Catatan untuk Khotbah 2 September 2007

advertisement
Catatan untuk Khotbah 22 November 2009
Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Nats Alkitab: ...................
Ringkasan Khotbah 15 November 2009
Nats Alkitab: Matius 27:1-2, 11-26 / Yesus di hadapan Pilatus
Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Ringkasan dan audio dari khotbah minggu-minggu yang lalu tersedia di website www.griimelbourne.org
Saudara sekalian, pada kesempatan kali ini kita akan belajar dari Pilatus. Minggu lalu
kita telah membicarakan tentang Yudas, bagaimana banyak orang berespon terhadap apa
yang terjadi kepada Kristus dan yang dikatakan-Nya. Setiap respon tersebut akan memberi
pelajaran yang sangat berharga sekali untuk kita. Dan hari ini kita belajar dari Pilatus yang
berusaha dengan segala cara untuk membebaskan Kristus dan yang juga tahu bahwa
Kristus tidak bersalah. Peristiwa Yesus di hadapan Pilatus ini cukup menarik, selayaknya
pengadilan orang-orang terkenal zaman sekarang yang disorot oleh berbagai media massa,
seperti misalnya pengadilannya Amrozi.
Namun kita harus melihat bahwa kasus pengadilan Tuhan Yesus ini merupakan
pengadilan yang begitu pentingnya, karena melibatkan hidup matinya seluruh umat
manusia baik di dunia ini maupun di dalam kekekalan. Maka pada kesempatan kali ini saya
akan mengambil paralel dari kitab Markus, Lukas dan khususnya Yohanes yang mencatat
lebih detil akan interaksi antara Yesus dan Pilatus.
Dan pertama kita mau lihat, siapakah Pilatus ini? Pilatus adalah orang yang sangat
terkenal. Sebab setiap gereja selalu menyebut namanya di dalam Pengakuan Imam Rasuli
(“Aku percaya kepada Yesus Kristus yang menderita sengsara di bawah pemerintahan
Pontius Pilatus”). Bila kita ingat dari beberapa minggu yang lalu, Maria memang akan terus
diingat sepanjang sejarah, namun tidak seterkenal Pilatus ini. Penyebutan nama Pilatus di
sini menunjukkan bahwa Yesus hidup dan dianiaya sebagai satu peristiwa yang tercatat
dalam sejarah.
Namun banyak orang yang ragu apakah Pilatus benar-benar real di dalam sejarah
atau hanyalah hasil karangan orang-orang Kristen. Tetapi, pada tahun 1960-an, ada satu tim
arkeolog dari Italia yang menemukan satu manuskrip yang menyebut Pilatus sebagai
prefect/wali negeri dari Yudea. Ini menjadi bukti bahwa apa yang ditulis di dalam Alkitab
adalah fakta, bukanlah semata-mata karangan orang Kristen tertentu.
Lebih daripada itu, orang Yahudi pun percaya bahwa Yesus Kristus merupakan
karakter fiktif yang diciptakan oleh Paulus. Saya sendiri pernah berbincang dengan
sepasang suami istri orang Yahudi. Mereka setuju bahwa tidak ada satu orang pun yang
dapat menjalankan apa yang diajarkan di dalam Alkitab. Namun ketika saya setuju dengan
mereka dan mengatakan hanya Yesus Kristus satu-satunya manusia yang bisa menjalankan
semua hal tersebut, dia langsung membantah dengan alasan bahwa Yesus itu bikinan
Paulus. Oleh karena mereka tidak percaya itulah, mereka masih menunggu akan
kedatangan Mesias. Tapi kiranya kita percaya bahwa Alkitab ini menjadi fakta di dalam
sejarah. Alkitab yang terus dikritik dan dibongkar habis-habisan dari segala macam aspek,
tapi masih terus bertahan sampai sekarang.
