TANAH PERTANIAN KITA SEDANG SAKIT Oleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Ketua Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU TANAH SEBAGAI TUBUH ALAM YANG DINAMIS Tanah, seperti halnya manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas umumnya diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh (manusia ataupun tanah), baik oleh fator internal, maupun eksternal yang akhirnya dapat mengusung sistem tubuh tersebut ke arah gangguan kesehatan (sakit). Di dalam ilmu tanah pertanian, tanah diidentifikasikan memiliki “tubuh (profil) tanah”, sehingga dapat dibedakan antara satu jenis tanah terhadap jenis tanah lainnya. Secar ilmiah, tanah didefenisikan sebagai “benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon (lapisan-lapisan) dan terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman”. Dari defenisi ilmiah tentang tanah tersebut dapat diketahui bahwa tanah tersusun dari empat bahan (komponen) utama yaitu: bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah ini kadarnya berbeda-beda untuk setiap jenis tanah, begitupun untuk setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas (area perakaran tanaman) yang baik (ideal) untuk pertumbuhan tanaman apabila mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% air, dan 20-30% udara. Perubahan komposisi ideal ini dapat terjadi akibat intensitas penggunaan tanah yang tinggi, pencucian dan erosi. Komposisi yang berubah menyebabkan berubahnya kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman. TANAH SAKIT DAN FAKTOR PENYEBAB Telah disebutkan di atas, tanah sakit atau dalam bahasa yang lebih populer tanah yang menurun produktifitasnya, dapat disebabkan salah satunya oleh faktor internal, terutama asupan energi (bahan makanan) yang kurang dan tidak seimbang. Bahan makanan utama tanah adalah bahan organik. Seperti halnya manusia, untuk hidup sehat harus mengkonsumsi cukup air, udara, dan makanan. Bahan makanan utama manusia juga bahan organik (beras, sayur, daging, susu, dan lain-lain) yang mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lainlain. Bahan makanan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila kandungan zat gizinya tinggi dan berimbang. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik akan mendukung kesehatan tubuh. Demikian halnya dengan tanah, berkurangnya kandungan bahan organik (kurang dari 5%) dan rendahnya kualitas bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi sakit (kurang makan atau kurang gizi) yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung produksi tanaman secara maksimal. Bahan organik tanah begitu penting dalam mendukung produktivitas tanah dan tanaman karena berperan dalam memperbaiki seluruh aspek produktivitas tanah atau seluruh sifat dan prilaku tanah. Ditinjau dari sifat fisika tanah, bahan organik berperan dalam memperbesar prositas (kegemburan) tanah melalui penurunan berat volume (bulk density), tetapi tanah memiliki kemantapan agregat yang tinggi karena fungsinya sebagai cementing agent (zat perekat antar butir/partikel tanah). Dengan demikian, udara mudah beredar atau bertukar antara udara atmosfer (di atas permukaan tanah) dengan udara di dalam pori-pori tanah (aerase baik), perakaran mudah berpenetrasi di dalam matrik atau diantara butir-butir agregat tanah. Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat memperbesar nilai kapasitas tukar kation tanah sehingga dapat menjerap hara lebih banyak, menyumbang hara ke dalam tanah, terutama hara N, P, S, dan unsur hara mikro, menurunkan tingkat keracunan Al dan Fe karena sebagian besar Al dan Fe-dapat dipertukakan (ion Al dan Fe) di dalam tanah dapat membentuk senyawa komplek dengan senyawa organik (chelation). Bahan organik juga memperbaiki kehidupan mikroorganisme (sifat biologi) tanah. Bahan organik yang cukup dan memiliki kualitas yang baik (nilai gizi yang tinggi dan berimbang) merangsang pertumbuhan dan peningkatan keanekaragaman mikrobia dalam tanah. Jumlah dan aktifitas yang tinggi dari mikrobia dalam tanah dapat membantu pelarutan bahan mineral dan bahan