9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

advertisement
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Salvatore (1997) perdagangan internasional merupakan bagian
dari ekonomi internasional yang lebih bersifat mikroekonomi yang melihat
hubungan antara masing–masing negara sebagai individu yang diperlakukan
sebagai unit tunggal dan berhubungan dengan harga relatif atau komoditi.
Suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain karena dua
alasan. Pertama, karena setiap negara mempunyai perbedaan dalam pemilikan
sumberdaya alam dan pengolahannya.
Kedua, karena negara-negara yang
berdagang bermaksud untuk mencapai skala ekonomis (economics of scale).
Perbedaan dalam kepemilikan sumberdaya memberi peluang bagi terjadinya
perdagangan antar negara dan masing-masing memperoleh keuntungan dari
aktivitas perdagangan (Krugman dan Obsvelt, 2000).
Perdagangan internasional merupakan dasar dari aktivitas perekonomian
dimana terjadi perpindahan secara fisik ataupun non fisik dari satu negara ke
negara lainnya. Perdagangan bisa menjadi faktor yang penting dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi suatu negara karena dengan perdagangan dapat
meningkatkan kapasitas ekonomi suatu negara, menjadi akses ke sumberdaya
yang tidak dimiliki dan pasar internasional yang potensial untuk berbagai
komoditas ekspor. Menurut Todaro dan Smith (2003) jika negara miskin tidak
memiliki suatu sumberdaya maka dengan adanya perdagangan ini mereka dapat
melakukan kegiatan kehidupan perekonomiannya. Hal ini sependapat dengan
Jhingan (2000) Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri
adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada
gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan
tingkat output yang lebih tinggi, maka lingkaran kemiskinan dapat dipatahkan dan
pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan.
Awal kegiatan perdagangan internasional adalah zaman merkantilisme,
dasar dari aliran merkantilisme, walaupun suatu negara memiliki segala sumber
daya alam dan mampu membeli barang dari negara lain namun hal tersebut
10
sifatnya dinamis dan tidak bisa dijadikan pedoman. Menurut Salvatore (1997)
satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan
melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit impor, pada zaman
merkantilisme banyak kalangan yang menerapkan hal itu. Zaman merkantilisme
mengukur kesejahteraan nasional suatu negara diukur dengan stok emas dan perak
yang dimiliki. Kebijakan ini dinamakan kebijakan bullionisme, dalam bullionisme
terdapat aktivitas mendorong impor logam mulia dan melarang ekspor logam
mulia. Sehingga pada akhirnya kebijakan ini menjadi aturan dalam perdagangan
internasional yang bertujuan untuk mendapatkan logam mulia.
Dalam perekonomian terbuka, output yang diproduksi oleh suatu negara
sebagian dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri dan sebagian lain dikonsumsi
oleh masyarakat luar negeri. Tindakan mengekspor barang ke luar negeri
merupakan injeksi terhadap aliran pendapatan. Di sisi lain, pengeluaran
masyarakat sebagian untuk membeli produk dalam negeri dan selebihnya untuk
mengkonsumsi impor barang luar negeri. Besar kecilnya ekspor (X) tergantung
pada harga dalam negeri (P), nilai tukar (e) dan pendapatan luar negeri (Yf):
X = X (P, e, Yf)......................................................................................................(1)
dimana : X’(P) < 0 ; X’(e) < 0 dan X’(Yf) > 0
Sementara impor (M) merupakan fungsi dari harga dalam negeri (P) dan nilai
ukar (e) serta pendapatan dalam negeri (Y) sehingga:
M = M (Y, P, e)......................................................................................................(2)
dimana M’(Y) > 0 ; M’(P) > 0 dan M’(e) > 0
Selisih antar nilai ekspor dan impor mencerminkan nilai ekspor bersih (nett
export). Nilai kurs pada persamaan ekspor dan impor tersebut menggunakan kurs
nominal Dengan memperhitungkan nilai kurs riil ke dalam persamaan ekspor dan
impor maka fungsi ekspor bersih adalah sebagai berikut:
NX = NX (Y, Yf, R)................................................................................................(3)
dimana NX’(Y) < 0 ; NX(Yf) > 0 dan NX’(R) < 0
NX : ekspor netto
Y : pendapatan dalam negeri
Yf : pendapatan luar negeri
R : nilai kurs riil
11
Apabila faktor-faktor lain dianggap tetap, maka kenaikan pendapatan luar
negeri (Yf) akan mendorong permintaan luar negeri sehingga dapat meningkatkan
ekspor negara mitra dagangnya. Depresiasi riil yang dilakukan oleh suatu negara
akan mengubah harga relatif dan menyebabkan harga dalam negeri relatif lebih
murah terhadap produk luar negeri sehingga akan mendorong ekspor dan
mengurangi dorongan impor. Kenaikan pendapatan dalam negeri (Y) akan
meningkatkan pengeluaran impor (Dornbusch dan Fisher, 2000) .
