BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunianya yang berperan penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Semakin maju pengetahuan semakin meningkat keinginan manusia, yang dapat memperbudak manusia dan lebih mengerikan lagi yaitu dapat mengancam keamanan dan kehidupan manusia. Untuk mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itulah maka perlu kehadiran filsafat ilmu untuk mengembalikan arah ilmu pengetahuan dan teknologi kepada “rel” yang sesungguhnya. Agar umat manusia tidak diancaman kecemasan. Jika seseorang membaca suatu buku filsafat ilmu pengetahuan, maka substansi yang ingin dipahami adalah apa pengertian ilmu pengetahuan, atau secara sederhana apa yang dimaksud dengan hakikat ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia, tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri, karena manusia selalu ingin tahu dan mencari jawaban atas masalahnya. Filsafat itu sendiri adalah sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia. Descartes (1590 –1650). Pentingnya filsafat dalam kehidupan manusia bertujuan untuk mengembalikan nilai luhur suatu ilmu agar tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Kajian filsafat terdiri dari Ontologi, Epistemilogy, dan Aksiology; Ontology merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu Ontology merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan apa hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari persepektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang ada. Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam masyarakat yang pluralistis. Kenyataan bahwa, masyarakat itu terdiri dari beberapa kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu. Itu sebabnya, kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan atau privat. Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis (political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah. Alasan penulis mengambil judul “Perkembangan Filsafat Administrasi, Manajemen dan Peran Sertanya Dalam Perumusan Kebijakan Publik di Indonesia” karena adanya pertanyaan yang menjadi teka teki berbagai refleksi filsafat dan sains, terutama di dalam ilmu-ilmu sosial yaitu apa yang membuat suatu perubahan itu bisa berlangsung di dalam masyarakat, terutama perubahan ke arah yang menurut masyarakat tersebut, lebih baik? Inilah pertanyaan yang perlu diajukan, ketika kita mendapati suatu keinginan, kenyataan dan kondisi yang berbeda-beda dengan mengaitkan antara filsafat administrasi dengan proses pembuatan kebijakan publik di Indonesia. 2. RUMUSAN MASALAH Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut: a) Apakah yang dimaksud dengan filsafat administrasi? b) Apakah yang dimaksud dengan filsafat manajemen? c) Bagaimana perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu? d) Apa peran serta filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan kebijakan publik di Indonesia? 3. TUJUAN PENULISAN a) Untuk mengetahui filsafat administrasi b) Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi administrasi c) Untuk mengetahui filsafat manajemen d) Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi manajemen e) Untuk mengetahui perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu f) Untuk mengetahui hubungan filsafat administrasi dan manajemen dengan perumusan keijakan publik g) Mengajarkan mahasiswa cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah BAB II PEMBAHASAN 1. Filsafat Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophie”, “Philos” biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat diartikan kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi “bijaksana berarti mendalami hakekat sesuatu. Kata “philosopos” diciptakan untuk menekankan sesuatu pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan plato (4286-328 SM) yang mengkritik para “sofis” yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban atas semua pertanyaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam – dalamnya, baik mengenai hakekat adanya sesuatu itu, fungsi, ciri – cirinya, kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan – pemecahan terhadap masalah masalah itu. Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut : a) Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting. b) Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi. c) Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. d) Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology). Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : a) Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah. b) Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988). 2. Filsafat Administrasi Administrasi (dalam Sondang; 1991, 3), didefinisikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Ada beberapa hal yang terkandung dalam devinisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi mempunyai unsur – unsur tertentu, yaitu: adanya dua manusia atau lebih adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya tugas atau tugas – tugas yang harus dilaksanakan, adanya peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas – tugas itu kedalam golongan peralatan dan perlengkapan termasuk pula waktu, tempat, peralatan, materi serta perlengkapan lainnya. Ketiga, bahwa administrasi sebagai proses kerjasama bukan merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama – sama bukan merupakan hal yan baru peradaban manusia. Tegasnya, administrasi sebagai “seni” merupakan suatu social phenomenon (perwujudan, kejadian, dan gejala natural). Administrasi sebagai proses. Suatu proses adalah suatu yang permulaannya diketahui akan tetapi akhirnya tidak diketahui. Dengan demikian proses administrasi adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan – kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya dua orang yang bersepakat untuk bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula. Tentang unsur – unsur administrasi. Unsur – unsur (bagian – bagian yang mutlak) dari Administrasi adalah: (1) Dua orang manusia atau lebih, (2) Tujuan, (3) Tugas yang hendak dilaksanakan, (4) Peralatan dan Perlengkapan. Mengenai unsur manusia, asumsi penulis