PERJALANAN WANITA KATOLIK RI DARI MASA KE MASA* Kemandirian dan Keberpihakan kepada Perempuan dan Kemanusiaan Menelusuri sejarah Wanita Katolik RI, kita dapat merasakan ‘roh’, spirit perjuangan Ibu-Ibu yang pada awalnya berkumpul dan menyatukan rasa akan kepedulian terhadap permasalahan perempuan pada zaman itu. Spirit asali itu semakin kokoh seiring perjalanan waktu, mari kita bersama menapak tilas perjalanan organisasi ini dari masa ke masa ... Masa ‘mencari bentuk’ tahun 1924 – 1940: perkumpulan Pada kurun tahun ini dunia masih dalam keadaan perang dunia, dan Indonesia pada waktu itu menjadi jajahan Belanda. Bisa dibayangkan bahwa dalam kondisi politik – ekonomi yang tidak menentu, sekelompok Ibu-Ibu bisa berkumpul dan melahirkan keprihatinan serta kepedulian yang sama – berbela rasa pada yang lebih lemah/rentan. Tepat pada tanggal 26 Juni 1924 dicanangkanlah Poesara Wanita Katholiek untuk mewadahi sekelompok Ibu-ibu di Yogyakarta yang mempunyai keprihatinan sama pada waktu itu, yaitu diskriminasi upah buruh pabrik rokok – inilah spirit awal para Ibu-ibu kita: kepedulian dan keberpihakan kepada yang lemah – rentan, yaitu para buruh perempuan. Pada tanggal 22 Desember 1928, Ibu-ibu Poesara Wanita Katholiek bergabung dengan 6 organisasi perempuan lain yang ada pada waktu itu, mendorong berdirinya KOWANI – Kongres Wanita Indonesia. Di kemudian hari, tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu – yang dapat dimaknai sebagai bangkitnya rasa nasonalisme organisasi perempuan Indonesia untuk menghadapi penjajah. Dari peristiwa ini kita tahu bahwa pada zaman itu sudah ada organisasi perempuan lintas agama namun bersama memperjuangkan kemanusiaan. Pada tahun 1934, masih dalam wadah yang sama sebagai perkumpulan para ibu yang waktu itu terbatas di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, nama Poesara Wanita Katholiek diganti menjadi Pangreh Ageng Wanita Katholiek. Pangreh = pengurus dan Ageng = besar, jadi Pangreh Ageng Wanita Katholiek berarti Pengurus Besar Wanita Khatoliek. Dengan nama ini dapat ditengarai bahwa pada waktu itu Ibu-ibu kita betul-betul menyadari bahwa wadah perkumpulan ini perlu ditata rapi sebagai organisasi yang akan menjadi besar di kemudian hari. Penggantian nama ini tidak mengubah spirit awal tentang keberpihakan dan berbela rasa kepada para perempuan yang terpinggirkan. Pangreh Ageng Wanita Katholiek ini kemudian mengembangkan program pendidikan bagi perempuan, yaitu: pendidikan buta huruf, keterampilan dan kesehatan – pertolongan pertama. Tiga tahun berlangsung dengan nama Pangreh Ageng Wanita Katholiek, tahun 1937 perkumpulan ini berganti nama menjadi Pakempalan Wanita Katholiek sekaligus menandai bahwa pada tahun ini wilayahnya tidak terbatas pada Pulau Jawa saja. Dan pada tahun ini juga Pakempalan Wanita Katholiek menyusun anggaran dasar yang disebut Statuten 1937, dimana dengan tegas dicantumkan bahwa tujuan perkumpulan * Disarikan dari Materi Kaderisasi Wanita Katolik RI tingkat nasional tahun 2011 adalah merupakan wadah para perempuan pribumi Katolik yang mempunyai spirit dan patuh pada nilai-nilai Katolik serta tidak/bukan merupakan partai politik: 1) Toedjoening pakempalan: angadjengaken para wanita Priboemi, langkoeng-langkoeng para warganipoen, toemrap karochanen saha kadjasmanen, kanti adedasar Katholiek lan manut toemindakipoen aksi Katholiek. 