NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BERMAIN GAME ONLINE DENGAN KOMPETENSI SOSIAL PADA REMAJA Oleh : DANIK RETNO ANGGRAINI HEPI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BERMAIN GAME ONLINE DENGAN KOMPETENSI SOSIAL PADA REMAJA Telah Disetujui Pada tanggal ---------------------- Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si.) HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BERMAIN GAME ONLINE DENGAN KOMPETENSI SOSIAL PADA REMAJA Danik RetnoAnggraini Hepi wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial. Semakin tinggi Intensitas bermain game online akan menunjukkan kompetensi sosial yang rendah begitupun sebaliknya semakin rendah intensitas bermain game online semakin tinggi kompetensi sosial. Subyek penelitian ini adalah remaja yang suka bermain game online yang usianya 13 sampai 22 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah skala intensitas bermain game online sejumlah 15 aitem berdasarkan aspek yang diambil dari pengertian pengertian intensitas menurut Chaplin (2004). Random House Unabridged Dictionary (1997), Nashori (2006) dan skala kompetensi sosial yang berjumlah 23 berdasarkan aspek kompetensi sosial yang dikemukakan oleh Durkin(1994). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik dari spearman dengan perangkat lunak program SPPSS versi 12,00 untuk menguji apakah ada hubungan antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial. Hasil korelasi dari spearman menunjukkan korelasi sebesar r = -0.101; p = 0.245 atau p > 0.05 yang artinya tidak ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial. jadi hipotesis penelitian ini ditolak. Kata kunci : Intensitas bermain game online, kompetensi sosial. Pengantar Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Manusia sejak lahir didunia ini sudah berhubungan dengan orang lain, yaitu berhubungan dengan orang tua dan keluarganya dan semakin meningkat usia seseorang mulai bertambah luas pula pergaulan individu tersebut dengan manusia lain didalam kelompok atau masyarakat. Untuk bisa berhubungan dan berinteraksi secara baik didalam kelompok atau masyarakat manusia membutuhkan kemampuankemampuan sosial yang sering disebut sebagai kompetensi sosial. (Hair dkk, 2001). Kompetensi Sosial adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan situasi - situasi sosial. Untuk bisa dikategorikan sebagai orang yang memiliki kompetensi sosial, individu harus mengetahui pola – pola perilaku yang bisa diterima dalam berbagai situasi sosial serta mampu menerapkannya sesuai dengan tuntutan sosial yang dihadapi (Hurlock,1973). Ketika remaja berkembang dan berubah, remaja juga harus mengembangkan kemampuan – kemampuan atau kompetensi untuk memelihara hubungan yang positif dengan orang lain. Disini kompetensi sosial didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu didalam interaksi sosialnya, disaat yang sama juga memelihara hubungan baik dengan orang lain setiap saat dan diberbagai situasi Rubin dan Krasnor (Hair dkk, 2001). Berdasarkan pendapat dari Durkin(1994), bahwa ciri orang yang memiliki kompetensi sosial yang baik adalah mampu untuk berkomunikasi efektif, mampu memahami diri dan orang lain, memahami peran gender, mengetahui moralitas yang ada di lingkungannya dan mampu mengontrol emosi, mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, dapat diketahui bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang kurang adalah kebalikan dari ciri ciri tersebut. Kurangnya kompetensi sosial dapat mengakibatkan perilaku yang negatif seperti pendapat Hair dkk, (2001) yang menyimpulkan dari beberapa ahli bahwa kurangnya kompetensi sosial pada remaja dapat mengakibatkan masalah kesehatan mental, masalah tingkah laku, kekerasan, penyalahgunaan obat, pemerkosaan, kesepian, perilaku seksual yang beresiko tinggi dan berbagai masalah akademik yang terjadi di sekolah. Contoh dari kurangnya kompetensi sosial adalah seperti yang terjadi pada Adit, seorang anak SMU, dia merasa kesulitan berkomunikasi terutama pada lawan jenisnya (Kompas, 18 Februari 2005). Kesepian juga bisa diakibatkan dari rendahnya kompetensi sosial seperti kasus yang dialami oleh K (21 thn) yang merasa kesepian sehingga merasa takut untuk menghadapi masa depannya dan merasa gagal dalam hidupnya. ( Kompas, 06 Juni 2004 ). Contoh lainnya adalah H (16 thn ) yang merasa tidak satupun temannya mau bersahabat dengannya.