Tidak berjudul

advertisement
Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 1
EKSTRAK ANNONA MURICATA L. SEBAGAI IMUNOMODULATOR
PADA MENCIT GALUR BALB/C YANG DIINDUKSI AGEN
ANTIKANKER SECARA IN VITRO
Maria Ulfah, Risha Fillah Fithria
email: [email protected]
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang 50236
ABSTRACT
Chemotherapy is a treatment using chemical compound that has a cytotoxic effect
and work directly on cancer cells. However, prolonged use of chemotherapy can cause
weakening of the immune system, and cause the patient susceptible to other diseases and
infections. In addition, chemotherapy is only effective for some period of time. The
purpose of this study was to determine the extract of Annona muricata L. as
Immunomodulators in Mice strain Balb / C induced by anticancer agents in vitro. These
results are then used as a combination to chemotherapy.
Soursop leaf extraction is performed using maceration method with ethanol 96%,
extract with a concentration of 1.25; 2.25; 5; 10 and 20 ug / ml and positive control PHA
4 ug / mL for cell were culture tested against lymphocytes. Immunomodulatory activity
assay using MTT assay method. Lymphocyte cell proliferation activity was analyzed
statistically to the value of the Optical Density (OD) of the Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) reader using Fridman and mann whytney (p <0.05).
Identification of the content of phenolic compounds and flavonoids are done with a
spectrophotometer.
The results showed that the ethanol extract of Annona muricata L. has
immunomodulatory activity ranging from a concentration of 1.25 mg / mL doxorubicin
induced by 1.25 mg / mL, a concentration of 2.5 and 5 mg / mL doxorubicin induced
0.625 mg / mL and the concentration 1,25 up to a dose of 20 mg / mL doxorubicin
induced 0.3125 mg / mL. In the inter-dose treatment group also showed an increase, the
higher the dose of activity in increasing lymphocyte cell proliferation as well. However,
its activity is smaller than the positive control, namely PHA. The ethanol extract of A.
muricata L. has a total phenolic compound content of 2.12% and total flavonoids and
amounted to 1.80%.
Keywords: Soursop leaves, maceration, lymphocytes, immunomodulatory
828
PENDAHULUAN
Kanker
merupakan
jenis
penyakit
yang
disebabkan
oleh
kegagalan
mekanisme
pengatur
multiplikasi dan fungsi homeostatis
lainnya pada organisme multi seluler
(Nafrialdi dan Gan, 2007). Sampai saat
ini, telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk menyembuhkan kanker,
salah satunya dengan menggunakan
kemoterapi. Kemoterapi merupakan
pengobatan dengan senyawa kimia
yang memiliki efek sitotoksik dan
bekerja secara langsung pada sel
kanker.
Namun,
penggunaan
kemoterapi yang berkepanjangan
dapat menyebabkan melemahnya
sistem
imunitas
tubuh,
dan
menyebabkan pasien rentan terhadap
penyakit dan infeksi yang lain (Patel
et al., 2006). Selain itu kemoterapi
hanya efektif untuk beberapa periode
waktu saja (Gibbs, 2000). Semua
populasi sel limfosit akan berkurang
setelah menggunakan obat-obatan
kemoterapi, tetapi sel limfosit
Thelper khususnya CD4+ akan
kembali normal secara lambat
(Hutnick et al., 2005). Agen
kemoterapi yang sering digunakan
adalah doxorubisin. Doxorubisin
dapat mempengaruhi fungsi sistem
imun tikus dengan penurunan
interleukin-2 (IL-2) dan produksi
interferon-γ
(INF-γ),
sehingga
menyebabkan
penurunan
sel
sitotoksik natural killer (NK),
proliferasi
limfosit,
rasio
CD4+/CD8+ (Zhang et al., 2005)
dan menyebabkan kerusakan organ
timus (Rukhsana et al., 2010) dan
menurunkan fungsi sel makrofag
(Asmis et al, 2006). Doksorubisin
juga
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan sel vero (model sel
normal) (Phonnok et al., 2010). Efek
samping tersebut dapat diminimalisir
dengan
mengkombinasikan
doksorubisin dengan obat bahan
alam sebagai agen imunomodulator.
Senyawa imunomodulator dapat
meningkatkan sistem imun seluler
maupun humoral di dalam tubuh
(Roshan and Savitri, 2013).
Senyawa proantosianidin dari
biji anggur dapat memperbaiki fungsi
sistem
imun
akibat
pemberian
doxorubisin (Zhang et al., 2005).
Ekstrak etanol Daun Jombang yang
dikombinasikan dengan doksorubisin
berpotensi sebagai ko-kemoterapi dan
memiliki aktivitas imunomodulator,
yaittu dengan cara meningkatkan jumlah
sel leukosit, limfosit dan neutrofil,
sehingga dapat meningkatkan kembali
sistem imun yang menurun akibat
pemberian doksorubisin (Kasianningseih
et
al.,
2011).
Daun
jombang
mengandung
senyawa
flavonoid.
Senyawa ini diduga mempunyai efek
imunomodulator. Oleh karena itu,
penggunaan
kemoterapi
seringkali
dikombinasikan dengan suatu agen
imunostimulator yang bertujuan untuk
menjaga dan meningkatkan daya tahan
tubuh
pasien
selama
menjalani
pengobatan dengan kemoterapi.
Annona muricata L. atau daun
sirsak merupakan salah satu tanaman
yang telah dimamfaatkan sebagai
antikanker karena dapat menghambat sel
kanker dengan menghambat dan
menginduksi opoptosis (McLaughlin,
2008). Pemberian ekstrak etanol daun
sirsak juga dapat meningkatkan jumlah
sel T CD4+ dan CD8+ (Dewi et al,
2013). Uji pendahuluan dari daun sirsak
menunjukkan bahwa tanaman ini
mengandung senyawa flavonoid, steroid,
alkaloid,
tanin
dan
saponin
(Purwatresna, 2012). Zat aktif dari
bahan alam yang berkhasiat sebagai
imunomodulator berbeda antara satu
dengan yang lainnya, seperti fenol pada
829
Myrmecodia tuberosa dan Myrmecodia
pendens (Hertiani et al., 2010).
