BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa listrik merupakan energi yang sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari; b. bahwa untuk memenuhi energi listrik sebagaimana dimaksud pada huruf “a” perlu diatur mengenai tata cara perizinannya untuk penataan dan pengendalian ketenagalistrikan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf “a” dan “b” diatas dipandang perlu diatur izin usaha ketenagalistrikan dalam suatu Peraturan Bupati. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226); 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4272); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4628); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negrara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3603); 1 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah; 9. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pakpak Bharat (Lembaran Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 59); 10. Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Masing-Masing Jabatan pada Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009 Nomor 4); 11. Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Pengurusan Perizinan dan Non Perizinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kabupaten Pakpak Bharat (Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 3). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pakpak Bharat. 2. Bupati adalah Bupati Pakpak Bharat. 3. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup adalah Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pakpak Bharat. 4. Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal adalah Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kabupaten Pakpak Bharat selanjutnya disebut KP2SP-PM. 5. Kepala KP2SP-PM adalah Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kabupaten Pakpak Bharat. 6. Petugas adalah pegawai yang ditunjuk oleh Kepala KP2SP-PM dari unsur instansi teknis yang melaksanakan rangkaian proses pelayanan perizinan dan non perizinan pada KP2SP-PM. 7. Tim Teknis adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur-unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah teknis terkait yang mempunyai kewenangan untuk memberikan pelayanan perizinan. 8. Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri selanjutnya disebut IUKS adalah wewenang yang diberikan kepada koperasi, swasta dan badan usaha milik negara/daerah dan lembaga negara lainnya untuk membangkit listrik bagi kepentingan sendiri di Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat. 9. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri, selanjutnya disebut PIUKS adalah Koperasi, Swasta dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau lembaga negara/daerah lainnya yang mendapat wewenang untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 10. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum adalah usaha pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan umum. 11. Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum disebut IUKU adalah wewenang yang diberikan untuk koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara/ Daerah untuk kepentingan umum. 2 12. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum, selanjutnya disebut PIUKU adalah Koperasi, Swasta dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang mendapat wewenang untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 13. Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan adalah izin usaha yang diberikan kepada Badan Hukum untuk melakukan pekerjaan jasa penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 14. Instalasi Ketenagalistrikan, selanjutnya disebut instalasi adalah bangunan-bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin, peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkit, konversi, transformasi, pendistribusian dan pemanfaatan tenaga listrik. 15. Pembangkit tenaga listrik adalah setiap pembangkit tenaga listrik termasuk gedung dan perlengkapan yang dipakai untuk maksud itu beserta alat-alat yang diperlukan. 16. Jaringan Transmisi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan kerja sama dengan atau di atas 70.000 Volt (70 kV). 17. Jaringan Distribusi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan kerja di bawah 70.000 Volt (70 kV). 18. Ketenagalistrikan daerah adalah usaha tenaga listrik yang jangkauan operasi maupun penggunaan energi primernya terbatas dalam wilayah Kabupaten Pakpak Bharat. 19. Penggunaan Utama adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terusmenerus untuk melayani kebutuhan sendiri akan tenaga listrik yang diperlukan. 20. Penggunaan Cadangan adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan sewaktuwaktu dengan maksud untuk menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik. 21. Penggunaan Darurat adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan hanya pada waktu terjadi gangguan suplai tenaga listrik. 22. Penggunaan Sementara adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara. 23. Tahap Pembangunan adalah kegiatan mulai dari perencanaan sampai dengan selesainya pembangunan atau pemasangan instalasi. 24. Tahap Eksploitasi adalah kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik dengan pengoperasian instalasi. 25. Izin adalah kewenangan yang diberikan kepada Badan Usaha dan atau perorangan untuk melaksanakan kegiatan ketenagalistrikan. 26. Badan Usaha adalah suatu badan hukum yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27. Perusahaan Jasa Penunjang Ketenagalistrikan adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha jasa di bidang ketenagalistrikan. BAB II JENIS-JENIS TENAGA LISTRIK DAN PENGUSAHAANNYA Pasal 2 (1) Menurut Sumber Pembangkitnya tenaga listrik terdiri dari : a. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU); b. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA); c. