TANAH SAKIT - Vetiver Indonesia

advertisement
TANAH PERTANIAN KITA SEDANG SAKIT
Oleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
Ketua Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU
TANAH SEBAGAI TUBUH ALAM YANG DINAMIS
Tanah, seperti halnya manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk
mempertahankan apalagi meningkatkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas
umumnya diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh
(manusia ataupun tanah), baik oleh fator internal, maupun eksternal yang akhirnya
dapat mengusung sistem tubuh tersebut ke arah gangguan kesehatan (sakit).
Di dalam ilmu tanah pertanian, tanah diidentifikasikan memiliki “tubuh
(profil) tanah”, sehingga dapat dibedakan antara satu jenis tanah terhadap jenis tanah
lainnya. Secar ilmiah, tanah didefenisikan sebagai “benda alam di permukaan bumi
yang tersusun dalam horizon-horizon (lapisan-lapisan) dan terdiri dari campuran
bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya
tanaman”.
Dari defenisi ilmiah tentang tanah tersebut dapat diketahui bahwa tanah
tersusun dari empat bahan (komponen) utama yaitu: bahan mineral, bahan organik,
air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah ini kadarnya berbeda-beda untuk setiap
jenis tanah, begitupun untuk setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas (area
perakaran tanaman) yang baik (ideal) untuk pertumbuhan tanaman apabila
mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% air, dan 20-30% udara.
Perubahan komposisi ideal ini dapat terjadi akibat intensitas penggunaan tanah yang
tinggi, pencucian dan erosi. Komposisi yang berubah menyebabkan berubahnya
kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman.
TANAH SAKIT DAN FAKTOR PENYEBAB
Telah disebutkan di atas, tanah sakit atau dalam bahasa yang lebih populer
tanah yang menurun produktifitasnya, dapat disebabkan salah satunya oleh faktor
internal, terutama asupan energi (bahan makanan) yang kurang dan tidak seimbang.
Bahan makanan utama tanah adalah bahan organik. Seperti halnya manusia, untuk
hidup sehat harus mengkonsumsi cukup air, udara, dan makanan. Bahan makanan
utama manusia juga bahan organik (beras, sayur, daging, susu, dan lain-lain) yang
mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lainlain.
Bahan makanan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila kandungan zat
gizinya tinggi dan berimbang. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik akan
mendukung kesehatan tubuh. Demikian halnya dengan tanah, berkurangnya
kandungan bahan organik (kurang dari 5%) dan rendahnya kualitas bahan organik
yang ditambahkan ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi sakit (kurang makan
atau kurang gizi) yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk
mendukung produksi tanaman secara maksimal.
Bahan organik tanah begitu penting dalam mendukung produktivitas tanah dan
tanaman karena berperan dalam memperbaiki seluruh aspek produktivitas tanah atau
seluruh sifat dan prilaku tanah. Ditinjau dari sifat fisika tanah, bahan organik berperan
dalam memperbesar prositas (kegemburan) tanah melalui penurunan berat volume
(bulk density), tetapi tanah memiliki kemantapan agregat yang tinggi karena fungsinya
sebagai cementing agent (zat perekat antar butir/partikel tanah). Dengan demikian,
udara mudah beredar atau bertukar antara udara atmosfer (di atas permukaan tanah)
dengan udara di dalam pori-pori tanah (aerase baik), perakaran mudah berpenetrasi di
dalam matrik atau diantara butir-butir agregat tanah.
Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat memperbesar nilai kapasitas
tukar kation tanah sehingga dapat menjerap hara lebih banyak, menyumbang hara ke
dalam tanah, terutama hara N, P, S, dan unsur hara mikro, menurunkan tingkat
keracunan Al dan Fe karena sebagian besar Al dan Fe-dapat dipertukakan (ion Al dan
Fe) di dalam tanah dapat membentuk senyawa komplek dengan senyawa organik
(chelation).
