Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 1 EKSTRAK ANNONA MURICATA L. SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT GALUR BALB/C YANG DIINDUKSI AGEN ANTIKANKER SECARA IN VITRO Maria Ulfah, Risha Fillah Fithria email: [email protected] Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang 50236 ABSTRACT Chemotherapy is a treatment using chemical compound that has a cytotoxic effect and work directly on cancer cells. However, prolonged use of chemotherapy can cause weakening of the immune system, and cause the patient susceptible to other diseases and infections. In addition, chemotherapy is only effective for some period of time. The purpose of this study was to determine the extract of Annona muricata L. as Immunomodulators in Mice strain Balb / C induced by anticancer agents in vitro. These results are then used as a combination to chemotherapy. Soursop leaf extraction is performed using maceration method with ethanol 96%, extract with a concentration of 1.25; 2.25; 5; 10 and 20 ug / ml and positive control PHA 4 ug / mL for cell were culture tested against lymphocytes. Immunomodulatory activity assay using MTT assay method. Lymphocyte cell proliferation activity was analyzed statistically to the value of the Optical Density (OD) of the Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) reader using Fridman and mann whytney (p <0.05). Identification of the content of phenolic compounds and flavonoids are done with a spectrophotometer. The results showed that the ethanol extract of Annona muricata L. has immunomodulatory activity ranging from a concentration of 1.25 mg / mL doxorubicin induced by 1.25 mg / mL, a concentration of 2.5 and 5 mg / mL doxorubicin induced 0.625 mg / mL and the concentration 1,25 up to a dose of 20 mg / mL doxorubicin induced 0.3125 mg / mL. In the inter-dose treatment group also showed an increase, the higher the dose of activity in increasing lymphocyte cell proliferation as well. However, its activity is smaller than the positive control, namely PHA. The ethanol extract of A. muricata L. has a total phenolic compound content of 2.12% and total flavonoids and amounted to 1.80%. Keywords: Soursop leaves, maceration, lymphocytes, immunomodulatory 828 PENDAHULUAN Kanker merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lainnya pada organisme multi seluler (Nafrialdi dan Gan, 2007). Sampai saat ini, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menyembuhkan kanker, salah satunya dengan menggunakan kemoterapi. Kemoterapi merupakan pengobatan dengan senyawa kimia yang memiliki efek sitotoksik dan bekerja secara langsung pada sel kanker. Namun, penggunaan kemoterapi yang berkepanjangan dapat menyebabkan melemahnya sistem imunitas tubuh, dan menyebabkan pasien rentan terhadap penyakit dan infeksi yang lain (Patel et al., 2006). Selain itu kemoterapi hanya efektif untuk beberapa periode waktu saja (Gibbs, 2000). Semua populasi sel limfosit akan berkurang setelah menggunakan obat-obatan kemoterapi, tetapi sel limfosit Thelper khususnya CD4+ akan kembali normal secara lambat (Hutnick et al., 2005). Agen kemoterapi yang sering digunakan adalah doxorubisin. Doxorubisin dapat mempengaruhi fungsi sistem imun tikus dengan penurunan interleukin-2 (IL-2) dan produksi interferon-γ (INF-γ), sehingga menyebabkan penurunan sel sitotoksik natural killer (NK), proliferasi limfosit, rasio CD4+/CD8+ (Zhang et al., 2005) dan menyebabkan kerusakan organ timus (Rukhsana et al., 2010) dan menurunkan fungsi sel makrofag (Asmis et al, 2006). Doksorubisin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan sel vero (model sel normal) (Phonnok et al., 2010). Efek samping tersebut dapat diminimalisir dengan mengkombinasikan doksorubisin dengan obat bahan alam sebagai agen imunomodulator. Senyawa imunomodulator dapat meningkatkan sistem imun seluler maupun humoral di dalam tubuh (Roshan and Savitri, 2013). Senyawa proantosianidin dari biji anggur dapat memperbaiki fungsi sistem imun akibat pemberian doxorubisin (Zhang et al., 2005). Ekstrak etanol Daun Jombang yang dikombinasikan dengan doksorubisin berpotensi sebagai ko-kemoterapi dan memiliki aktivitas imunomodulator, yaittu dengan cara meningkatkan jumlah sel leukosit, limfosit dan neutrofil, sehingga dapat meningkatkan kembali sistem imun yang menurun akibat pemberian doksorubisin (Kasianningseih et al., 2011). Daun jombang mengandung senyawa flavonoid. Senyawa ini diduga mempunyai efek imunomodulator. Oleh karena itu, penggunaan kemoterapi seringkali dikombinasikan dengan suatu agen imunostimulator yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien selama menjalani pengobatan dengan kemoterapi. Annona muricata L. atau daun sirsak merupakan salah satu tanaman yang telah dimamfaatkan sebagai antikanker karena dapat menghambat sel kanker