organik (unsur hara) tanah sehingga unsur hara cukup tersedia bagi tanaman. Jadi keberadan bahan organik yang cukup dan berkualitas di dalam tanah, bukan hanya sebagai sumber unsur hara saja, namun lebih jauh lagi berperan dalam semua sifat dan prilaku tanah (memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah), bahkan dapat menekan laju erosi dan pencucian unsur hara di dalam tanah. Kemantapan agregat dan daya sangga serta porositas tanah yang tinggi akibat kecukupan bahan organik dalam tanah dapat menekan laju erosi dan pencucian hara dimaksud karena tanah tidak mudah pecah oleh energi kinetik curah hujan, air mudah diserap masuk ke dalam tanah, dan unsur hara banyak tertahan dalam mikro sel (misel) tanah. KADAR BAHAN ORGANIK TANAH PERTANIN KITA Berbagai kajian mendapatkan bahwa tanah-tanah pertanian kita, baik tanah sawah, apalagi tanah tegalan (lahan kering) memiliki bahan organik yang jauh lebih rendah dari kadar bahan organik ideal yang disyaratkan (sekitar 5%) (Tabel 1). Tabel 1. Kadar bahan organik tanah pertanian lahan kering di beberapa wilayah di Sumatera Utara No. Daerah Jenis Lahan Kadar C-org(%) Bhn-org(%) 1 2 3 Tanjung Pasir, Tanah Jawa Simalungun Lahan kering Muara Mulia, Tanah Jawa Simalungun Lahan kering Silinduk, Dolok Batu Nanggar Lahan kering Simalungun 4 Nagabayu, Huta Bayu Raja Simalungun Lahan kering 5 Tongah Maraja, Bah Jambi Simalungun Lahan kering 6 Tanjung Maraja, Bah Jambi Simalungun Lahan kering 7 Nagajaya, Bandar Haluan Simalungun Lahan kering 8 Pematang Kerasaan, Bandar Simalungun Lahan kering 9 Bandar Sawah, Bandar Simalungun Lahan kering 10 Simpang Kalpin, Bandar Simalungun Lahan kering 11 Sukamaju, Sunggal Deli Serdang Lahan kering 12 Lau Bicik, Pancurbatu Deli Serdang Lahan kering 13 Medan Senembah, Tanjung Morawa Deli Lahan Sawah Serdang 14 Pardamean, Tanjung Morawa Deli Lahan Sawah Serdang 15 Telaga Sari, Tanjung Morawa Deli Lahan Sawah Serdang Sumber: Departemen Ilmu Tanah FP-USU (2003-2006) 0.89 0.67 0.86 1.53 1.16 1.48 0.64 0.89 0.83 0.73 0.82 0.85 0.89 1.46 1.22 0.69 1.10 1.53 1.43 1.26 1.41 1.47 1.53 2.52 2.10 1.19 0.79 1.36 0.62 1.07 Dari Tabel 1 dapat kita ketahui bahwa tanah-tanah pertanian di beberapa wilayah di Sumatera Utara yang secara intensif digunakan, baik untuk tanaman lahan kering, maupun lahan padi sawah memiliki kadar bahan organik yang rendah sampai sangat rendah sehingga daya dukungnya terhadap produksi tanaman juga rendah. Tanah-tanah demikian yang diindikasikan sebagai tanah sakit karena sumber energi atau bahan makanannya sangat rendah. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan rendahnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman yang diemban oleh sifat-sifat tanahnya akan berkurang karena daya sangga dan agregasi lemah, kemampuan menyerap air rendah, unsur hara tersedia juga rendah dan lain sebagainya. TANAH MATI OLEH EROSI DAN SEDIMENTASI Erosi merupakan faktor ekternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi sakit atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon R (batuan induk) muncul ke permukaan. Fenomena ini tejadi secara berkelanjutan pada hampir semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan kering. Pada tahap ini tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang mati. Tanah mati dapat juga disebabkan oleh longsor di bagian hulu (daerah berlereng) dan tertimbun oleh longsoran atau endapan lumpur pada bagian lain di bawahnya. Tanah tertimbun oleh larva atau lahar pada peristiwa erupsi (peletusan gunung berapi) dapat digolongkan sebagai tanah mati. PENYEBAB UTAMA BERKURANGNYA BAHAN ORGANIK TANAH Sedikitnya ada dua penyebab utama berkurangnya/hilangnya bahan organik dari dalam tanah-tanah petanian, yaitu: (1) erosi, dan (2) dibuang lewat panen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan oraganik yang tebuang akibat erosi berkisar antara 5,38-17.06 kg/hektar dengan erosi berkisar antara 66,5-96,1 ton per hektar. Selain itu, erosi dapat pula menyebabkan kehilangan hara, terutama hara N, P dan K (Tabel 2). Bahan organik banyak terbuang dari lahan