MODUL PERKULIAHAN Etika dan Filsafat Komunikasi Komunikasi Sebagai Ilmu Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Advertising and Marketing Communication Tatap Muka 02 Kode MK Dosen MK85009 Dra. Nurhasanah Haspiaini. M.Si Abstract Kompetensi Ilmu Komunikasi bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat luas, sebab fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengruh dari sistem-sistem tanda dan lambang konteksnya amat luas. Ilmu komunikasi bukan hanya ilmu pengetahuan yang bersifat murni teoritis akademis, juga merupakan ilmu pengetahuan terapan yang diperlukan berbagai praktisi, sebab ilmu komunikasi juga menjelaskan tentang seni memproduksi sistem-sistem tanda dan lambang yang mencakup berbagai aspek dan tingkat kepentingan yang amat luas. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan yang luas baik secara disiplin, kajian, fenomena, hingga aspek.p Sejarah Ilmu Pengetahuan Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuansinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut (Georger F.Kneler, 2007, dalam Jujun S. Suriasumantri). Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka. Bukan saja bermacam-macam senjata pembunuh berhasil dikembangkan namun juga berbagai teknik penyiksaan dan cara memperbudak massa. Di pihak lain, perekembangan ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justru sebaliknya: manusialah akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan untuk eksistensinya sendiri. (Jaques Ellul, 2007, dalam Jujun S. Suriasumantri). Selanjutnya kita lihat sejarah ilmu pengetahuan berdasarkan sejarah ilmu pengetahuan barat, karena sejarah ilmu di barat berbeda dengan sejarah ilmu di timur. Untuk sejarah ilmu pengetahuan barat, dimulai dari mitologi, lalu filsafat, muncul teologi dan menjadi ilmu pengetahuan. 1. Mitologi Didorong naluri ingin tahunya, ketika manusia melihat segala sesuatu, bertanyalah dia, “Kenapa begini? Kenapa begitu?” Ada beberapa pertanyaan yang bisa dijawab. Ada juga yang tidak bisa mereka jawab. Untuk yang mereka tidak menemukan jawabannya, manusia pada masa itu menciptakan kisah-kisah mitos. Sehingga, untuk sementara, keingintahuan itu terpenuhi. Kisah ini diteruskan dari generasi ke generasi dan akhirnya diterima begitu saja sebagai suatu kebenaran. Hingga tibalah suatu saat di mana sejumlah orang tidak lagi percaya terhadap kisah-kisah mitos ini. Mereka bersikap kritis. Mereka tidak mudah percaya. Mereka sangat mengagungkan rasionya. Bagi mereka, kisah-kisah seperti itu sungguh tidak masul akal. Mereka mencari dan mencintai kebijaksanaan dalam oleh fikir: Filosofia. ‘13 2 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Filsafat Filosofia, kaum filsuf, yang mencintai kebijaksanaan membawa cara berpikir baru: Filsafat. Awalnya karena yang menggelitik keingintahuan manusia adalah segala apa yang tertangkap inderanya dari semesta di sekitarnya, maka Filsafat Alam lahir terlebih dahulu. Darimanakah asal kehidupan? Ada filsuf yang menyatakan asal kehidupan dari tanah. Filsuf yang lain berfikir, bukan tanah melainkan air, karena ketika tanah kering ditetesi hujan lahirlah kehidupan baru. Apa pun jawaban dari keingintahuannya, para Filsuf lebih mempercayai rasionya ketimbang kisah dewa dewi. Baru belakangan, ketika manusia menyadari ada masalah dalam hubungan antarmanusia, maka Filsafat Manusia terlahir. Sejarah mencatat, tokohnya antara lain Socrates, yang memiliki murid bernama Plato. Dan kelak Plato menjadi guru Aristoteles. 3. Teologi Zaman Yunani berganti menjadi Romawi. Adalah Kaisar Constantin pemimpin Roma pada masa itu memberi sabda menjadikan Kristiani sebagai agama resmi kekaisaran. Dan kemudian Tahta Suci menjadi pusat penilai kebenaran, dengan ajaran Kristiani sebagai dogma. Kisah dewa-dewa atau Gods berganti dengan Tuhan atau God tanpa “s”. Tahta Suci memaknai Kitab Suci dan masyarakat awam terlarang memaknai segala sesuatu yang tidak direstui Tahta Suci. Tibalah Zaman Kegelapan, the Dark Age, membuat tokoh semisal Leonardo DaVinci menyembunyikan ide dan gagasannya di balik karya seni ciptaannya, khawatir disabda “kafir” oleh Tahta Suci. Maka, sejarah pun mencatat adanya suatu massa