dengan menghambat dan menginduksi opoptosis (McLaughlin, 2008). Pemberian ekstrak etanol daun sirsak juga dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+ dan CD8+ (Dewi et al, 2013). Uji pendahuluan dari daun sirsak menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung senyawa flavonoid, steroid, alkaloid, tanin dan saponin (Purwatresna, 2012). Zat aktif dari bahan alam yang berkhasiat sebagai imunomodulator berbeda antara satu dengan yang lainnya, seperti fenol pada 829 Myrmecodia tuberosa dan Myrmecodia pendens (Hertiani et al., 2010). Berdasarkan data-data di atas, maka A. muricata L. berpotensi untuk dijadikan agen imunostimulator yang diberikan sebagai terapi pendamping pada kemoterapi kanker. Data mengenai aktivitas imunomodulator A. muricata L. yang digunakan bersama dengan agen kemoterapi masih sangat terbatas. Penelitian ini penting dilakukan karena sel-sel imun yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh perlu dilindungi akibat pemberian agen antikanker tidak mengalami penurunan sistem imun yang cepat, karena agen kemoterapi seperti doksorubisin tidak bersifat selektif dalam membunuh sel kanker, tetapi juga dapat mempengaruhi sel imun normal lainnya. Selain itu penelitian ini juga mengidentifikasi senyawa fenolik dan flavonoid yang terkandung didalam ekstrak daun sirsak. Flavonoid dan fenolik dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai antikanker dan imunomodulator (Zhang et al., 2005). METODOLOGI Alat Alat yang digunakan adalah seperangkat alat maserasi berupa toples kaca, blander (Maspion), ayakan no. 40 mesh, alat moisture balance (Ohaus), timbangan elektrik (Ohaus) dengan kepekaan 0,0001 g, alat gelas, dan vacuum rotary evaporator (Heidolph WE 2000), alat-alat bedah steril, tabung mikropipet (Gibco), eppendorf tube (Extragen), sentrifugasi (Sorvall), pipet pastur, petri dish steril 50 mm (Costar), spuit injeksi 10 ml (Terumo), tabung sentrifugasi 15 ml (Nunc), hemocytometer (Neubacer), inverted microscope (Olympus), inkubator CO2 5% (Heraeus), mikroplate 96 (Costar), vortex (Bio-Rad), yellow tip, blue tip (Brand) dan ELISA reader (Bio-Rad), tabung reaksi dan pipet ukur, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), dan tabung reaksi (Merck). Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah daun sirsak (Annona muricata L.) diperoleh dari Dusun Siroto, desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang, mencit jantan galur Balb/c, umur ± 2 bulan, etanol 70%, Medium Rosewell Park Memorial Institude (RPMI) 1640 (Gibco), RPMI 1640 media komplit berisi FBS (Fetal Bovine Serum) 10% (v/v) (Caisson), PBS (Phosfat Buffer Saline) (Gibco), doxorubisin injeksi 10 µg/5 ml, PHA (phytohemaglutinin), MTT (3-(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide)(Sigma) , stopper 10% SDS (sodium dodecyl sulphate) (Merck), HCl 0.01 N (Merck), penicillin-streptomicin (Gibco), fungizon/amphoterisin B (Gibco) dan bahan pelarut sampel adalah DMSO. Jalannya Penelitian 1. Preparasi Bahan Uji a. Identifikasi Bagian Tanaman Identifikasi dilakukan untuk mengetahui identitas bagian tanaman yang akan digunakan pada penelitian, yaitu daun sirsak. Identifikasi dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Laboratorium Ekologi dan Biosistematik jurusan Biologi Universitas Diponegoro Semarang. b. Pembuatan serbuk simplisia Daun sirsak yang digunakan berasal dari Dusun Siroto, Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Daun sirsak kering sebanyak 1,615 kg diserbukkan sampai halus dengan blender kemudian diayak dengan ayakan berukuran 40 mesh serta 830 dihitung persentase berat penyusutannya. Kemudian serbuk simplisia diukur kadar airnya dengan menggunakan moisture balance (Ohaus) c. Pemeriksaan kadar air Pemeriksaan kadar air dilakukan berdasarkan pada metode susut pengeringan yang terdapat di Materia Medika Indonesia, terhadap crude ekstrak, berdasarkan bobot kehilangan konstan selama pengeringan di dalam oven suhu 105 - 110 0C selama 3 jam atau sampai diperoleh berat konstan (Ditjen POM, 1979). d. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirsak Serbuk daun sirsak yang telah diayak, ditimbang seberat 850 gram kemudian diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan cairan penyari etanol 96% sebanyak 8500 mL yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu 75%, sebanyak 6375 mL pelarut etanol digunakan untuk maserasi bagian pertama dibiarkan selama tiga hari dalam bejena tertutup dengan pengadukan minimal 2 kali sehari dan kemudian disaring sehingga diperoleh fitrat I. Setelah tiga hari ampas diperas, ampas ditambah sisa 25% cairan penyari etanol sebanyak 2125 mL, diaduk dan dibiarkan dalam bejena tertutup selama dua hari. Ampas dan endapan dipisah dari filtratnta dengan kertas saring. Filtrat I dan II dicampur dan dienaptuangkan selama dua hari