Berdasarkan data-data di atas,
maka A. muricata L. berpotensi untuk
dijadikan agen imunostimulator yang
diberikan sebagai terapi pendamping
pada kemoterapi kanker. Data mengenai
aktivitas imunomodulator A. muricata
L. yang digunakan bersama dengan agen
kemoterapi masih sangat terbatas.
Penelitian ini penting dilakukan karena
sel-sel imun yang berperan dalam sistem
pertahanan tubuh perlu dilindungi akibat
pemberian agen antikanker tidak
mengalami penurunan sistem imun yang
cepat, karena agen kemoterapi seperti
doksorubisin tidak bersifat selektif
dalam membunuh sel kanker, tetapi juga
dapat mempengaruhi sel imun normal
lainnya. Selain itu penelitian ini juga
mengidentifikasi senyawa fenolik dan
flavonoid yang terkandung didalam
ekstrak daun sirsak. Flavonoid dan
fenolik dilaporkan mempunyai aktivitas
sebagai antikanker dan imunomodulator
(Zhang et al., 2005).
METODOLOGI
Alat
Alat yang digunakan adalah
seperangkat alat maserasi berupa toples
kaca, blander (Maspion), ayakan no. 40
mesh, alat moisture balance (Ohaus),
timbangan elektrik (Ohaus) dengan
kepekaan 0,0001 g, alat gelas, dan
vacuum rotary evaporator (Heidolph
WE 2000), alat-alat bedah steril, tabung
mikropipet (Gibco), eppendorf tube
(Extragen), sentrifugasi (Sorvall), pipet
pastur, petri dish steril 50 mm (Costar),
spuit injeksi 10 ml (Terumo), tabung
sentrifugasi
15
ml
(Nunc),
hemocytometer (Neubacer), inverted
microscope (Olympus), inkubator CO2
5% (Heraeus), mikroplate 96 (Costar),
vortex (Bio-Rad), yellow tip, blue tip
(Brand) dan ELISA reader (Bio-Rad),
tabung reaksi dan pipet ukur,
spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu),
dan tabung reaksi (Merck).
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
adalah daun sirsak (Annona muricata L.)
diperoleh dari Dusun Siroto, desa
Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang, mencit jantan
galur Balb/c, umur ± 2 bulan, etanol
70%, Medium Rosewell Park Memorial
Institude (RPMI) 1640 (Gibco), RPMI
1640 media komplit berisi FBS (Fetal
Bovine Serum) 10% (v/v) (Caisson),
PBS (Phosfat Buffer Saline) (Gibco),
doxorubisin injeksi 10 µg/5 ml, PHA
(phytohemaglutinin), MTT (3-(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide)(Sigma) ,
stopper 10% SDS (sodium dodecyl
sulphate) (Merck), HCl 0.01 N (Merck),
penicillin-streptomicin
(Gibco),
fungizon/amphoterisin B (Gibco) dan
bahan pelarut sampel adalah DMSO.
Jalannya Penelitian
1. Preparasi Bahan Uji
a. Identifikasi Bagian Tanaman
Identifikasi
dilakukan
untuk
mengetahui
identitas
bagian tanaman yang akan
digunakan pada penelitian, yaitu
daun
sirsak.
Identifikasi
dilakukan
di
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Laboratorium
Ekologi
dan
Biosistematik
jurusan Biologi Universitas
Diponegoro Semarang.
b. Pembuatan serbuk simplisia
Daun
sirsak
yang
digunakan berasal dari Dusun
Siroto, Desa Nyatnyono,
Kecamatan Ungaran Barat,
Kabupaten Semarang. Daun
sirsak kering sebanyak 1,615
kg diserbukkan sampai halus
dengan blender kemudian
diayak
dengan
ayakan
berukuran 40 mesh serta
830
dihitung persentase berat
penyusutannya.
Kemudian
serbuk simplisia diukur kadar
airnya dengan menggunakan
moisture balance (Ohaus)
c. Pemeriksaan kadar air
Pemeriksaan kadar air
dilakukan berdasarkan pada
metode susut pengeringan
yang terdapat di Materia
Medika Indonesia, terhadap
crude ekstrak, berdasarkan
bobot kehilangan konstan
selama pengeringan di dalam
oven suhu 105 - 110 0C
selama 3 jam atau sampai
diperoleh
berat
konstan
(Ditjen POM, 1979).
d. Pembuatan Ekstrak Etanol
Daun Sirsak
Serbuk daun sirsak yang
telah
diayak,
ditimbang
seberat 850 gram kemudian
diekstraksi
dengan
cara
maserasi menggunakan cairan
penyari etanol 96% sebanyak
8500 mL yang dibagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama
yaitu 75%, sebanyak 6375
mL pelarut etanol digunakan
untuk
maserasi
bagian
pertama dibiarkan selama tiga
hari dalam bejena tertutup
dengan pengadukan minimal
2 kali sehari dan kemudian
disaring sehingga diperoleh
fitrat I. Setelah tiga hari
ampas
diperas,
ampas
ditambah sisa 25% cairan
penyari etanol sebanyak 2125
mL, diaduk dan dibiarkan
dalam bejena tertutup selama
dua hari. Ampas dan endapan
dipisah dari filtratnta dengan
kertas saring. Filtrat I dan II
dicampur dan dienaptuangkan
selama dua hari untuk
selanjutnya
dipekatkan
menggunakan
rotary
evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental. Rendemen
dihitung dengan rumus :
Rendemen = Berat ekstrak
kental x 100%
Berat simplisia
kering
2. Orientasi Dosis Doksorubisin
(IC50) pada Sel Limfosit
Normal Mencit Balb/C
Pada Penelitian ini untuk
menentukan seri konsentrasi
doksorubisin pada sel limfosit
normal, dilakukan orientasi
terlebih dahulu untuk dosis yang
akan
digunakan
dalam
menginduksi sel limfosit. Hal ini
dilakukan
karena
menurut
pengetahuan
pengusul
IC50
doksorubisin pada sel normal
limfosit belum pernah dilakukan.