(25 Oktober 2004). Sebagai remaja juga dituntut untuk dapat mandiri, contoh kasus remaja yang tidak mandiri seperti yang terjadi pada R, yang sudah memasuki remaja akhir (24 thn) tapi masih memerlukan bantuan ibunya untuk membikin janji dengan seorang psikolog untuk konsultasi minat dan bakat. (23 Mei 2004). Kurangnya kompetensi sosial juga dapat menimbulkan perilaku negatif, seperti terlihat pada hasil survei dari Federasi Kesehatan Mental Indonesia (Fekmi) Menunjukkan adanya 47 persen remaja mengaku nakal di sekolah dan tak mempedulikan peraturan sekolah sebanyak 33 persen. (Gizi.net). Dari hasil survei transisi moralitas dapat diketahui bahwa terdapat 54 persen remaja mengaku pernah berkelahi, 87 persen berbohong, 8,9 pernah mencoba narkoba, 28 persen merasa kekerasan sebagai hal yang biasa (Diseminarkan dalam Seminar Gangguan Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja di Jakarta Senin 6 oktober 2003). (Gizi.net). Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat dilihat bahwa kompetensi sosial sangatlah penting bagi perkembangan remaja sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan berperilaku secara tepat sesuai dengan norma norma yang ada dalam masyarakat. Hurlock (1980) berpendapat bahwa semakin banyak partisipasi sosial maka semakin besar kompetensi sosial yang dimiliki remaja. Untuk memperoleh kemampuan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain dan situasi sosial seseorang membutuhkan banyak interaksi dan aktifitas sosial sehingga mereka mengetahui bagaimana harus bersikap dan berperilaku dengan orang lain dalam berbagai situasi sehingga mampu menjaga hubungan yang positif dengan orang lain disetiap saat dan keadaan. Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menciptakan ruang baru yang bersifat maya atau artifisial dan kemudian disebut sebagai cyberspace atau dunia maya. Cyberspase telah mengalihkan berbagai aktifitas manusia (politik, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual) dari dunia nyata kedalam berbagai bentuk substitusi artifisialnya. Sehingga apapun yang dapat dilakukan didunia nyata , kini hampir semuanya dapat dilakukan dalam cyberspace dalam bentuk maya. (Piliang,2005). Banyak kemudahan – kemudahan serta keuntungan dari intenet namun pada kenyataannya terdapat beberapa pengaruh negatif dari adanya internet seperti penelitian dari Young (2000) yang menyatakan bahwa internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah Computer game Addiction (berlebihan dalam bermain game). Dari sini terlihat bahwa game online merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bahkan bisa mengakibatkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi, sehingga dapat mengakibatkan remaja kurang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya sedangkan, Hurlock (1980) mengatakan bahwa semakin banyak partisipasi sosial maka semakin tinggi kompetensi sosial remaja. Kim dkk (2002) menyatakan bahwa Game Online merupakan suatu jenis permainan yang melibatkan banyak pemain atau bahkan ratusan hingga ribuan pemain sekaligus dengan menggunakan fasilitas LAN (Local Area Network) maupun Internet. Game online menyuguhkan berbagai macam karakter karakter yang hampir mirip dengan yang ada dalam dunia nyata dan seseorang bisa memilih untuk menjadi siapa saja sehingga memberikan kepuasan pada para pemain game, game online sebenarnya hampir mirip dengan video game yang ada hanya saja game online itu bisa dimainkan dengan siapa saja dan dimana saja jika menggunakan fasilitas internet. Permainan game online yang begitu mengasyikkan membuat para pemain game menjadi lupa waktu, lupa diri dan melupakan hal - hal lainnya yang ada dalam lingkungan sekitar dan juga lingkungan sosialnya, sehingga interaksi hanya dengan komputer saja. Seperti yang diceritakan oleh Rizal (pemilik warnet yang menyediakan fasilitas game online) bahwa sampai ada anak yang bolos sekolah untuk bermain game online ditempatnya (Kompas 14 November 2003). Menurut Griffiths dkk (2004) para pemain game mengorbankan aktivitas yang lain untuk bisa bermain game, mereka mengorbankan waktu untuk hobby yang lain, mengorbankan waktu untuk tidur, bekerja