Adam Smith dalam Salvatore (1997) menyebutkan bahwa perdagangan
antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage), jika
suatu negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap)
negara lain untuk suatu komoditas, namun kurang efisien dibanding atau memiliki
kerugian absolut terhadap) negara lain dalam komoditas lainnya, maka kedua
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing–masing
melakukan spesialisasi dalam suatu komoditas yang memiliki keunggulan absolut,
dan menukarkannya dengan komoditas lain yang memiliki kerugian absolut.
Selain itu ada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Keunggulan komparatif dikembangkan pertama kali oleh David Ricardo,
dan dikembangkan oleh Heckscher dan Ohlin. Menurut Heckscher dan Ohlin
dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa suatu negara akan mengekspor
komoditas yang lebih banyak menyerap sumberdaya yang relatif melimpah dan
murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor
komoditas yang memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara
itu.
Secara keseluruhan terdapat tiga implikasi dari konsep keunggulan
komparatif dalam perdagangan internasional. Pertama, bahwa pasar dunia
memberikan kesempatan pada suatu negara untuk membeli komoditas pada
tingkat harga yang lebih murah sehingga negara tersebut dapat meningkatkan
pendapatannya
dibandingkan
komoditas
di
dalam
negeri
tanpa
terjadi
perdagangan.
Kedua, jika suatu negara kurang mampu menguasai akses
perdagangan, maka tetap akan memperoleh manfaat potensial dari adanya
perdagangan meskipun negara lain akan memperoleh manfaat juga. Ketiga, suatu
negara akan memperoleh manfaat lebih besar dari perdagangan dengan
12
mengekspor komoditas dengan sumberdaya yang melimpah yang dipunyai dan
mengimpor komoditas dengan kelangkaan sumberdaya.
Panel A
Pasar di Negara 1
untuk komoditi X
Px/Py
P3
Px/Py
Panel B
Hubungan
Perdagangan
Internasional dalam
Komoditi X
Px/Py
untuk Komoditi X
Sx
P3
A"
A’
S
Sx
Ekspor
E*
P2
B
Panel C
Pasar di Negara 2
E
E'
B’
B*
Impor
D
P1
A
Dx
0
Dx
A
*
X 0
Z
X
0
X
Gambar 2 Kurva Perdagangan Internasional
Sumber: Salvatore (1997)
Gambar 2 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi ekuilibrium
dengan adanya perdagangan, ditinjau dari keseimbangan parsial.
Panel A
memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan
mengadakan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P 1 .
Negara 2 akan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P 3 . Setelah
hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif
komoditi X akan berkisar antaara P 1 dan P 3 seandainya kedua negara tersebut
cukup besar kekuatan ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P 1 , maka
negara 1 akan memasok atau penawaran komoditi X lebih banyak daripada
tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan penawaran itu selanjutnya
akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Dilain pihak jika harga yang berlaku
lebih kecil dari P 3 , maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan
sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada penawaran domestiknya. Hal ini akan
13
mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X
itu dari negara 1 (lihat panel C).
Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena
Px/Py lebih besar dari P 1 , sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami
peningkatan (Panel B). Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P 3 , maka
negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk momoditi X (Panel C) dan ini
mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D,
mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada
tingkat harga P 2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2
akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. P 2
merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya
perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P 2
maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan
menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan
bergerak mendekati atau sama dengan P 2 . Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil
daripada P 2 , maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X yang
selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama dengan P 2 . Titik Z adalah
titik pertemuan antara jumlah barang yang diekspor dan jumlah barang yang
diimpor, atau jumlah barang yang diperjual-belikan dalam perdagangan
internasional.
Keunggulan–keunggulan tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap
perkembangan ekspor. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar
negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik,
yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi.
Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat
dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Selain
itu, Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan
dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2003).
