RUMUSAN KONSULTASI PUBLIK_18April2012

advertisement
RUMUSAN KONSULTASI PUBLIK
PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN
JAKARTA, 18 APRIL 2012
Memperhatikan :
1. Arahan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan;
2. Paparan Kepala Biro Hukum dan Organisasi Setjen Kemenhut
3. Hasil Diskusi yang berkembang dalam sidang pleno.
Konsultasi Publik Penyelenggaraan Karbon Hutan yang diselenggarakan oleh
Kelompok Kerja (Pokja) Perubahan Iklim - Setjen Kementerian Kehutanan,
bekerjasama dengan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi dan Hutan Lindung – Ditjen PHKA, ITTO dan GIZ Forclime,
menghasilkan rumusan sebagai berikut :
I. Dasar Pertimbangan
1.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kehutanan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan
berkelanjutan salah satunya melalui optimalisasi aneka fungsi hutan
untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi
secara seimbang dan lestari.
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
3.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
4.
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional;
II.
Presentasi dan Diskusi terhadap Peraturan Menteri tentang
Penyelenggaraan Karbon Hutan
A.
Presentasi Isi Permenhut dilakukan oleh Biro Hukum dan Organisasi
Kemenhut (Bp. Suheri), dan tambahan penjelasan terhadap substansi
dari SAM Lingkungan dan Perubahan Iklim (Dr. Ir. Yetti Rusli, dan Dr.
Bambang Supriyanto, M,Sc).
1.
Permenhut tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan disusun dengan
melihat bahwa peraturan terkait karbon hutan yang sudah ada belum
secara holistik mengatur penyelenggaraan karbon dalam konteks hutan,
termasuk perdagangan karbon di kawasan hutan.
Permenhut ini sebagai peraturan payung dalam penyelenggaran karbon
di semua fungsi hutan (holistik) yang berada dibawah juridiksi
Kementerian Kehutanan.
2.
2011
Penyelenggaraan
3.
4.
5.
6.
Peraturan sebelumnya masih ada ‘gap’ salah satunya belum
menyentuh hutan konservasi. Sehingga Permenhut ini mengisi elemen
‘PLUS’, yang dalam perdagangan karbon di pasar internasional
mempunyai nilai lebih.
Oleh karena itu, permenhut ini antara lain dapat digunakan dalam
pelaksanaan DA REDD+ dalam konteks konservasi flagship species di
kawasan konservasi; registrasi untuk DA-DA yang sudah ada; dan
membuka kepastian hukum bagi pelaku.
Permenhut ini memberikan kepastian dalam rangka perdagangan
karbon hutan baik di dalam maupun luar negeri.
Permenhut ini menyebutkan bahwa tidak ada duplikasi pengajuan izin
terhadap pemegang izin pemanfaatan, dan pemegang izin di kawasan
hutan tidak perlu melakukan proses izin lagi hanya addendum bagi
RKU, RPPA, nya, dan hal ini merupakan insentif bagi pemegang izin.
Diskusi (Pertanyaan dan Masukan):
1. Judul membingungkan dan rancu. Usul  judul adalah Pemanfaatan
Jasa Lingkungan Hutan dalam rangka Penyelenggaraan Karbon Hutan.
2. Pada Pasal 3 ayat (2) butir f, Pengelolaan Hutan Konservasi disebutkan
Pengelolaan hutan konservasi lestari
3. Hutan hak berada di luar kawasan hutan, perlukah pemilik hutan hak
membayar PNBP terkait penyelenggara karbon hutan.
PNBP jangan dibuat di luar kawasan hutan.
4. Sepakat bahwa Permenhut adalah untuk konteks ijin pemanfaatan
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon, dan bukan untuk tujuan
eksploitasi.
5. Bila memang tidak perlu izin baru bagi pelaku yang ingin melakukan ijin
pemanfaatan rap/pan karbon, permenhut harus secara eksplisit
menyatakan bahwa bagi pemegang izin pemanfaatan di kawasan hutan
hanya melakukan addendum (perbaikan) pada Rencana Karya Usaha
(RKU) bagi pemegang izin di hutan produksi atau addendum pada
Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA) di Kawasan
Konservasi, dll.
6. Terkait dengan hal no 2 diatas, disarankan agar pada permenhut juga
disampaikan bagi pemegang izin yang sudah ada hanya berkirim surat
ke Dirjen sesuai kewenangannya dan Dirjen menugaskan Direktur
Teknis.