ataupun belajar, bersosialisasi dengan teman dan waktu untuk keluarga. Data yang lain menunjukan bahwa para pemain game juga mengorbankan waktu untuk olah raga, mengerjakan pekerjaan rumah, menonton televisi dan juga membaca buku. Dari sini terlihat bahwa orang yang bermain game mengorbankan banyak waktunya termasuk untuk bersosialisasi padahal menurut Grinder (1978) bahwa kompetensi sosial merupakan hasil dari sosialisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nielsen dan Smith (2003) menemukan bahwa ada tingkat kekerasan, tingkat kecemasan dan memburuknya hubungan sosial yang signifikan, ditemukan pada para pemain game. Hasil wawancara awal yang dilakukan oleh penulis pada beberapa pemain game online di temukan fenomena bahwa mereka pernah sampai berhari hari dalam bermain game bahkan salah satunya pernah sampai tiga hari tiga malam, salah satu dari mereka mengatakan bahwa pada saat dia mau memulai kembali dengan dunia nyatanya dia ada sedikit rasa ketakutan, takut tidak bisa diterima dalam lingkungan temannya kembali dan kebingungan untuk memulai berhubungan lagi dengan orang lain, kemampuan dalam berhubungan berkurang. Game online menjadi suatu fenomena sosial yang sangat membudaya dan memiliki efek di kalangan remaja saat ini, Berdasarkan hal inilah penulis merasa perlu melakukan analisa guna meninjau sejauh mana intensitas bermain game online yang dilakukan mempunyai korelasi terhadap tingkat kompetensi sosial pada remaja. Dengan demikian pertanyaan penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial? Tinjauan pustaka 1. Kompetensi Sosial. Kompetensi Sosial adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan situasi - situasi sosial. untuk bisa dikategorikan sebagai orang yang memiliki kompetensi sosial, individu harus mengetahui pola – pola perilaku yang bisa diterima dalam berbagai situasi sosial serta mampu menerapkannya sesuai dengan tuntutan sosial yang dihadapi. (Hurlock,1973). Dalam hal ini kompetensi sosial tidak hanya kemampuan berhubungan dengan orang lain tetapi juga mampu menyesuaikan perilakunya sesuai dengan tuntutan sosial. Adam (1983) menyatakan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan individu untuk menerapkan emosi yang sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi (sensivitas sosial), kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain (empaty), kepercayaan terhadap kemampuan diri (locus of control). Tiga kemampuan diatas mencerminkan ketrampilan sosial yang menjadikan seseorang dapat mengokohkan dan memelihara hubungan dengan teman sebaya yang positif. Kompetensi sosial adalah kemampuan atau kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan situasi – situasi sosial yaitu mengetahui pola – pola perilaku yang bisa diterima dalam berbagai situasi sosial dan mampu menerapkannya sesuai dengan tuntutan sosial yang dihadapi. Aspek aspek kompetensi sosial yang dipakai dalam penelitian ini adalah ciri ciri orang yang memiliki kompetensi sosial yang bagus menurut Durkin (1994) yaitu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi efektif, mampu memahami diri dan orang lain, mengetahui peran gender, mengetahui moralitas yang ada di lingkungannya dan mampu mengontrol emosi, mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya. Faktor faktor terbentuknya kompetensi sosial adalah sebagai berikut : (Hurlock 1973; Durkin, 1994). a. Banyaknya kesempatan untuk menggunakan kompetensi sosial. b. Adanya bimbingan di rumah dan disekolah pada anak mupun remaja dapat menigkatkan kompetensi sosial. c. Faktor kognitif d. Hubungan keluarga. e. Temperamen. 2. Intensitas bermain game online. Intensitas menurut Chaplin (2004) adalah 1) suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan; yang berhubungan dengan intensitas perangsangnya. 2) Kekuatan tingkah laku atau pengalaman seperti intensitas suatu reaksi emosional; 3)Kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar(1988) intensitas adalah kekuatan suatu sikap dimana pada setiap orang belum tentu sama. Sedangkan dalam Random House Unabridged Dictionary (1997), intensitas atau intensity adalah 1) Kualitas dan kondisi yang sedang dilakukan; 2) Besarnya energi, kekuatan, konsentrasi, semangat, yang digunakan dalam beraktifitas, berfikir atau merasakan contohnya : dia bekerja dengan intensitas yang tinggi. 