2.1.2 Komoditas Unggulan
Menurut Syafaat dan Supena (2000), konsep dan pengertian komoditas
unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi
14
permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan
merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi
bio-fisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah tertentu.
Sedangkan menurut Sambodo (2002) kriteria komoditas unggulan sangat
bervariasi, hal ini didasarkan oleh besarnya peranan komoditas tersebut dalam
perekonomian yaitu memiliki laju pertumbuhan tinggi, memiliki angka
penyerapan kerja yang relatif besar, dan mampu menciptakan nilai tambah yang
tinggi.
Salah satu metode untuk menentukan komoditas unggulan adalah Trade
Performance Index. Metode ini digunakan untuk menentukan skala prioritas
komoditas komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan (International
Trade Center, 2007). Keunggulan dari metode ini adalah untuk menentukan
komoditas komoditas unggulan faktor–faktor yang dipertimbangkan adalah faktor
dalam negeri seperti nilai tambah komoditas, efisiensi asset dan penyerapan
tenaga kerja dan faktor luar negeri yang berhubungan dengan kegiatan ekspor.
Sehingga selain komoditas ekspor itu berpotensi di pasar dunia, komoditas
tersebut memiliki potensi sosial ekonomi yang memiliki peranan penting bagi
pertumbuhan ekonomi khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja. Variabel
penentu indeks komoditas makanan olahan ditampilkan pada Gambar 3.
Indeks Potensi Ekspor Makanan Olahan
Potensi
Internal
Potensi
Eksternal
Performa Ekspor
- Ekspor
- Pertumbuhan
Ekspor
- Neraca
Perdagangan
Relatif
- Share
Perdagangan
Dunia
Pasar dunia
- Pertumbuhan
Impor Dunia
- Akses
Pasar
Suplai Domestik
- Nilai tambah
- Efisiensi asset
Dampak Sosial
Ekonomi
- Penyerapan Tenaga
Kerja
Gambar 3 Variabel Trade Performance Index
15
2.1.3
Teori Penawaran
Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran
(supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional
disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi
permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh
harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi.
Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga
domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproksi melalui investasi,
impor bahan baku, dan kebijakan deregulasi.
Penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan pada waktu dan harga
tertentu. Hubungan antara harga dengan jumlah barang yang ditawarkan adalah
berbanding lurus, sesuai dengan hukum penawaran: “Jika harga barang naik,
maka penawaran naik dan sebaliknya jika harga barang turun maka penawaran
akan turun ceteris paribus. Sehingga, dalam hal ini harga barang sangat
mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan. Menurut Mankiw (2008) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran yaitu: biaya produksi, jumlah
produsen, teknologi, serta harga barang lain.
Menurut Jean Baptiste Say (Mankiw, 2008)
Penawaran menciptakan
sendiri permintaan atasnya atau Supply creates its own demand.
Menurut
pendapatnya dalam setiap perekonomian jarang sekali masalah kelebihan
produksi. Masalah kelebihan produksi, apabila hal itu terjadi, adalah masalah
sementara. Mekanisme pasar akan membuat penyesuaian-penyesuaian sehingga
akhirnya jumlah produksi akan turun di sektor-sektor yang mengalami kelebihan
produksi dan akan naik di sektor-sektor di mana permintaan ke atas produksi
mereka sangat berlebihan.
Suatu negara akan mengekspor produk yang dibuatnya apabila terjadi
kelebihan penawaran di dalam negeri. Kelebihan stok bisa terjadi karena berbagai
hal, misalnya: konsumsi dalam negeri berkurang, pendapatan masyarakat rendah
atau produk sudah tidak diminati di dalam negeri. Penawaran barang ke luar
negeri dapat pula terjadi karena adanya impor barang dari luar negeri, produk
yang diimpor yang memiliki permintaan di dalam negeri kecil maka sisanya akan
di ekspor ke luar negeri.