untuk selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen dihitung dengan rumus : Rendemen = Berat ekstrak kental x 100% Berat simplisia kering 2. Orientasi Dosis Doksorubisin (IC50) pada Sel Limfosit Normal Mencit Balb/C Pada Penelitian ini untuk menentukan seri konsentrasi doksorubisin pada sel limfosit normal, dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk dosis yang akan digunakan dalam menginduksi sel limfosit. Hal ini dilakukan karena menurut pengetahuan pengusul IC50 doksorubisin pada sel normal limfosit belum pernah dilakukan. Yang ditemukan kebanyakan IC50 doxorubisin pada berbagai sel kanker. Orientasi dilakukan sebanyak 12 seri konsentrasi doxorubisin, yaitu: 16; 8; 4; 2; 1; 0.5;0.25; 0.125; 0.0625; 0.03125; 0.015625; 0.0078125 µg/mL) pada 4 variasi perlakuan sel limfosit. Teknik orientasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Isolasi sel limfosit Isolasi sel limfosit diperoleh dari organ limpa mencit galur Balb/C. Isolasi dilakukan secara aseptis dari mencit galur Balb/c. Organ limpa diletakkan dalam petri dish berdiameter 50 mm yang berisi 10 mL medium RPMI. Media RPMI dipompakan ke dalamnya sehingga limfosit ikut keluar bersama media. Suspensi sel dimasukkan dalam tabung sentrifugasi 831 10 mL dan disentrifus pada 3000 rpm 4oC selama 5 menit. Pellet yang didapat disuspensikan dalam 5 mL buffer tris ammonium klorida untuk melisiskan eritrosit. Sel dicampur hingga homogen dan didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit atau sampai warnanya berubah menjadi agak kekuningan. Kemudian RPMI ad 10 mL, disentrifugasi pada 3000 rpm 4oC selama 5 menit, supernatan dibuang. Pelet yang didapat dicuci 2 kali dengan RPMI. Sel dihitung dengan hemositometer. Selanjutnya sel limfosit siap diuji aktivitasnya dan dikultur dalam inkubator CO2 5% suhu 37oC (Hertiani et al., 2010). b) Orientasi dengan empat variasi perlakuan sel limfosit, yaitu: 1) Lempeng 1 (Sel limfosit diinduksi doxorubisin, kemudian diinkubasi dan ditambahkan PHA). Sel limfosit (1,5 x 106/ml) sebanyak 100 µL didistribusikan ke dalam sumuran mikroplate 96-well dan ditambahkan doxorubisin dengan seri konsentrasi yang berbeda pada masingmasing sumuran sebanyak 10 µL/sumuran, kemudian diinkubasi pada inkubator dengan aliran 5% pada suhu 37oC selama 24 jam (inkubasi pertama). Setelah diinkubasi ditambahkan PHA 2 µL/sumuran dan diinkubasi lagi selama 24 jam (inkubasi ke-2), kemudian tambahkan MTT 10 µL/sumuran. Inkubasi kembali selama 4 jam pada suhu 37 oC. Sel yang bertahan hidup mengandung enzim suksinat tetrazolium reduktase akan bereaksi dengan MTT (kuning) mengalami perubahan warna ungu (Formazan). Reaksi ini dapat dihentikan dengan menambah reagen stopper yaitu Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) 10% dalam asam klorida 0,01N sebanyak 100 µL pada tiap sumuran dan didiamkan sampai 24 jam. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan mikroplat reader pada panjang gelombang 550 nm (Hertiani et al., 2010). 2) Lempeng 2 (Sel Limfosit diinduksi doxorubisin, kemudian diinkubasi dan tampa penambahan PHA) Perlakuan sama seperti plate 1, yang membedakan adalah setelah inkubasi pertama tidak ada penambahan PHA tetapi langsung penambahan MTT dan langkah selanjutnya sama. 3) Lempeng 3 (Sel limfosit diinkubasi 24 jam kemudian didiinduksi doxorubisin dengan penambahan PHA) 832 Perlakuan sel limfosit sama seperti plate 1 yang membedakan adalah sel limfosit diinkubasi dahulu selama 24 jam, kemudian baru ditambahkan doxorubisin dan PHA, perlakuan selanjutnya sama mengikuti plate 1. 4) Plate 4 (Sel limfosit diinkubasi 24 jam kemudian diinduksi doxorubisin dan tanpa penambahan PHA). Perlakuan sama seperti plate 3, yang membedakan adalah setelah penambahan doxorubisin tidak ada penambahan PHA, sehingga langsung ditambahkan MTT dan langkah selanjutnya sama. Data absorbansi yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader digunakan untuk menghitung IC50 doxorubisin. Hasil IC50 doxorubisin orientasi nantinya digunakan sebagai seri konsentrasi dengan mengikuti perbandingan (1/2; 1/4 ; 1/8 ) dari IC50 doxorubisin tersebut. 