Modul Etika dan Filsafat Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika dan Filsafat
Komunikasi
Komunikasi Sebagai Ilmu
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Bidang Studi
Advertising and
Marketing
Communication
Tatap Muka
02
Kode MK
Dosen
MK85009
Dra. Nurhasanah Haspiaini. M.Si
Abstract
Kompetensi
Ilmu Komunikasi bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat
luas, sebab fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses
dan pengruh dari sistem-sistem tanda dan lambang konteksnya
amat luas. Ilmu komunikasi bukan hanya ilmu pengetahuan yang
bersifat murni teoritis akademis, juga merupakan ilmu
pengetahuan terapan yang diperlukan berbagai praktisi, sebab
ilmu komunikasi juga menjelaskan tentang seni memproduksi
sistem-sistem tanda dan lambang yang mencakup berbagai aspek
dan tingkat kepentingan yang amat luas.
Mahasiswa mampu
menjelaskan tentang ilmu
komunikasi sebagai ilmu
pengetahuan yang luas
baik secara disiplin, kajian,
fenomena, hingga aspek.p
Sejarah Ilmu Pengetahuan
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuansinya
dapat
diuji
baik
dengan
jalan
mempergunakan
pancaindera,
maupun
dengan
mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut (Georger F.Kneler, 2007,
dalam Jujun S. Suriasumantri).
Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi
sesama manusia dan menguasai mereka. Bukan saja bermacam-macam senjata pembunuh
berhasil dikembangkan namun juga berbagai teknik penyiksaan dan cara memperbudak
massa. Di pihak lain, perekembangan ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan
lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia,
namun justru sebaliknya: manusialah akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan
teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi
kehidupan manusia melainkan untuk eksistensinya sendiri. (Jaques Ellul, 2007, dalam Jujun
S. Suriasumantri).
Selanjutnya kita lihat sejarah ilmu pengetahuan berdasarkan
sejarah ilmu
pengetahuan barat, karena sejarah ilmu di barat berbeda dengan sejarah ilmu di timur.
Untuk sejarah ilmu pengetahuan barat, dimulai dari mitologi, lalu filsafat, muncul teologi dan
menjadi ilmu pengetahuan.
1.
Mitologi
Didorong naluri ingin tahunya, ketika manusia melihat segala
sesuatu,
bertanyalah dia, “Kenapa begini? Kenapa begitu?”
Ada beberapa pertanyaan yang bisa dijawab. Ada juga yang tidak bisa mereka
jawab.
Untuk yang mereka tidak menemukan jawabannya, manusia pada masa
itu menciptakan kisah-kisah mitos. Sehingga, untuk sementara, keingintahuan itu
terpenuhi.
Kisah ini diteruskan dari generasi ke generasi dan akhirnya diterima begitu saja
sebagai suatu kebenaran.
Hingga tibalah suatu saat di mana sejumlah orang tidak lagi percaya terhadap
kisah-kisah mitos ini. Mereka bersikap kritis. Mereka tidak mudah percaya. Mereka
sangat mengagungkan rasionya. Bagi mereka, kisah-kisah seperti itu sungguh
tidak masul akal.
Mereka mencari dan mencintai kebijaksanaan dalam oleh fikir: Filosofia.
‘13
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2.
Filsafat
Filosofia, kaum filsuf, yang mencintai kebijaksanaan membawa cara berpikir baru:
Filsafat.
Awalnya karena yang menggelitik keingintahuan manusia adalah segala apa yang
tertangkap inderanya dari semesta di sekitarnya, maka Filsafat Alam lahir terlebih
dahulu.
Darimanakah asal kehidupan?
Ada filsuf yang menyatakan asal kehidupan dari tanah. Filsuf yang lain berfikir,
bukan tanah melainkan air, karena ketika tanah kering ditetesi hujan lahirlah
kehidupan baru.
Apa pun jawaban dari keingintahuannya, para Filsuf lebih mempercayai rasionya
ketimbang kisah dewa dewi.