Yang ditemukan kebanyakan
IC50 doxorubisin pada berbagai
sel kanker.
Orientasi dilakukan sebanyak 12
seri konsentrasi doxorubisin,
yaitu: 16; 8; 4; 2; 1; 0.5;0.25;
0.125;
0.0625;
0.03125;
0.015625; 0.0078125 µg/mL)
pada 4 variasi perlakuan sel
limfosit.
Teknik
orientasi
dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a) Isolasi sel limfosit
Isolasi
sel
limfosit
diperoleh dari organ limpa
mencit galur Balb/C. Isolasi
dilakukan secara aseptis
dari mencit galur Balb/c.
Organ limpa diletakkan
dalam
petri
dish
berdiameter 50 mm yang
berisi 10 mL medium
RPMI.
Media
RPMI
dipompakan ke dalamnya
sehingga
limfosit
ikut
keluar bersama media.
Suspensi sel dimasukkan
dalam tabung sentrifugasi
831
10 mL dan disentrifus pada
3000 rpm 4oC selama 5
menit. Pellet yang didapat
disuspensikan dalam 5 mL
buffer tris ammonium
klorida untuk melisiskan
eritrosit. Sel dicampur
hingga
homogen
dan
didiamkan pada suhu ruang
selama 15 menit atau
sampai warnanya berubah
menjadi agak kekuningan.
Kemudian RPMI ad 10 mL,
disentrifugasi pada 3000
rpm 4oC selama 5 menit,
supernatan dibuang. Pelet
yang didapat dicuci 2 kali
dengan RPMI. Sel dihitung
dengan
hemositometer.
Selanjutnya sel limfosit
siap diuji aktivitasnya dan
dikultur dalam inkubator
CO2 5% suhu 37oC
(Hertiani et al., 2010).
b) Orientasi dengan empat
variasi
perlakuan
sel
limfosit, yaitu:
1) Lempeng 1 (Sel limfosit
diinduksi doxorubisin,
kemudian
diinkubasi
dan ditambahkan PHA).
Sel limfosit (1,5 x
106/ml) sebanyak 100
µL didistribusikan ke
dalam
sumuran
mikroplate 96-well dan
ditambahkan
doxorubisin dengan seri
konsentrasi
yang
berbeda pada masingmasing
sumuran
sebanyak
10
µL/sumuran, kemudian
diinkubasi
pada
inkubator dengan aliran
5% pada suhu 37oC
selama
24
jam
(inkubasi
pertama).
Setelah
diinkubasi
ditambahkan PHA 2
µL/sumuran
dan
diinkubasi lagi selama
24 jam (inkubasi ke-2),
kemudian tambahkan
MTT 10 µL/sumuran.
Inkubasi
kembali
selama 4 jam pada suhu
37 oC. Sel yang
bertahan
hidup
mengandung
enzim
suksinat
tetrazolium
reduktase
akan
bereaksi dengan MTT
(kuning)
mengalami
perubahan warna ungu
(Formazan). Reaksi ini
dapat
dihentikan
dengan
menambah
reagen stopper yaitu
Sodium
Dodecyl
Sulphate (SDS) 10%
dalam asam klorida
0,01N sebanyak 100 µL
pada tiap sumuran dan
didiamkan sampai 24
jam. Selanjutnya diukur
absorbansinya dengan
mikroplat reader pada
panjang gelombang 550
nm (Hertiani et al.,
2010).
2) Lempeng 2 (Sel Limfosit
diinduksi doxorubisin,
kemudian
diinkubasi
dan tampa penambahan
PHA)
Perlakuan sama seperti
plate
1,
yang
membedakan
adalah
setelah
inkubasi
pertama
tidak
ada
penambahan PHA tetapi
langsung penambahan
MTT
dan langkah
selanjutnya sama.
3) Lempeng 3 (Sel limfosit
diinkubasi
24
jam
kemudian didiinduksi
doxorubisin
dengan
penambahan PHA)
832
Perlakuan sel limfosit
sama seperti plate 1
yang
membedakan
adalah sel limfosit
diinkubasi
dahulu
selama
24
jam,
kemudian
baru
ditambahkan
doxorubisin dan PHA,
perlakuan selanjutnya
sama mengikuti plate 1.
4) Plate 4 (Sel limfosit
diinkubasi
24
jam
kemudian
diinduksi
doxorubisin dan tanpa
penambahan PHA).
Perlakuan sama seperti
plate
3,
yang
membedakan
adalah
setelah
penambahan
doxorubisin tidak ada
penambahan
PHA,
sehingga
langsung
ditambahkan MTT dan
langkah
selanjutnya
sama.
Data
absorbansi
yang
diperoleh
dari
hasil
pembacaan ELISA reader
digunakan
untuk
menghitung
IC50
doxorubisin. Hasil IC50
doxorubisin
orientasi
nantinya digunakan sebagai
seri konsentrasi dengan
mengikuti
perbandingan
(1/2; 1/4 ; 1/8 ) dari IC50
doxorubisin tersebut.
3. Uji Imunomodulator
a. Penyiapan larutan uji
Larutan uji dari ekstrak
etanol daun sirsak. Larutan uji
tersebut
dibuat
seri
konsentrasi 1,25; 2,5; 5; 10
dan 20 µg/mL dengan
menggunakan pelarut dimetil
sulfoxsida
(DMSO).
Sedangkan konsentrasi untuk
doksorubisin yang digunakan
setelah dilakukan orientasi
adalah 1,25, 0,625 dan 0,3125
µg/mL dan kontrol positif
yang digunakan adalah PHA
dengan konsentrasi 4 µg/ml.
b. Preparasi sel limfosit
Isolasi
sel
limfosit
diperoleh dari organ limpa
mencit galur Balb/C. Isolasi
dilakukan secara aseptis dari
mencit galur Balb/c. Organ
limpa diletakkan dalam petri
dish berdiameter 50 mm
yang berisi 10 mL medium
RPMI.
