uppercase, center, bold, font tnr 14

advertisement
JURNAL TEKNOLOGI &
INDUSTRI
ISSN 2087-6920
Vol. 2 No. 1; Juli 2012
AKTIVITAS BUAH SAWO MENTAH PADA SALMONELLA TYPHII
FATIMAH1, ERFANUR ADLHANI1, DWI SANDRI1
1Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Politeknik Tanah Laut
Naskah diterima: 23 April 2012; Naskah disetujui: 29 Juni 2012
ABSTRAK
Tanaman sawo (Achras zapota) merupakan tumbuhan tropis yang cukup luas penyebarannya di
Indonesia. Getah dari buah atau buah sawo yang masih muda sering digunakan masyarakat untuk
mengatasi diare. Selain itu, tifus merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat
Indonesia, disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii. Penelitian yang dilakukan ini untuk
membuktikan aktivitas ekstrak etanol buah sawo mentah terhadap bakteri Salmonella typhii,
diharapkan ekstrak etanol sawo mentah mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Ekstrak etanol
sawo mentah dicobakan pada media yang mengandung bakteri Salmonella typhii pada berbagai
konsentrasi ekstrak etanol sawo mentah. Hasil didapatkan bahwa ekstrak etanol sawo mentah
tidak mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhii. Tetapi ekstrak
perasan sawo mentah mempunyai hasil samping dengan adanya pertumbuhan jamur pada cakram
dan mempunyai aktivitas penghambatan bakteri Salmonella typhii dengan zona penghambatan
sebesar 10 mm yang hampir sama dengan zona hambat kontrol positif chloramphenicol sebesar
12 mm.
Kata Kunci: Antibakteri, Sawo mentah, ekstrak etanol, Salmonella typhii
PENDAHULUAN
Tanaman sawo (A. zapota) merupakan tumbuhan tropis yang cukup luas penyebarannya
di Indonesia. Getah dari buah atau buah sawo yang masih muda sering digunakan masyarakat
untuk mengatasi diare. Khasiatnya sebagai antidiare ini diduga karena adanya kandungan tanin
dalam jumlah yang cukup besar pada buah sawo yang masih muda (Sebayang, 2010). Selain untuk
antidiare, buah sawo mentah ternyata juga sering digunakan masyarakat untuk mengatasi penyakit
tifus. Penggunaan buah sawo mentah untuk mengatasi diare dan tifus ini sudah sangat familiar
pada masyarakat pedesaan. Mereka telah membuktikan sendiri khasiat buah sawo mentah ini,
sehingga mereka percaya untuk mengatasi diare dan tifus cukup dengan menyeduh buah sawo
yang masih mentah, tanpa harus berobat ke dokter atau membeli obat yang mahal ke apotik.
Penggunaannya sederhana dan bahannya pun mudah diperoleh sehingga relatif terjangkau
dikalangan masyarakat. Namun selama ini khasiat sawo mentah untuk penyakit tifus ini belum
dikenal dikalangan masyarakat luas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan aktivitas ekstrak buah sawo mentah
terhadap bakteri S. thypii. Penelitian ini dilakukan, untuk membuktikan bahwa buah sawo mentah
memiliki zat aktif yang dapat menghambat dan
*Korespondensi:
Telepon/nomor faks
Email
: 0512-21537
57
: [email protected]
mengatasi mikroorganisme penyebab tifus.
Sehingga salah satu Hasil yang diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai rujukan penggunaan
sawo mentah untuk mengatasi penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri S. thypii.
BAHAN DAN METODE
Bahan
1.
Tanaman uji: tanaman sawo (A. zapota) diperoleh di daerah Kabupaten Tanah Laut. Bagian
yang digunakan adalah buah sawo yang masih muda agak matang dengan ciri kulit berwarna
coklat dan masih bergetah. Sawo mentah dihancurkan dan dikengeringan dalam oven dengan
suhu tidak lebih dari 40oC.
2.
Reagensia: larutan chloramphenicol, etanol absolut, methanol, nutrient agar (NA), nutrient
broth (NB)
3.
Bakteri uji: bakteri S. typhii diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat.
Prosedur Kerja
Persiapan Ekstrak
Buah sawo mentah yang sudah dikeringkan, dihaluskan dan diayak dengan ayakan nomor
8 dibuat ekstrak. Pembuatan ekstrak dengan menggunakan 125 g (10 bagian) simplisia buah sawo
mentah dengan cara maserasi menggunakan etanol absolut sebanyak 937,5mL (75 bagian).