Baru belakangan, ketika manusia menyadari ada masalah dalam hubungan
antarmanusia, maka Filsafat Manusia terlahir. Sejarah mencatat, tokohnya antara
lain Socrates, yang memiliki murid bernama Plato. Dan kelak Plato menjadi guru
Aristoteles.
3.
Teologi
Zaman Yunani berganti menjadi Romawi.
Adalah Kaisar Constantin pemimpin Roma pada masa itu memberi sabda
menjadikan Kristiani sebagai agama resmi kekaisaran. Dan kemudian Tahta Suci
menjadi pusat penilai kebenaran, dengan ajaran Kristiani sebagai dogma.
Kisah dewa-dewa atau Gods berganti dengan Tuhan atau God tanpa “s”.
Tahta Suci memaknai Kitab Suci dan masyarakat awam terlarang memaknai
segala sesuatu yang tidak direstui Tahta Suci.
Tibalah Zaman Kegelapan, the Dark Age, membuat tokoh semisal Leonardo
DaVinci menyembunyikan ide dan gagasannya di balik karya seni ciptaannya,
khawatir disabda “kafir” oleh Tahta Suci.
Maka, sejarah pun mencatat adanya suatu massa ketika kebebasan berfikir di
Zaman Yunani Kuno terkungkung oleh titah Tahta Suci.
4.
Ilmu Pengetahuan
Hingga tiba suatu zaman yang disebut Renaisaince: rindu kembali pada suatu
masa di mana kebebasan berpikir rasio manusia begitu diagungkan. Mereka ingin
kembali ke Zaman Yunani Kuno.
Awalnya adalah gerakan budaya. Bangunan, lukisan, dan karya-karya seni Yunani
dihadirkan kembali; rindu pada Zaman Yunani dulu.
Namun, belakangan, bukan semata karya seni, melainkan juga kebebasan dan
keliaran berpikir para Filsuf Yunani Kuno pun didamba oleh mereka.
‘13
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ilmu Pengetahuan Modern mulai mencari dan mendapatkan bentuknya.
Abad Pencerahan tiba.
Sebagaimana Filsafat Alam yang terlahir lebih dahulu daripada Filsafat Sosial,
maka Ilmu-ilmu Alam lahir lebih dahulu daripada Ilmu-ilmu Sosial.
Pusat kebudayaan kini bergeser ke Wina. Sebuah kota perdagangan yang menjadi
jantung dunia pada masa itu.
Dan adalah sekelompok orang yang senang berkumpul dan berdiskusi, mencoba
membedakan hadirnya “jenis pengetahuan baru” yang berbeda dengan Mitologi,
Filsafat, atau Teologi itu. Jenis pengetahuan “baru” ini memiliki kriteria dan tata
cara/metodanya sendiri, yang kemudian disebut jalan ilmiah: metoda saintifik.
Terdapat perbedaan mendasar antara filsafat, teologi dan ilmu pengetahuan. Objek
kajian Filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat memikirkan
segala sesuatu, tentang sesuatu. Ketika mengkaji objeknya, Filsafat mulai dari sikap kritis,
artinya tidak mudah percaya.
Objek
kajian
Teologi
adalah
segala
sesuatu
yang
ada.
Namun
kriteria
“keberadaannya”, semisal Tuhan atau malaikat atau surga dan neraka, diterima dengan
dasar PERCAYA! Yakni, keimanan Anda. Sementara objek kajian Ilmu Pengetahuan adalah
mutlak sesuatu yang ADA tertangkap indera. Buktikan bahwa fakta itu empirik tertangkap
indera (sense); dan jika nonsense maka ini bukan objek Ilmu Pengetahuan. Dengan kata
lain, dasar Ilmu Pengetahuan adalah PASTI, bahwa keberADAannya bisa dibuktikan
dengan fakta dan data empirik. Atau, dengan kata lain, bisa diverifikasi.