Bahan organik juga memperbaiki kehidupan mikroorganisme (sifat biologi)
tanah. Bahan organik yang cukup dan memiliki kualitas yang baik (nilai gizi yang
tinggi dan berimbang) merangsang pertumbuhan dan peningkatan keanekaragaman
mikrobia dalam tanah. Jumlah dan aktifitas yang tinggi dari mikrobia dalam tanah
dapat membantu pelarutan bahan mineral dan bahan organik (unsur hara) tanah
sehingga unsur hara cukup tersedia bagi tanaman.
Jadi keberadan bahan organik yang cukup dan berkualitas di dalam tanah,
bukan hanya sebagai sumber unsur hara saja, namun lebih jauh lagi berperan dalam
semua sifat dan prilaku tanah (memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah),
bahkan dapat menekan laju erosi dan pencucian unsur hara di dalam tanah.
Kemantapan agregat dan daya sangga serta porositas tanah yang tinggi akibat
kecukupan bahan organik dalam tanah dapat menekan laju erosi dan pencucian hara
dimaksud karena tanah tidak mudah pecah oleh energi kinetik curah hujan, air mudah
diserap masuk ke dalam tanah, dan unsur hara banyak tertahan dalam mikro sel
(misel) tanah.
KADAR BAHAN ORGANIK TANAH PERTANIN KITA
Berbagai kajian mendapatkan bahwa tanah-tanah pertanian kita, baik tanah
sawah, apalagi tanah tegalan (lahan kering) memiliki bahan organik yang jauh lebih
rendah dari kadar bahan organik ideal yang disyaratkan (sekitar 5%) (Tabel 1).
Tabel 1. Kadar bahan organik tanah pertanian lahan kering di beberapa wilayah di
Sumatera Utara
No.
Daerah
Jenis Lahan
Kadar
C-org(%) Bhn-org(%)
1
2
3
Tanjung Pasir, Tanah Jawa Simalungun
Lahan kering
Muara Mulia, Tanah Jawa Simalungun
Lahan kering
Silinduk, Dolok Batu Nanggar
Lahan kering
Simalungun
4 Nagabayu, Huta Bayu Raja Simalungun
Lahan kering
5 Tongah Maraja, Bah Jambi Simalungun
Lahan kering
6 Tanjung Maraja, Bah Jambi Simalungun Lahan kering
7 Nagajaya, Bandar Haluan Simalungun
Lahan kering
8 Pematang Kerasaan, Bandar Simalungun Lahan kering
9 Bandar Sawah, Bandar Simalungun
Lahan kering
10 Simpang Kalpin, Bandar Simalungun
Lahan kering
11 Sukamaju, Sunggal Deli Serdang
Lahan kering
12 Lau Bicik, Pancurbatu Deli Serdang
Lahan kering
13 Medan Senembah, Tanjung Morawa Deli Lahan Sawah
Serdang
14 Pardamean, Tanjung Morawa Deli
Lahan Sawah
Serdang
15 Telaga Sari, Tanjung Morawa Deli
Lahan Sawah
Serdang
Sumber: Departemen Ilmu Tanah FP-USU (2003-2006)
0.89
0.67
0.86
1.53
1.16
1.48
0.64
0.89
0.83
0.73
0.82
0.85
0.89
1.46
1.22
0.69
1.10
1.53
1.43
1.26
1.41
1.47
1.53
2.52
2.10
1.19
0.79
1.36
0.62
1.07
Dari Tabel 1 dapat kita ketahui bahwa tanah-tanah pertanian di beberapa
wilayah di Sumatera Utara yang secara intensif digunakan, baik untuk tanaman lahan
kering, maupun lahan padi sawah memiliki kadar bahan organik yang rendah sampai
sangat rendah sehingga daya dukungnya terhadap produksi tanaman juga rendah.
Tanah-tanah demikian yang diindikasikan sebagai tanah sakit karena sumber energi
atau bahan makanannya sangat rendah. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan
rendahnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka fungsi tanah sebagai
media tumbuh tanaman yang diemban oleh sifat-sifat tanahnya akan berkurang karena
daya sangga dan agregasi lemah,
kemampuan menyerap air rendah, unsur hara
tersedia juga rendah dan lain sebagainya.