3) Derajad yang tinggi dari keterikatan emosional atau perasaan yang mendalam. Game online menurut Kim dkk (2002) adalah game (permainan) dimana banyak orang yang dapat bermain pada waktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (LAN atau Internet). selanjutnya Winn dan Fisher.(2004) mengatakan Multiplayer online game merupakan pengembangan dari game yang dimainkan satu orang, dalam bagian yang besar,menggunakan bentuk yang sama dan metode yang sama serta melibatkan konsep umum yang sama seperti semua game lain perbedaannya adalah bahwa untuk multiplayer game dapat dimainkan oleh banyak orang dalam waktu yang sama. Berdasarkan definisi - definisi diatas intensitas bermain game online adalah besar atau kekuatan, konsentrasi yang digunakan dalam bermain game online yang memiliki sifat kuantitatif dan kualitas yang memiliki derajat yang bertingkat tingkat. 3. Hubungan antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat, dengan adanya internet banyak memberikan fasilitas hiburan dan kemudahan untuk mengetahui apa saja, namun seperti dua mata sisi uang, bahwa suatu hal pasti ada sisi positif dan negatif. Berdasarkan penelitian penelitian menemukan adanya akibat negatif dari penggunaan internet, Moody (Brian,2005) menemukan bahwa penggunaan internet yang tinggi dihubungkan dengan kesepian yang tinggi, Young (2000) menyatakan bahwa internet bisa mengakibatkan kecanduan. Menurut Young(2000) bahwa tipe – tipe internet yang bikin kecanduan adalah Cybersexual Addiction (penggunaan website dewasa untuk melihat situs porno atau cybersex secara berlebihan), Cyber-relationship Addiction (terlibat secara berlebihan dalam hubungan online seperti chatting dll), Net Compulsions (berjudi, berdagang dan belanja secara online), Information Overload (kecanduan untuk mencari data – data), Computer game Addiction (berlebihan dalam bermain game). Dari sini terlihat bahwa game online adalah salah satu bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bahkan bisa mengakibatkan kecanduan. Sanders dkk (2000) juga mengatakan bahwa penggunaan internet bisa mengakibatkan pada pengisolasian sosial sehingga mengakibatkan hubungan dengan keluarga dan temannya menjadi tidak baik. Akibat dari isolasi yang terjadi karena intensitas menggunakan internet (termasuk bermain game online)yang tinggi bisa mengakibatkan remaja tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya sedangkan Hurlock(1980) mengatakan bahwa semakin banyak partisipasi sosial maka semakin tinggi kompetensi sosial remaja. Dengan melakukan banyak kegiatan serta aktivitas sosial remaja dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan sosialnya. Game online menurut kim dkk adalah permainan atau game yang bisa dimainkan oleh ribuan bahkan ratusan orang melalui layanan internet dalam waktu yang sama, game online juga bisa dimainkan lewat LAN atau local Area Netwok yaitu suatu jaringan yang menghubungkan antara pemain yang satu dengan pemain yang lain dalam suatu server sehingga para pemain bisa bermain secara bersama sama. Bermain game bisa membuat seseorang menjadi lupa diri dan tidak memperdulikan hal hal yang lainnya, menurut Griffits dkk (2004) para pemain game mengorbankan aktivitas yang lain untuk bisa bermain game, mereka mengorbankan waktu untuk hobby yang lain, mengorbankan waktu untuk tidur, bekerja ataupun belajar, bersosialisasi dengan teman dan waktu untuk keluarga. Data yang lain menunjukan bahwa para pemain game juga mengorbankan waktu untuk olah raga, mengerjakan pekerjaan rumah, menonton televisi dan juga membaca buku. Dari sini terlihat bahwa orang yang bermain game mengorbankan banyak waktunya termasuk untuk bersosialisasi padahal menurut Grinder bahwa kompetensi sosial merupakan hasil dari sosialisasi. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial pada remaja yaitu semakin tinggi intensitas bermain game semakin rendah kompetensi sosial pada remaja begitupun sebaliknya semakin rendah intensitas bermain game online semakin tinggi kompetensi sosial. Metode penelitian Subjek penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah remaja (berusia antara 13 sampai 22 tahun.) yang gemar bermain game yang terlihat dengan sering mengunjungi game centre untuk bermain game online. Subyek merupakan remaja yang bermain di King, Nol, Empire game centre. 