ketika kebebasan berfikir di Zaman Yunani Kuno terkungkung oleh titah Tahta Suci. 4. Ilmu Pengetahuan Hingga tiba suatu zaman yang disebut Renaisaince: rindu kembali pada suatu masa di mana kebebasan berpikir rasio manusia begitu diagungkan. Mereka ingin kembali ke Zaman Yunani Kuno. Awalnya adalah gerakan budaya. Bangunan, lukisan, dan karya-karya seni Yunani dihadirkan kembali; rindu pada Zaman Yunani dulu. Namun, belakangan, bukan semata karya seni, melainkan juga kebebasan dan keliaran berpikir para Filsuf Yunani Kuno pun didamba oleh mereka. ‘13 3 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ilmu Pengetahuan Modern mulai mencari dan mendapatkan bentuknya. Abad Pencerahan tiba. Sebagaimana Filsafat Alam yang terlahir lebih dahulu daripada Filsafat Sosial, maka Ilmu-ilmu Alam lahir lebih dahulu daripada Ilmu-ilmu Sosial. Pusat kebudayaan kini bergeser ke Wina. Sebuah kota perdagangan yang menjadi jantung dunia pada masa itu. Dan adalah sekelompok orang yang senang berkumpul dan berdiskusi, mencoba membedakan hadirnya “jenis pengetahuan baru” yang berbeda dengan Mitologi, Filsafat, atau Teologi itu. Jenis pengetahuan “baru” ini memiliki kriteria dan tata cara/metodanya sendiri, yang kemudian disebut jalan ilmiah: metoda saintifik. Terdapat perbedaan mendasar antara filsafat, teologi dan ilmu pengetahuan. Objek kajian Filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat memikirkan segala sesuatu, tentang sesuatu. Ketika mengkaji objeknya, Filsafat mulai dari sikap kritis, artinya tidak mudah percaya. Objek kajian Teologi adalah segala sesuatu yang ada. Namun kriteria “keberadaannya”, semisal Tuhan atau malaikat atau surga dan neraka, diterima dengan dasar PERCAYA! Yakni, keimanan Anda. Sementara objek kajian Ilmu Pengetahuan adalah mutlak sesuatu yang ADA tertangkap indera. Buktikan bahwa fakta itu empirik tertangkap indera (sense); dan jika nonsense maka ini bukan objek Ilmu Pengetahuan. Dengan kata lain, dasar Ilmu Pengetahuan adalah PASTI, bahwa keberADAannya bisa dibuktikan dengan fakta dan data empirik. Atau, dengan kata lain, bisa diverifikasi. Adalah sebuah objek yang difikirkan Filsafat: Ketika seorang filsuf melihat sejumlah orang sakit perut setelah meminum air di sumur itu dia menduga adanya “sesuatu” yang tidak tertangkap indera: kuman atau bakteri. Kuman atau bakteri ini tetap akan menjadi objek Filsafat selama Ilmu Pengetahuan belum bisa menemukan alat guna memverifikasinya. Manakala mikroskop sebagai alat untuk melakukan verifikasi ditemukan, jadilah kuman atau bakteri ini objek Ilmu Pengetahuan. Maka, adalah Sigmund Freud atau Darwin atau Newton yang disebut Filsuf dan juga Ilmuwan. Karena, sebagian objek yang mereka kaji bisa diverifikasi, namun ada juga yang belum bisa diverifikasi keberadaannya. Jadi, manakala objek kajian Filsafat bisa teruji secara Pengetahuan. empirik, Karenanya, maka dinyatakanlah jadilah bahwa Ilmu Pengetahuan ‘13 4 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ia objek Filsafat adalah Ibu kajian Ilmu dari segala Ilmu Pengetahuan Terdapat banyak defenisi ilmu yang dirumuskan para ahli. “ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah umum” (NAsir, 1988) “konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, adanya rasionalistas, dapat digeneralisasi, dan dapat disistematisasi” (Shaphere, 1974). Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistenasi dengan realitas sosial” (Schutz, 1962) “ilmu tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tapi juga merupakan suatu metodologi” (tan, 1954). Dari empat pengertian diatas, disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu hal, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat) yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Pengertian ilmu dalam dunia ilmiah memiliki tigas ciri. Pertama ilmu merupakan suatu pengetahuan berdasarkan logika, kedua, ilmu harus terorganisasikan secara sistematik, ketiga, ilmu harus berlaku umum. Menurut LittleJohn dalam bukunya theories of Human communication yang diterbitkan tahun 1989, secara umum dunia masyarakat ilmiah menurut cara pandang serta objek pokok pengamatannya dapat dibagi dalam 3(tiga) kelompok