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD); d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS); e. Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTAn); f. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB); g. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH); h. Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Gambut; i. Pembangkit Listrik Energi Samudra (panas laut, pasang-surut, gelombang). (2) Usaha penyediaan tenaga listrik dapat meliputi jenis usaha : a. pembangkit tenaga listrik; b. transmisi tenaga listrik; c. distribusi tenaga listrik. (1) Usaha Penunjang Ketenagalistrikan meliputi : a. konsultasi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan; b. pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan; c. pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik. 3 BAB III PERIZINAN Bagian Pertama Ketentuan Izin Pasal 3 (1) Setiap usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri, kepentingan umum dan usaha jasa penunjang dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Bupati melalui KP2SPPM. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. IUKS Tahap Pembangunan; b. IUKS Tahap Eksploitasi; c. IUKU Tahap Pembangunan; d. IUKU Tahap Eksploitasi; e. Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan. Pasal 4 IUKS, IUKU dan Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan tidak termasuk izin keselamatan kerja, izin gangguan dan izin lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian. Bagian Kedua Bentuk Usaha, Pengguna dan Kapasitas Pembangkit Pasal 5 (1) IUKS dan IUKU dapat diberikan kepada : a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha swasta; d. koperasi; e. perorangan. (2) Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan dapat diberikan kepada : a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha swasta; d. koperasi. (3) Menurut sifat penggunaannya usaha ketenagalistrikan dibedakan atas : a. penggunaan utama; b. penggunaan cadangan; c. penggunaan darurat; d. penggunaan sementara. (4) Kapasitas pembangkit digolongkan atas: a. daya kapasitas terpasang kurang dari 25 kVA tidak wajib daftar; b. daya total kapasitas pembangkit terpasang 25 kVA sampai dengan 200 kVA wajib daftar; c. daya total kapasitas pembangkit diatas 200 kVA wajib memiliki izin; d. IUKU tanpa batas kapasitas seluruhnya wajib memiliki izin. Bagian Ketiga Masa Berlaku Izin Pasal 6 (1) Masa berlakunya izin ketenagalistrikan diberikan untuk : a. IUKS Tahap Pembangunan dapat diberikan untuk jangka paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang; b. IUKS Tahap Eksploitasi dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang ; 4 c. IUKU Tahap Pembangunan dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang; d. IUKU Tahap Eksploitasi dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang; e. Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Kepemilikan Izin dapat dialihkan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Bupati. Bagian Keempat Persyaratan Izin Pasal 7 Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dilakukan dengan cara mengisi formulir permohonan yang disediakan oleh KP2SP-PM dengan melengkapi persyaratan masing-masing rangkap 3 (tiga) sebagai berikut : a. Izin Usaha Ketenagalistrikan Sendiri (IUKS). 1. surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM; 2. fotokopi Identitas diri / kartu tanda penduduk penanggungjawab. 3. akte pendirian perusahaan. 4. gambar tata letak lingkungan. 5. gambar denah instalasi. 6. gambar diagram garis tunggal instalasi. 7. uraian rencana penyediaan dan kebutuhan tenaga listrik. 8. persetujuan studi AMDAL/UKL/UPL. 9. Membuat Surat Pernyataan di atas kertas materai, bahwa jumlah bahan bakar yang digunakan tidak melebihi perkiraan kebutuhan pembangkit sesuai peruntukannya. b. Izin Usaha Ketenagalistrikan Umum (IUKU) 1. surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM; 2. fotokopi identitas diri / kartu tanda penduduk penanggungjawab. 3. akte pendirian perusahaan. 4. gambar tata letak lingkungan (site plant). 5. gambar denah instalasi. 6. gambar diagram garis tunggal instalasi. 7. uraian rencana penyediaan dan kebutuhan tenaga listrik. 8. persetujuan uji AMDAL/UPL/UKL. 9. denah wilayah usaha. 10. jadwal pendanaan & pengoperasian. c. Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan 1. surat permohonan kepada Bupati melalui KP2SP-PM; 2. fotokopi nomor wajib pokok pajak badan usaha/perorangan. 3. sertifikat registrasi perusahaan yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. 4. daftar riwayat hidup pimpinan badan usaha. 5. daftar riwayat hidup penanggungjawab teknik. 6. sertifikat penanggungjawab teknik yang sesuai dengan jenis dan penggolongannya. 7. daftar tenaga kerja tetap. 8. daftar peralatan kerja dan alat ukur yang berfungsi. Pasal 8 Perubahan permohonan izin yang telah diajukan, diberitahukan secara tertulis kepada Bupati melalui KP2SP-PM dengan ketentuan persyaratan sama dengan pengurusan izin baru. Bagian Kelima Proses Penerbitan Izin Pasal 9 (1) Pemohon mengambil dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh KP2SP-PM. 5 (2) Apabila pengurusan izin dikuasakan, pemohon wajib melampirkan surat kuasa yang bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Pemilik atau Pengurus atau Penanggungjawab usaha. (3) Formulir permohonan dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat rangkap 3 (tiga). (4) Petugas meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan yang diajukan oleh pemohon. (5) Berkas yang dinyatakan lengkap dan benar akan diproses lebih lanjut dengan membuat resi penerimaan berkas. (6) Apabila berkas belum lengkap maka petugas akan mengembalikan berkas permohonan untuk dilengkapi. (7) Kepala KP2SP-PM menugaskan tim teknis dan/atau petugas lapangan untuk melakukan peninjauan lapangan dan menerbitkan berita acara paling lama 2 (dua) hari kerja. (8) Hasil dari peninjauan