1. Alat ukur a. Skala Kompetensi Kosial Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala kompetensi sosial dan skala intensitas bermain game online. Skala kompetensi sosial terdiri dari 23 aitem yang disusun berdasarkan teori dari Durkin(1994). Skala menggunakan empat alternatif jawaban “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). keempat kategori jawaban tersebut bergerak antara angka 1 (satu) sampai 4 (empat). Nilai-nilai tersebut berkisar antara 4 sampai dengan 1 untuk butir-butir pernyataan yang favourable (SS, S, TS, STS) dan berkisar antara 1 sampai 4 untuk pernyataan-pernyataan yang unfavourable (SS, S, TS, STS). Dengan aitem totalnya begerak antara 0,302 sampai dengan 0,534. dengan reliabilitasnya alpha (a) sebesar 0,825. b. Skala intensitas bermain game online terdiri dari 15 aitem berdasarkan aspek intensitas yang didapat dari definisi menurut Chaplin (2004) dan dari Random House Unabridged Dictionary (1997), Nashori (2006). Pemberian nilai Skala intensitas bermain game online pada remaja dilakukan berdasarkan empat (4) pillihan jawaban Yang berbentuk a, b, c, d. Cara penilaian untuk pernyataan adalah dengan kunci jawaban, dimana subyek memiliki kemungkinan untuk mendapatkan nilai 1,2,3,4 untuk setiap pernyataan. Skor 1 adalah skor terendah, sedangkan skor 4 adalah skor tertinggi. Dalam pemberian skor pada tiap tiap pernyataan akan berbeda beda, maka penulis membuat kunci jawaban. Dengan aitem totalnya begerak antara 0,265 sampai dengan 0,713. dengan reliabilitasnya alpha (a) sebesar 0,843. Untuk menguji adanya hubungan antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial digunakan teknik dari Spearman. Perhitungan statistik dan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis komputer program SPSS 12,00 for windows. 2. Hasil analisis Sebelum dilakukan analisis data maka terlebih dahulu peneliti harus melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan terhadap nilai korelasi antara kompetensi sosial dan intensitas bermain game online. Uji asumsi ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for windows. a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal. Uji normalitas terhadap masing-masing variabel yaitu kompetensi sosial dan intensitas bermain game online dilakukan dengan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov test menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Dari hasil uji normalitas diperoleh data sebagai berikut : Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Variabel Kompetensi sosial Intensitas bermain game online Skor S-KZ 0,818 0,646 P 0,515 0,799 Kategori Normal Normal Dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa hasil sebaran variabel kompetensi sosial adalah normal (K-SZ=0,818 atau p > 0,05). Untuk sebaran skor variabel intensitas bermain game online juga menunjukkan normal (K-SZ = 0,646 ; p > 0,05). a. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel kompetensi sosial dan intensitas bermain game online memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Dari hasil uji linearitas diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 10 Hasil Uji Linearitas Variabel F P Keterangan Kompetensi sosial 2.158 0.153 Tidak Linear Intensitas bermain p > 0.05 game online Dari hasil uji linearitas terhadap variabel kompetensi sosial dan intensitas bermain game online diperoleh F = 2.158 dengan p = 0.153 karena p > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi linearitas variabel kompetensi sosial dan intensitas bermain game online tidak terpenuhi. b. Uji Hipotesis Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi dari Spearmen. Karena skor kedua variabel berdistribusi normal namun kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang tidak linear. Uji hipotesis ini dilakukan melalui prosedur Bivariate Correlation dari komputer progran SPSS 12.0 for windows. Hasil dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 11 Korelasi antara Intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial. Kompetensi Intensitas bermain Korelasi Spearman p sosial game online Kompetensi sosial 1.000 -0.101 0.245 Intensitas bermain -0.101 1.000 (p > 0.05) game online Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel intensitas bermain game online dan kompetensi sosial sebesar rxy = -0.101 dengan p = 0.245 atau p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan hubungan negatif antara intensitas bermain game online dan kompetensi sosial. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti ditolak. Pembahasan Hasil analisis data dengan menggunakan analisa statistik dari Sperman, menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel intensitas bermain game online dan kompetensi sosial adalah sebesar rxy = -0.101 dengan p = 0.245 atau p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dan kompetensi sosial pada pada remaja. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini ditolak atau tidak ada hubungan antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial pada remaja, hal ini kemungkinan disebabkan karena pada saat pengambilan data subyek sedang bermain game online sehingga memungkinkan subyek mengisi angket dengan tergesa gesa dikarenakan ingin segera melanjutkan permainan game nya dan ada sebagian yang mengisi angketnya sambil bermain game yang dapat menyebabkan dalam pengisian asal asalan, sehingga menyebabkan jawaban mereka kurang sesuai dengan keadaan diri mereka. Secara umum intensitas bermain game online memang tidak berhubungan akan tetapi dari korelasi per-aspeknya terdapat beberapa aspek yang berhubungan. Berdasarkan hasil dari korelasi per-aspek intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial, terlihat bahwa terdapat aspek dari intensitas bermain game online yang berhubungan dengan kompetensi sosial, yaitu aspek lama waktu, dengan rxy = - 0.301 dan p = 0.018 atau p < 0.05. semakin lama seseorang bermain game maka menyebabkan tidak berkembangnya kompetensi sosial, hal ini seperti teori dari young (2000) bahwa game online atau game yang menggunakan internet dapat mengakibatkan kecanduan, dimana seseorang yang mengalami kecanduan maka akan menyebabkan seseorang menghabiskan waktu berjam – jam bahkan berhari hari hanya untuk bermain game online sehingga menyebabkan jarang untuk berpartisipasi sosial, sedangkan menurut Hurlock (1980) bahwa semakin banyak partisipasi sosial semakin tinggi kompetensi sosialnya. Berdasarkan hasil dari korelasi per-aspek kompetensi sosial dengan intensitas bermain game online, terlihat bahwa aspek dari kompetensi sosial yang memiliki korelasi dengan intensitas bermain game online adalah aspek memahami diri sendiri dan orang lain dengan rxy = -0.209 dan p = 0.031 atau p < 0.05. Semakin tinggi intensitas dalam bermain game online maka semakin rendah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain, karena sering bermain dalam dunia maya yang bukan dunia yang sebenarnya menyebabkan mereka kurang mampu untuk memahami orang lain dan juga memahami diri sendiri. Dikarenakan terlalu asik dalam bermain game mereka menjadi tidak peduli dengan orang lain bahkan pada diri sendiri, menurut Griffith(2004) bahwa para pemain game mengorbankan hal hal lain dan waktu untuk kegiatan yang lain hanya untuk bermain game, dari sini terlihat bahwa para pemain tidak peduli dengan hal hal yang lain kecuali bermain game. Selain itu adalah aspek mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya yaitu remaja dengan rxy = 0.332 dengan p = 0.01 atau p < 0.05. semakin tinggi intensitas dalam bermain game online semakin rendah kemampuan untuk menyesuaikan perilaku mereka dalam merespon tuntutan tuntutan sosial sesuai dengan umur mereka, karena seringnya bermain game online menyebabkan mereka menjadi tidak mampu untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tuntutan sosial yang ada. Jadi remaja seharusnya mempelajari apa yang menjadi harapan sosial atau tuntutan sosial sehingga dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan tuntutan soaial dengan lebih banyak bersosilisasi atau berpartisipasi sosial, menurut Grinder (1978) bahwa dengan sosialisasi memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan sosial : ketrampilan, tingkah laku, nilai/norma, kebutuhan dan motivasi yang akan membentuk adaptasi mereka terhadap lingkungan fisik dan sosiokultural dimana mereka tinggal. Hasil dari korelasi antara aspek – aspek intensitas bermain game online dengan aspek – aspek kompetensi sosial, didapat bahwa semua