dibuat ialah tipe belah karena kontruksinya mudah,
kerugian pembuka alur ini adalah kebutuhan gaya yang besar. Untuk mencegah
tanah masuk ke dalam pembuka alur, bagian bawah ditutup mulai dari depan
sampai dibawah saluran benih, dan mulai dari saluran benih kebelakang dipotong
miring ke atas. Pada bagian pembuka alur di bawah saluran benih dipasang plat
dengan posisi miring agar benih tergelincir ke dalam alur. Kontruksi pembuka
alur dapat dilihat pada gambar 15.
2.2.4 Roda penahan.
Roda penahan berfungsi menahan tekanan rangka pada tanah akibat gaya diring,
dan sebagai penutup alur. Makin kecil diameter penahan , makin besar roda
penahan menggusur tanah. Sebaliknya diameter roda penahan main besar, fungsi
roda penahan sebagai penutup alur makin kurang. Demikian juga makin ringan
bobot roda penahan, fungsi roda penahan sebagai penutup alur semakin
berkurang. Diameter roda penahan 150 mm, lebar 100 mm, dan bobot 1200 g
dianggap optimum agar roda penahan berfungsi dengan baik (Astanto et al.,
8
1992). Roda penahan di pegang oleh dudukan yang bagian atasnya berulir agar
dapat diatur naik dan turun (Gambar 16).
2.2.5 Tangkai.
posisi garis gaya tangkai harus dibawah titik ujung pembuka alur. Jika posisi garis
gaya dorong di atas titik ujung pembuka laur, maka gaya dorong dari tangkai akan
menimbulkan
momen
dengan
titik
tumpu
ujung
pembuka
alur
yang
mengakibatkan alat akan terjungkal.
Perusahaan alat pertanian di jepang merekomendasikan tingi pegangan alat
pertanian 80 cm sampai 95 cm (Anonim, 1991). Dengan demikian, panjang
tangkai pegangan yang diperlukan sekitar 100 cm atau sekitar 115 cm. bagian
depan alat penanam dipasang tangkai penarik yang panjangnya 100 cm (Gambar
17)
9
2.2.6 Hopper.
Hopper berfungsi sebagai tempat benih pada waktu alat beroperasi dan sebagai
dudukan pembagi ibenih. Sudut kemiringan dinding hopper terhadap garis
horisontal harus lebih besar dari sudut repos benih agar benih dapat mengalir
dengan baik ke saluran pengeluaran ("outlet").
Bagian hopper yang dipakai sebagai dudukan pembagi benih terletak pada saluran
pengeluaran. Lebar pembagi benih telah dirancang 20 mm (Gambar 14), agar
pembagi benih dapat bergerak bebas dan benih tidak menyumbat saluran
pengeluaran, lebar rumah pembagi benih dibuat 21 mm. Hopper pada saluran
pengeluaran dibor dengan diameter 23 mm sebagai dudukan bentalan pembagi
benih. Bagian depan dari hopper dipsangi sikat hingga menyentuh pembagi benih.
Sikat ini terbuat dari kuas cat dengan lebar ¾ inci dan bagian kuas yang terbuat
dari rambut dipotong hinga tinggal 12,5 mm. rambut sikat inilah yang menyentuh
pembagi benih (Gambar 18).
10
2.2.7 Rangka.
Rangka berfungsi sebagai dudukan hopper, pembuka alur, roda penahan, dan
tangkai. Kontruksi rangka ini dapat dilihat pada Gambar 19.
11
12
PENUTUP
Sebagaimana semua jenis alat/mesin pertanian memerlukan persyaratan
tertentu agar dapat berfungsi dengan baik. Demikian juga alat penanam akan
bekerja dengan baik apabila syarat-syaratdan kondisi operasi dapat dipenuhi.
Teknologi alat terus berkembang, sehingga hasil kerja alat penanam ini bukan
merupakan hasil yang paling baik karena pada masa yang akan datang akan ada
alat penanam yang lebih baik. Penerapan alat dan mesin tidak bisa menunggu
sampai alat atau mesin itu sempurna karena jenis alat dan mesin akan terus
bekembang dan alat/mesin yang tidak dipakai orang tidak akan pernah
berkembang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Akita, S. 1992. Direct seeding rice in the United States. Farming Japan Vol. 26-1.
Farming Japan Co. Ltd. Tokyo. P.20 – 26.
Ananto, E.E., M. Djojomatono, K. Abdullah, dan Eriyanto. 1992. perkembangan
tenaga pertanian untuk usahatani padi sawah di Kabupaten Karawang : sa
tu pendekatan simulasi sistem. Media Penelitian Sukamandi No. 11. p. 14
-23.
Ananto, E. E., Astanto, S.Y. Jatmiko, dan Suprapto. 1994. Prospek pengembangan
Traktor Tangan di dalam sistem usahatani Lahan Tadah Hujan Di Desa Me
teseh, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Bulletin Enjinering Pertanian
Vol 1, No. 2, Juli 1994. p 23-30.
Anonim. 1993. Lowland and upland seeder. Traince’s Manual of Engineering for
Rice Agricultural Course. IRRI. Los Banos. P. 71-74.
Astanto, E. Eko Ananto, dan D. Ridwan Ahmad. 1992. Perancangan alat tanam
langsung dalam larikan untuk lahan kering. Media Penelitian Sukamandi
No. 11. p. 43-49.
14
Download