Maserasi dilakukan selama 5 hari dengan pengadukan dua kali sehari. Maserat yang diperoleh dari
penyaringan dikumpulkan. Ampas yang tersisa dimaserasi lagi 2 hari, disaring dan dikumpulkan
sampai diperoleh 1250 mL (100 bagian). Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu tak lebih dari 50oC, hingga konsistensi terbentuk masa yang kental
(Prayoga, 2008).
Aktivitas Antibakteri
Sebelum dilakukan uji aktivitas, terlebih dahulu ekstrak kering dilarutkan dalam metanol
hingga konsentrasinya 20.000 ppm. Jumlah metanol yang harus ditambahkan tergantung pada
bobot ekstrak kering yang diperoleh.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum uji aktivitas adalah menyiapkan bakteri uji.
Isolat bakteri uji yang digunakan diregenerasi terlebih dahulu selama 24 jam dalam agar miring
(nutrien agar). Setelah itu diinokulasikan ke dalam 20 ml media cair (nutrient broth) selama 24
jam. Setelah 24 jam, isolat bakteri uji disimpan dalam refrigerator. Jumlah sel yang digunakan
untuk pengujian diencerkan dari 10-1 hingga 10-8. Jumlah sel yang diplating dan dihitung hanya
pada pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-8. Jumlah sel bakteri uji yang digunakan adalah 106 CFU/mL.
Setelah jumlah sel diketahui, bakteri uji siap digunakan hingga 2 minggu berikutnya.
Aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode difusi agar, bakteri uji yang telah
ditumbuhkan dipipet berdasarkan jumlah selnya ke dalam media NA, diaduk dengan stirer
kemudian dituang dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras. Masing-masing ekstrak dalam
metanol diteteskan setiap 10 μL di atas kertas cakram 6 mm. Kertas cakram didiamkan ± 15 menit
hingga metanol menguap. Setelah itu, masing-masing kertas cakram ini diletakkan dalam cawan
petri pada jarak tertentu, sesuai dengan penomoran pada dasar petri, untuk memudahkan
pengamatan. Cawan petri berisi kertas cakram ini kemudian didifusikan dalam refrigerator selama
± 2 jam, setelah itu dimasukkan dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37 oC (Abdel-Raouf &
Ibraheem, 2008). Pengamatan dilakukan pada hari pertama (setelah 24 jam) dan hari kedua
(setelah 48 jam). Adanya aktivitas ditandai dengan terbentuknya diameter zona bening dan tidak
parsial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, ekstraksi senyawa aktif dilakukan dengan cara maserasi buah sawo
mentah yang telah dihaluskan menggunakan pelarut etanol 96% selama 4 hari. Uji aktivitas
terhadap bakteri S. typhii dilakukan dengan membandingkan aktivitas ekstrak etanol tersebut,
dengan berbagai macam variasi konsentrasi, terhadap kontrol berupa larutan chloramphenicol dan
larutan hasil perasan buah sawo mentah tanpa diekstraksi menggunakan pelarut organik. Namun
ternyata, uji aktivitas menunjukkan hasil negatif terhadap ekstrak etanol dan perasan buah sawo
mentah, atau dengan kata lain ekstrak etanol dan perasan buah sawo mentah tidak memiliki
aktivitas penghambatan terhadap S. typhii. Hasil uji aktivitas ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas ekstrak sawo mentah pada S. typhii
Perlakuan
Zona Hambat (mm)
Ekstrak etanol dengan konsentrasi 90%
–
Ekstrak etanol dengan konsentrasi 70%
–
Ekstrak etanol dengan konsentrasi 50%
–
Larutan perasan sawo mentah tanpa pelarut
–
Ekstrak perasan sawo mentah (kontaminasi)
10
Larutan chloramphenicol (kontrol positif)
12
Dalam penelitian ini tanpa disengaja ditemukan hasil samping, yaitu jamur yang memiliki
zona penghambatan cukup besar karena hampir mendekati zona hambat kontrol positif, sebesar 10
mm. Jamur ini mengkontaminasi ekstrak perasan buah sawo mentah setelah didiamkan dalam suhu
ruang selama 24 jam yang diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil zona hambat kontaminasi jamur
Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Sebayang (2010), menunjukkan bahwa
ekstrak etanol buah sawo memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri Escherichia coli yang
merupakan bakteri penyebab diare. Sehingga ada kemungkinan bahwa pelarut yang digunakan
dalam penelitian ini tidak sesuai untuk mengekstrak senyawa aktif yang memiliki aktivitas
penghambatan terhadap S. typhii. Etanol merupakan senyawa organik yang tingkat kepolarannya
cukup tinggi, mendekati air.