aspek-aspek intensitas bermain game berkorelasi hanya pada satu aspek kompetensi sosial yaitu aspek mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, pada korelasi aspek frekuensi dengan aspek mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, hasilnya berupa rxy = - 0.284 dan p = 0.024 atau p < 0.05. Lama Waktu dengan Mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, hasilnya berupa rxy = - 0.300 dan p = 0.018 atau p < 0.05. Perhatian penuh dengan Mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, hasilnya berupa rxy = - 0.296 dan p = 0.019 p < 0.05. Emosional dengan Mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya, hasilnya berupa rxy = 0.264 dan p = 0.033 atau p < 0.05. Faktor faktor lain juga dapat mempengaruhi kompetensi sosial, Hurlock(1973) menyatakan adanya bimbingan di rumah dan di sekolah pada anak maupun remaja dapat menigkatkan kompetensi sosial, lingkungan keluarga memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan sosial seseorang, keluarga dapat memberikan pengarahan tentang kompetensi sosial dan juga memberikan contoh atau teladan yang baik. Bierman (2001) juga menyatakan bahwa keluarga merupakan konteks yang paling utama dalam mengembangkan kemampuan sosial, pola hubungan keluarga menjadi teladan untuk mengembangkan ataupun menghambat pengembangan kemampuan sosial seseorang. Keluarga yang memberikan teladan yang baik seperti memberikan contoh berhubungan sosial yang sesuai, membantu dengan memberikan peluang untuk berinteraksi dengan teman sebaya, memberikan umpan balik tentang resolusi konflik dengan teman temannya. guru dapat memberikan informasi tentang kemampuan sosial sehingga bisa diterima oleh teman sebaya mereka dan dapat memiliki hubungan yang positif dengan teman sebaya, pengajar yang baik tidak membedakan murid muridnya serta menyadari dan menghargai perbedaan dari murid muridnya (Lauren dan Denis, 2001), kegiatan kegiatan disekolah seperti ekstrakulikuler juga dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosial (Hurlock, 1973 ). Selain hubungan keluarga pemikiran, perasaan seseorang juga mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Bierman (2001). Hal itu seperti tidak akurat atau tidak sesuai dalam melakukan suatu tindakan dalam suatu keadaan sosial, atau bisa dibilang masih tidak tepat dalam memecahkan sebuah masalah, menurut Durkin (1994) bahwa faktor kognitif bisa menjadi hal yang paling berpengaruh pada kompetensi sosial, dimana dalam proses kognitif tersebut terdapat 5 tahap yaitu 1) mengetahui isyarat atau pesan; 2) menerjemahkan isyarat; 3) mencari respon; 4) mengevaluasi respon – respon yang akan dilakukan; 5) Menetapkan respon tersebut (melakukan tindakan). Proses ini sangat penting karena kurangnya proses kognitif pada satu tingkat dapat mengakibatkan berkurangnya perilaku sosial. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial keterbatasan dari penelitian ini yang dalam pengambilan data subyek sedang bermain game online jadi bisa dimungkinkan subyek tergesa gesa dalam pengambilan data agar dapat meneruskan permainannya lagi. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas bermain game online tidak memiliki hubungan negatif dengan kompetensi sosial pada remaja. Dengan hasil analisis data yang diperoleh nilai rxy = -0.101 dengan p = 0.245 atau p > 0.05, jadi hipotesis penelitian ini ditolak. Hasil korelasi antara intensitas bermain game online dengan aspek – aspek kompetensi sosial menghasilkan dua aspek – aspek kompetensi sosial yang berkorelasi dengan intensitas bermain game online yaitu aspek mampu memahami diri dan orang lain dengan rxy = -0.209 dan p = 0.031 atau p < 0.05, dan aspek mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya dengan rxy = - 0.332 dengan p = 0.01 atau p < 0.05. Sedangkan hasil korelasi antara aspek – aspek intensitas bermain game online dengan kompetensi sosial menghasilkan satu aspek saja yang berkorelasi dengan kompetensi sosial yaitu aspek lama waktu dengan rxy = - 0.301 dan p = 0.018 atau p < 0.05. Hasil korelasi aspek – aspek intensitas bermain game online dengan aspek aspek kompetensi sosial, didapat bahwa semua aspek intensitas bermain game online berkorelasi dengan satu aspek dari kompetensi sosial yaitu aspek mampu menyesuaikan perilaku dalam merespon tuntutan tuntutan sosial yang sesuai dengan usianya. Saran Penelitian ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran-saran membangun yang ditujukan pada penelitian selanjutnya. Perlu diperhatikan juga dalam pengambilan data hendaknya peneliti memilih waktu yang tepat untuk mengambil data misalnya saja pada saat pemain game sudah selesai bermain atau sebelum memulai permainan sehingga bisa didapat hasil yang lebih maksimal. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variable variable yang lainnya untuk menghubungkan dengan kompetensi sosial, sebaiknya peneliti yang lain juga diharapkan untuk menyempurnakan alat ukur untuk hasil yang lebih baik misalnya saja melakukan observasi awal tentang kompetensi sosial. Selain itu diharapkan peneliti-peneliti selanjutnya tentang game meneliti pengaruh positif dari game online serta meneliti tentang bagaimana meminimalkan atau cara mengatasi pengaruh negatif dari bermain game. DAFTAR PUSTAKA Adam, G, R. 1983. Social Competence During Adolescence: Sosial Sensivity, Locus of Control, Empathy,and Peer Popularity. Journal of youth of adolescence, vol 12. No 3 Azwar, S. 1988. Sikap manusia : teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Liberty _______ .2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. _______ .2006. Reliabilitas da Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bierman, K, L. Social Competence. Gale Encyclopedia of Psychologi. (http://www.findarticles.com/p/articles/mi_g2699/is_0006/ai_2699000624/pg_11) Brian D. Ng, M.S. And Peter Wiemer-Hastings, Ph.D. 2005. Addiction to the Internet and Online Gaming. Cyberpsychology & Behavior. Vol 8, No 2. Chaplin, J.P. 2004. Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa. Durkin. K. 1994. Developmental Social Psychology from infancy to Old Age. Combridge : Blackwell Publisher. Inc. Griffiths, M, D., Mark N.O.D., Darren Chappell. 2004. Demographic Factors and Playing Variable in Online Computer Gaming. Cyber Pychology and Behavior Vol 7. No 4. Grinder, R.E . 1978. Adolonsence .New York: Jonh Willy and Sons,Inc. Hair, E, C, dkk. 2001 Background for Community-Level Work on Social Competency in Adolescence: Reviewing the Literature on Contributing Factors. Trend Child Journal. (http://www.childtrends.org/files/social.pdf). Hurlock.E.B.1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta : Penerbit Erlangga. _________.1973. Adolonsence Kogakusha,ltd Development. Tokyo : McGraw-Hill _________.1978. Perkembangan anak jilid1. Jakarta : Penerbit Erlangga. _________.1978. Perkembangan anak jilid2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kim, K, H. Dkk. 2002. E-lifestyle and motives to use online games. Irish Marketing Review; ABI/INFORM Global pg. 71. Lauren, O,M. dan Keyes, Denis. 2001. Developing social competence in the inclusive primary classroom. Childhood Education, Winter 2001/2002. Find Look artikel (www.findarticles.com) Nielsen, S, E, dan Smith, J, H, 2003. Playing With fire : How do computer games affect the player. Game Research : The Art, Science, and Business of Computer Games (www.game-research.com) Mappier, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Offset Printing. Nashori, F. 2006. Hubungan Antara Kualitas dan Intensitas Dzikir dengan Kelapangdadaan Mahasiswa. Jurnal Millah Magister Studi Islam, Universitas Islam Indonesia. (MSI-UII.Net – 28/1/2006) Random House Unabridged dictionary, copyright 1997, by Random House, Inc., on Infoplease. Intensiometer (http : // www.infoplease.com/dictionary/intensitas.) Sanders, C, E. dkk. 2000. The Relationship Of Internet Use To Depression And Social Isolation Among Adolescents. Journal Adolescence, Summer. Winn, B, M, & John, W, F. 2004. Design of Communication, Competition, and Collaboration in Online Games.Accepted for presentation at Computer Game Technology Conference Toronto, Canada, April 8th, 2004. (http://woz.commtechlab.msu.edu/courses/theses/forest/onlinegamedesign.p df) Young, K. dkk. 2000. Cyber-Disorders: The Mental Health Concern for the New Millennium. CyberPsychology & Behavior, 3(5), 475-479. (http://www.netaddiction.com/net_compulsions.htm). Kasus – kasus dari : www.gizi.net www.kompas.com Identitas Penulis Nama : Danik Retno Anggraini Alamat : Wonogiri No HP : 08121508754.