Sekarang kita kembali membahas akan Pilatus, seorang pimpinan militer yang
ditempatkan sebagai penguasa di Yudea. Pilatus merupakan perwakilan tertinggi Roma di
tempat tersebut, jadi dia seperti wali negeri atau gubernur di dalam konteks zaman
sekarang. Bila kita kembali melihat di dalam perikop hari ini, Tuhan Yesus memasuki
pengadilan yang kedua, setelah menjalani pengadilan agama. Walaupun pengadilan agama
memutuskan bahwa Yesus harus dijatuhi hukuman mati, hanyalah pemerintahan Romawi
yang berhak menjatuhi hukuman mati. Oleh karena itulah maka para imam langsung
membawa Yesus kepada Pilatus pagi itu.
Mereka tidak membawa tuduhan bahwa Kristus mengaku sebagai Mesias atau Anak
Allah. Karena tuduhan tersebut tidaklah ada hubungannya dengan Romawi dan akhirnya
harus diselesaikan dengan hukum agama saja. Lalu di dalam Lukas 23, kita melihat dua
tuduhan resmi yang diberikan kepada Yesus. Pertama, pemberontakan terhadap Kaisar
dengan cara tidak membayar pajak. Kedua, pengakuan-Nya sebagai Mesias, yang secara
tidak langsung menunjuk kepada Raja dari bangsa Yahudi, yang berarti menjadi saingan
dari Kaisar Roma. Maka tuduhan-tuduhan tersebut sangatlah berkaitan dengan Romawi
yang tidak memperbolehkan adanya raja lain selain kaisar.
Namun Pilatus bukanlah orang bodoh, ayat 18 menyatakan bahwa Pilatus
sebenarnya tahu bahwa mereka menyerahkan Yesus karena dengki. Lagipula, tuduhan
mereka sangatlah tidak logis. Mereka meributkan akan pajak yang tidak dibayar, namun
sejak kapan mereka peduli untuk membayar pajak? Bukankah mereka justru tidak akan
membayar pajak bila itu memungkinkan? Dan Pilatus sangat berpengalaman dalam
menangani para pemberontak, dan dia pasti tahu bagaimana Yesus bukanlah seorang
pemimpin revolusioner. Pilatus pun pasti sadar akan keganjilan tersebut, selain itu, orang
Romawi juga paling tidak ingin menghukum orang yang tidak bersalah, khususnya orang
yang tidak ada pembelaan.
Terlebih lagi ada satu pesan dari istri Pilatus di tengah-tengah pengadilan tersebut.
Seharusnya, tidak boleh ada orang yang mengganggu jalannya pengadilan. Namun bila istri
Pilatus ini bersikeras untuk memotong jalannya pengadilan demi menyampaikan sesuatu,
pastilah pesan tersebut sangatlah mendesak. Dan pesan tersebut adalah agar Pilatus tidak
mencampuri perkara orang benar ini. Maka Pilatus mencoba dengan segala cara untuk
melepaskan Yesus.
Pertama, kitab Yohanes menulis Pilatus berusaha menyerahkan Yesus kembali
kepada pengadilan agama. Pilatus mengatakan bahwa ini adalah urusan mereka sendiri,
tidak ada hubungannya dengan pemerintahan Roma. Namun para tua-tua Yahudi
bersikeras sebab hukuman yang harus diberikan ialah hukuman mati. Dan hukuman
tersebut tidak bisa dikurangi.
Kedua, Pilatus mencoba menyerahkan pengadilan ini kepada Herodes yang lebih
berkuasa dari dirinya. Herodes yang disebut di sini ialah anak dari Herodes Agung, yang
dikenal sebagai Herodes Antipas. Namun Herodes justru memberikan Yesus kembali
kepada Pilatus.
Ketiga, menanyakan beberapa pertanyaan kepada Yesus. Tapi Yesus tidak membela
diri, sebab itu percuma saja.