atau aliran pendekatan. Ketiga kelompok tersebut adalah pendekatan scientific (ilmiah empiris), pendekatan humanistic (humaniora-interpretatif), serta pendekatan social sciences (ilmu-ilmu sosial). Aliran pendekatan scientific umumnya berlaku di kalangan para ahli ilmu eksakta seperti fisika, biologi, kedokteran, dan lain-lain. Menurut pandangan ini ilmu diasosiasikan sebagai objektivitas. Objektivitas yang dimaksudkan disini adalah objektivitas yang menekankan prinsip standarisasi observasi dan konsistensi. Landasan filosofinya adalah bahwa dunia ini pada dasarnya mempunyai bentuk dan struktur. Secara individual para peneliti boleh jadi berbeda pandangan, namun secara penelitian hasil yang mereka teliti haruslah sama. inilah hakikat dari objektivitas dalam konteks standarisasi dan konsistensi. ciri utama lainnya dari kelompok pendekatan ini adalah adanya pemisahan yang tegas antara known (objek tau hal yang ingin diketahui dan diteliti) dan knower (subjek pelaku atau pengamat). Apabila aliran scientific mengutamakan objektivitas, aliran humanistic mengasosiasikan ilmu dengan prinsip subjektivitas. Perbedaan pokok antara kedua aliran ini adalah: 1. Tujuan ilmu aliran scientific adalah untuk menstandarisasikan observasi, sementara aliran humanistic mengutamakan kreatifitas individual ‘13 5 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Aliran scientific berpandangan bahwa tujuan ilmu adalah mengurangi perbedaan pandangan tentang hasil pengamatan, aliran humanistic bertujuan untuk memahami tanggapan dan hasil temuan subjektif individual 3. Aliran scientific memandang ilmu pengetahuan sebagai suatu yang berada disana (out there) diluar diri pengamat/peneliti. Di lain pihak aliran humanistic melihat ilmu pengetahuan sebagai suatu yang berada disini (in here) dalam arti berada dalam diri (pikiran/ interpretasi) pengamat/peneliti. 4. Aliran scientific memfokuskan perhatian pada dunia hasil penemuan (discovered world) sedangkan aliran humanistic menitikberatkan perhatian pada dunia para penemunya (discovering person) 5. Aliran acientific berupaya memperoleh consensus, sementara aliran humanistic mengutamakan interpretasi-interpretasi alternative 6. Aliran acientific membuat pemisahan yang teas antara known dan knower sedangkan aliran humanistic cenderung tidak memisahkan kedua hal tersebut. Dalam konteks ilmu sosial, salah satu bentuk metode penelitian humanistic adalah partisipasi observasi. Melalui metode ini peneliti mengamati sikap dan perilaku dari orang yang ditelitinya dengan membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang yang ditelitinya. Interpretasi atas sikap dan perilaku dari orang yang diteliti tidak hanya didasarkan atas informasi yang diperoleh melalui wawancara tapi juga dengan pengamatan langsung dengan objek yang diteliti. Pandangan klasik dari humanistic adalah bahwa cara pandang seseorang akan menentukan penggambaran dan uraiannya tentang hal tersebut. karena bersifat subjektif dan interpretative, maka pendekatan aliran ini cocok diterapkan untuk mengkaji persoalan yang menyangkut sistem nilai, kesenian, kebudayaan, sejarah dan pengalaman pribadi. Kelompok ketiga adalah social sciences (ilmu pengetahuan sosial). Kelompok ini merupakan gabungan dari scientific dan humanistic. Pendekatan ini merupakan perpanjangan (extension) dari pendekatan ilmu alam (naturan science) karena beberapa metode yang diterapkan banyak yang diambil dari ilmu alam. Fisika, namun pendekatan humanistic juga diterapkan. Menggunakan dua pendekatan yang berbeda antara scientific dan humanistic karena yang menjadi objek studi adalah kehidupan manusia. Ahli ilmu sosial harus mampu mencapai kesepakatan consensus mengenai hasil pengamatannya, meskipun kesepakatan yang dicapai sifatnya relative dalam arti dibatasi oleh faktor waktu, situasi dan kondisi tertentu. Ilmu sosial juga mengutamakan faktor penjelasan dan interpretasi. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai objek pengamatan adalah mahluk yang aktif, memiliki daya pikir, ‘13 6 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id berpengetahuan, memegang prinsip dan nilai tertentu, serta tindakannya dapat berubah sewaktu-waktu. Maka interpretasi subjektif terhadap kondisi spesifik tingkah laku manusia diperlukan guna menangkap makna dari tingkah laku tersebut.. seringkali perbuatan seseorang bersifat semua dalam arti tidak mencerminkan keinginan hati yang sebenarnya. Dalam perkembangan, ilmu pengetahuan sosial ini terbagi kedalam dua kubu: ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral science) dan ilmu pengetahuan sosial (social science). Kubu pertama menekankan pengkajian pada tingkah laku individu manusia, sedangkan kubu kedua pada interaksi antar manusia. Perbedaan terletak pada aspek permasalahan yang diamati, sementara metode pengamatannya cenderung sama. Setiap Ilmu mempunyai filsafatnya. Kita mengenal adanya Filsafat Hukum, Filsafat Sejarah, Filsafat Teknik dan demikian pula suatu Filsafat Komunikasi/Publisistik. Filsafat suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu yang bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu itu bermaksud mencapai tujuannya yaitu kebenaran. Sebenarnya setiap ilmu ditujukan pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya kepada umat manusia, hanya cara ataupun jalan bagaimana masing-masing ilmu mengira mencapai tujuan ini adalah berbeda-beda. Dalam rangka pemikiran ini, maka setiap ilmu mempunyai obyek formalnya maupun obyek materinya. Didalam obyek materinya beberapa ilmu dapat mempunyai obyek yang sama, akan tetapi demi penjelasanpemisahan ilmu satu dengan ilmu yang lain, maka obyek formalnya berbeda-beda. Objek formal inilah merupakan pandangan khas dari masingmasing ilmu berdasarkan apa yang dianggap benar, terutama benar menurut norma-norma dan ukuran masyarakat saat itu. Demikianlah, mka setiap filsafat ilmu, juga memperlihatkan filsafat masyarakatnya seperti mencerminkan juga tingkat perkembangan ilmu yang bersangkutan. Komunikasi dan terutama Publisistik sejak semula mempunyai hubungan arti yang erat dengan pengertian orang mengenai perkataan publik ataupun kata-kata sifatnya. Dalam bahasa Latin kata sifat publicus dari kata benda populous berarti, pertama: ditujukan kepada rakyat, milik Negara ataupun atas ongkos negara. Kata bantu publice dari kata kerja publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara. Akhirnya perkataan “publicare” mendapat arti: terbuka untuk umum ataupun mengumumkan. Dalam abad ke-17 maka perkataan “Publizist” timbul di Jerman dalam arti ahli Hukum Publik. Dalam tahun 1893 perkataan ini mendapat arti ahli dalam Ilmu Hukum Negara dan Ilmu Negara. Baru kemudian dikenal dalam tahun 1926 perkataan “publizistik” dalam hubungan semulanya, yaitu “mengumukan”. ‘13 7 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu pengetahuan sosial, pada dasarnya difokuskan pada pemahaman tentang bagaimana tingkah laku manusia dalam menciptakan, mempertukarkan, dan menginterpretasikan pesan-pesan untuk tujuan tertentu. Namun dengan adanya dua pendekatan scientific dan humanistic, dalam komunikasi juga muncul kelompok masyarakat ilmuwan komunikasi yang berbeda baik dalam spesifikasi objek permasalahan, maupun dalam aspek metodologis serta teori dan model yang dihasilkan. Kalangan yang mendalami bidang studi speech communication (komunikasi ujaran) umumnya banyak menerapkan aliran humanictic, teori yang digunakan teori-teori retorika. Sementara ahli komunikasi yang meneliti bidang studi seperti komunikais antar pribadi, komunikasi dalam kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan lain-lain. Banyak menerapkan metode pendekatan scientific. Teori yang digunakan biasanya adalah teori-teori komunikasi. Namun, pengelompokan semacam ini sudah kabur, karena dalam praktiknya kalangan ilmu yang mendalami bidang kajian komunikasi ujaran sering menerapkan pendekatan scientific, begitu pula sebaliknya. Ilmu Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmu Komunikasi bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat luas, sebab fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengruh dari sistem-sistem tanda dan lambang konteksnya amat luas, mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari kehidupan manusia. Tataran analisnya luas juga dari tataran individu, kelompok/organisasi, masyarakat