Bila diperlukan  Permenhut terkait yang mengatur tentang pemberian
izin di kawasan hutan perlu dirubah/ ditambahkan ketentuan bagi
pemegang ijin yang akan menyelenggarakan karbon hutan
7. Pada Ketentuan Mengingat : UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup sudah tidak ada  perlu dihapuskan
8. Pasal 1, pengertian mitra : pemerintah dimasukkan  perlu diperbaiki
9. Pasal 1, Pengertian DA perlu diperbaiki : kenapa ada fase readiness?
Padahal readiness berakhir di 2012, dan apakah permenhut ini memang
akan hanya sampai akhir tahun 2012?
10. Pasal 2 perlu diperbaiki Tujuan penyelenggaraan karbon hutan pada
permenhut ini belum jelas.
11. Permen ini masih rancu antara Kyoto Protocol dan WG LCA, mana
yang diacu dalam permenhut ini? Permenhut ini sebaiknya dapat
mengantisipasi hasi dari pertemuan Durban (framework negoisasi baru
di 2015).
12. Perlu kejelasan terminologi sehingga tidak terjadi misspersepsi
Misal :1. DA yang bukan untuk generate karbon hutan (yang untuk
pengembangan metodologi), dan DA yang untuk mengenerate kredit
karbon hutan (Implementasi proyek karbon). 2. Terminologi antara
karbon hutan dan REDD
13. Usul  Sebaiknya DA yang bertujuan untuk menghasilkan metodologi,
tidak perlu untuk izin, tapi cukup melakukan register.
Usul  perlu ditmbahkan pasal : bagi proyek komitmen kerjasama
internasional dengan mitra yang agreementnya telah ditandatangani
oleh Menteri tidak perlu menempuh proses perijinan.
14. Pasal 7  diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri bukan berarti
membuat peraturan baru tetapi bisa juga dengah merubah peraturan2
terdahulu yang terkait.
15. Usul  Perlu dibuat naskah akademik yang memuat landscape
analysist/ peraturan untuk Permenhut Penyelenggaraan Karbon.
16. Belum jelas apakah karbon hutan dipandang sebagai ‘komoditi’ atau
‘jasa lingkungan’. karbon dipandang berdasarkan komoditi atau jasa
lingkungan. Bila dipandang jasling : insentif akan lebih banyak. Bila
komoditi : akan bicara pnbp lebih banyak,
Pak Suhaeri  carbon adalah privatisasi barang publik
17. Belum ada kriteria dan indikator untuk hutan konservasi dan hutan
lindung, dan belum ada kejelasan untuk pengelolaan benefits transfer,
seperti PNBP, serta belum ada mekanisme terkait linkage dengan
internasional regimes terkait karbon.
18. Permenhut ini tidak mungkin untuk menjelaskan detail kisi-kisi untuk
setiap fungsi hutan dan siklus REDD secara keseluruhan, karena itu
akan detail untuk masing-masing fungsi hutan., misalnya untuk hutan
konservasi (ditindaklanjuti oleh Ditjen PHKA), untuk hutan produksi
(ditindaklanjuti oleh Ditjen BUK), dll, akan didiskusikan dengan Ditjen
teknis terkait. Sedangkan untuk masalah insentif akan dibahas dengan
Kemenkeu.
19. Peraturan menteri kehutanan ini diharapkan tidak memperpanjang dan
mempersulit dalam birokrasi pelayanan dan seharusnya ada pemberian
insentif.
20. Indonesia belum menetapkan apakah REDD menjadi bagian dari
NAMAS atau tidak. Kehutanan perlu membuat indikator, mana karbon
yang masuk ke usaha 26% dan mana yang tidak masuk.
21. Masukan terhadap permenhut ditunggu sampai 25 April 2012, dan
disampaikan ke email dan website.
1.
o
o
Tindak lanjut:
Perlu disampaikan akuntabiliti dari proses pembahasan hasil konsultasi
publik, termasuk rumusan dan/atau minutes meeting, berapa yang
memberi masukan dan berapa yang bisa diterima, dan kejelasan
kenapa tidak bisa diakomodasi/dijawab.
Hasil konsultasi publik akan disampaikan kepada Eselon 1.
o
Perlu pembahasan lanjutan terhadap draf Permenhut untuk
penyempurnaan dengan memasukkan input-input yang masih kurang
jelas yang menyebabkan mis interpretasi terhadap substansi
Permenhut. (konsultasi publik 1 kali lagi)
Download