Keempat, yang menarik, ialah Pilatus ingat akan grasi yang diberikan pada perayaan
Paskah. Pilatus dengan sengaja memilih Barabas (yang juga bernama Yesus). Barabas adalah
orang yang terkenal akan kejahatannya. Dan Pilatus beranggapan bahwa tidaklah mungkin
bagi orang Yahudi untuk meminta Barabas dilepaskan. Namun justru para pemimpin
Yahudi bersepakat untuk memilih Barabas dibanding Yesus Kristus.
Kelima, Pilatus menanyakan kepada orang Yahudi, hukuman apakah yang harus
diberikan kepada Yesus, sebab hukumannya masih belum diputuskan. Maka mereka terus
berseru agar Kristus disalibkan. Namun Pilatus membela dengan bertanya sampai tiga kali,
di mana letak kesalahan Yesus. Sebab dia tidak bisa menemukan alasan atau kejahatan
apapun yang membuat Yesus harus disalib. Namun massa yang sudah semakin kacau
hanya terus berteriak agar Yesus disalibkan, tanpa memperhatikan pertanyaan Pilatus. Ini
merupakan contoh dari ‘democrazy’. Ketika banyak orang dengan nafsu dan logika yang
kacau berusaha mengambil keputusan, hasilnya pastilah runyam.
Kemudian, Pilatus tidak langsung menjatuhkan hukuman salib, melainkan
menyerahkan Yesus untuk disesah. Dan bila kita ingat akan film The Passion of the Christ,
hukuman penyesahan orang Romawi sangatlah menyakitkan, bagaimana banyak kriminal
yang mati pada proses pencambukan ini. Namun, bila dibandingkan dengan penyaliban,
hal ini terlihat relatif lebih ringan, sebab masih akan ada orang yang tetap hidup setelah
disesah, sedangkan semua orang yang disalib pasti sampai mati baru diturunkan dari
salibnya. Namun, satu hal yang harus kita perhatikan ialah, Alkitab tidak pernah
menekankan akan penderitaan fisik Tuhan Yesus, namun selalu menaruh penekanan pada
karya keselamatan yang Dia kerjakan. Penderitaannya hanya ditulis di dalam satu kalimat.
Tetapi, di tengah desakan dan tekanan dari para orang Yahudi, Pilatus tidak bisa
berbuat banyak. Akhirnya dia pun bertanya,”Apa itu kebenaran?” Dan jawaban Pilatus
sendiri cukup menyedihkan, karena yang ia tahu hanyalah bahwa dia akan kehilangan
jabatannya bila Yesus tidak disalibkan. Ini menunjukkan akan apa yang Pilatus pegang
sebagai yang terpenting dalam hidupnya.
Yang terakhir, dia mengatakan bahwa dirinya tidaklah bersalah atas kematian Tuhan
Yesus. Namun benarkah demikian? Pilatus adalah pemimpin dari pengadilan tersebut. Oleh
karena itu, keputusan apapun yang diambil merupakan tanggung jawab Pilatus. Dan
sebenarnya, bukanlah Yesus yang sedang diadili, tapi Pilatus sendiri. Dia gagal di dalam
pengadilan ini. Dari sini kita bisa belajar, bahwa kita tidaklah harus membenci Kristus
secara langsung agar kita dijatuhi hukuman kekal.
Bila kita melihat lukisan dari Ciseri, yang diberi judul Ecce Homo1 (yang berarti Behold
the Man), kita bisa membayangkan apa yang sedang terjadi pada saat pengadilan tersebut.
Lukisan ini seolah-olah menggambarkan Pilatus yang menanyakan,”apa yang akan kau
lakukan?”. Dan ini adalah satu pertanyaan yang harus kita jawab, apa yang akan kau
lakukan terhadap Dia? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kita, akan
bagaimana respon kita terhadap panggilan-Nya itu.
Ringkasan oleh: Andy Lasmono | Ringkasan diperiksa oleh Christian Tirtha
1
Ciseri, Ecce Homo,
http://studiacartesianaestonica.files.wordpress.com/2008/10/antoniociserieccehomo1.png
Download