ialah bahwa seseorang tidak dapat “bekerja sama” dengan dirinya sendiri. Karena itu harus ada orang lain yag secara sukarela atau dengan cara lain diajak turut serta dalam proses kerjasama itu. Sedikit tentang tujuan. Terlalu sering orang beranggapan bahwa tujuan dari proses administrasi harus selalu ditentukan oleh orang – orang yang bersangkutan langsung dengan proses itu. Hal ini menurut pendapat penulis tidak benar. Tujuan yang hendak dicapai dapat ditentukan oleh semua orang yang langsung terlibat dalam proses administrasi itu. Tujuan dapat pula ditentukan oleh hanya sebagian dan mungkin hanya seseorang dari mereka yang terlibat. Akan tetapi tidak mungkin juga apabila yang menentukan tujuan adalah pihak luar. Tugas dan pelaksanaannya. Berbicara mengenai tugas yang hendak dilaksanakan, sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi baru timbul apabila ada kerjasama. Tidak demikian halnya. Dengan perkataan lain, kerjasama bukan merupakan unsur administrasi. Meskipun demikian perlu ditekankan bahwa pencapaian tujuan akan lebih efisien dan ekonomis apabila semua orang yang terlibat mau bekerjasama satu sama lain. Akan tetapi kerjasama pun misalnya dalam hal dipaksakan, proses administrasi dapat terjadi, karena dengan paksaan proses administrasi dapat timbul. Kerjasama dalam administrasi dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu kerjasama yang ikhlas dan sukarela (voluntary cooperation) , dan kerjasama yang dipaksakan (compulsory atau antagonistic cooperation). Peralatan dan perlengkapan. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu proses administrasi tergantung dari berbagai faktor seperti: (1) jumlah orang yang terlibat dalam proses itu, (2) sifat tujuan yang hendak dicapai, (3 ruang lingkup serta aneka ragamnya tugas yang hendak dijalankan, dan (4) sifat kerjasama yang dapat diciptakan dan dikembangkan. Barangkali secara “aksiomatis” dapat dikatakan bahwa semakin sedikit jumlah orang yang terlibat, semakin sederhana tujuan yang hendak dilaksanakan, semakin sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. 2.1 Ontologi Ilmu Administrasi A. Konsep Ontologi Administrasi Ontologi dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa yunani ‘on’ berarti ada dan ‘ontos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (dikutip oleh Suparlan suhartono : Lorens Bagus 2000). Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa bangunan dasar (fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan sesuatu itu disebut ilmiah. (Muslih Muhamad:36:2004) Jadi ontology adalah pemikiran tentang yang ada dan keberadaannya. Ontologi merupakan bagian mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau dari segi historisnya, karena kelahiran atau keberadaan ontologi tidak lepas dari peran filsafat. Sebaliknya pula perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi berasal dari bahasa yunani, yang terdiri atas dua kata, ontos artinya ada dan logos artinya ilmu. Jadi secara etimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada. Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar mendalam sampai kepada akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja serta relatif fundamental kandungan kebenarannya. Kedudukan Ontologi Administrasi Ontologi ilmu administrasi orientasi penyelidikannya adalah yang berhhubungan dengan yang ada. Metode Ontologi Administrasi Ontologi ilmu administrasi bergerak antara dua sisi pandang, yaitu pengalaman akan kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian “mengada” dari pernyataan abstrak. Dalam refleksi ontologi ilmu administrasi kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam melakukan suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan administrasi, baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai lapangan pekerjaan manusia. Potensi Ontologi administrasi Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini. Normatif Ontologi Administrasi Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua, kebaikan adalah keharmonisan dalm hal penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi ilmu administrasi. Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna empirikal, bukanlah sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu proses penghayatan dan pengalaman secara harmonis dalam stuktur pemberian pengertian dan pemahaman, serta penilaian terhadap kandungan ontologi ilmu administrasi sebagai salah satu ilmu sosial yang menghendaki wawasan pemikiran secara universal. B. Positivisme Administrasi Banyak jenis aliran ontologi ilmu administrasi atau filsafat administrasi. Diantaranya adalah aliran yang disebut dengan positivisme yang memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau tindakan positif, terutama yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu maupun dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan ontologi ilmu administrasi adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang mengutamakan pemikiran rasional di bidang administrasi, baik secara keilmuan maupun secara keprofesionalannya. C. Rasionalisme Administrasi Rasio atau akal hanya dimiliki oleh manusia yang sempurna, melainkan kecakapan yang dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dan secara bebas pula untuk mengubah sesuatu berdasarkan keinginan bagi manusia yang bersangkutan.Akal sesungguhnya berfungsi untuk mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran, sesuai dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang ilmu administrasi adalah kegaagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman yang benar tentang pemikiran administrasi. Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dibidang administrasi. Skematis pemikiran ontologi manusia yang beraliran rasionalisme di bidang ilmu administrasi dapat digambarkan sebagai berikut. 2.2 Epistemologi Ilmu Administrasi A. Kajian Epistemologi Administrasi Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan kodrat atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana sesuatu itu datang. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan kajian epistemologi dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu pengetahuan, antara lain ilmu administrasi, baik yang berkaitan tentang etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur memperolehnya. Ilmu penegatahuan dibidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau content, bentuk atau form, serta objek formal dan materialnya, secara epistemologi, ilmu administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu administrasi utamanya adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap asaa, aturan, dan tata cara penalaran dari suatu objek yang dipikirkan dengan benar. B. Objektivisme Administrasi Pemikiran dan argumentasi ilmuan administrasi berpangkal dari premis hingga kesimpulan, tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir dari ilmuan yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi, dan ada pula memulai dari abduksi. Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori. Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir administrasi berlangsung dalam tiga tahap. 1. Tahap sensasi (pengindraan) 2. Tahap perseptual (pemahaman) 3. Tahap konseptual (pengertian). Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua pandang. Dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari ilmu administrasi. Dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas. C. Skeptisisme Administrasi Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamanya diletakan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dantindakan administrasi; Melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi; Menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang administrasi; Melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau pernyataan yang diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya; Administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat. Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap sebagai anomali epistemologi , yaitu keadaan manusia yang mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya menyeleweng dari nilai-nilai kebenaran administrasi itu sendiri. Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Secara epistemologi, dasar keraguan manuisa itu sesungguhnya berada dalam keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana keberadaannya. 2.3 Aksiologi Ilmu Administrasi A. Konsep Aksiologi Administrasi Landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Aksiologi ilmu administrasi merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan yang dapat dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna yang mendalam. Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu administrasi merupakan faktor penting dalam pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas, dan penetapan keputusan tindakan manusia. Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi ilmu administrasi. a. Pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasional. b. Pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan manusia. Aksiologi ilmu administrasi adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata lain, penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif. Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi deewasa ini dapat dicatat sebagai berikut: 1. Tindakan Rasionalitas 2. Menonjolnya pemikiran yang berlawanan dengan sifat ilmiah 3. Otomatisasi semakin kuat 4. Sifat universal 5. Otonomi keilmuan B. Kebenaran Ilmu Administrasi Ada pandangan sebagian ilmuan administrasi yang menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil kebenaran administrasi yang dapat dilaksankan, dan sebagian besar kebenaran diabaikan dalam praktik administrasi. Ruang lingkup kebenaran ilmu administrasi. Kebenaran Asal Mula, Dikatakan bahwa asal mula kebenaran ilmu administrasi adalah dari pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu integrasi pemikiran manusia. Kebenaran mengungkap. Kebenaran memandang. Kebenaran bentuk. Kebenaran isi. Kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi administrasi pada dunia profesional dengan dunia keilmuan sangagt berbeda. Kebenaran Teori, ilmu dan administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan teknologi administrasi melahirkan teori. Skematis teori. C. Metode Mencari Kebenaran Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling banyak digunakan adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya terdiri atas dua jenis. Yaitu: Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan penelitian ilmiah (scientific research). Penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi. Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil, dengan mempertimbangkan risiko terkecil. Jadi metode penelitian ilmu dan teknologi administrasi adalah suaut cara berfikir atau bertindak untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan di bidang administrasi, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi administrasi terdiri dari tiga macam: 1. Bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi administrasi. 2. Bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori dalam ilmu dan teknologi administrasi. 3. Bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi administrasi. D. Paradigma Administrasi Administrasi senantiasa dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib memberikan penjelasan tentang nilai kebenaran, sesuai dengan prinsip-prinsip umum empiris. Fokus utama ilmu administrasi adalah persoalan tentang manusia, terutama yang berkaitan dengan pengaturan dan keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia itu sendiri. Paradigma adalah suatu pandangan yang disepakati dari seluruh anggota organisasi, jika paradigmanya organisasi. Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar, yang juga sering diistilahkan ontologi, dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan. Paradigma atau pandangan lama tentang ilmu dan teknologi administrasi adalah nilai kebenaran yang mulai tergeser pemaknaannya dari persepsi berbagai kalangan ilmu administrasi itu sendiri, dimana dalam kondisi semacam itu para ilmuan saling mempertahankan pendapat dan pola pikirnya serta menganggap bahwa pendapat atau pola pikirnya yang paling benar. Paradigma baru adalah suatu kondisi atau proses perkembangan ilmu dan teknologi administrasi, di mana para ilmuan telah melahirkan kesepakatan yang meneytujui pergeseran kebenaran lama menjadi kebnaran baru dari makna ilmu dan teknologi administrasi. Dalam perkenmbangan paradigma administrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Nicholas Henry, terbagi atas lima perkembangan paradigma administrasi, yaitu: 1. Dikotonomi politik dan administrasi; 2. Prinsip-prinsip administrasi; 3. Administrasi negara sebagai ilmu politik; 4. Administrasi negara; 5. Administrasi negara sebagai administrasi negara. Menurut Frederickson perkemabngan paradigma administrasi sebagai berikut: 1. Birokrasi Klasik; 2. Birokrasi Neo Klasik; 3. Kelembagaan; 4. Hubungan kemanusiaan; 5. Pilihan publik; 6. Administrasi negara baru. 3. Filsafat Manajemen Manajemen berasal dari bahasa inggris “management” yang berasal dari kata dasar “manage”. Definisi manage menurut kamus oxford adalah “to be in charge or make decisions in a business or an organization” (memimpin atau membuat keputusan di perusahaan atau organisasi). Dan definisi management menurut kamus oxford adalah “the control and making of decisions in a business or similar organization” (pengendalian dan pembuatan keputusan di perusahaan atau organisasi sejenis). Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Filsafat manajemen menurut Frederick Winslow Taylor yaitu manajer akan lebih banyak bertanggung iawab dalam perencanaan dan pengendalian serta dalam menafsirkan kepandaian-kepandaian para pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan hukumhukum dan formula-formula, sehingga dengan jalan demikian akan membantu pekerjapekerja melakukan pekerjaannya dengan biaya yang rendah bagi majikan dan penghasilan yang lebih besar bagi buruh. Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan terhadap masalah-masalah manajer. Manajemen diperlukan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan mengarah kepada kegiatan secara efektif dan efisien, maka manajemen perlu dijelaskan berdasarkan fungsi – fungsinya atau dikenal sebagai fungsi manajemen. 3.1 Ontologi Manajemen Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu pertama kali dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum Masehi. Artinya adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan yang menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki kakikat apa yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun berarti ilmu hakikat. Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa yang membutuhkan manajemen?. Pertanyaan ini sering dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian tetapi tidak lengkap karena manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi dan dalam semua tipe organiasasi. Dalam pratik menajemen dibutuhkan dimana saja orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggota dari beberapa macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini mempunyai persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal, seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola secara lebih formal dibanding kelompok musik atau rukun tetangga. Persamaan ini tercermin pada fungsi-fungsi manejerial yang dijalankan. 3.2 Epistemologi Manajemen Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang dalam filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu nyang dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan validitasnya. Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan sejumlah disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama” seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lainlain. Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di antara spesialisasi itu adalah : a. Manajeman pendidikan b. Manajeman sumberdaya manusia c. Manajemen keuangan d. Manajemen personalia e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai pengetahuan (very possibility of knowledge). Apakah pengetahuan yang paling murni dapat dicapai. Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu. Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di manajemen sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri. Prosedur dengan pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah manajemen. Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran sampai taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian adalah suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan. Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang logik dan koheren. Artinya dituntut adanya sistem dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas. Setiap penelitian ilmiah harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan intersubjektivias perlu dipenuhi. 3.3 Aksiologi Manajemen Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga ’mempunyai nilai’, dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai bentuk atau ide (ide tentang kebaikan). Permasalahan aksiologi ilmu manajemen (1) sifat nilai, (2) tipe nilai, (3) kriteria nilai, dan (4) status metafisika nilai. Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan ringkas sebagai berikut. Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta persepsi mental yang erat sebagai pertalian antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen berkecimpung tentunya dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan. Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for their own sake). Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik. Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai profesi. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut: 1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya pendidikan kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada pinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan 2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya 3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi klienya. Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui perkembangan yang mencolok program-program latihan manajemen di Universitasuniversitas ataupun lambaga-lembaga manajemen swasta dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi atau perusahaan.