Media
RPMI
dipompakan ke dalamnya
sehingga limfosit ikut keluar
bersama media. Suspensi sel
dimasukkan dalam tabung
sentrifugasi 10 mL dan
disentrifus pada 3000 rpm
4oC selama 5 menit. Pellet
yang didapat disuspensikan
dalam 5 mL buffer tris
ammonium klorida untuk
melisiskan eritrosit. Sel
dicampur hingga homogen
dan didiamkan pada suhu
ruang selama 15 menit atau
sampai warnanya berubah
menjadi agak kekuningan.
Kemudian RPMI ad 10 mL,
disentrifugasi pada 3000 rpm
4oC
selama
5
menit,
supernatan dibuang. Pelet
yang didapat dicuci 2 kali
dengan RPMI. Sel dihitung
dengan
hemositometer.
Selanjutnya sel limfosit siap
diuji
aktivitasnya
dan
dikultur dalam inkubator CO2
5% suhu 37 oC (Hertiani et
al., 2010).
c. Uji proliferasi sel limfosit
(Metode MTT)
Suspensi sel dalam
medium sebanyak 90 µL sel
limfosit (1.5 x108 /mL)
masing-masing
didistribusikan ke dalam
833
sumuran mikroplat 96-wells
dan
ditambahkan
doksorubisin sebanyak 10
µL/sumuran
dengan
konsentrasi 1,25, 0,625 dan
0,3125 µg/mL dan diinkubasi
selama 24 jam dalam
incubator dengan aliran 5%
CO2 pada suhu 37oC.
Kemudian tambahkan 100
µL sampel uji
dengan
konsentrasi (1,25; 2,25; 5; 10
dan 20 µg/ml. Selanjutnya
plate
diinkubasi
dalam
incubator CO2 5% selama 48
jam. Pada akhir inkubasi
masing-masing
sumuran
ditambahkan larutan 10
µg/ml
medium
komplit
campuran PBS dan MTT 5%.
Kemudian diinkubasi lagi 4
jam pada suhu 37oC. Sel
yang hidup akan bereaksi
dengan MTT membentuk
warna ungu. Reaksi dengan
MTT dihentikan dengan
menambah reagen stopper
yaitu larutan SDS 10% dalam
asam klorida 0,01N sebanyak
100 µL pada tiap sumuran
dan didiamkan sampai 24
jam. Selanjutnya diukur
absorbansinya
dengan
mikroplat reader pada λ 550
nm (Hay and Westwood,
2002).
4. Identifikasi Senyawa Kimia
a. Penetapan kadar Fenolik Total.
Metode yang digunakan
untuk identifikasi fenolik
adalah
metode
dengan
menggunakan pereaksi FolinCiocalteau dengan cara :
Timbang dengan seksama
sampel uji 5 mg tambahkan
0,5 ml pereaksi folinciocalteu dan 7,5 ml
aquabides.
Campuran
dibiarkan selama 10 menit
pada suhu kamar, kemudian
tambahkan 1,5 ml sodium
karbonat 20%. campuran
selanjutnya
dipanaskan
dalam waterbath pada suhu
40oc selama 20 menit dan
secepatnya
didinginkan
pada cairan es. encerkan
dengan aquabidest hingga
volume 10 ml. pindahkan ke
dalam kuvet, tetap serapan
pada panjang gelombang
760 nm.
b.
Penetapan Kadar Flavonoid
Total dilakukan dengan cara :
Timbang dengan seksama 50
mg sampel uji, masukkan
dalam labu godog, tambahkan
10 ml asam chloride 2 N.
Refluk selama 30 menit
kemudian dinginkan. Ekstraksi
dengan 10 ml dietil eter, ambil
fase dietil eter. Ulangi
ekstraksi 2 kali. Uapkan fase
dietil eter dengan hembusan
gas nitrogen hingga kering.
Tambahkan 0,3 ml natrium
nitrit 5%. Setelah 5 menit
tambahkan
0,6
ml
alumuminium chloride 10%,
tunggu 5 menit, tambahkan 2
ml natrium hidroksida 1 M.
Addkan
dengan
aquades
hingga 10 ml dengan labu
takar. Pindahkan ke dalam
kuvet, tetap serapan pada
panjang gelombang 510 nm.
Analisa Data
Data yang didapat dari hasil
pembacaan ELISA reader berupa
absorbansi Optical Density (OD).
Nilai OD yang terbaca bersifat
proposional terhadap jumlah sel
yang hidup. Data dikonversikan
dalam rumus persentase kehidupan
sel. Rumusnya adalah sebagai
berikut:
834
Persentase kehidupan sel = OD
sel dengan perlakuan-OD kontrol
media x 100%
OD Kontrol sel- OD
kontrol media
persentasi kehidupan sel limfosit
digunakan untuk menghitung Indek
stimulasi (IS) yang merupakan
potensi
imunostimulator
dari
ekstrak daun sirsak. Data ini
kemudian dianalisis menggunakan
program SPSS 17 for windows
menggunakan perhitungan statistik
Friedman dan dilanjutkan dengan
uji Mann Whitney.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan Susut pengeringan
Pemeriksaan susut pengeringan
merupakan salah satu parameter
kualitas non spesifik pada ekstrak
yang dapat memperkirakan kadar
airnya dengan catatan tidak
mengandung minyak atsiri (Ditjen
POM, 1979). Pada pemeriksaan
mikroskopis daun sirsak tidak
menunjukkan
adanya
butiran
minyak atsiri, oleh karena itu pada
metode ini dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan air
dalam ekstrak daun sirsak. Jumlah
simplisia yang diperoleh adalah
1,615 kg dari 5,710 kg daun sirsak
dengan susut pengeringan simplisia
daun sirsak sebesar 19,18%.
Kemudian dilakukan pengukuran
kadar air simplisia didapatkan hasil
sebesar 5,9%. Secara umum kadar
air
simplisia
tanaman
obat
maksimum 10%.
