BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek tergolong ke dalam suku Orchidaceae, salah satu suku terbesar tanaman berbunga yang meliputi 25.000 spesies dari 850 genera. Saat ini, diperkirakan terdapat 5000 spesies anggrek tumbuh di Indonesia (Irawati, 2002). Anggrek merupakan tanaman hias dengan nilai estetika dan ekonomi yang tinggi sebagai tanaman hias dalam pot maupun bunga potong. Salah satu jenis tanaman anggrek unggulan nasional adalah anggrek bulan alam Phalaenopsis amabilis. Pemerintah Indonesia menobatkan tanaman ini sebagai “Puspa Pesona Indonesia” (Semiarti, 2004). Tanaman anggrek asli Indonesia ini juga sering menjadi induk silangan penting bagi Phalaenopsis hibrida unggulan yang telah dipasarkan hampir di seluruh dunia (Semiarti et al, 2007) sehingga keberhasilan pembungaan P. amabilis merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman anggrek tersebut. Permasalahan budidaya yang dihadapi oleh para kolektor atau pecinta anggrek adalah tanaman anggrek P.amabilis memiliki fase vegetatif dengan periode yang panjang. Siklus hidup anggrek P.amabilis hingga berbunga sekitar 130 minggu setelah penanaman biji atau sekitar 2,5 tahun (Semiarti, et.al., 2007). Upaya untuk memperpendek masa transisi dari fase vegetatif menuju fase generatif perlu dijadikan sebagai prioritas utama untuk menyelesaikan masalah ini. Menurut Blazquez (2001) fotoperiodisasi, vernalisasi, dan konsentrasi hormon 1 gibberellin merupakan faktor yang mengatur pembungaan pada tanaman tinggi. Berbagai upaya untuk merekayasa percepatan pembungaan telah dilakukan. Wattimena (1987) mengemukakan bahwa pemberian hormon gibberellin (GA) dapat menggantikan pengaruh suhu dingin yang biasanya diperlukan untuk memacu pembungaan pada berbagai macam tanaman. Selain itu, aplikasi hormon sitokinin sintetis 6-Benzyladenine (BA) pada tanaman anggrek Doritaenopsis and Phalaenopsis yang dikombinasi dengan perlakuan suhu dingin (23oC) ternyata juga dapat memacu pembungaan tanaman (Blanchard dan Runkle, 2008). Pemberian 6-Benzyiladenine (BA) secara in vitro juga memicu terbentuknya tunas adventif dan munculnya kuncup bunga pada Phalaenopsis Pink Leopard 'Petra' (Duan dan Yazawa, 1995). Fotoperiodisasi juga memiliki peran penting dalam pengaturan pembungaan. Gen CONSTANT (CO) merupakan gen yang sangat spesifik berperan dalam jalur ini (Koorneef et. al., 1991). Overekspresi gen CO melalui rekayasa genetika pada tanaman Arabidopsis thaliana dapat mempercepat pembungaan tanpa adanya pengaruh fotoperiodisasi (Onouchi et. al., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa percepatan pembungaan pada tanaman tinggi bisa dilakukan tanpa tergantung pada fotoperiodisasi, vernalisasi maupun hormon dengan teknik rekayasa genetika. Teknik rekayasa genetika dengan cara penyisipan gen pembungaan pada tanaman anggrek P. amabilis masih terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Kojima et al. (2002) diketahui bahwa gen Heading date 3a (Hd3a) merupakan gen pengatur waktu pembungaan pada tanaman padi (Oryza sativa) dan merupakan ortholog dari gen FLOWERING LOCUS T (FT) pada Arabidopsis 2 thaliana. Menurut Koorneef et al. (1991), gen FT merupakan gen kunci pembungaan pada tanaman model Arabidobsis thaliana yang dipengaruhi oleh ekspresi gen CO. Adanya asumsi terdapat homologi antar gen-gen pembungaan antar tanaman terutama pada tanaman padi dan tanaman anggrek P.amabilis, maka ingin diketahui apakah overekspresi gen penentu pembungaan Hd3a pada tanaman padi dapat berfungsi pada tanaman anggrek P. amabilis. Protokorm P.amabilis telah ditransformasi dengan Agrobacterium tumefaciens pembawa T-DNA 35S::Hd3a hingga tahap seleksi pada medium seleksi antibiotik higromisin oleh Ixora Sartika Mercuriani (mahasiswa Program Doktor Pascasarjana S3 Bioteknologi UGM). Selain membawa gen Hd3a, konstruksi T-DNA juga membawa gen Hygromycin Phosphotransferase (HPT) yang merupakan gen resisten terhadap higromisin. Hasil seleksi transformasi dengan medium seleksi higromisin diperoleh protokorm kandidat transforman yang resisten higromisin. Protokorm P. amabilis resisten higromisin tersebut diamati perkembangannya untuk mengetahui pengaruh gen Hd3a terhadap perkembangan tanaman anggrek P. amabilis. Seleksi tanaman kandidat transforman dengan menggunakan medium seleksi antibiotik merupakan tahap awal dalam tranformasi gen. Schween et.al. (2002) menyisipkan gen npt-II ke dalam tanaman lumut Physcomitrella patens (Hedw.). Sekitar 8,9% dari tanaman yang berhasil bertahan dalam medium seleksi kanamisin ternyata tidak memiliki fragmen gen npt-II setelah diuji lebih lajut dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa tanaman yang berhasil hidup dalam medium seleksi antibiotik 3 belum tentu tersisipi gen yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui ada atau tidaknya integrasi T-DNA pembawa 35S::Hd3a pada genom tanaman transforman P. amabilis dilakukan pengecekan keberadaan gen-gen pada T-DNA tersebut pada genom DNA dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk 35S::Hd3a dan gen HPT. Analisis secara molekular juga dilakukan dengan mengamplifikasi DNA genom dengan primer trnL-F DNA kloroplas sebagai internal kontrol. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi: 1. Apakah T-DNA pembawa 35S::Hd3a dapat terintegrasi pada genom tanaman kandidat transforman P. amabilis? 2. Apakah pengaruh gen Hd3a dari tanaman padi terhadap perkembangan tanaman anggrek P. amabilis? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Membuktikan bahwa T-DNA pembawa 35S::Hd3a dapat terintegrasi pada genom tanaman kandidat transforman P. amabilis. 2. Mengetahui pengaruh gen Hd3a dari perkembangan tanaman anggrek P. amabilis. 4 tanaman padi terhadap 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kemungkinan diaplikasikannya gen Hd3a dari tanaman padi (Oryza sativa) untuk menginduksi pembungaan pada tanaman anggrek P. amabilis. 5