Adalah sebuah objek yang difikirkan Filsafat: Ketika seorang filsuf melihat sejumlah
orang sakit perut setelah meminum air di sumur itu dia menduga adanya “sesuatu” yang
tidak tertangkap indera: kuman atau bakteri.
Kuman atau bakteri ini tetap akan menjadi objek Filsafat selama Ilmu Pengetahuan
belum bisa menemukan alat guna memverifikasinya. Manakala mikroskop sebagai alat
untuk melakukan verifikasi ditemukan, jadilah kuman atau bakteri ini objek Ilmu
Pengetahuan.
Maka, adalah Sigmund Freud atau Darwin atau Newton yang disebut Filsuf dan
juga Ilmuwan. Karena, sebagian objek yang mereka kaji bisa diverifikasi, namun ada
juga yang belum bisa diverifikasi keberadaannya. Jadi, manakala objek kajian Filsafat bisa
teruji
secara
Pengetahuan.
empirik,
Karenanya,
maka
dinyatakanlah
jadilah
bahwa
Ilmu Pengetahuan
‘13
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ia
objek
Filsafat adalah Ibu
kajian
Ilmu
dari
segala
Ilmu Pengetahuan
Terdapat banyak defenisi ilmu yang dirumuskan para ahli.
“ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan dari
mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah umum” (NAsir, 1988)
“konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, adanya rasionalistas, dapat
digeneralisasi, dan dapat disistematisasi” (Shaphere, 1974).
Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistenasi
dengan realitas sosial” (Schutz, 1962)
“ilmu tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis,
tapi juga merupakan suatu metodologi” (tan, 1954).
Dari empat pengertian diatas, disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang
suatu hal, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat) yang diperoleh
manusia melalui proses berpikir. Pengertian ilmu dalam dunia ilmiah memiliki tigas ciri.
Pertama ilmu merupakan suatu pengetahuan berdasarkan logika, kedua, ilmu harus
terorganisasikan secara sistematik, ketiga, ilmu harus berlaku umum.
Menurut LittleJohn dalam bukunya theories of Human communication yang
diterbitkan tahun 1989, secara umum dunia masyarakat ilmiah menurut cara pandang serta
objek pokok pengamatannya dapat dibagi dalam 3(tiga) kelompok atau aliran pendekatan.
Ketiga kelompok tersebut adalah pendekatan scientific (ilmiah empiris), pendekatan
humanistic (humaniora-interpretatif), serta pendekatan social sciences (ilmu-ilmu sosial).
Aliran pendekatan scientific umumnya berlaku di kalangan para ahli ilmu eksakta
seperti fisika, biologi, kedokteran, dan lain-lain. Menurut pandangan ini ilmu diasosiasikan
sebagai objektivitas. Objektivitas yang dimaksudkan disini adalah objektivitas yang
menekankan prinsip standarisasi observasi dan konsistensi. Landasan filosofinya adalah
bahwa dunia ini pada dasarnya mempunyai bentuk dan struktur. Secara individual para
peneliti boleh jadi berbeda pandangan, namun secara penelitian hasil yang mereka teliti
haruslah sama. inilah hakikat dari objektivitas dalam konteks standarisasi dan konsistensi.
ciri utama lainnya dari kelompok pendekatan ini adalah adanya pemisahan yang
tegas antara known (objek tau hal yang ingin diketahui dan diteliti) dan knower (subjek
pelaku atau pengamat).
Apabila
aliran
scientific
mengutamakan
objektivitas,
aliran
humanistic
mengasosiasikan ilmu dengan prinsip subjektivitas. Perbedaan pokok antara kedua aliran ini
adalah:
1. Tujuan ilmu aliran scientific adalah untuk menstandarisasikan observasi,
sementara aliran humanistic mengutamakan kreatifitas individual
‘13
5
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Aliran scientific berpandangan bahwa tujuan ilmu adalah mengurangi perbedaan
pandangan tentang hasil pengamatan, aliran humanistic bertujuan untuk
memahami tanggapan dan hasil temuan subjektif individual
3. Aliran scientific memandang ilmu pengetahuan sebagai suatu yang berada
disana (out there) diluar diri pengamat/peneliti. Di lain pihak aliran humanistic
melihat ilmu pengetahuan sebagai suatu yang berada disini (in here) dalam arti
berada dalam diri (pikiran/ interpretasi) pengamat/peneliti.