B. Ekstraksi Daun Sirsak
Serbuk simplisia Daun Sirsak
diekstraksi menggunakan metode
maserasi untuk menarik komponen
kimia yang terdapat di dalam daun
sirsak. Metode maserasi dapat
digunakan untuk menarik senyawa
aktif yang tidak tahan panas, salah
satunya senyawa fenolik. Pemilihan
etanol sebagai larutan penyari
dikarenakan etanol dapat menyari
banyak senyawa dalam simplisia.
Pelarut
etanol
memiliki
kemampuan
meningkatkan
permeabilitas dinding sel sehingga
dapat dilakukan ekstraksi yang
efisien dalam jumlah besar dari
senyawa yang terlarut dalam pelarut
polar, semi polar maupun non
polar.
Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak
kental sebanyak 206,33 gram dari
850,0 gram serbuk simplisia dengan
rendemen hasil yang diperoleh
sebesar 24,27%. Tujuan pembuatan
ekstrak kental adalah untuk
menghilangkan pelarut sehingga
diharapkan ekstrak yang diperoleh
hanya berisi komponen zat aktif
yang berasal dari daun sirsak tanpa
adanya pengaruh pelarut yang
digunakan. Ekstrak kental yang
diperoleh disimpan pada tempat
yang
terlindung dari cahaya
matahari untuk mencegah reaksi
yang dikatalisis oleh cahaya
matahari yang dapat merusak
komponen zat aktif (Voigt, 1994).
C. Orientasi Dosis IC50 Doxorubisin
pada sel limfosit mencit Galur
Balb/C
Pada Penelitian ini untuk
menentukan
seri
konsentrasi
doksorubisin pada sel limfosit
normal, dilakukan orientasi terlebih
dahulu untuk dosis yang akan
digunakan dalam menginduksi sel
limfosit. Hal ini dilakukan karena
menurut pengetahuan pengusul IC50
doksorubisin pada sel normal
limfosit belum pernah dilakukan.
Yang ditemukan kebanyakan IC50
doxorubisin pada berbagai sel
kanker.
Orientasi
dilakukan
sebanyak 12 seri konsentrasi
doxorubisin, yaitu: 16; 8; 4; 2; 1;
0.5;0.25; 0.125; 0.0625; 0.03125;
0.015625; 0.0078125 µg/mL) pada 4
variasi perlakuan sel limfosit. Hasil
orientasi ditemukan IC50 doxorubisin
835
pada sel limfosit normal adalah 2,5
µg/mL, yaitu sel limfosit masih
hidup sekitar 50%. Sehingga dosis
yang dipaparkan/diinduksi pada sel
limfosit mencit galur Balb/C
digunakan sebagai seri konsentrasi
dengan mengikuti perbandingan
(1/2; 1/4 ; 1/8 ) dari IC50 doxorubisin
tersebut yaitu 1,25 ; 0,625 dan
0,3125 µg/mL. Ketiga dosis inilah
yang digunakan untuk menginduksi
sel limfosit normal.
D. Uji Aktivitas Imunomodulator
Uji aktivitas imunomodulator
dapat dilakukan dengan cara
melihat perkembangan dari sel
limfosit berproliferasi. Sel limfosit
dapat diperoleh dengan cara isolasi
sel pada organ limpa mencit.
a. Isolasi sel limfosit mencit
galur Balb/C
Mencit yang digunakan
untuk isolasi sel limfosit,
dipilih jenis mencit Galur
Balb/C, jenis galur ini
memiliki respon imunitasnya
yang lebih baik daripada jenis
galur yang lain seperti swiss.
Isolasi
sel
limfosit
menggunakan organ limpa,
karena organ ini adalah tempat
pendewasaan sel-sel imun
seperti
limfosit.
Setelah
diisolasi
dan
dihitung
jumlahnya, sel limfosit yang
diperoleh
siap
untuk
dikultur/ditumbuhkan
pada
mikroplate
96-well
dan
diujikan
aktivitas
imunomodulator.
b. Uji aktivitas imunomodulator
Uji
aktivitas
imunomodulator
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
respon
imun
ekstrak
etanol
Annona
muricata
L.
terhadap
proliferasi sel limfosit mencit
galur Balb/C yang diinduksi
dengan Doxorubisin. Aktivitas
proliferasi
sel
limfosit
merupakan
cara
yang
sederhana untuk mengetahui
kerja dari organ limpa dalam
memproduksi sel imun dengan
bertambahnya jumlah sel imun
dengan cara berproliferasi.
Aktivitas
proliferasi
sel
limfosit
diuji
dengan
menggunakan metode MTT
Assay,
dimana
garam
tertrazolium
MTT
yang
berwarna
kuning
akan
direduksi oleh enzim suksinat
dehidrogenase
dalam
mitokondria sel limfosit yang
hidup,
menjadi
kristal
formazan
berwarna
ungu
(Mosmann, 1983). Intensitas
warna kristal formazan yang
terbaca pada ELISA reader
setara dengan jumlah sel
limfosit
yang
mengalami
proliferasi,
sehingga
pengukuran
aktivitas
proliferasi sel limfosit dapat
diketahui dari nilai Optical
Density (OD). Semakin besar
nilai OD, maka semakin besar
pula aktivitas proliferasi sel
limfosit
tersebut.
Ini
membuktikan bahwa walaupun
terpapar
dengan
agen
kemoterapi doxorubisin, sel
limfosit masih tetap hidup
setelah ditambahkan ekstrak
etanol Annona muricata L.
Nilai OD yang terbaca bersifat
proposional terhadap jumlah
sel
yang
hidup.
Data
dikonversikan dalam rumus
persentase kehidupan sel.
Persentasi
kehidupan
sel
limfosit
digunakan
untuk
menghitung Indek stimulasi
(IS) yang merupakan potensi
imunostimulator dari ekstrak
daun sirsak. Hasil Indek
Stimulasi
Proliferasi
Sel
Limfosit
Mencit
Balb/C
836
Ekstrak Etanol Daun Sirsak
yang di induksi Doxo 0,3125
µg/mL dapat dilihat pada
Gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C
Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,3125 µg/mL
Gambar 1, menunjukkan bahwa
kelompok ekstrak etanol daun
sirsak pada dosis 1,25 sampai dosis
20 µg/mL pada perlakuan induksi
doxorubusin dosis 0,3125 µg/mL
tidak menunjukkan peningkatan
proliferasi yang bermakna, hanya
kelompok kontrol positif saja
(PHA) yang menunjukkan aktivitas
peningkatan proliferasi sel limfosit.