lapangan tim teknis diserahkan kepada Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup untuk memberikan pertimbangan rekomendasi penolakan atau persetujuan penerbitan izin paling lama 2 (dua) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan lapangan terbit. (9) Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup menerbitkan rekomendasi penerbitan izin atau penolakan izin berdasarkan pertimbangan berupa : a. keandalan dan mutu penyediaan tenaga listrik; b. kelayakan ekonomis dan kelayakan teknis atas pembangunan pembangkit tenaga listrik; c. penggunaan energi primer untuk pembangkit yang akan digunakan; d. memenuhi aspek keselamatan kerja, keamanan instalasi, standarisasi dan lingkungan. (10) Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup wajib melaporkan kepada Bupati melalui KP2SP-PM alasan penolakan izin apabila tidak layak diterbitkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan lapangan terbit. (11) KP2SP-PM akan menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah berkas dinyatakan lengkap dan benar dan rekomendasi dari Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup telah diterima. (12) Jika izin tidak layak untuk diterbitkan maka KP2SP-PM menyurati pemohon tentang alasan penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berkas dinyatakan telah lengkap dan benar. Bagian Keenam Waktu Penyelesaian Izin Pasal 10 Jangka waktu penyelesaian IUKS, IUKU dan Izin Usaha Jasa Penunjang Ketenagalistrikan adalah 7 (tujuh) hari kerja setelah berkas dinyatakan lengkap dan benar. Bagian Ketujuh Berakhirnya Izin Pasal 11 Izin dinyatakan berakhir karena : a. masa berlaku izin habis dan tidak diperpanjang lagi; b. pemegang izin mengembalikan kepada kepala daerah atau pejabat yang berwenang sebelum berakhir masa berlaku izin yang bersangkutan; c. dicabut oleh kepala daerah karena : 1) melanggar ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Bupati ini dan/atau peraturan perundang-undangan lain dibidang ketenagalistrikan serta tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam izin yang bersangkutan; 2) pemegang izin tidak melaksanakan kegiatan usaha tanpa alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; 3) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6 BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 (1) Pemegang izin berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan izin yang telah diberikan. (2) Pemegang IUKS dan IUKU berkewajiban untuk : a. bertanggungjawab atas segala akibat kerugian yang ditimbulkan oleh pelaksanaan izin yang diberikan; b. melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap instalasi; c. melaksanakan pemeliharaan dan pembinaan dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), teknik usaha yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; d. menyampaikan laporan tertulis hasil pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan secara berkala kepada Bupati melalui Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup yang berisi antara lain: 1. penanggungjawab pembuat laporan; 2. periode laporan; 3. produksi listrik (kwh) dan penggunaan bahan bakar selama periode tertentu; 4. data teknis (jika ada perubahan). e. mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam izin. BAB V PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 13 (1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan meliputi: a. pelaksanaan kegiatan usaha ditujukan untuk pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta pengelolaan lingkungan; b. optimalisasi pemanfaatan sumber energi domestik, termasuk energi terbarukan; c. perlindungan lingkungan; d. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan efisien; e. pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk kompetensi enjinering dan keandalan penyedian tenaga listrik; f. tercapainya standarisasi di bidang ketenagalistrikan. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup bekerjasama dengan instansi terkait. BAB VI KEADAAN KAHAR Pasal 14 (1) Dalam hal terjadi keadaan membahayakan keamanan umum dan lingkungan, Bupati dapat mengambil tindakan penghentian operasi. (2) Dalam hal terjadi keadaan kekurangan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, Bupati dapat memerintahkan peningkatan kapasitas pengoperasian. BAB VII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 15 (1) Pemilik atau penanggungjawab atau pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) dikenakan sanksi pencabutan izin. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Kepala Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. memberikan peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari kalender; 7 b. apabila telah diberikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengusaha belum mengindahkannya, Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Lingkungan Hidup dapat membekukan izin dan melaporkannya kepada Bupati melalui Kepala KP2SP-PM; dan c. apabila telah dilakukan pembekuan sebagaimana dimaksud huruf b dan pengusaha tidak melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam peringatan tertulis maupun pembekuan, maka Bupati melalui Kepala KP2SP-PM mencabut izin yang bersangkutan dan melakukan penyegelan. (3) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Kepala KP2SP-PM. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Izin usaha yang telah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak melanggar ketentuan dalam Peraturan Bupati. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 18 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Pakpak Bharat. Ditetapkan di Salak pada tanggal 02 Nopember 2011 BUPATI PAKPAK BHARAT, dto REMIGO YOLANDO BERUTU Diundangkan di Salak pada tanggal 02 Nopember 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT, dto HOLLER SINAMO BERITA DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN 2011 NOMOR 142 8