16
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Menurut Batiz (1994), ekspor dipengaruhi oleh harga relatif dan
pendapatan riel negara pengimpor, dimana dapat dirumuskan dalam persamaan
berikut ini:
X = X (q, Yd).........................................................................................................(4)
dimana X adalah kuantitas ekspor negara d, q adalah harga relatif (rasio antara
harga barang di negara D terhadap harga barang di negara C), dan Yd adalah
pendapatan negara d. Apabila diasumsikan harga suatu barang di negara C dan D
adalah sama, peningkatan harga barang di negara C, akan menyebabkan
konsumen di negara C mengalihkan pembelian barangnya ke negara D dengan
cara mengimpor, ini akan menyebabkan peningkatan ekspor negara D. Dengan
demikian terdapat hubungan terbalik antara ekspor negara D dengan harga relatif
(q). Sementara itu, apabila pendapatan negara C meningkat, ceteris paribus, maka
tambahan peningkatan pendapatannya akan dialihkan untuk pembelian barangbarang dari negara D melalui impor, ini berarti variabel Yc berbanding lurus
dengan ekspor negara D. Hal ini sependapat dengan Goswami dan Kazi (2010),
bahwa permintaan ekspor merupakan hubungan antara harga dan pendapatan.
Menurut Tinbergen (1962) jika ingin mengukur arus uang (seperti nilai
ekspor dan impor) maka variabel yang dapat digunakan adalah GDP. Menurut
Kalbasi (2001), GDP dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara
tersebut, sementara GDP negara importir untuk mengukur kapasitas absorsi.
Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyai hubungan positif dengan
perdagangan. Pendapatan per kapita menunjukkan daya beli setiap individu di
dalam suatu wilayah. Hoftyzer (1984) melakukan penelitian semakin rendah
tingkat pendapatan per kapita suatu wilayah, maka perdagangan juga akan
mengalami penurunan.
Faktor lain yang mempengaruhi ekspor adalah nilai tukar. Nilai tukar
adalah mata uang asing atau alat pembayaran yang digunakan untuk melakukan
atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional yang mempunyai
catatan kurs resmi pada bank sentral (Putong, 2003). Menurut Mankiw (2008)
kurs terbagi menjadi dua macam yaitu (1) kurs nominal (nominal exchange rate)
adalah harga relatif dari mata uang dua negara; dan (2) kurs rill (real exchange
17
rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Pengaruh
permintaan barang terhadap kurs nominal disebut sebagai apresiasi atau
depresiasi.
S$
e
e1
D$’
e0
D$
$
Gambar 4 Kurs Nominal
Sumber: Mankiw (2008)
$
Jika D bergeser ke kanan yang berarti permintaan dolar meningkat
menyebabkan kurs nominal meningkatkan keadaan ini dikenal sebagai apresiasi
dari dolar. Sebaliknya jika D$ bergeser ke kiri yang berarti permintaan dolar
berkurang menyebabkan kurs nominal berkurang keadaan ini dikenal sebagai
depresiasi dari dolar.
Kurs rill menyatakan tingkat dimana barang-barang dari suatu negara
dapat diperdagangkan dengan barang-barang dari negara lain. Jika kurs riil tinggi,
maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang- barang domestik
relatif lebih mahal. Secara umum kurs riil dirumuskan sebagai berikut:
Kurs rill =
Faktor-faktor penentu kurs riil yaitu (1) kurs riil terkait dengan ekspor
neto. Jika kurs riil lebih rendah maka barang-barang domestik relatif lebih murah
dibandingkan barang-barang luar negeri dan ekspor neto lebih besar; dan (2).
neraca perdagangan (ekspor neto) harus sama dengan arus modal keluar neto,
yang sama dengan tabungan dikurangi investasi. Menurut Mankiw (2008),
dampak kebijakan perdagangan terhadap kurs riil dapat dilihat dari beberapa hal
diantaranya:
1. Tabungan dan investasi berada dalam perekonomian terbuka kecil;
18
Di perekonomian tertutup, suku bunga (r) menyeimbangkan tabungan (S) dan
investasi (I). Di perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan pasar
keuangan dunia. Selisih antara tabungan dan investasi menentukan neraca
perdagangan. Di kasus ini, karena r* diatas r tertutup dan S melebihi I, maka
terdapat surplus perdagangan. Jadi, pada perdagangan berimbang, kenaikan
tingkat bunga dunia karena ekspansi fiskal luar negeri menyebabkan surplus
perdagangan. Jika tingkat bunga dunia berkurang ke
r*’, maka I akan
melebihi S , yang menyebabkan defisit perdagangan (Gambar ).
Gambar 5. Tabungan dan Investasi pada perekonomian terbuka kecil
2. Ekspansi Fiskal Domestik pada perekonomian terbuka kecil;
Kenaikan belanja pemerintah atau penurunan pajak mengurangi tabungan
nasional dan menggeser kurva tabungan ke kiri (Gambar 5).