Hal ini menunjukkan bahwa PHA
adalah mitogen yang benar-benar
memiliki aktivitas imunomodulator.
Sedangkan
aktivitas
imunomodulator pada perlakuan
ekstrak etanol belum menunjukkan
aktivitas yang bermakna secara
statistik. Hal ini kemungkinan dosis
ekstrak yang berpotensi sebagai
imunomodulator belum tercapai,
sehingga
perlu
dilakukan
peningkatan dosis yang lebih besar.
Kontrol sel normal di dalam data
untuk menunjukkan perbedaan
Index stimulasi sel limfosit normal
dengan index stimulasi sel limfosit
yang diinduksi dengan doxorubisin.
Berdasarkan data menunjukkan
bahwa sel yang normal tidak
mengalami
penurunan
index
stimulasi.
Sedangkan
yang
diinduksi
dengan
doxorubisin
benar-benar
menunjukkan
penurunan indek stimulasi.
Hasil
Indek
Stimulasi
Proliferasi Sel Limfosit Mencit
Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak
yang di induksi Doxo 0,625 µg/mL
dapat dilihat pada Gambar 2
sebagai berikut:
837
Gambar 2. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C
Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,625 µg/mL
Gambar 2, menunjukkan bahwa
kelompok ekstrak etanol daun
sirsak pada dosis 2,5 dan dosis 5
µg/mL pada perlakuan induksi
doxorubusin dosis 0,625 µg/mL
menunjukkan perbedaan bermakna
dalam hal menurunkan index
stimulasi sel limfosit, sedangkan
pada dosis 10 µg/mL memiliki
aktivitas yang sama dengan kontrol
sel dengan doxorubisin. Untuk
dosis 20 µg/mL, bila dilihat grafik
menunjukkan peningkatan, tetapi
berdasarkan
statistik
tidak
menunjukkan
perbedaan yang
bermakna dalam
peningkatan
proliferasi, hanya kelompok kontrol
positif
saja
(PHA)
yang
menunjukkan aktivitas peningkatan
proliferasi sel limfosit. Untuk
perlakuan
yang
ke-2
ini
menunjukkan bahwa PHA adalah
masih merupakan mitogen poten
yang
dapat
meningkatkan
proliferasi sel limfosit. Hal ini
kemungkinan dosis ekstrak yang
berpotensi sebagai imunomodulator
belum tercapai, sehingga perlu
dilakukan peningkatan dosis yang
lebih besar. Untuk perlakuan yang
terakhir yaitu Indek Stimulasi
Proliferasi Sel Limfosit Mencit
Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak
yang di induksi Doxo 1,25 µg/mL
dapat dilihat pada Gambar 3
sebagai berikut:
838
Gambar 3. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C
Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 1,25 µg/mL
Gambar 3, menunjukkan bahwa
kelompok ekstrak etanol daun
sirsak pada dosis 1,25 berbeda
bermakna dalam menurunkan index
stimulasi sel limfosit, sedangkan
padadosis 2,5 sampai 20 µg/mL
pada
perlakuan
induksi
doxorubusin dosis 1,25 µg/mL
menunjukkan perbedaan tidak
bermakna dalam hal meningkatkan
index stimulasi sel limfosit, bila
dilihat secara grafik mengalami
peningkatan. Hal ini kemungkinan
disebabkan dosis yang berpotensi
sebagai imunomodulator belum
tercapai, sehingga perlu dilakukan
penelitian dengan dosis yang lebih
tinggi. Sehingga peranan dari
ekstrak etanol daun sirsak antinya
sebagai terapi pendamping pada
penggunaan agen kemoterapi dapat
tercapai.
Hasil Uji Mann Whitney nilai
Index Stimulasi Sel limfosit antar
kelompok
perlakuan
yang
diinduksi doxorubisin
dosis
0,3125; 0,625 dan 1,25 µg/mL
disajikan pada Tabel I, II dan III.
Tabel I. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar
kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin 0,3125 µg/mL.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kelompok
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20
Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA
Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif
Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20
Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA
Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif
Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 5 – Perlakuan 10
Signifikansi
0,513
0,275
0,275
0,275
0,050
0,513
0,046
0,827
0,513
0,050
0,050
0,827
0,046
0,827
Keterangan
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Berbeda bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Berbeda bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Berbeda bermakna
Berbeda bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Berbeda bermakna
Perbedaan tidak bermakna
839
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Perlakuan 5 – Perlakuan 20
Perlakuan 5 – Kontrol PHA
Perlakuan 5 – Kontrol Negatif
Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 10 – Perlakuan 20
Perlakuan 10 – Kontrol PHA
Perlakuan 10 – Kontrol Negatif
Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 20 – Kontrol PHA
Perlakuan 20 – Kontrol Negatif
Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal
Kontrol PHA – Kontrol Negatif
Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal
Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal
0,275
0,077
0,827
0,507
0,827
0,127
0,513
0,507
0,275
0,127
0,507
0,050
0,046
0,046
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Berbeda bermakna
Berbeda bermakna
Berbeda bermakna
Berbeda bermakna
Tabel II. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar
kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin 0,625 µg/mL.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Kelompok
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10
Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20
Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA
Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif
Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10
Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20
Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA
Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif
Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 5 – Perlakuan 10
Perlakuan 5 – Perlakuan 20
Perlakuan 5 – Kontrol PHA
