Catatan untuk Khotbah 22 November 2009 Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Nats Alkitab: ................... Ringkasan Khotbah 15 November 2009 Nats Alkitab: Matius 27:1-2, 11-26 / Yesus di hadapan Pilatus Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Ringkasan dan audio dari khotbah minggu-minggu yang lalu tersedia di website www.griimelbourne.org Saudara sekalian, pada kesempatan kali ini kita akan belajar dari Pilatus. Minggu lalu kita telah membicarakan tentang Yudas, bagaimana banyak orang berespon terhadap apa yang terjadi kepada Kristus dan yang dikatakan-Nya. Setiap respon tersebut akan memberi pelajaran yang sangat berharga sekali untuk kita. Dan hari ini kita belajar dari Pilatus yang berusaha dengan segala cara untuk membebaskan Kristus dan yang juga tahu bahwa Kristus tidak bersalah. Peristiwa Yesus di hadapan Pilatus ini cukup menarik, selayaknya pengadilan orang-orang terkenal zaman sekarang yang disorot oleh berbagai media massa, seperti misalnya pengadilannya Amrozi. Namun kita harus melihat bahwa kasus pengadilan Tuhan Yesus ini merupakan pengadilan yang begitu pentingnya, karena melibatkan hidup matinya seluruh umat manusia baik di dunia ini maupun di dalam kekekalan. Maka pada kesempatan kali ini saya akan mengambil paralel dari kitab Markus, Lukas dan khususnya Yohanes yang mencatat lebih detil akan interaksi antara Yesus dan Pilatus. Dan pertama kita mau lihat, siapakah Pilatus ini? Pilatus adalah orang yang sangat terkenal. Sebab setiap gereja selalu menyebut namanya di dalam Pengakuan Imam Rasuli (“Aku percaya kepada Yesus Kristus yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus”). Bila kita ingat dari beberapa minggu yang lalu, Maria memang akan terus diingat sepanjang sejarah, namun tidak seterkenal Pilatus ini. Penyebutan nama Pilatus di sini menunjukkan bahwa Yesus hidup dan dianiaya sebagai satu peristiwa yang tercatat dalam sejarah. Namun banyak orang yang ragu apakah Pilatus benar-benar real di dalam sejarah atau hanyalah hasil karangan orang-orang Kristen. Tetapi, pada tahun 1960-an, ada satu tim arkeolog dari Italia yang menemukan satu manuskrip yang menyebut Pilatus sebagai prefect/wali negeri dari Yudea. Ini menjadi bukti bahwa apa yang ditulis di dalam Alkitab adalah fakta, bukanlah semata-mata karangan orang Kristen tertentu. Lebih daripada itu, orang Yahudi pun percaya bahwa Yesus Kristus merupakan karakter fiktif yang diciptakan oleh Paulus. Saya sendiri pernah berbincang dengan sepasang suami istri orang Yahudi. Mereka setuju bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat menjalankan apa yang diajarkan di dalam Alkitab. Namun ketika saya setuju dengan mereka dan mengatakan hanya Yesus Kristus satu-satunya manusia yang bisa menjalankan semua hal tersebut, dia langsung membantah dengan alasan bahwa Yesus itu bikinan Paulus. Oleh karena mereka tidak percaya itulah, mereka masih menunggu akan kedatangan Mesias. Tapi kiranya kita percaya bahwa Alkitab ini menjadi fakta di dalam sejarah. Alkitab yang terus dikritik dan dibongkar habis-habisan dari segala macam aspek, tapi masih terus bertahan sampai sekarang. Sekarang kita kembali membahas akan Pilatus, seorang pimpinan militer yang ditempatkan sebagai penguasa di Yudea. Pilatus merupakan perwakilan tertinggi Roma di tempat tersebut, jadi dia seperti wali negeri atau gubernur di dalam konteks zaman sekarang. Bila kita kembali melihat di dalam perikop hari ini, Tuhan Yesus memasuki pengadilan yang kedua, setelah menjalani pengadilan agama. Walaupun pengadilan agama memutuskan bahwa Yesus harus dijatuhi hukuman mati, hanyalah pemerintahan Romawi yang berhak menjatuhi hukuman mati. Oleh karena itulah maka para imam langsung membawa Yesus kepada Pilatus pagi itu. Mereka tidak membawa tuduhan bahwa Kristus mengaku sebagai Mesias atau Anak Allah. Karena tuduhan tersebut tidaklah ada hubungannya dengan Romawi dan akhirnya harus diselesaikan dengan hukum agama saja. Lalu di dalam Lukas 23, kita melihat dua tuduhan resmi yang diberikan kepada Yesus. Pertama, pemberontakan terhadap Kaisar dengan cara tidak membayar pajak. Kedua, pengakuan-Nya sebagai Mesias, yang secara tidak langsung menunjuk kepada Raja dari bangsa Yahudi, yang berarti menjadi saingan dari Kaisar Roma. Maka tuduhan-tuduhan tersebut sangatlah berkaitan dengan Romawi yang tidak memperbolehkan adanya raja lain selain kaisar. Namun Pilatus bukanlah orang bodoh, ayat 18 menyatakan bahwa Pilatus sebenarnya tahu bahwa mereka menyerahkan Yesus karena dengki. Lagipula, tuduhan mereka sangatlah tidak logis. Mereka meributkan akan pajak yang tidak dibayar, namun sejak kapan mereka peduli untuk membayar pajak? Bukankah mereka justru tidak akan membayar pajak bila itu memungkinkan? Dan Pilatus sangat berpengalaman