TANAH MATI OLEH EROSI DAN SEDIMENTASI
Erosi merupakan faktor ekternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi sakit
atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari
dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian
diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang
terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut
(horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon R (batuan
induk) muncul ke permukaan. Fenomena ini tejadi secara berkelanjutan pada hampir
semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan kering. Pada tahap
ini tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang
mati.
Tanah mati dapat juga disebabkan oleh longsor di bagian hulu (daerah
berlereng) dan tertimbun oleh longsoran atau endapan lumpur pada bagian lain di
bawahnya. Tanah tertimbun oleh larva atau lahar pada peristiwa erupsi (peletusan
gunung berapi) dapat digolongkan sebagai tanah mati.
PENYEBAB UTAMA BERKURANGNYA BAHAN ORGANIK TANAH
Sedikitnya ada dua penyebab utama berkurangnya/hilangnya bahan organik
dari dalam tanah-tanah petanian, yaitu: (1) erosi, dan (2) dibuang lewat panen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan oraganik yang tebuang akibat erosi
berkisar antara 5,38-17.06 kg/hektar dengan erosi berkisar antara 66,5-96,1 ton per
hektar. Selain itu, erosi dapat pula menyebabkan kehilangan hara, terutama hara N, P
dan K (Tabel 2).
Bahan organik banyak terbuang dari lahan pertanian karena terbawa panen.
pembuangan bahan organik ini diperparah lagi akibat adanya kebiasaan petani
membakar bahan organik sisa tanaman sebelumnya (jerami atau serasah) pada saat
akan dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan musim tanam berikutnya.
Pembakaran bahan organik sisa tanaman sebelumnya tersebut justru meningkatkan
pengurasan bahan organik secara berlebihan dari dalam tanah. Bahan organik yang
dibakar, disamping berubah dari bahan organik menjadi bahan mineral (dalam bentuk
abu atau arang), bahan organik yang ada di dalam matriks tanah permukaan pun ikut
terdegradasai akibat adanya pembakaran jerami atau sisa tanaman di atas permukaan
tanah.
Tabel 2. Jumlah bahan organik dan hara N, P, K terbuang akibat erosi di beberapa
lokasi
Lokasi
erosi
C-org
Bhn.org.
N
P2O5
K2O
(t/ha) ----------------------------------- kg/ha -----------------------------Darmaga
96,1
9.898
17.06
432,5
106,7
Citayam
93,5
5.974
10.30
1.065,8
108.5
197,0
Jasinga
90,5
4.724
8.14
651,6
119,2
140,8
Pacet
65,1
241,0
80,0
18,0
Pangalengan 66,5
3.120
5.38
333,0
Sumber: Puslitanak (2005)
Bahan organik yang dipanen atau dibuang (disingkirkan atau dibakar)
sebenarnya mengandung hara yang tinggi, sehingga panen dan pembuangan serasah
dari areal lahan pertanian berarti membuang unsur hara dari lahan dimaksud. Unsur
hara utama N, P dan K yang terangkut panen untuk setiap ton hasil panen beberapa
jenis tanaman disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Unsur hara N, P, dan K yang terangkut di dalam setiap ton hasil panen
Jenis Tanaman
Padi unggul
Padi lokal
Jagung
Kacang tanah
Singkong
Ubi jalar
Kentang
Wortel
Bawang
Tomat
Pisang
Jeruk
Rumput
Leguminosa
Sumber: Puslitanak (2005)
N
15
15
16
32
1,7
3,7
2,7
3
1,6
3,3
2,4
1,8
30
37,5
Hara Terbawa Panen (kg/ton)
P
2,7
2,5
2,8
3,2
0,5
0,5
0,3
0,5
0,3
0,4
0,3
0,2
3,7
4,4
K
3,7
2,5
4,0
4,8
2,5
5,2
3,6
3,8
1,7
4,2
5,6
2,5
26,7
33,2
Rerata hara terangkut panen khusus pada tanaman padi varietas unggul
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata hara terangkut panen pada padi varietas unggul