Perlakuan 5 – Kontrol Negatif
Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 10 – Perlakuan 20
Perlakuan 10 – Kontrol PHA
Perlakuan 10 – Kontrol Negatif
Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal
Perlakuan 20 – Kontrol PHA
Perlakuan 20 – Kontrol Negatif
Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal
Kontrol PHA – Kontrol Negatif
Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal
Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal
Signifikansi
0,268
0,275
0,513
0,050
0,050
0,127
0,046
0,653
0,268
0,046
0,046
0,046
0,043
0,184
0,050
0,050
0,050
0,046
0,184
0,050
0,513
0,046
0,127
0,127
0,507
0,050
0,268
0,046
Keterangan
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
Perbedaan tidak bermakna
Perbedaan bermakna
840
Tabel III. Hasil Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar kelompok
perlakuan yang diinduksi doxorubisin dosis 1,25 µg/mL
No
Kelompok
Signifikansi
Keterangan
1 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5
0,268
Perbedaan tidak bermakna
2 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5
0,046
Perbedaan bermakna
3 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10
0,046
Perbedaan bermakna
4 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20
0,046
Perbedaan bermakna
5 Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA
0,043
Perbedaan bermakna
6 Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif
0,046
Perbedaan bermakna
7 Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal
0,043
Perbedaan bermakna
8 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5
0,275
Perbedaan tidak bermakna
9 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10
0,275
Perbedaan tidak bermakna
10 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20
0,127
Perbedaan tidak bermakna
11 Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA
0,046
Perbedaan bermakna
12 Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif
0,127
Perbedaan tidak bermakna
13 Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal
0,046
Perbedaan bermakna
14 Perlakuan 5 – Perlakuan 10
0,513
Perbedaan tidak bermakna
15 Perlakuan 5 – Perlakuan 20
0,127
Perbedaan tidak bermakna
16 Perlakuan 5 – Kontrol PHA
0,046
Perbedaan bermakna
17 Perlakuan 5 – Kontrol Negatif
0,275
Perbedaan tidak bermakna
18 Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal
0,046
Perbedaan bermakna
19 Perlakuan 10 – Perlakuan 20
0,275
Perbedaan tidak bermakna
20 Perlakuan 10 – Kontrol PHA
0,046
Perbedaan bermakna
21 Perlakuan 10 – Kontrol Negatif
0,376
Perbedaan tidak bermakna
22 Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal
0,046
Perbedaan bermakna
23 Perlakuan 20 – Kontrol PHA
0,507
Perbedaan tidak bermakna
24 Perlakuan 20 – Kontrol Negatif
0,658
Perbedaan tidak bermakna
25 Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal
0,507
Perbedaan tidak bermakna
26 Kontrol PHA – Kontrol Negatif
0,046
Perbedaan bermakna
27 Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal
0,197
Perbedaan tidak bermakna
28 Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal
0,046
Perbedaan bermakna
Berdasarkan data pada Tabel I,
II dan III, menunjukkan bahwa
peningkatan dosis perlakuan diikuti
juga
dengan
kemampuan
meningkatnya
proliferasi
sel
limfosit. Ini terlihat pada perlakuan
induksi doxorubisin dengan dosis
0,3125 µg/mL hanya perlakuan
dengan dosis 20 µg/mL sedangkan
dosis dibawahnya tidak signifikan.
Untuk
perlakuan
dengan
doxorubisin dosis 0,625 µg/mL
menunjukkan bahwa dosis 1,25
sampai
10
µg/mL
terdapat
perbedaan
bermakna
dalam
meningkatkan
proliferasi
sel
limfosit, sedangkan dosis 20 µg/mL
memiliki aktivitas yang tidak
bermakna
atau
dikatakan
aktivitasnya sama. Untuk perlakuan
dengan doxorubisin dosis
1,25
µg/mL menunjukkan bahwa dosis
yang
menunjukkan
perbedaan
bermakna dalam meningkatkan
proliferasi sel limfosit hanya pada
dosis 1,25 µg/mL. Ini menunjukkan
bahwa
semangkin
dosis
doxorubisin
yang
diinduksi
semangkin banyak sel limfosit yang
mati, dan dosis perlakuan ekstrak
belum mampu untuk meningkatkan
proliferasi
sel
limfosit.
Ini
membuktikan bahwa ekstrak etanol
dalam penelitian ini ekstrak etanol
841
daun sirsak dapat meningkatkan
proliferasi sel limfosit yang
diinduksi dengan doksorubisin
dengan dosis yang paling rendah,
akan tetapi kemampuannya dari
perlakuan seluruh dosis masih lebih
rendah daripada kelompok kontrol
(PHA)
dalam
meningkatkan
proliferasi sel limfosit. Hal ini
kemungkinan disebabkan belum
tercapainya dosis yang dapat
meningkatkan
proliferasi
sel
limfosit,
sehingga
perlu
ditingkatkan lagi dosis ekstrak
etanol daun sirsaknya.
E.
Identifikasi Kandungan Kimia
Identifikasi kandungan kimia
daun sirsak secara langsung
ditujukan kepada senyawa fenolik
dan flavonoid. Pelarut etanol 96%
dapat
melarutkan
senyawa
flavonoid serta senyawa fenolik
(Kumar et al., 2012 ; Dai and
Mumper, 2010). Berdasarkan hasil
identifikasi senyawa total fenolik
menggunakan
metode
Folin
Ciocalteau dengan spektrofotometri
ekstrak
etanol
daun
sirsak
konsentrasi 1392 ppm mengandung
total senyawa fenol 2.12 % yang
setara dengan baku standar Asam
Galat
sedangkan
Identifikasi
senyawa
total
flavonoid
menggunakan metode Kolorimetri
Komplek
AlCl3
dengan
spektrofotometri ekstrak etanol
daun sirsak konsentrasi 761 ppm
mengandung
total
senyawa
flavonoid 1.80 % yang setara
dengan baku standar Quercetin.
Aktivitas Imunomodulator ekstrak
etanol daun sirsak ini kemungkinan
disebabkan oleh kedua senyawa
golongan
kimia
fenol
dan
flavonoid. Untuk itu diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk
membuktikannya
dengan
cara
diisolasi senyawa aktif yang
terkandung di dalamnya. Hasil
identifikasi senyawa Total Fenol
dan Total Flavonoid dapat dilihat
pada Gambar 6 sebagai berikut:
.