dalam menangani para pemberontak, dan dia pasti tahu bagaimana Yesus bukanlah seorang pemimpin revolusioner. Pilatus pun pasti sadar akan keganjilan tersebut, selain itu, orang Romawi juga paling tidak ingin menghukum orang yang tidak bersalah, khususnya orang yang tidak ada pembelaan. Terlebih lagi ada satu pesan dari istri Pilatus di tengah-tengah pengadilan tersebut. Seharusnya, tidak boleh ada orang yang mengganggu jalannya pengadilan. Namun bila istri Pilatus ini bersikeras untuk memotong jalannya pengadilan demi menyampaikan sesuatu, pastilah pesan tersebut sangatlah mendesak. Dan pesan tersebut adalah agar Pilatus tidak mencampuri perkara orang benar ini. Maka Pilatus mencoba dengan segala cara untuk melepaskan Yesus. Pertama, kitab Yohanes menulis Pilatus berusaha menyerahkan Yesus kembali kepada pengadilan agama. Pilatus mengatakan bahwa ini adalah urusan mereka sendiri, tidak ada hubungannya dengan pemerintahan Roma. Namun para tua-tua Yahudi bersikeras sebab hukuman yang harus diberikan ialah hukuman mati. Dan hukuman tersebut tidak bisa dikurangi. Kedua, Pilatus mencoba menyerahkan pengadilan ini kepada Herodes yang lebih berkuasa dari dirinya. Herodes yang disebut di sini ialah anak dari Herodes Agung, yang dikenal sebagai Herodes Antipas. Namun Herodes justru memberikan Yesus kembali kepada Pilatus. Ketiga, menanyakan beberapa pertanyaan kepada Yesus. Tapi Yesus tidak membela diri, sebab itu percuma saja. Keempat, yang menarik, ialah Pilatus ingat akan grasi yang diberikan pada perayaan Paskah. Pilatus dengan sengaja memilih Barabas (yang juga bernama Yesus). Barabas adalah orang yang terkenal akan kejahatannya. Dan Pilatus beranggapan bahwa tidaklah mungkin bagi orang Yahudi untuk meminta Barabas dilepaskan. Namun justru para pemimpin Yahudi bersepakat untuk memilih Barabas dibanding Yesus Kristus. Kelima, Pilatus menanyakan kepada orang Yahudi, hukuman apakah yang harus diberikan kepada Yesus, sebab hukumannya masih belum diputuskan. Maka mereka terus berseru agar Kristus disalibkan. Namun Pilatus membela dengan bertanya sampai tiga kali, di mana letak kesalahan Yesus. Sebab dia tidak bisa menemukan alasan atau kejahatan apapun yang membuat Yesus harus disalib. Namun massa yang sudah semakin kacau hanya terus berteriak agar Yesus disalibkan, tanpa memperhatikan pertanyaan Pilatus. Ini merupakan contoh dari ‘democrazy’. Ketika banyak orang dengan nafsu dan logika yang kacau berusaha mengambil keputusan, hasilnya pastilah runyam. Kemudian, Pilatus tidak langsung menjatuhkan hukuman salib, melainkan menyerahkan Yesus untuk disesah. Dan bila kita ingat akan film The Passion of the Christ, hukuman penyesahan orang Romawi sangatlah menyakitkan, bagaimana banyak kriminal yang mati pada proses pencambukan ini. Namun, bila dibandingkan dengan penyaliban, hal ini terlihat relatif lebih ringan, sebab masih akan ada orang yang tetap hidup setelah disesah, sedangkan semua orang yang disalib pasti sampai mati baru diturunkan dari salibnya. Namun, satu hal yang harus kita perhatikan ialah, Alkitab tidak pernah menekankan akan penderitaan fisik Tuhan Yesus, namun selalu menaruh penekanan pada karya keselamatan yang Dia kerjakan. Penderitaannya hanya ditulis di dalam satu kalimat. Tetapi, di tengah desakan dan tekanan dari para orang Yahudi, Pilatus tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya dia pun bertanya,”Apa itu kebenaran?” Dan jawaban Pilatus sendiri cukup menyedihkan, karena yang ia tahu hanyalah bahwa dia akan kehilangan jabatannya bila Yesus tidak disalibkan. Ini menunjukkan akan apa yang Pilatus pegang sebagai yang terpenting dalam hidupnya. Yang terakhir, dia mengatakan bahwa dirinya tidaklah bersalah atas kematian Tuhan Yesus. Namun benarkah demikian? Pilatus adalah pemimpin dari pengadilan tersebut. Oleh karena itu, keputusan apapun yang diambil merupakan tanggung jawab Pilatus. Dan sebenarnya, bukanlah Yesus yang sedang diadili, tapi Pilatus sendiri. Dia gagal di dalam pengadilan ini. Dari sini kita bisa belajar, bahwa kita tidaklah harus membenci Kristus secara langsung agar kita dijatuhi hukuman kekal. Bila kita melihat lukisan dari Ciseri, yang diberi judul Ecce Homo1 (yang berarti Behold the Man), kita bisa membayangkan apa yang sedang terjadi pada saat pengadilan tersebut. Lukisan ini seolah-olah menggambarkan Pilatus yang menanyakan,”apa yang akan kau lakukan?”. Dan ini adalah satu pertanyaan yang harus kita jawab, apa yang akan kau lakukan terhadap Dia? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kita, akan bagaimana respon kita terhadap panggilan-Nya itu. Ringkasan oleh: Andy Lasmono | Ringkasan diperiksa oleh Christian Tirtha 1 Ciseri, Ecce Homo, http://studiacartesianaestonica.files.wordpress.com/2008/10/antoniociserieccehomo1.png