Gambar 6. Ekspansi Fiskal Domestik Pada Perekonomian Terbuka
Kecil
19
3. Ekspansi Fiskal Luar Negeri pada perekonomian terbuka kecil;
Ekspansi fiskal di perekonomian luar negeri yang cukup besar untuk
mempengaruhi tabungan dan investasi dunia meningkatkan tingkat bunga
dunia dari r 1 * ke r 2 * (Gambar 6).
Gambar 7. Ekspansi Fiskal Luar Negeri Pada Perekonomian Terbuka
Kecil
4. Pergeseran kurva investasi pada perekonomian terbuka kecil
Pergeseran ke kanan pada kurva investasi dari I(r) 1 ke I(r) 2 meningkatkan
jumlah investasi pada tingkat bunga dunia r* (Gambar 7).
Gambar 8. Pergeseran Kurva Investasi Pada Perekonomian Terbuka
Kecil
20
Nilai tukar merupakan faktor tambahan yang secara eksplisit turut mempengaruhi
perilaku ekspor dalam satu dekade terakhir (Rajan, 2001). Hal ini dipertegas oleh
Krugman dan Obstfeld (2000), untuk komoditi yang kompetitif, penawaran dan
permintaan domestik akan tergantung pada harga dalam mata uang domestik,
sedangkan permintaan dan penawaran asing (ekspor) akan bergantung pada harga
dalam mata uang asing.
Selanjutnya faktor lain yang mempengaruhi ekspor adalah populasi,
menurut Rahardja dan Manurung (2008), jumlah penduduk merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang
Kenaikan jumlah
penduduk diasumsikan akan sejalan dengan kenaikan jumlah konsumen di pasar
dan sekaligus akan menyebabkan kenaikan permintaan dan kecenderungan harga
juga akan naik sehingga kurva permintaan akan bergeser kekanan atas. Penurunan
jumlah penduduk atau jumlah konsumen akan menyebabkan hal sebaliknya, yaitu
penurunan permintaan.
Populasi digunakan untuk mengukur ukuran negara. Suatu negara yang
memiliki ukuran lebih besar menunjukkan bahwa negara tersebut mempunyai
produksi yang lebih beragam dan cenderung untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, namun besarnya populasi dapat juga dianggap sebagai potensi pasar yang
besar, sehingga besarnya populasi diperkirakan mempunyai hubungan dua arah,
baik positif maupun negatif dengan perdagangan.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai ekspor adalah jarak antar negara,
dikarenakan semakin jauh jarak antar negara maka akan semakin tinggi pula biaya
transportasinya, hal ini dijelaskan pula oleh Roberts (2004) nilai ekspor yang
menjadi komoditas ditentukan oleh transportation cost yang dalam hal ini
didekati dengan menggunakan jarak relatif dari negara eksportir ke negara
importir. Hal ini sependapat dengan Krugman (1991) jarak dua mitra dagang
menjadi determinan penting pola perdagangan secara geografis.
Dalam penelitian ini jarak yang digunakan adalah perbandingan antara
jarak antara Indonesia dan negara importir dengan share gdp negara importir,
perhitungan ini sering disebut sebagai Ecodistance. Diperkirakan ecodistance
memiliki hubungan negatif dengan ekspor.
21
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk melihat pola perdagangan yang dilakukan oleh setiap
propinsi dengan menggunakan pendekatan model gravitasi juga pernah dilakukan
oleh Anderson dan Smith (1996). Mereka meneliti secara lebih detail dampak
keberadaan perbatasan antara
US dan Canada yang telah menurunkan
perdagangan internasional pada setiap propinsi di Canada. Sementara hasil
penelitian yang lain menemukan perilaku berbeda dari setiap propinsi di Canada
dengan partnernya (US) di dalam perdagangan 3internasional sebagai akibat
adanya border effect antara US dan Canada.
Penelitian model gravitasi diterapkan oleh Zarzoso dan Lehmann (2003)
penelitian menilai perdagangan negara Mercosur dengan Uni Eropa. Model diuji
dari 20 negara, empat resmi anggota Mercosur ditambah Chili dan lima belas
anggota Uni Eropa. Sebuah analisis data panel digunakan untuk mengurai waktu
invarian spesifik efek negara dan untuk menangkap hubungan antara variabelvariabel yang relevan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa model fixed effect lebih baik daripada model random effect. Selain itu,
sejumlah variabel, yaitu, infrastruktur perbedaan pendapatan, dan nilai tukar
ditambahkan ke persamaan gravitasi standar, ditemukan menjadi penentu penting
dari arus perdagangan bilateral.