luas sampai ketataran internasional dan global, oleh karena itu pendekatan yang diterapkan dalam ilmu komunikasi bersifat multidisiplin. Pemikiran-pemikiran teoritis ilmu komunikasi dikembangkan dari berbagai akar ilmu pohon komunikasi. Ilmu komunikasi bukan hanya ilmu pengetahuan yang bersifat murni teoritis akademis, juga merupakan ilmu pengetahuan terapan yang diperlukan berbagai praktisi, sebab ilmu komunikasi juga menjelaskan tentang seni memproduksi sistem-sistem tanda dan lambang yang mencakup berbagai aspek dan tingkat kepentingan yang amat luas. Dari mulai kepentingan perorangan, kelompok, organisasi dan perusahaan sampai kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sistem tanda dan lambang diperlukan oleh seluruh ‘13 8 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sektor/kegiatan yang berkaitan dengan politik, sosial, budaya atau ekonomi dan bisnis. Hal ini berkaitan dengan tenaga-tenaga profesional di berbagai bidang keahlian komunikasi Pengertian ilmu komunikasi pada dasarnya sama dengan ilmu pengetahuan secara umum, hanya saja objek perhatian difokuskan pada hubungan antar manusia. Menurut Berger dan Chaffe (1987) ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambing melalui pengembangan teori yang dapat diuji dan digeneralisasi dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berbaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang. Dance & Larson mengidentifikasi 126 definisi komunikasi yang diklasifikasikan ke dalam 3 dimensi konsepsi, yaitu: 1. Derajat Keabstrakannya Definisi yang bersifat umum : ” Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan” (Reushch,1957) Definisi yang terlalu khusus : komunikasi alat untuk mengirimkan pesa militer, pemerintah dan sebagainya melalui telp, radio dan sebagainya 2. Tingkat Kesengajaan Definisi yang mengisyaratkan kesengajaan. ” komunikasi adalah situasi yang memungkinkan suatu sumber mentranmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan di sadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”. Definisi yang mengabaikan kesengajaan: komunikasi sebagai suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki seseorang/monopoli, menjadi dimiliki 2 orang atau lebih 3. Tingkat Keberhasilan dan diterimanya pesan Contoh definisi: ”komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian” Definisi yang tidak menekankan keberhasilan : ”Komunikasi adalah proses transmisi informasi” Paradigma Ilmu komunikasi Untuk memahami seperti apa ilmu komunikasi, bisa dilihat dari paradigma komunikasinya. Paradigma adalah Cara pandang seseorang terhadap diri & lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berfikir, bersikap dan berperilaku. Paradigma komunikasi terdiri dari 3 bagian: ‘13 9 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan seseorang & diterima oleh orang lainnya. Konsep kuncinya disengaja & harus diterima. Implikasinya bila pesan tidak diterima tak ada komunikasi karena tidak ada manusia yang menerima pesan 2. Komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, baik disengaja atau tidak. Penakan pada pesan harus diterima walau pesan tidak harus disampaikan dengan sengaja paradigma ini relatif tidak mengenal istilah komunikan penerima, sebab kedudukan komunikator & komunikan saling bergantian 3. Komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja, walau derajat kesengajaannya sulit ditentukan. Penekanannya : pesan harus disampaikan dengan sengaja, tanpa memasalahkan pesan diterima apa tidak. Paradigma I Pesan Syarat Sengaja Diterima √ √ Komunikator (pengirim pesan) & komunikan (penerima pesan) II X √ Penekanan pada komunikan penerima & yang memaknai pesan, tanpa memasalahkan komunikator. III √ X Semua pelaku komunikasi sebagai komunikator & komunikan Komunikator, pesan dan terget komunikan Daftar Pustaka Djuarsa, Sasa, Teori Komunikasi, Cetakan ke -5, Universitas Indonesia, 2004 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, cetakan ke-20, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2007. Astrid S Phil Susanto, Filsafat Komunikasi, 1995, Bina Cipta Bandung, 1995 ‘13 10 Etika dan Filsafat Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id