4. Aliran scientific memfokuskan perhatian pada dunia hasil penemuan (discovered
world) sedangkan aliran humanistic menitikberatkan perhatian pada dunia para
penemunya (discovering person)
5. Aliran acientific berupaya memperoleh consensus, sementara aliran humanistic
mengutamakan interpretasi-interpretasi alternative
6. Aliran acientific membuat pemisahan yang teas antara known dan knower
sedangkan aliran humanistic cenderung tidak memisahkan kedua hal tersebut.
Dalam konteks ilmu sosial, salah satu bentuk metode penelitian humanistic adalah
partisipasi observasi. Melalui metode ini peneliti mengamati sikap dan perilaku dari orang
yang ditelitinya dengan membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang
yang ditelitinya. Interpretasi atas sikap dan perilaku dari orang yang diteliti tidak hanya
didasarkan atas informasi yang diperoleh melalui wawancara tapi juga dengan pengamatan
langsung dengan objek yang diteliti.
Pandangan klasik dari humanistic adalah bahwa cara pandang seseorang akan menentukan
penggambaran dan uraiannya tentang hal tersebut. karena bersifat subjektif dan
interpretative, maka pendekatan aliran ini cocok diterapkan untuk mengkaji persoalan yang
menyangkut sistem nilai, kesenian, kebudayaan, sejarah dan pengalaman pribadi.
Kelompok ketiga adalah social sciences (ilmu pengetahuan sosial). Kelompok ini merupakan
gabungan dari scientific dan humanistic. Pendekatan ini merupakan perpanjangan
(extension) dari pendekatan ilmu alam (naturan science) karena beberapa metode yang
diterapkan banyak yang diambil dari ilmu alam. Fisika, namun pendekatan humanistic juga
diterapkan.
Menggunakan dua pendekatan yang berbeda antara scientific dan humanistic karena yang
menjadi objek studi adalah kehidupan manusia. Ahli ilmu sosial harus mampu mencapai
kesepakatan consensus mengenai hasil pengamatannya, meskipun kesepakatan yang
dicapai sifatnya relative dalam arti dibatasi oleh faktor waktu, situasi dan kondisi tertentu.
Ilmu sosial juga mengutamakan faktor penjelasan dan interpretasi. Hal ini disebabkan
karena manusia sebagai objek pengamatan adalah mahluk yang aktif, memiliki daya pikir,
‘13
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berpengetahuan, memegang prinsip dan nilai tertentu, serta tindakannya dapat berubah
sewaktu-waktu. Maka interpretasi subjektif terhadap kondisi spesifik tingkah laku manusia
diperlukan guna menangkap makna dari tingkah laku tersebut.. seringkali perbuatan
seseorang bersifat semua dalam arti tidak mencerminkan keinginan hati yang sebenarnya.
Dalam perkembangan, ilmu pengetahuan sosial ini terbagi kedalam dua kubu: ilmu
pengetahuan tingkah laku (behavioral science) dan ilmu pengetahuan sosial (social
science). Kubu pertama menekankan pengkajian pada tingkah laku individu manusia,
sedangkan kubu kedua pada interaksi antar manusia. Perbedaan terletak pada aspek
permasalahan yang diamati, sementara metode pengamatannya cenderung sama.
Setiap Ilmu mempunyai filsafatnya. Kita mengenal adanya Filsafat Hukum, Filsafat
Sejarah, Filsafat Teknik dan demikian pula suatu Filsafat Komunikasi/Publisistik. Filsafat
suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu yang bersangkutan, titik tolak
bagaimana ilmu itu bermaksud mencapai tujuannya yaitu kebenaran. Sebenarnya setiap
ilmu ditujukan pada mencapai kebenaran serta pengabdiannya kepada umat manusia,
hanya cara ataupun jalan bagaimana masing-masing ilmu mengira mencapai tujuan ini
adalah berbeda-beda.