Penelitian dengan model gravitasi dilakukan oleh Rehman (2003)
menerapkan model gravitasi untuk menganalisis perdagangan Bangladesh dengan
mitra dagang utama. Hasil menunjukkan bahwa perdagangan Bangladesh adalah
positif ditentukan oleh ukuran ekonomi, pendapatan per kapita dari negara-negara
yang terlibat, dan keterbukaan perdagangan negara.
Penelitian dengan menggunakan model gravitasi dilakukan oleh Roberts
(2004) yang menggunakan variabel–variabel trade flows (total antara ekspor dan
impor), GDP, GDP per kapita dan jarak relatif yang bertujuan untuk menganalisis
pengaruh China–ASEAN Free Trade Area (CAFTA) terhadap negara lainnya
(apakah terjadi efek kreasi atau diversi). Hasilnya adalah terjadi efek diversi
dengan adanya CAFTA.
Selanjutnya model gravitasi digunakan oleh Managi et al (2005) untuk
mengevaluasi faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor dan ,menganalisis efek
22
perdagangan. Variabel–variabel yang digunakan adalah volume ekspor, GDP, luas
wilayah, populasi, inflasi, jarak, nilai tukar nominal, bahasa, dummy batas negara,
dummy anggota NAFTA dan EU. Hasilnya adalah NAFTA lebih efektif di dalam
peningkatan ekspor bila dibandingkan dengan EU dan efek integrasi ekonomi
regional lebih efektif untuk komoditas pertanian bila dibandingkan sektor lain
Model gravitasi digunakan juga oleh Cortes (2005) untuk menganalisis
nilai barang yang diekspor melalui perdagangan antara Australia dan 9 negara
Amerika Latin dengan menggunakan model gravitasi dari tahun 1998–2004.
Variabel–variabel yang digunakan adalah nilai ekspor/impor, GDP, populasi, real
openness, real exchange rate, dan jarak. Hasilnya adalah perdagangan
dipengaruhi oleh variabel jarak, openness, populasi, dan pengaruh politik. GDP
dan jarak signifikan untuk komoditas manufaktur dan pengaruh politik pada
hubungan bilateral signifikan kecuali untuk Argentina, Chile dan Uruguay.
Kristjandottir (2005) menggunakan model gravitasi dalam kajiannya
yang bertujuan untuk menganalisis variabel–variabel yang berpengaruh terhadap
ekspor Islandia. Variabe –variabel yang digunakan adalah volume ekspor, GDP,
Populasi, jarak, sektor perikanan, industri, sektor lainnya, blok EFTA, NAFTA,
dan Non Blok Member. Hasilnya adalah jumlah penduduk dan GDP tidak
berpengaruh terhadap volume ekspor dan blok perdagangan dan sektor perikanan
sensitif terhadap jarak.
Montenegro dan Soloaga (2006) memperkirakan ekonometris dampak
NAFTA pada AS-Meksiko dan AS-negara ketiga (kelompok negara) arus
perdagangan. Menggunakan kerangka gravitasi-persamaan tradisional, kami
mencoba untuk melihat sejauh mana perdagangan bilateral mengalir antara
negara-negara AS dan berbeda berbeda dari spesifikasi gravitasi-jenis. Dengan
menggabungkan serangkaian variabel dummy ke spesifikasi, kita menafsirkan
perubahan dalam variabel dummy dari waktu ke waktu sebagai bukti apakah
NAFTA mempengaruhi pola perdagangan. Kesimpulan utama adalah bahwa
NAFTA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola perdagangan AS,
baik dengan Meksiko atau dengan negara-negara lain di dunia (dengan
pengecualian CACM).
23
Penelitian model gravitasi digunakan oleh Kien (2009) penelitian ini
membahas faktor-faktor penentu arus ekspor negara-negara di Kawasan ASEAN
Free Trade (AFTA) melalui estimasi data panel dengan menggunakan model
gravitasi. Secara khusus, penelitian ini menggunakan tiga puluh sembilan negara
selama periode 1988-2002 didasarkan pada bentuk dua arah komponen error dari
model gravitasi. Estimasi menunjukkan bahwa ekspor arus meningkat secara
proporsional dengan GDP, dan bahwa pembentukan AFTA telah menghasilkan
dalam penciptaan perdagangan yang signifikan di antara para anggotanya.