Unsur Hara
N
P
K
Ca
Mg
S
Zn
Si
Fe
Mn
Cu
B
C (%)
Sumber: Puslitanak (2005)
Total Hara Terangkut Panen (kg hara/ton bahan)
Gabah
Jerami
Gabah + Jerami
10.5
7.0
17.5
2.0
1.0
3.0
2.5
14.5
17.0
0.5
3.5
4.0
1.5
2.0
3.5
1.0
0.8
1.8
0.02
0.03
0.05
15.0
65.0
80.0
0.20
0.30
0.50
0.05
0.45
0.50
0.09
0.003
0.012
0.005
0.010
0.015
41.68
PEMULIHAN KESEHATAN TANAH
Bedasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tindakan kunci untuk
memulihkan kesehatan tanah atau memelihara agar tanah tidak sakit adalah dengan
mengembalikan bahan organik sebanyak mungkin ke dalam tanah, sekurangkurangnya sampai tanah mengandung bahan organik minimal 3%. Sudah barang tentu
kesehatan tanah akan lebih baik, apabila bahan organik yang diberikan juga memiliki
kualitas yang lebih baik.
Kualitas bahan organik ditentukan oleh kandungan unsur hara bahan organik
tersebut (sumber bahan oragnik), disamping tingkat dekomposisi (tingkat pelapukan)nya. Dari Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa bahan organik yang memiliki kualitas
terbaik adalah bahan organik yang bersumber dari tanaman Leguminosa (tanaman
kacang-kacangan, termasuk kacang tanah), jerami padi dan jagung. Ini ditandai
dengan kandungan unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan bahan organik lainnya.
Oleh sebab itu, pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1 dan 2) atau
dibenamkan ke dalam tanah pada saat pengolahan tanah, dapat memperbaiki dan
mempertahankan kesehatan tanah.
Sumber bahan organik yang terbaik untuk memperbaiki dan mempertahankan
kesuburan tanah adalah kompos dan pupuk kandang. Seperti halnya serasah sisa
tanaman, kulalitas pupuk kandang juga tergantung tingkat kematangan dan kandungan
unsur hara yang dikandungnya. Pupuk kandang unggas umumnya lebih baik
dibandingkan pupuk kandang lainnya (Tabel 5 dan 6).
Gambar 1. Penggunaan mulsa jerami jagung pada pertanaman jagung
Tabel 5. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang
-------------------------------------------------------------------------------Pupuk
N
P
K
Ca
Mg
S
Fe
Kandang
….……………………%..........................................
-------------------------------------------------------------------------------Sapi Perah
0.53 0.35 0.41 0.28 0.11 0.05 0.004
Sapi Daging 0.65 0.15 0.30 0.12 0.10 0.09 0.004
Kuda
0.70 0.10 0.58 0.79 0.14 0.07 0.010
Unggas
1.50 0.77 0.89 0.30 0.88 0.00 0.100
Domba
1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09 0.020
-------------------------------------------------------------------------------Sumber: Tan (1993)
Tabel 6. Kandungan Air, Hara dan Ratio C/N Beberapa Pupuk Kandang
-------------------------------------------------------------------------------------Kandungan
Pupuk Kandang
Sapi
Kambing
Ayam
------------------------------------------------------------------------------------Kadar air (%)
34.15
55.83
4.87
N-total (%)
0.26
0.73
0.53
P (%)
0.07
0.56
1.56
K (%)
0.19
0.47
0.10
Ca (%)
0.14
1.85
6.09
Mg (%)
0.10
0.40
0.28
Na (%)
0.05
0.03
0.05
Fe (%)
43.75
17.62
18.26
Mn (%)
130.00
378.00
450.00
Cu (%)
38.00
135.00
56.00
Zn (%)
137.00
208.00
295.00
C-organik (%)
9.46
12.46
10.98
C/N
36.00
17.00
21.00
--------------------------------------------------------------------------------------Sumber: Abdurrachman et al, (2000)
Berbagai percobaan menunjukkan bahwa diperlukan pengembalian bahan
organik berupa pupuk kandang sebanyak rata-rata 18 ton per hektar per tahun untuk
mempertahankan agar tanah yang subur di daerah tropis basah tetap subur.