Gambar 2.Urutan kepolaran pelarut (Anonim1, 2007)
Pelarut polar jika dicampurkan dengan campuran senyawa, akan cenderung melarutkan
senyawa-senyawa yang sifatnya polar, sehingga ada kemungkinan, pada saat maserasi, hanya
senyawa-senyawa yang sifatnya polar yang ikut terlarut dalam etanol, sedangkan senyawasenyawa non-polar tidak. Padahal tidak menutup kemungkinan bahwa senyawa aktif yang
diharapkan memiliki aktivitas penghambatan terhadap S. typhii merupakan senyawa non-polar.
Senyawa polar memiliki keunggulan dapat melarutkan hampir semua jenis senyawa,
itulah sebabnya mengapa dalam penelitian ini dipilih etanol sebagai pelarutnya. Namun
kelemahannya, pelarut ini menyebabkan larutan yang terekstrak tingkat kemurniannya rendah,
karena didalamnya terkandung banyak sekali jenis senyawa, termasuk air. Ada kemungkinan
senyawa aktif yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap S. typhii ikut terlarut dalam etanol,
namun jumlahnya sangat sedikit atau malah berikatan dengan senyawa lain, sehingga kemudian
tidak menunjukkan adanya aktivitas.
Berdasarkan anggapan masyarakat, dan memang telah teruji kebenarannya, perasan buah
sawo mentah dapat menyembuhkan penyakit tifus, sehingga memiliki potensi untuk dijadikan obat
herbal. Namun ternyata, dalam penelitian ini tidak terlihat adanya aktivitas penghambatan terhadap
S. typhii. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai variasi
pelarut, dari yang sifatnya non-polar hingga polar.
Dalam penelitian ini tanpa disengaja ditemukan hasil samping (Gambar 1), yaitu jamur
yang memiliki zona penghambatan cukup besar karena hampir mendekati zona hambat kontrol
positif, sebesar 10 mm. Jamur ini mengkontaminasi ekstrak perasan buah sawo mentah setelah
didiamkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Dari hasil ini kemungkinan dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi jenis jamur ini, karena mungkin saja jamur ini merupakan
jamur endofit dari tanaman sawo, yang berpotensi untuk menghasilkan senyawa aktif penghambat
bakteri S. typhii penyebab penyakit tifus. Strobel dkk (2004) menyatakan bahwa jamur endofit
merupakan mikroorganisme yang terdapat di dalam suatu sistem jaringan tumbuhan seperti biji,
daun, bunga, ranting, batang dan akar menurut de Araujo dkk. (1999), mikroorganisme endofit
memiliki habitat pada bagian dalam tanaman, melindungi tanaman inang dari serangga dan
penyakit, dan mereka dapat menghasilkan substansi farmasi berharga untuk kepentingan
bioteknologi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan finansial kepada Kopertis Wilayah XI
Kalimantan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Raouf, N & Ibraheem, I.B.M. 2008. Antibiotic Activity of Two Anabaena Species Againts
Four Fish Pathogenic Aeromonas Species. African Journal of Biotechnology, 7(15): 26442648.
Anonim1. 2007. Experiment 1: Thin Layer Chromatography and Column Chromatography:
Extraction and Separation and Plant Pigments. Chemistry , 273a:155-163; 198-205.
Anonim2. 2009. Khasiat Menyehatkan di Balik Manis Masirnya Sawo.
http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/makanan/22345-khasiat-menyehatkan-di-balikmanis-masirnya-sawo-.html
Diakses tanggal 11 April 2011.
de Araujo, J.M., C. Adilson, Silva, & J.L. Azevedo. 1999. Isolation of endophytic actinomycetes
from roots and leaves of maize (Zea mays L.).
Prayoga, S. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Sebayang, M.P. 2010. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Buah Tanaman Sawo (Azhras zapota L.)
terhadap Mencit Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Strobel GA. Daisy B., Castillo U., dan Harper J., 2004. Natural products from endophytic
microorganism. Journal of Natural Products 2004 ; 67:257-268.
Download