Penelitian ini menyarankan bahwa kebijakan perdagangan fasilitasi dapat
memainkan peran penting dalam menetapkan panggung untuk transisi AFTA ke
Free Trade Area.
Model gravitasi digunakan juga oleh Saptanto (2009) untuk menganalisis
potensi ekspor perikanan Indonesia di 28 negara tujuan ekspor. Variabel–variabel
yang digunakan Nilai ekspor riil, GDP Nominal, jumlah penduduk, jarak relatif,
nilai tukar riil efektif dan interaksi antara tarif dengan dummy integrasi ekonomi.
Hasilnya adalah seluruh variabel berpengaruh signifikan kecuali nilai tukar riil
efektif Indonesia. Tanda variabel yang berlawanan dengan hipotesis adalah
jumlah penduduk mitra dagang yang seharusnya bernilai positif dan interaksi
antara tarif dan integrasi ekonomi yang seharusnya bernilai negatif. Peningkatan
jumlah penduduk mitra dagang menyebabkan penurunan nilai ekspor. Sedangkan
variabel interaksi antara tarif dan integrasi ekonomi bernilai positif karena tujuan
perikanan ekspor Indonesia lebih banyak ke Amerika Serikat dan Jepang yang
memang masuk ke dalam integrasi ekonomi dengan Indonesia yakni keanggotaan
APEC. Kemudian terdapat 5 negara yang umumnya menjadi tujuan ekspor
komoditas perikanan Indonesia yakni Amerika Serikat, China, Mesir, Inggris dan
Jepang.
Penelitian selanjutnya berasal dari Alam, Gazi dan Raziuddin (2009)
penelitian teori gravitasi untuk impor Bangladesh dengan delapan utama mitra
negara-India perdagangan, China, Singapura, Jepang, Hong Kong, Korea Selatan,
Amerika Serikat dan Malaysia. Data terdiri dari data tahunan 1985-2003 dalam
pendekatan panel. Hasil penelitian ini adalah Teori gravitasi konsisten dengan
impor dari Bangladesh. Artinya, jarak geografis dari Bangladesh dengan yang
24
negara-negara mitra memiliki dampak signifikan pada impor. Tapi dalam waktu
dekat ini dapat berubah karena faktor yang berbeda seperti profitabilitas, prosedur
perdagangan, pengiriman produk dan lain-lain, waktu yang mempengaruhi
keputusan impor lebih daripada jarak geografis. Makalah ini menemukan
hubungan campuran antara GDP dan impor dari Bangladesh. Hal ini juga
menunjukkan bahwa impor dari Bangladesh mempengaruhi produksi dalam
negeri sangat sedikit karena sebagian besar Bangladesh mengimpor barang
konsumen daripada barang modal. Selain itu, penduduk Bangladesh memiliki
dampak signifikan terhadap impor yang pada gilirannya menunjukkan bahwa
Bangladesh tidak mampu menghasilkan barang-barang konsumsi yang memadai
untuk memenuhi peningkatan permintaan yang dihasilkan dari pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Hal ini juga menunjukkan bahwa negara-negara mitra PDB
memiliki dampak positif yang signifikan dan negara-negara mitra populasi
memiliki dampak campuran pada impor dari Bangladesh.
Penelitian persamaan gravitasi selanjutnya dilakukan oleh Tulug (2010)
penelitian ini menguji dengan menggunakan data panel dari 140 pengamatan
selama periode 2000-2008. Ini menghasilkan spesifikasi yang memungkinkan
untuk (i) respon pendapatan lebih fleksibel, (ii) daya saing suatu efek dengan
umum dan komponen tertentu, dan (iii) alternatif dan konsisten ukuran
keterpencilan. Ekstensi yang ditemukan menjadi faktor signifikan dalam
menjelaskan intra-perdagangan Uni Eropa.
2.3
Kerangka Analisis
Perdagangan internasional merupakan hal yang penting dikarenakan
dengan adanya perdagangan internasional akan menggerakkan variabel lainnya,
pertumbuhan
ekonomi
meningkat
dengan
adanya
penambahan
devisa,
pengangguran berkurang dengan adanya permintaan ekspor yang tinggi serta
investasi meningkat dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal. Dalam
perdagangan internasional ada tiga keunggulan yang harus dilihat suatu negara.