Pengembalian bahan organik ke dalam tanah disamping dapat meningkatkan
kesuburan tanah dapat pula menurunkan laju erosi tanah. Pengembalian bahan organik
sebagai mulsa (Gambar 1) dapat menurunkan laju erosi hingga ke tingkat
diperblehkan. Pengendalian erosi memang tidak harus sampai tidak terjadi sama
sekali erosi karena hal ini tidak mungkin dilakukan sepanjang permukaan bumi ini
masih memiliki relief sebagaimana landskap yang ada sekarang ini. Namun erosi
harus dikendalikan sampai ket ingkat diperbolehkan. Erosi diperbolehkan adalah erosi
yang terjadi di suatu lahan yang tidak melebihi tingkat perkembangan atau
pembentukan tanahnya. Erosi kurang dari rata-rata 25 ton/ha/thn pada tanah yang
relatif datar dan dalam atau kurang dari 12,5 ton/ha/thn pada tanh miring masih
dianggap tidak membahayakan tanahnya karena laju pembentukan tanahnya dapat
melebihi laju erosi tersebut. Oleh sebab itu, nilai erosi sebesar 12,5-25 ton/ha/thn
dianggap sebagai batas maksimum erosi yang diperbolehkan (erosi yang
ditoleransikan).
AKUMULASI UNSUR HARA DI DALAM TANAH LAPISAN BAWAH
DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA
Kebijakan intensifikasi pertanian yang dicanangkan sejak dimulainya program
Bimas-Inmas pada tahun 1970-an, maka tindakan pemupukan secara terus menerus
dan tidak terkendali hingga saat ini masih terus berlangsung. Tindakan pemupukan
pada setiap budidaya tanaman pertanian pun seperti tidak dapat dihindari lagi karena
tanah-tanah pertanian kita menjadi sangat miskin hara yang salah satunya disebabkan
oleh pengurasan bahan organik, sebagaimna telah diuraikan di atas.
Di sisi lain disadari pula bahwa tidak semua unsur hara yang diberikan ke
dalam tanah melalui pemupukan diserap tanaman. Pupuk TSP atau SP-36 misalnya,
hanya sekitar 13-18% yang diserap tanaman untuk setiap musim tanam. Selebihnya
akan tersimpan di dalam tanah, baik yang terikat kuat pada matrik tanah (fiksasi),
maupun dimanfaatkan oleh mikrobia tanah.
Hara yang tinggal dalam tanah secara terus menerus sepanjang tindakan
pemupukan juga secara terus menerus dilakukan akan terakumulai sebagai residu di
dalam tanah lapisan bawah, pada kedalaman lebih dari 30 cm. Residu hara ini akan
tetap tinggal di dalam tanah terutama pada tanah pertanian tamanan semusim karena
sistem perakaran tanaman semusim tersebut hanya mampu menjangkau hara pada
kedalaman 0-20 cm. Belum lagi hara yang berada dalam tanah dalam bentuk residu
itu umumnya dalam bentuk senyawaan kompleks yang tidak tersedia bagi tanaman
(tidak dapat diserap oleh akar tanaman).
Untuk memberdayakan unsur hara yang terakumulasi di dalam tanah lapisan
bawah agar dapat digunakan oleh tanaman pada musim tanam berikutnya, ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan: (1) mengubah-ubah kedalaman pengolahan
tanah, (2) menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau pagar (strip
cropping atau alley cropping), dan (3) menerapkan teknik mulsa vertikal.
Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah penting untuk mengangkat
unsur hara terakumulasi di lapisan bawah terangkat ke lapisan atas. Pengolahan tanah
pada musim tanam pertama sedalam 20 cm (sesuai kedalaman olah tanah) sebaiknya
diubah menjadi kedalaman 30-40 cm pada pengolahan tanah di musim tanam kedua.
Pengubahan kedalaman pengolahan tanah ini dapat melarutkan unsur hara yang
terdeposit di lapisan bawah karena terangkat ke lapisan atas dan terjadi reaksi oksidasi
(pengubahan dari kondisi an-aerobik menjadi kondisi aerobik) sehingga unsur hara
dapat tersedia bagi tanaman. Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah ini
memang tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup 1 kali dalam 2-3 musim tanam
atau 1 kali dalam 1,5-2 tahun. Terlalu sering melakukan pengolahan tanah dalam
dapat mempercepat laju erosi, terutama pada tanah di lahan miring.
Menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau tanaman pagar
dalam barisan diantara tanaman utama (tanaman yang dibudidayakan) dapat dilakukan
untuk mengangkat unsur hara yang terakumulasi (terdeposit) di dalam tanah lapisan
bawah ke permukaan tanah, dengan kertentuan serasah tanaman berakar dalam
tersebut digunakan untuk sumber bahan organik yang dikembalikan ke dalam tanah.
Salah satu tanaman berakar dalam yang dapat digunakan sebagai tanaman strip yang
sekaligus sebagai tanaman pagar yang dapat mengurangi laju limpasan permukaan
dan erosi adalah rumput Vetiver (akar wangi) (Gambar 2).
Rumput vetiver yang memiliki sistem perakaran yang dalam, dapat mencapai
1,5-2 meter, ditanaman dalam strip searah garis kontur dengan lebar strip 0,5-1 meter
yang sekaligus ditujukan untuk menghambat laju limpasan permukaan dan erosi.
Rumput vetiver ini dipanen dalam jangka waktu tertentu dengan menyabit bagian
tajuknya dan digunakan untuk pakan ternak atau langsung dikembalikan/ditebarkan di
atas permukaan tanah sebagai mulsa. Tajuk yang digunakan untuk pakan ternak
menghasilkan kotoran ternak yang harus dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk
kandang. Dengan demikian, unsur hara yang diambil akar rumput vetiver dari tanah
lapisan bawah dapat kembali ke tanah lapisan atas dan dimanfaatkan oleh tanaman
yang dibudidayakan (yang umumnya memiliki sistem perakaran dangkal).
Gambar 2. Strip rumput vetiver dan pemberian mulsa pada pertanaman jagung.
Teknik mulsa vertikal dalam sistem pertanaman di lahan miring sangat efektif
dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta mengurangi laju limpasan
permukaan dan erosi. Teknik mulsa vertikal adalah pembenaman bahan organik sisa
tanaman atau pupuk kandang ke dalam suatu rorak (parit) yang dibuat sejajar kontur.
Ukuran rorak sekitar 0,5 lebar dan 0,6 dalam, sedangkan panjangnya tergantung
kepada lebar lahan searah kontor (memoton lereng) (Gambar 3).
Pembenaman bahan organik sisa tanaman ke dalam tanah melalui rorak atau
parit yang dibuat ini juga ditujukan untuk memberikan zat pelarut berupa asam-asam
organik ke dalam tanah lapisan bawah sehingga unsur hara yang terikat kuat oleh
partikel tanah (misel tanah) dapat terurai atau larut dan akhirnya tersedia bagi
tanaman. Selain itu, bahan organik di dalam tanah ini akan menyerap air limpasan
lebih banyak sehingga dapat mengurangi laju erosi dan menjadi sumber air pada saat
musim kemarau dan juga sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, terutama unsur
hara N, P, S dan unsur-unsur hara mikro.
Keterangan:
1. Rorak (parit) yang diisi bahan organik sisa tanaman sebelumnya dan bagian atas
ditutup kembali dengan tanah.
2. Barisan tanaman yang dibdidayakan.
Gambar 3. Teknik mulsa vertikal pada pertanaman di lahan miring.
Download