Dalam rangka pemikiran ini, maka setiap ilmu mempunyai obyek formalnya maupun
obyek materinya. Didalam obyek materinya beberapa ilmu dapat mempunyai obyek yang
sama, akan tetapi demi penjelasanpemisahan ilmu satu dengan ilmu yang lain, maka obyek
formalnya berbeda-beda. Objek formal inilah merupakan pandangan khas dari masingmasing ilmu berdasarkan apa yang dianggap benar, terutama benar menurut norma-norma
dan ukuran masyarakat saat itu. Demikianlah, mka setiap filsafat ilmu, juga memperlihatkan
filsafat masyarakatnya seperti mencerminkan juga tingkat perkembangan ilmu yang
bersangkutan.
Komunikasi dan terutama Publisistik sejak semula mempunyai hubungan arti yang erat
dengan pengertian orang mengenai perkataan publik ataupun kata-kata sifatnya. Dalam
bahasa Latin kata sifat publicus dari kata benda populous berarti, pertama: ditujukan kepada
rakyat, milik Negara ataupun atas ongkos negara. Kata bantu publice dari kata kerja
publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara.
Akhirnya perkataan “publicare”
mendapat
arti: terbuka untuk
umum
ataupun
mengumumkan. Dalam abad ke-17 maka perkataan “Publizist” timbul di Jerman dalam arti
ahli Hukum Publik. Dalam tahun 1893 perkataan ini mendapat arti ahli dalam Ilmu Hukum
Negara dan Ilmu Negara. Baru kemudian dikenal dalam tahun 1926 perkataan “publizistik”
dalam hubungan semulanya, yaitu “mengumukan”.
‘13
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu pengetahuan sosial, pada dasarnya difokuskan
pada pemahaman tentang bagaimana tingkah laku manusia dalam menciptakan,
mempertukarkan, dan menginterpretasikan pesan-pesan untuk tujuan tertentu. Namun
dengan adanya dua pendekatan scientific dan humanistic, dalam komunikasi juga muncul
kelompok masyarakat ilmuwan komunikasi yang berbeda baik dalam spesifikasi objek
permasalahan, maupun dalam aspek metodologis serta teori dan model yang dihasilkan.
Kalangan yang mendalami bidang studi speech communication (komunikasi ujaran)
umumnya banyak menerapkan aliran humanictic, teori yang digunakan teori-teori retorika.
Sementara ahli komunikasi yang meneliti bidang studi seperti komunikais antar pribadi,
komunikasi dalam kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan lain-lain.
Banyak menerapkan metode pendekatan scientific. Teori yang digunakan biasanya adalah
teori-teori komunikasi. Namun, pengelompokan semacam ini sudah kabur, karena dalam
praktiknya kalangan ilmu yang mendalami bidang kajian komunikasi ujaran sering
menerapkan pendekatan scientific, begitu pula sebaliknya.
Ilmu Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu Komunikasi bersifat multidisiplin dan bidang kajiannya amat luas, sebab
fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengruh dari sistem-sistem tanda
dan lambang konteksnya amat luas, mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan
politik dari kehidupan manusia. Tataran analisnya luas juga dari tataran individu,
kelompok/organisasi, masyarakat luas sampai ketataran internasional dan global, oleh
karena itu pendekatan yang diterapkan dalam ilmu komunikasi bersifat multidisiplin.
Pemikiran-pemikiran teoritis ilmu komunikasi dikembangkan dari berbagai akar ilmu pohon
komunikasi.