Pertama, adalah keunggulan absolut keunggulan suatu negara mutlak menguasai
perdagangan internasional karena memiliki daya saing yang lebih baik. Kedua,
adalah keunggulan komparatif keunggulan suatu negara memegang peranan
25
penting dalam suatu perdagangan internasional karena negara tersebut memiliki
biaya untuk komoditas suatu barang lebih murah dibandingkan negara lain.
Ketiga, adalah keunggulan kompetitif keunggulan suatu negara dapat bersaing
dengan negara lain karena empat faktor yaitu: kondisi faktor, kondisi kondisi
permintaan, industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif, serta kondisi
persaingan, struktur dan strategi industri.
Salah satu ekspor yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah
ekspor komoditas makanan olahan. Indonesia merupakan negara agraris yang
memiliki kekayaan alam melimpah, namun potensi ini belum dimanfaatkan
dengan maksimal oleh pemerintah. Komoditas makanan olahan seringkali
diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga Indonesia tidak mendapatkan nilai
tambah. Oleh karena itu perlu suatu analisis yang mampu melihat potensi dari
komoditas makanan olahan. Potensi komoditas makanan olahan dapat dilihat dari
dua sisi yakni potensi eksternal yang meliputi pangsa pasar dunia, pertumbuhan
impor dunia dan tarif impor dunia. Selain itu dapat dilihat dari sisi internal yang
meliputi nilai tambah industri, efisiensi aset dan penyerapan tenaga kerja. Metode
untuk menganlisis potensi eksternal dan internal ini adalah dengan menggunakan
Metode TPI (Trade Performnace Index) sehingga nantinya akan terlihat
komoditas makanan olahan yang dapat menjadi komoditas unggulan Indonesia.
Komoditas unggulan makanan olahan Indonesia harus mampu bersaing
dalam perdagangan internasional oleh karena itu harus dianalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan ekspor
Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain volume ekspor makanan olahan
Indonesia, GDP negara importir, nilai tukar negara importir, serta jarak negara
importir terhadap Indonesia. Hasil analisis ini bertujuan untuk pembuatan
kebijakan pemerintah untuk membuat strategi kebijakan dalam rangka
peningkatan ekspor.
26
Analisis Trade Performance
Index (TPI)
Komoditas Makanan Olahan
Indonesia
1. Indeks Performa ekspor
2. Indeks Pasar Dunia
3. Indeks Suplai Domestik
4. Indeks Dampak Sosial
Ekonomi
Komoditas Unggulan Makanan
Olahan Indonesia
Analisis Deskriptif
Mengkaji Perkembangan
Ekspor Komoditas Unggulan
Makanan Olahan Indonesia
Faktor – faktor yang
mempengaruhi ekspor komoditas
unggulan makanan olahan
Indonesia
Analisis Model Gravitasi
dengan Data Panel Statis
Rekomendasi Kebijakan Untuk
Meningkatkan Ekspor Komoditas
Unggulan Makanan Olahan
Gambar 9 Kerangka Analisis
2.4
Hipotesis Penelitian
Dari teori-teori yang ada serta kerangka pemikiran yang terbentuk maka
hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:
1.
Volume ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor
Hal ini artinya bila terjadi peningkatan volume komoditas unggulan makanan
olahan Indonesia menyebabkan kenaikan nilai ekspor komoditas unggulan
makanan olahan Indonesia.
2. GDP Per Kapita Indonesia berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor
Hal ini artinya bila terjadi peningkatan GDP dari negara Indonesia
menyebabkan penurunan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan
ekspor Indonesia.
3. GDP Per Kapita negara importir berpengaruh positif terhadap nilai ekspor
27
Hal ini artinya bila terjadi peningkatan GDP dari negara importir
menyebabkan peningkatan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan
ekspor Indonesia.
4.
Jumlah penduduk negara importir berpengaruh positif terhadap nilai ekspor
Hal ini artinya bila terjadi peningkatan jumlah penduduk dari negara importir
menyebabkan peningkatan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan
ekspor Indonesia
5.
Nilai tukar negara importir berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor
Hal ini artinya bila terjadi penurunan nilai tukar negara importir
menyebabkan kenaikan nilai ekspor komoditas unggulan makanan olahan
ekspor Indonesia.
6.
Ecodistance berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor
Download