3. Uji Imunomodulator a. Penyiapan larutan uji Larutan uji dari ekstrak etanol daun sirsak. Larutan uji tersebut dibuat seri konsentrasi 1,25; 2,5; 5; 10 dan 20 µg/mL dengan menggunakan pelarut dimetil sulfoxsida (DMSO). Sedangkan konsentrasi untuk doksorubisin yang digunakan setelah dilakukan orientasi adalah 1,25, 0,625 dan 0,3125 µg/mL dan kontrol positif yang digunakan adalah PHA dengan konsentrasi 4 µg/ml. b. Preparasi sel limfosit Isolasi sel limfosit diperoleh dari organ limpa mencit galur Balb/C. Isolasi dilakukan secara aseptis dari mencit galur Balb/c. Organ limpa diletakkan dalam petri dish berdiameter 50 mm yang berisi 10 mL medium RPMI. Media RPMI dipompakan ke dalamnya sehingga limfosit ikut keluar bersama media. Suspensi sel dimasukkan dalam tabung sentrifugasi 10 mL dan disentrifus pada 3000 rpm 4oC selama 5 menit. Pellet yang didapat disuspensikan dalam 5 mL buffer tris ammonium klorida untuk melisiskan eritrosit. Sel dicampur hingga homogen dan didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit atau sampai warnanya berubah menjadi agak kekuningan. Kemudian RPMI ad 10 mL, disentrifugasi pada 3000 rpm 4oC selama 5 menit, supernatan dibuang. Pelet yang didapat dicuci 2 kali dengan RPMI. Sel dihitung dengan hemositometer. Selanjutnya sel limfosit siap diuji aktivitasnya dan dikultur dalam inkubator CO2 5% suhu 37 oC (Hertiani et al., 2010). c. Uji proliferasi sel limfosit (Metode MTT) Suspensi sel dalam medium sebanyak 90 µL sel limfosit (1.5 x108 /mL) masing-masing didistribusikan ke dalam 833 sumuran mikroplat 96-wells dan ditambahkan doksorubisin sebanyak 10 µL/sumuran dengan konsentrasi 1,25, 0,625 dan 0,3125 µg/mL dan diinkubasi selama 24 jam dalam incubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37oC. Kemudian tambahkan 100 µL sampel uji dengan konsentrasi (1,25; 2,25; 5; 10 dan 20 µg/ml. Selanjutnya plate diinkubasi dalam incubator CO2 5% selama 48 jam. Pada akhir inkubasi masing-masing sumuran ditambahkan larutan 10 µg/ml medium komplit campuran PBS dan MTT 5%. Kemudian diinkubasi lagi 4 jam pada suhu 37oC. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Reaksi dengan MTT dihentikan dengan menambah reagen stopper yaitu larutan SDS 10% dalam asam klorida 0,01N sebanyak 100 µL pada tiap sumuran dan didiamkan sampai 24 jam. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan mikroplat reader pada λ 550 nm (Hay and Westwood, 2002). 4. Identifikasi Senyawa Kimia a. Penetapan kadar Fenolik Total. Metode yang digunakan untuk identifikasi fenolik adalah metode dengan menggunakan pereaksi FolinCiocalteau dengan cara : Timbang dengan seksama sampel uji 5 mg tambahkan 0,5 ml pereaksi folinciocalteu dan 7,5 ml aquabides. Campuran dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian tambahkan 1,5 ml sodium karbonat 20%. campuran selanjutnya dipanaskan dalam waterbath pada suhu 40oc selama 20 menit dan secepatnya didinginkan pada cairan es. encerkan dengan aquabidest hingga volume 10 ml. pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 760 nm. b. Penetapan Kadar Flavonoid Total dilakukan dengan cara : Timbang dengan seksama 50 mg sampel uji, masukkan dalam labu godog, tambahkan 10 ml asam chloride 2 N. Refluk selama 30 menit kemudian dinginkan. Ekstraksi dengan 10 ml dietil eter, ambil fase dietil eter. Ulangi ekstraksi 2 kali. Uapkan fase dietil eter dengan hembusan gas nitrogen hingga kering. Tambahkan 0,3 ml natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 ml alumuminium chloride 10%, tunggu 5 menit, tambahkan 2 ml natrium hidroksida 1 M. Addkan dengan aquades hingga 10 ml dengan labu takar. Pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 510 nm. Analisa Data Data yang didapat dari hasil pembacaan ELISA reader berupa absorbansi Optical Density (OD). Nilai OD yang terbaca bersifat proposional terhadap jumlah sel yang hidup. Data dikonversikan dalam rumus persentase kehidupan sel. Rumusnya adalah sebagai berikut: 834 Persentase kehidupan sel = OD sel dengan perlakuan-OD kontrol media x 100% OD Kontrol sel- OD kontrol media persentasi kehidupan sel limfosit digunakan untuk menghitung Indek stimulasi (IS) yang merupakan potensi imunostimulator dari ekstrak daun sirsak. Data ini kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 17 for windows menggunakan perhitungan statistik Friedman dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemeriksaan Susut pengeringan Pemeriksaan susut pengeringan merupakan salah satu parameter kualitas non spesifik pada ekstrak yang dapat memperkirakan kadar airnya dengan catatan tidak mengandung minyak atsiri (Ditjen POM, 1979). Pada pemeriksaan mikroskopis daun sirsak tidak menunjukkan adanya butiran minyak atsiri, oleh karena itu pada metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan air dalam ekstrak daun sirsak. Jumlah simplisia yang diperoleh adalah 1,615 kg dari 5,710 kg daun sirsak dengan susut pengeringan simplisia daun sirsak sebesar 19,18%. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air simplisia didapatkan hasil sebesar 5,9%. Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimum 10%. B. Ekstraksi Daun Sirsak Serbuk simplisia Daun Sirsak diekstraksi menggunakan metode maserasi untuk menarik komponen kimia yang terdapat di dalam daun sirsak. Metode maserasi dapat digunakan untuk menarik senyawa aktif yang tidak tahan panas, salah satunya senyawa fenolik. Pemilihan etanol sebagai larutan penyari dikarenakan etanol dapat menyari banyak senyawa dalam simplisia. Pelarut etanol memiliki kemampuan meningkatkan permeabilitas dinding sel sehingga dapat dilakukan ekstraksi yang efisien dalam jumlah besar dari senyawa yang terlarut dalam pelarut polar, semi polar maupun non polar. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental sebanyak 206,33 gram dari 850,0 gram serbuk simplisia dengan rendemen hasil yang diperoleh sebesar 24,27%. Tujuan pembuatan ekstrak kental adalah untuk menghilangkan pelarut sehingga diharapkan ekstrak yang diperoleh hanya berisi komponen zat aktif yang berasal dari daun sirsak tanpa adanya pengaruh pelarut yang digunakan. Ekstrak kental yang diperoleh disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari untuk mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya matahari yang dapat merusak komponen zat aktif (Voigt, 1994). C. Orientasi Dosis IC50 Doxorubisin pada sel limfosit mencit Galur Balb/C Pada Penelitian ini untuk menentukan seri konsentrasi doksorubisin pada sel limfosit normal, dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk dosis yang akan digunakan dalam menginduksi sel limfosit. Hal ini dilakukan karena menurut pengetahuan pengusul IC50 doksorubisin pada sel normal limfosit belum pernah dilakukan. Yang ditemukan kebanyakan IC50 doxorubisin pada berbagai sel kanker. Orientasi dilakukan sebanyak 12 seri konsentrasi doxorubisin, yaitu: 16; 8; 4; 2; 1; 0.5;0.25; 0.125; 0.0625; 0.03125; 0.015625; 0.0078125 µg/mL) pada 4 variasi perlakuan sel limfosit. Hasil orientasi ditemukan IC50 doxorubisin 835 pada sel limfosit normal adalah 2,5 µg/mL, yaitu sel limfosit masih hidup sekitar 50%. Sehingga dosis yang dipaparkan/diinduksi pada sel limfosit mencit galur Balb/C digunakan sebagai seri konsentrasi dengan mengikuti perbandingan (1/2; 1/4 ; 1/8 ) dari IC50 doxorubisin tersebut yaitu 1,25 ; 0,625 dan 0,3125 µg/mL. Ketiga dosis inilah yang digunakan untuk menginduksi sel limfosit normal. D. Uji Aktivitas Imunomodulator Uji aktivitas imunomodulator dapat dilakukan dengan cara melihat perkembangan dari sel limfosit berproliferasi. Sel limfosit dapat diperoleh dengan cara isolasi sel pada organ limpa mencit. a. Isolasi sel limfosit mencit galur Balb/C Mencit yang digunakan untuk isolasi sel limfosit, dipilih jenis mencit Galur Balb/C, jenis galur ini memiliki respon imunitasnya yang lebih baik daripada jenis galur yang lain seperti swiss. Isolasi sel limfosit menggunakan organ limpa, karena organ ini adalah tempat pendewasaan sel-sel imun seperti limfosit. Setelah diisolasi dan dihitung jumlahnya, sel limfosit yang diperoleh siap untuk dikultur/ditumbuhkan pada mikroplate 96-well dan diujikan aktivitas imunomodulator. b. Uji aktivitas imunomodulator Uji aktivitas imunomodulator dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon imun ekstrak etanol Annona muricata L. terhadap proliferasi sel limfosit mencit galur Balb/C yang diinduksi dengan Doxorubisin. Aktivitas proliferasi sel limfosit merupakan cara yang sederhana untuk mengetahui kerja dari organ limpa dalam memproduksi sel imun dengan bertambahnya jumlah sel imun dengan cara berproliferasi. Aktivitas proliferasi sel limfosit diuji dengan menggunakan metode MTT Assay, dimana garam tertrazolium MTT yang berwarna kuning akan direduksi oleh enzim suksinat dehidrogenase dalam mitokondria sel limfosit yang hidup, menjadi kristal formazan berwarna ungu (Mosmann, 1983). Intensitas warna kristal formazan yang terbaca pada ELISA reader setara dengan jumlah sel limfosit yang mengalami proliferasi, sehingga pengukuran aktivitas proliferasi sel limfosit dapat diketahui dari nilai Optical Density (OD). Semakin besar nilai OD, maka semakin besar pula aktivitas proliferasi sel limfosit tersebut. Ini membuktikan bahwa walaupun terpapar dengan agen kemoterapi doxorubisin, sel limfosit masih tetap hidup setelah ditambahkan ekstrak etanol Annona muricata L. Nilai OD yang terbaca bersifat proposional terhadap jumlah sel yang hidup. Data dikonversikan dalam rumus persentase kehidupan sel. Persentasi kehidupan sel limfosit digunakan untuk menghitung Indek stimulasi (IS) yang merupakan potensi imunostimulator dari ekstrak daun sirsak. Hasil Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C 836 Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,3125 µg/mL dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut: Gambar 1. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,3125 µg/mL Gambar 1, menunjukkan bahwa kelompok ekstrak etanol daun sirsak pada dosis 1,25 sampai dosis 20 µg/mL pada perlakuan induksi doxorubusin dosis 0,3125 µg/mL tidak menunjukkan peningkatan proliferasi yang bermakna, hanya kelompok kontrol positif saja (PHA) yang menunjukkan aktivitas peningkatan proliferasi sel limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa PHA adalah mitogen yang benar-benar memiliki aktivitas imunomodulator. Sedangkan aktivitas imunomodulator pada perlakuan ekstrak etanol belum menunjukkan aktivitas yang bermakna secara statistik. Hal ini kemungkinan dosis ekstrak yang berpotensi sebagai imunomodulator belum tercapai, sehingga perlu dilakukan peningkatan dosis yang lebih besar. Kontrol sel normal di dalam data untuk menunjukkan perbedaan Index stimulasi sel limfosit normal dengan index stimulasi sel limfosit yang diinduksi dengan doxorubisin. Berdasarkan data menunjukkan bahwa sel yang normal tidak mengalami penurunan index stimulasi. Sedangkan yang diinduksi dengan doxorubisin benar-benar menunjukkan penurunan indek stimulasi. Hasil Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,625 µg/mL dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut: 837 Gambar 2. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 0,625 µg/mL Gambar 2, menunjukkan bahwa kelompok ekstrak etanol daun sirsak pada dosis 2,5 dan dosis 5 µg/mL pada perlakuan induksi doxorubusin dosis 0,625 µg/mL menunjukkan perbedaan bermakna dalam hal menurunkan index stimulasi sel limfosit, sedangkan pada dosis 10 µg/mL memiliki aktivitas yang sama dengan kontrol sel dengan doxorubisin. Untuk dosis 20 µg/mL, bila dilihat grafik menunjukkan peningkatan, tetapi berdasarkan statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam peningkatan proliferasi, hanya kelompok kontrol positif saja (PHA) yang menunjukkan aktivitas peningkatan proliferasi sel limfosit. Untuk perlakuan yang ke-2 ini menunjukkan bahwa PHA adalah masih merupakan mitogen poten yang dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit. Hal ini kemungkinan dosis ekstrak yang berpotensi sebagai imunomodulator belum tercapai, sehingga perlu dilakukan peningkatan dosis yang lebih besar. Untuk perlakuan yang terakhir yaitu Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 1,25 µg/mL dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut: 838 Gambar 3. Grafik Indek Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit Mencit Balb/C Ekstrak Etanol Daun Sirsak yang di induksi Doxo 1,25 µg/mL Gambar 3, menunjukkan bahwa kelompok ekstrak etanol daun sirsak pada dosis 1,25 berbeda bermakna dalam menurunkan index stimulasi sel limfosit, sedangkan padadosis 2,5 sampai 20 µg/mL pada perlakuan induksi doxorubusin dosis 1,25 µg/mL menunjukkan perbedaan tidak bermakna dalam hal meningkatkan index stimulasi sel limfosit, bila dilihat secara grafik mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan dosis yang berpotensi sebagai imunomodulator belum tercapai, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan dosis yang lebih tinggi. Sehingga peranan dari ekstrak etanol daun sirsak antinya sebagai terapi pendamping pada penggunaan agen kemoterapi dapat tercapai. Hasil Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin dosis 0,3125; 0,625 dan 1,25 µg/mL disajikan pada Tabel I, II dan III. Tabel I. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin 0,3125 µg/mL. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kelompok Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20 Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20 Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 5 – Perlakuan 10 Signifikansi 0,513 0,275 0,275 0,275 0,050 0,513 0,046 0,827 0,513 0,050 0,050 0,827 0,046 0,827 Keterangan Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Berbeda bermakna Perbedaan tidak bermakna Berbeda bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Perbedaan tidak bermakna Berbeda bermakna Perbedaan tidak bermakna 839 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Perlakuan 5 – Perlakuan 20 Perlakuan 5 – Kontrol PHA Perlakuan 5 – Kontrol Negatif Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 10 – Perlakuan 20 Perlakuan 10 – Kontrol PHA Perlakuan 10 – Kontrol Negatif Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 20 – Kontrol PHA Perlakuan 20 – Kontrol Negatif Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal Kontrol PHA – Kontrol Negatif Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal 0,275 0,077 0,827 0,507 0,827 0,127 0,513 0,507 0,275 0,127 0,507 0,050 0,046 0,046 Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Tabel II. Hasil Perhitungan Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin 0,625 µg/mL. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Kelompok Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20 Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20 Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 5 – Perlakuan 10 Perlakuan 5 – Perlakuan 20 Perlakuan 5 – Kontrol PHA Perlakuan 5 – Kontrol Negatif Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 10 – Perlakuan 20 Perlakuan 10 – Kontrol PHA Perlakuan 10 – Kontrol Negatif Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal Perlakuan 20 – Kontrol PHA Perlakuan 20 – Kontrol Negatif Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal Kontrol PHA – Kontrol Negatif Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal Signifikansi 0,268 0,275 0,513 0,050 0,050 0,127 0,046 0,653 0,268 0,046 0,046 0,046 0,043 0,184 0,050 0,050 0,050 0,046 0,184 0,050 0,513 0,046 0,127 0,127 0,507 0,050 0,268 0,046 Keterangan Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna Perbedaan tidak bermakna Perbedaan bermakna 840 Tabel III. Hasil Uji Mann Whitney nilai Index Stimulasi Sel limfosit antar kelompok perlakuan yang diinduksi doxorubisin dosis 1,25 µg/mL No Kelompok Signifikansi Keterangan 1 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 2,5 0,268 Perbedaan tidak bermakna 2 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 5 0,046 Perbedaan bermakna 3 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 10 0,046 Perbedaan bermakna 4 Perlakuan 1,25 – Perlakuan 20 0,046 Perbedaan bermakna 5 Perlakuan 1,25 – Kontrol PHA 0,043 Perbedaan bermakna 6 Perlakuan 1,25 – Kontrol Negatif 0,046 Perbedaan bermakna 7 Perlakuan 1,25 – Kontrol Sel Normal 0,043 Perbedaan bermakna 8 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 5 0,275 Perbedaan tidak bermakna 9 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 10 0,275 Perbedaan tidak bermakna 10 Perlakuan 2,5 – Perlakuan 20 0,127 Perbedaan tidak bermakna 11 Perlakuan 2,5 – Kontrol PHA 0,046 Perbedaan bermakna 12 Perlakuan 2,5 – Kontrol Negatif 0,127 Perbedaan tidak bermakna 13 Perlakuan 2,5 – Kontrol Sel Normal 0,046 Perbedaan bermakna 14 Perlakuan 5 – Perlakuan 10 0,513 Perbedaan tidak bermakna 15 Perlakuan 5 – Perlakuan 20 0,127 Perbedaan tidak bermakna 16 Perlakuan 5 – Kontrol PHA 0,046 Perbedaan bermakna 17 Perlakuan 5 – Kontrol Negatif 0,275 Perbedaan tidak bermakna 18 Perlakuan 5 – Kontrol Sel Normal 0,046 Perbedaan bermakna 19 Perlakuan 10 – Perlakuan 20 0,275 Perbedaan tidak bermakna 20 Perlakuan 10 – Kontrol PHA 0,046 Perbedaan bermakna 21 Perlakuan 10 – Kontrol Negatif 0,376 Perbedaan tidak bermakna 22 Perlakuan 10 – Kontrol Sel Normal 0,046 Perbedaan bermakna 23 Perlakuan 20 – Kontrol PHA 0,507 Perbedaan tidak bermakna 24 Perlakuan 20 – Kontrol Negatif 0,658 Perbedaan tidak bermakna 25 Perlakuan 20 – Kontrol Sel Normal 0,507 Perbedaan tidak bermakna 26 Kontrol PHA – Kontrol Negatif 0,046 Perbedaan bermakna 27 Kontrol PHA – Kontrol Sel Normal 0,197 Perbedaan tidak bermakna 28 Kontrol Negatif – Kontrol Sel Normal 0,046 Perbedaan bermakna Berdasarkan data pada Tabel I, II dan III, menunjukkan bahwa peningkatan dosis perlakuan diikuti juga dengan kemampuan meningkatnya proliferasi sel limfosit. Ini terlihat pada perlakuan induksi doxorubisin dengan dosis 0,3125 µg/mL hanya perlakuan dengan dosis 20 µg/mL sedangkan dosis dibawahnya tidak signifikan. Untuk perlakuan dengan doxorubisin dosis 0,625 µg/mL menunjukkan bahwa dosis 1,25 sampai 10 µg/mL terdapat perbedaan bermakna dalam meningkatkan proliferasi sel limfosit, sedangkan dosis 20 µg/mL memiliki aktivitas yang tidak bermakna atau dikatakan aktivitasnya sama. Untuk perlakuan dengan doxorubisin dosis 1,25 µg/mL menunjukkan bahwa dosis yang menunjukkan perbedaan bermakna dalam meningkatkan proliferasi sel limfosit hanya pada dosis 1,25 µg/mL. Ini menunjukkan bahwa semangkin dosis doxorubisin yang diinduksi semangkin banyak sel limfosit yang mati, dan dosis perlakuan ekstrak belum mampu untuk meningkatkan proliferasi sel limfosit. Ini membuktikan bahwa ekstrak etanol dalam penelitian ini ekstrak etanol 841 daun sirsak dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit yang diinduksi dengan doksorubisin dengan dosis yang paling rendah, akan tetapi kemampuannya dari perlakuan seluruh dosis masih lebih rendah daripada kelompok kontrol (PHA) dalam meningkatkan proliferasi sel limfosit. Hal ini kemungkinan disebabkan belum tercapainya dosis yang dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit, sehingga perlu ditingkatkan lagi dosis ekstrak etanol daun sirsaknya. E. Identifikasi Kandungan Kimia Identifikasi kandungan kimia daun sirsak secara langsung ditujukan kepada senyawa fenolik dan flavonoid. Pelarut etanol 96% dapat melarutkan senyawa flavonoid serta senyawa fenolik (Kumar et al., 2012 ; Dai and Mumper, 2010). Berdasarkan hasil identifikasi senyawa total fenolik menggunakan metode Folin Ciocalteau dengan spektrofotometri ekstrak etanol daun sirsak konsentrasi 1392 ppm mengandung total senyawa fenol 2.12 % yang setara dengan baku standar Asam Galat sedangkan Identifikasi senyawa total flavonoid menggunakan metode Kolorimetri Komplek AlCl3 dengan spektrofotometri ekstrak etanol daun sirsak konsentrasi 761 ppm mengandung total senyawa flavonoid 1.80 % yang setara dengan baku standar Quercetin. Aktivitas Imunomodulator ekstrak etanol daun sirsak ini kemungkinan disebabkan oleh kedua senyawa golongan kimia fenol dan flavonoid. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya dengan cara diisolasi senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Hasil identifikasi senyawa Total Fenol dan Total Flavonoid dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut: . Gambar 6. Hasil identifikasi senyawa Total Fenol dan Total Flavonoid KESIMPULAN Ekstrak etanol Annona muricata L. memiliki aktivitas imunomodulator mulai dari konsentrasi 1,25 µg/mL yang diinduksi doxorubicin 1,25 µg/mL, konsentrasi 2,5 dan 5 µg/mL yang diinduksi doxorubicin 0,625 µg/mL dan konsentrasi 1,25 sampai dosis 20 µg/mL yang diinduksi doxorubicin 0,3125 µg/mL. Akan tetapi aktivitasnya 842 lebih kecil daripada kontrol positif yaitu PHA. Ekstrak etanol Annona muricata L. memiliki kandungan senyawa fenolik Total sebesar 2,12% dan dan flavonoid Total sebesar 1,80%. DAFTAR PUSTAKA Asmis, R., Qiao, M., Rossi, R.R, Cholewa, J., Xu, L. & Asmis, M., 2006, Adriamycin promotes macrophage dyfungtion in mice, Journal of Free Radical Biology and Medicine, 41: 165-174 Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, hal. 673, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dewi, L.K., Widyarti, S., dan Rifa’i, M., 2013, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn.) Terhadap Peningkatan Jumlah Sel T CD4+ dan CD8+ Pada Timus Mencit (mus musculus). Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Gibbs, J.B., 2000, Mechanism-Based Target Identification and Drug Discovery in Cancer Research, Science, 278, 1970 Hay, F.C., and Westwood, O.M.R., 2002, Practical Immunology, Fourth Edition, hal. 186, Blackwell Science Inc., Malden. Hertiani T., Ediati S., Sumardi, and Maria U., 2010, Preliminary Study on Immunomodulatory Effect of Sarang-Semut Tubers Myrmecodia tuberosa and Myrmecodia pendens, OJBS, 10 (3): 136-141. Hutnick, N.A., Williams, N.I., Kraemer, W.J., Smith, E.O, Dixon, R.H., Bleznak, A.D., And Mastro, A.M., 2005, Exercise Lymphocyte Activation Following Chemotherapy For Breast Cancer, American College of Sports Medicine. Kasianningsih, S., Riyanti, E., Pratama, R.H., Pratama, N.R., Ikawati, M., dan Meiyanto, E., 2011, Taraxacum officinale Leaves Ethanolic Extract as Immunostimulating Agent For Reducing Side Effect of Doxorubicin in Sprague Dawley Rats, Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention 2(1): 135-140 Lee S., Baek M., Kim H.Y, Ha J.H and Jeoung D.I., 2002, Mechanism of doxorubicin-induced cell death and expression profile analysis, Bio. Letters, 24: 1147–1151. Mclaughlin, 2008, paw-paw and cancer Annonaceous Acetogenin from Discovery to Comersial Products, Departement of Medicinal Chemitry and Molecular Pharmacology, School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Purdue University, 71 (7): 13111321. Mosmann T., 1983, Rapid Colorimetric Assay for Cellular Growth and Survival: Application to Proliferation and Cytotoxicity Assays., J Immunol Methods., 16(65):55-63 Nafrialdi, dan Gan, S., 2007, Antikanker, dalam Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi (Eds), Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran 843 Universitas Indonesia, Jakarta, 732733, 751. Patel, D., Shukla, S., Gupta., 2007, Apigenin and Cancer Chemoprevention: Progress, Potensial, Promise (Review), International Journal of Oncology, 30: 233-245 Purwatresna, E., 2012, Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air dan Etanol Daun Sirsak Secara In Vitro Melalui Inhibisi α-glukosidase, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Bogor, Bandung. Phonnok, S., Tanechpongtamb, W.U., and Wongsatayanon, B.T., 2010, Anticancer and appoptosis-inducing avtivities of microbial metabolites, Electronic Journal of Biotechnology, 13(5), 1-12 Rachmani, E.P.N., Suhesti, T.S., Widiastuti, R., and Aditiyono, 2012, The Breast of Anticancer from Leaf Extract of Annona muricata Againt Cell Line in T47D, International Journal of Applied Science and Technology, Vol.2 No. 1 Roshan, N., and Savitri, P., 2013, Review on Chemical Constituents and Part of Plant as Immunomodulators, Review, Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, ISSN: 09758585, 4(1), 76-89 Rukhsana S., Fabio D.D., M. Tseng, J. Cai, T.Noel, R.L. Chelvarajan, W.D. Pierce, C. Cini, S. Bondada, D.K. St. Clair, and D. A. Butterfield, 2010, DoxorubicinInduced Thymus Senescence, J. Proteome Res, http://pubs.acs.org/doi/abs/10.102 1/pr100465m, Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Cetakan Kedua, hal. 135, UGM Press, Yogyakarta. Zhang X.Y., Li W.G., WU Y.J., and Gao M.T., 2005, Amelioration of Doxorubisin-Induced Myocardial Oxidative Stress and Immunosuppression by Grape Seed Proanthocyanidins in Tumour-Bearing Mice, Journal of pharmacy and pharmacology, 57(8): 1043-1051. Rios, J.L., 2010, Effect of triterpenes on the Immune System, Journal of Etnopharmacology 128, 1-14. 844