Ilmu komunikasi bukan hanya ilmu pengetahuan yang bersifat murni teoritis
akademis, juga merupakan ilmu pengetahuan terapan yang diperlukan berbagai praktisi,
sebab ilmu komunikasi juga menjelaskan tentang seni memproduksi sistem-sistem tanda
dan lambang yang mencakup berbagai aspek dan tingkat kepentingan yang amat luas. Dari
mulai kepentingan perorangan, kelompok, organisasi dan perusahaan sampai kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara. Sistem tanda dan lambang diperlukan oleh seluruh
‘13
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sektor/kegiatan yang berkaitan dengan politik, sosial, budaya atau ekonomi dan bisnis. Hal
ini berkaitan dengan tenaga-tenaga profesional di berbagai bidang keahlian komunikasi
Pengertian ilmu komunikasi pada dasarnya sama dengan ilmu pengetahuan secara
umum, hanya saja objek perhatian difokuskan pada hubungan antar manusia. Menurut
Berger dan Chaffe (1987) ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi,
proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambing melalui pengembangan teori
yang dapat diuji dan digeneralisasi dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berbaitan
dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.
Dance & Larson mengidentifikasi 126 definisi komunikasi yang diklasifikasikan ke
dalam 3 dimensi konsepsi, yaitu:
1. Derajat Keabstrakannya

Definisi yang
bersifat umum :
”
Komunikasi adalah proses yang
menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan”
(Reushch,1957)

Definisi yang terlalu khusus : komunikasi alat untuk mengirimkan pesa militer,
pemerintah dan sebagainya melalui telp, radio dan sebagainya
2. Tingkat Kesengajaan

Definisi yang mengisyaratkan kesengajaan. ” komunikasi adalah situasi yang
memungkinkan
suatu
sumber
mentranmisikan
suatu
pesan
kepada
seseorang penerima dengan di sadari untuk mempengaruhi perilaku
penerima”.

Definisi yang mengabaikan kesengajaan: komunikasi sebagai suatu proses
yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki seseorang/monopoli,
menjadi dimiliki 2 orang atau lebih
3. Tingkat Keberhasilan dan diterimanya pesan

Contoh definisi: ”komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk
mendapatkan saling pengertian”

Definisi yang tidak menekankan keberhasilan : ”Komunikasi adalah proses
transmisi informasi”
Paradigma Ilmu komunikasi
Untuk memahami seperti apa ilmu komunikasi, bisa dilihat dari paradigma
komunikasinya. Paradigma adalah Cara pandang seseorang terhadap diri & lingkungannya
yang akan mempengaruhinya dalam berfikir, bersikap dan berperilaku.
Paradigma komunikasi terdiri dari 3 bagian:
‘13
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan seseorang &
diterima oleh orang lainnya. Konsep kuncinya disengaja & harus diterima.
Implikasinya bila pesan tidak diterima tak ada komunikasi karena tidak ada manusia
yang menerima pesan
2. Komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, baik
disengaja atau tidak. Penakan pada pesan harus diterima walau pesan tidak harus
disampaikan dengan sengaja paradigma ini relatif tidak mengenal istilah komunikan
penerima, sebab kedudukan komunikator & komunikan saling bergantian
3. Komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja,
walau derajat kesengajaannya sulit ditentukan. Penekanannya : pesan harus
disampaikan dengan sengaja, tanpa memasalahkan pesan diterima apa tidak.
Paradigma
I
Pesan
Syarat
Sengaja
Diterima
√
√
Komunikator (pengirim pesan) &
komunikan (penerima pesan)
II
X
√
Penekanan pada komunikan
penerima & yang memaknai pesan,
tanpa memasalahkan komunikator.
III
√
X
Semua pelaku komunikasi sebagai
komunikator & komunikan
Komunikator, pesan dan terget
komunikan
Daftar Pustaka
Djuarsa, Sasa, Teori Komunikasi, Cetakan ke -5, Universitas Indonesia, 2004
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, cetakan ke-20, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2007.
Astrid S Phil Susanto, Filsafat Komunikasi, 1995, Bina Cipta Bandung, 1995
‘13
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download