pertanian karena terbawa panen. pembuangan bahan organik ini diperparah lagi akibat adanya kebiasaan petani membakar bahan organik sisa tanaman sebelumnya (jerami atau serasah) pada saat akan dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan musim tanam berikutnya. Pembakaran bahan organik sisa tanaman sebelumnya tersebut justru meningkatkan pengurasan bahan organik secara berlebihan dari dalam tanah. Bahan organik yang dibakar, disamping berubah dari bahan organik menjadi bahan mineral (dalam bentuk abu atau arang), bahan organik yang ada di dalam matriks tanah permukaan pun ikut terdegradasai akibat adanya pembakaran jerami atau sisa tanaman di atas permukaan tanah. Tabel 2. Jumlah bahan organik dan hara N, P, K terbuang akibat erosi di beberapa lokasi Lokasi erosi C-org Bhn.org. N P2O5 K2O (t/ha) ----------------------------------- kg/ha -----------------------------Darmaga 96,1 9.898 17.06 432,5 106,7 Citayam 93,5 5.974 10.30 1.065,8 108.5 197,0 Jasinga 90,5 4.724 8.14 651,6 119,2 140,8 Pacet 65,1 241,0 80,0 18,0 Pangalengan 66,5 3.120 5.38 333,0 Sumber: Puslitanak (2005) Bahan organik yang dipanen atau dibuang (disingkirkan atau dibakar) sebenarnya mengandung hara yang tinggi, sehingga panen dan pembuangan serasah dari areal lahan pertanian berarti membuang unsur hara dari lahan dimaksud. Unsur hara utama N, P dan K yang terangkut panen untuk setiap ton hasil panen beberapa jenis tanaman disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Unsur hara N, P, dan K yang terangkut di dalam setiap ton hasil panen Jenis Tanaman Padi unggul Padi lokal Jagung Kacang tanah Singkong Ubi jalar Kentang Wortel Bawang Tomat Pisang Jeruk Rumput Leguminosa Sumber: Puslitanak (2005) N 15 15 16 32 1,7 3,7 2,7 3 1,6 3,3 2,4 1,8 30 37,5 Hara Terbawa Panen (kg/ton) P 2,7 2,5 2,8 3,2 0,5 0,5 0,3 0,5 0,3 0,4 0,3 0,2 3,7 4,4 K 3,7 2,5 4,0 4,8 2,5 5,2 3,6 3,8 1,7 4,2 5,6 2,5 26,7 33,2 Rerata hara terangkut panen khusus pada tanaman padi varietas unggul disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata hara terangkut panen pada padi varietas unggul Unsur Hara N P K Ca Mg S Zn Si Fe Mn Cu B C (%) Sumber: Puslitanak (2005) Total Hara Terangkut Panen (kg hara/ton bahan) Gabah Jerami Gabah + Jerami 10.5 7.0 17.5 2.0 1.0 3.0 2.5 14.5 17.0 0.5 3.5 4.0 1.5 2.0 3.5 1.0 0.8 1.8 0.02 0.03 0.05 15.0 65.0 80.0 0.20 0.30 0.50 0.05 0.45 0.50 0.09 0.003 0.012 0.005 0.010 0.015 41.68 PEMULIHAN KESEHATAN TANAH Bedasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tindakan kunci untuk memulihkan kesehatan tanah atau memelihara agar tanah tidak sakit adalah dengan mengembalikan bahan organik sebanyak mungkin ke dalam tanah, sekurangkurangnya sampai tanah mengandung bahan organik minimal 3%. Sudah barang tentu kesehatan tanah akan lebih baik, apabila bahan organik yang diberikan juga memiliki kualitas yang lebih baik. Kualitas bahan organik ditentukan oleh kandungan unsur hara bahan organik tersebut (sumber bahan oragnik), disamping tingkat dekomposisi (tingkat pelapukan)nya. Dari Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa bahan organik yang memiliki kualitas terbaik adalah bahan organik yang bersumber dari tanaman Leguminosa (tanaman kacang-kacangan, termasuk kacang tanah), jerami padi dan jagung. Ini ditandai dengan kandungan unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan bahan organik lainnya. Oleh sebab itu, pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1 dan 2) atau dibenamkan ke dalam tanah pada saat pengolahan tanah, dapat memperbaiki dan mempertahankan kesehatan tanah. Sumber bahan organik yang terbaik untuk memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah adalah kompos dan pupuk kandang. Seperti halnya serasah sisa tanaman, kulalitas pupuk kandang juga tergantung tingkat kematangan dan kandungan unsur hara yang dikandungnya. Pupuk kandang unggas umumnya lebih baik dibandingkan pupuk kandang lainnya (Tabel 5 dan 6). Gambar 1. Penggunaan mulsa jerami jagung pada pertanaman jagung Tabel 5. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang -------------------------------------------------------------------------------Pupuk N P K Ca Mg S Fe Kandang ….……………………%.......................................... -------------------------------------------------------------------------------Sapi Perah 0.53 0.35 0.41 0.28 0.11 0.05 0.004 Sapi Daging 0.65 0.15 0.30 0.12 0.10 0.09 0.004 Kuda 0.70 0.10 0.58 0.79 0.14 0.07 0.010 Unggas 1.50 0.77 0.89 0.30 0.88 0.00 0.100 Domba 1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09 0.020 -------------------------------------------------------------------------------Sumber: Tan (1993) Tabel 6. Kandungan Air, Hara dan Ratio C/N Beberapa Pupuk Kandang -------------------------------------------------------------------------------------Kandungan Pupuk Kandang Sapi Kambing Ayam ------------------------------------------------------------------------------------Kadar air (%) 34.15 55.83 4.87 N-total (%) 0.26 0.73 0.53 P (%) 0.07 0.56 1.56 K (%) 0.19 0.47 0.10 Ca (%) 0.14 1.85 6.09 Mg (%) 0.10 0.40 0.28 Na (%) 0.05 0.03 0.05 Fe (%) 43.75 17.62 18.26 Mn (%) 130.00 378.00 450.00 Cu (%) 38.00 135.00 56.00 Zn (%) 137.00 208.00 295.00 C-organik (%) 9.46 12.46 10.98 C/N 36.00 17.00 21.00 --------------------------------------------------------------------------------------Sumber: Abdurrachman et al, (2000) Berbagai percobaan menunjukkan bahwa diperlukan pengembalian bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak rata-rata 18 ton per hektar per tahun untuk mempertahankan agar tanah yang subur di daerah tropis basah tetap subur. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah disamping dapat meningkatkan kesuburan tanah dapat pula menurunkan laju erosi tanah. Pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1) dapat menurunkan laju erosi hingga ke tingkat diperblehkan. Pengendalian erosi memang tidak harus sampai tidak terjadi sama sekali erosi karena hal ini tidak mungkin dilakukan sepanjang permukaan bumi ini masih memiliki relief sebagaimana landskap yang ada sekarang ini. Namun erosi harus dikendalikan sampai ket ingkat diperbolehkan. Erosi diperbolehkan adalah erosi yang terjadi di suatu lahan yang tidak melebihi tingkat perkembangan atau pembentukan tanahnya. Erosi kurang dari rata-rata 25 ton/ha/thn pada tanah yang relatif datar dan dalam atau kurang dari 12,5 ton/ha/thn pada tanh miring masih dianggap tidak membahayakan tanahnya karena laju pembentukan tanahnya dapat melebihi laju erosi tersebut. Oleh sebab itu, nilai erosi sebesar 12,5-25 ton/ha/thn dianggap sebagai batas maksimum erosi yang diperbolehkan (erosi yang ditoleransikan). AKUMULASI UNSUR HARA DI DALAM TANAH LAPISAN BAWAH DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA Kebijakan intensifikasi pertanian yang dicanangkan sejak dimulainya program Bimas-Inmas pada tahun 1970-an, maka tindakan pemupukan secara terus menerus dan tidak terkendali hingga saat ini masih terus berlangsung. Tindakan pemupukan pada setiap budidaya tanaman pertanian pun seperti tidak dapat dihindari lagi karena tanah-tanah pertanian kita menjadi sangat miskin hara yang salah satunya disebabkan oleh pengurasan bahan organik, sebagaimna telah diuraikan di atas. Di sisi lain disadari pula bahwa tidak semua unsur hara yang diberikan ke dalam tanah melalui pemupukan diserap tanaman. Pupuk TSP atau SP-36 misalnya, hanya sekitar 13-18% yang diserap tanaman untuk setiap musim tanam. Selebihnya akan tersimpan di dalam tanah, baik yang terikat kuat pada matrik tanah (fiksasi), maupun dimanfaatkan oleh mikrobia tanah. Hara yang tinggal dalam tanah secara terus menerus sepanjang tindakan pemupukan juga secara terus menerus dilakukan akan terakumulai sebagai residu di dalam tanah lapisan bawah, pada kedalaman lebih dari 30 cm. Residu hara ini akan tetap tinggal di dalam tanah terutama pada tanah pertanian tamanan semusim karena sistem perakaran tanaman semusim tersebut hanya mampu menjangkau hara pada kedalaman 0-20 cm. Belum lagi hara yang berada dalam tanah dalam bentuk residu itu umumnya dalam bentuk senyawaan kompleks yang tidak tersedia bagi tanaman (tidak dapat diserap oleh akar tanaman). Untuk memberdayakan unsur hara yang terakumulasi di dalam tanah lapisan bawah agar dapat digunakan oleh tanaman pada musim tanam berikutnya, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan: (1) mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah, (2) menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau pagar (strip cropping atau alley cropping), dan (3) menerapkan teknik mulsa vertikal. Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah penting untuk mengangkat unsur hara terakumulasi di lapisan bawah terangkat ke lapisan atas. Pengolahan tanah pada musim tanam pertama sedalam 20 cm (sesuai kedalaman olah tanah) sebaiknya diubah menjadi kedalaman 30-40 cm pada pengolahan tanah di musim tanam kedua. Pengubahan kedalaman pengolahan tanah ini dapat melarutkan unsur hara yang terdeposit di lapisan bawah karena terangkat ke lapisan atas dan terjadi reaksi oksidasi (pengubahan dari kondisi an-aerobik menjadi kondisi aerobik) sehingga unsur hara dapat tersedia bagi tanaman. Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah ini memang tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup 1 kali dalam 2-3 musim tanam atau 1 kali dalam 1,5-2 tahun. Terlalu sering melakukan pengolahan tanah dalam dapat mempercepat laju erosi, terutama pada tanah di lahan miring. Menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau tanaman pagar dalam barisan diantara tanaman utama (tanaman yang dibudidayakan) dapat dilakukan untuk mengangkat unsur hara yang terakumulasi (terdeposit) di dalam tanah lapisan bawah ke permukaan tanah, dengan kertentuan serasah tanaman berakar dalam tersebut digunakan untuk sumber bahan organik yang dikembalikan ke dalam tanah. Salah satu tanaman berakar dalam yang dapat digunakan sebagai tanaman strip yang sekaligus sebagai tanaman pagar yang dapat mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi adalah rumput Vetiver (akar wangi) (Gambar 2). Rumput vetiver yang memiliki sistem perakaran yang dalam, dapat mencapai 1,5-2 meter, ditanaman dalam strip searah garis kontur dengan lebar strip 0,5-1 meter yang sekaligus ditujukan untuk menghambat laju limpasan permukaan dan erosi. Rumput vetiver ini dipanen dalam jangka waktu tertentu dengan menyabit bagian tajuknya dan digunakan untuk pakan ternak atau langsung dikembalikan/ditebarkan di atas permukaan tanah sebagai mulsa. Tajuk yang digunakan untuk pakan ternak menghasilkan kotoran ternak yang harus dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk kandang. Dengan demikian, unsur hara yang diambil akar rumput vetiver dari tanah lapisan bawah dapat kembali ke tanah lapisan atas dan dimanfaatkan oleh tanaman yang dibudidayakan (yang umumnya memiliki sistem perakaran dangkal). Gambar 2. Strip rumput vetiver dan pemberian mulsa pada pertanaman jagung. Teknik mulsa vertikal dalam sistem pertanaman di lahan miring sangat efektif dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi. Teknik mulsa vertikal adalah pembenaman bahan organik sisa tanaman atau pupuk kandang ke dalam suatu rorak (parit) yang dibuat sejajar kontur. Ukuran rorak sekitar 0,5 lebar dan 0,6 dalam, sedangkan panjangnya tergantung kepada lebar lahan searah kontor (memoton lereng) (Gambar 3). Pembenaman bahan organik sisa tanaman ke dalam tanah melalui rorak atau parit yang dibuat ini juga ditujukan untuk memberikan zat pelarut berupa asam-asam organik ke dalam tanah lapisan bawah sehingga unsur hara yang terikat kuat oleh partikel tanah (misel tanah) dapat terurai atau larut dan akhirnya tersedia bagi tanaman. Selain itu, bahan organik di dalam tanah ini akan menyerap air limpasan lebih banyak sehingga dapat mengurangi laju erosi dan menjadi sumber air pada saat musim kemarau dan juga sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, terutama unsur hara N, P, S dan unsur-unsur hara mikro. Keterangan: 1. Rorak (parit) yang diisi bahan organik sisa tanaman sebelumnya dan bagian atas ditutup kembali dengan tanah. 2. Barisan tanaman yang dibdidayakan. Gambar 3. Teknik mulsa vertikal pada pertanaman di lahan miring.