Gambar 6. Hasil identifikasi senyawa Total Fenol dan Total Flavonoid
KESIMPULAN
Ekstrak etanol Annona muricata L.
memiliki aktivitas imunomodulator
mulai dari konsentrasi 1,25 µg/mL yang
diinduksi doxorubicin 1,25 µg/mL,
konsentrasi 2,5 dan 5 µg/mL yang
diinduksi doxorubicin 0,625 µg/mL dan
konsentrasi
1,25 sampai dosis 20
µg/mL yang diinduksi doxorubicin
0,3125 µg/mL. Akan tetapi aktivitasnya
842
lebih kecil daripada kontrol positif yaitu
PHA. Ekstrak etanol Annona muricata
L. memiliki kandungan senyawa fenolik
Total sebesar 2,12% dan dan flavonoid
Total sebesar 1,80%.
DAFTAR PUSTAKA
Asmis, R., Qiao, M., Rossi, R.R,
Cholewa, J., Xu, L. & Asmis,
M., 2006, Adriamycin promotes
macrophage dyfungtion in mice,
Journal of Free Radical Biology
and Medicine, 41: 165-174
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia,
Edisi
III,
hal.
673,
Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Dewi, L.K., Widyarti, S., dan Rifa’i, M.,
2013,
Pengaruh
Pemberian
Ekstrak Etanol Daun Sirsak
(Annona
muricata
Linn.)
Terhadap Peningkatan Jumlah Sel
T CD4+ dan CD8+ Pada Timus
Mencit (mus musculus). Skripsi.
Jurusan
Biologi,
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, Malang.
Gibbs, J.B., 2000, Mechanism-Based
Target Identification and Drug
Discovery in Cancer Research,
Science, 278, 1970
Hay, F.C., and Westwood, O.M.R.,
2002, Practical Immunology,
Fourth Edition, hal. 186, Blackwell
Science Inc., Malden.
Hertiani T., Ediati S., Sumardi, and
Maria U., 2010, Preliminary
Study on Immunomodulatory
Effect of Sarang-Semut Tubers
Myrmecodia
tuberosa
and
Myrmecodia pendens, OJBS, 10
(3): 136-141.
Hutnick, N.A., Williams, N.I., Kraemer,
W.J., Smith, E.O, Dixon, R.H.,
Bleznak, A.D., And Mastro,
A.M., 2005, Exercise Lymphocyte
Activation
Following
Chemotherapy
For
Breast
Cancer, American College of
Sports Medicine.
Kasianningsih, S., Riyanti, E., Pratama,
R.H., Pratama, N.R., Ikawati, M.,
dan
Meiyanto,
E.,
2011,
Taraxacum officinale
Leaves
Ethanolic
Extract
as
Immunostimulating Agent For
Reducing
Side
Effect
of
Doxorubicin in Sprague Dawley
Rats, Indonesian Journal of
Cancer Chemoprevention 2(1):
135-140
Lee S., Baek M., Kim H.Y, Ha J.H and
Jeoung D.I., 2002, Mechanism of
doxorubicin-induced cell death
and expression profile analysis,
Bio. Letters, 24: 1147–1151.
Mclaughlin, 2008, paw-paw and cancer
Annonaceous Acetogenin from
Discovery to Comersial Products,
Departement
of
Medicinal
Chemitry
and
Molecular
Pharmacology, School of Pharmacy
and
Pharmaceutical
Sciences,
Purdue University, 71 (7): 13111321.
Mosmann T., 1983, Rapid Colorimetric
Assay for Cellular Growth and
Survival:
Application
to
Proliferation and Cytotoxicity
Assays., J Immunol Methods.,
16(65):55-63
Nafrialdi, dan Gan, S., 2007,
Antikanker, dalam Gunawan, S.G.,
Setiabudy, R., Nafrialdi (Eds),
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5,
Departemen
Farmakologi
dan
Terapi
Fakultas
Kedokteran
843
Universitas Indonesia, Jakarta, 732733, 751.
Patel, D., Shukla, S., Gupta., 2007,
Apigenin
and
Cancer
Chemoprevention: Progress,
Potensial, Promise (Review),
International
Journal
of
Oncology, 30: 233-245
Purwatresna, E., 2012, Aktivitas
Antidiabetes Ekstrak Air dan
Etanol Daun Sirsak Secara In Vitro
Melalui Inhibisi α-glukosidase,
Skripsi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Bogor, Bandung.
Phonnok, S., Tanechpongtamb, W.U.,
and Wongsatayanon, B.T., 2010,
Anticancer and appoptosis-inducing
avtivities of microbial metabolites,
Electronic
Journal
of
Biotechnology, 13(5), 1-12
Rachmani, E.P.N., Suhesti, T.S.,
Widiastuti, R., and Aditiyono,
2012, The Breast of Anticancer
from Leaf Extract of Annona
muricata Againt Cell Line in T47D,
International Journal of Applied
Science and Technology, Vol.2 No.
1
Roshan, N., and Savitri, P., 2013,
Review on Chemical Constituents
and
Part
of
Plant
as
Immunomodulators,
Review,
Research
Journal
of
Pharmaceutical, Biological and
Chemical Sciences, ISSN: 09758585, 4(1), 76-89
Rukhsana S., Fabio D.D., M. Tseng, J.
Cai, T.Noel, R.L. Chelvarajan,
W.D. Pierce, C. Cini, S. Bondada,
D.K. St. Clair, and D. A.
Butterfield, 2010, DoxorubicinInduced Thymus Senescence, J.
Proteome
Res,
http://pubs.acs.org/doi/abs/10.102
1/pr100465m,
Voigt,
R., 1995, Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi, Cetakan
Kedua, hal. 135, UGM Press,
Yogyakarta.
Zhang X.Y., Li W.G., WU Y.J., and
Gao M.T., 2005, Amelioration of
Doxorubisin-Induced Myocardial
Oxidative
Stress
and
Immunosuppression by Grape
Seed
Proanthocyanidins
in
Tumour-Bearing Mice, Journal of
pharmacy and pharmacology,
57(8): 1043-1051.
Rios, J.L., 2010, Effect of triterpenes on
the Immune System, Journal of
Etnopharmacology 128, 1-14.
844
Download