2) Pakempalan poenika boten magepokan kalijan politiek. Setelah meluaskan keanggotaan dan mempunyai statuta (anggaran dasar) yang jelas, pada tahun 1938 suatu keputusan penting dikeluarkan yaitu menerbitkan media komunikasi bernama serat Iberan. Pada hakikatnya serat iberan merupakan media komunikasi antar anggota perkumpulan, tetapi karena bentuknya seperti koran pada masa itu maka tentunya bisa dibaca oleh banyak orang. Bisa dibayangkan betapa majunya pemikiran Ibu-Ibu kita pada zaman itu, berani mewartakan diri kepada khalayak luas mengenai kegiatan yang mereka lakukan lewat media cetak. Masa ‘vakum’ tahun 1940 – 1954: pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang tahun 1940 -1950 dikeluarkan larangan untuk melakukan perkumpulan atau kegiatan organisasi apa pun. Dengan demikian dalam kurun waktu 10 tahun masa itu, Pakempalan Wanita Katholiek pun dibekukan – vakum. Namun demikian Ibu-ibu kita yang sudah biasa melakukan kegiatan tidak bisa tinggal berdiam diri saja. Banyak di antara mereka yang turut dalam perjuangan dengan membuka dapur umum misalnya, ada juga satu-dua Ibu yang secara pribadi (tidak/bukan atas nama organisasi) masuk menjadi anggota Partai Katholiek yang pada waktu menjadi wadah aspirasi umat Katolik. Masa ‘penetapan diri’ tahun 1950 – 1954: wadah kesatuan gerak Tahun 1950 – 1954, masa-masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, perkumpulan para Ibu-ibu Wanita Katolik secara konkret mewujudkan diri sebagai wadah kesatuan gerak. Pada waktu inilah terjadi pengukuhan nama Wanita Katolik Republik Indonesia, dan memilih Santa Anna – ibu dari bunda Maria – sebagai pelindung organisasi. Dan pada tahun 1954 diselenggarakan Kongres I Wanita Katolik RI di Jakarta, yang melahirkan Anggaran Dasar – Anggaran Rumah Tangga lengkap serta menjadi acuan gerak langkah organisasi. AD-ART Tahun 1954 ini sekali lagi menegaskan bahwa: a. Azaz perkumpulan ini adalah Agama Katholik b. Tujuan:1) Memajukan para wanita Katholik, terutama para anggautanya sebagai perseorangan dan sebagai anggauta masyarakat, 2) Memajukan para wanita pada umumnya, terutama wanita Indonesia c. Perkumpulan ini tidak berpolitik Kongres pertama Wanita Katolik RI ini dihadiri oleh Mgr. Soegijapranata, dan dalam sambutannya Uskup pertama pribumi ini menegaskan sikapnya sekali lagi kepada umat Katolik “jadilah Katolik 100% dan 100% nasionalis”. Pesan ini menjadi inspirasi Wanita Katolik RI untuk meluaskan jangkauan menjadi wilayah kerja menjadi nasional tidak hanya terbatas pada Yogyakarta atau Pulau Jawa. Oleh karena sejak awal telah menyatakan diri sebagai perkumpulan/wadah kesatuan gerak para perempuan (Indonesia) yang beragama Katolik, maka pengembangan wilayah selanjutnya mengikuti wilayah kerja keuskupan sehingga gerak langkah dan kemitraan dengan hirarki gereja terbangun lebih harmonis. Rupanya cikal bakal Anggaran Dasar tahun 1954 ini sudah disusun dan ditetapkan pada tanggal 24 Januari tahun 1950, di Semarang oleh Mgr. Soegijapranata. Kemudian Anggaran Dasar yang telah ditetapkan tahun 1950 ini merupakan landasan dicatatkannya organisasi Wanita Katolik RI di lembar negara oleh Kementrian Kehakiman pada tanggal 5 Februari 1952 No. J.A. 5/23/8. Sejak saat ini, Wanita Katolik RI diakui sebagai perkumpulan yang berbadan hukum. Nama yang dicatatkan dalam lembar negara sebagai Ketua Wanita Katholiek adalah Nj. Kwari Sosrosoemarto, dan kedudukan perkumpulan Wanita Katholiek ini di Djogja. Masa ‘pemantapan diri’ tahun 1954 – 2004: wadah kesatuan gerak Pada peringatan ulang tahun (HUT) Wanita Katolik RI yang ke-50, Ibu Maria Soejadi Darmosepoetro Sasraningrat, sebagai salah satu pendiri organisasi, mengeluarkan Seruan Pendiri Wanita Katolik RI. Seruan yang dibacakan pada peringatan ulang tahun ke-50 ini pada intinya menegaskan kembali bahwa Wanita Katolik RI berlandaskan semangat Kristiani siap-sedia berkarya kearah Kesejahteraan Nusa dan Bangsa seirama dengan langkah Gereja Katolik. Perubahan konteks politik-ekonomi negara pada zaman ini berubah dengan begitu cepat dan kondisi ini berdampak pula pada pergerakan organisasi. Hal ini dapat dilihat dari perubahan dan penyempurnaan AD-ART yang dilakukan pada setiap Kongres. Namun demikian esensi atau inti perjuangan yang tercantum dalam butir tujuan di anggaran dasar tidak berubah: 1. Pada tahun 1981, Wanita Katolik RI menyelenggarakan Kongres XII di Bandung dan dalam Kongres ini dilahirkan AD-ART Tahun 1981: Tujuan Wanita Katolik RI: a) Memperjuangkan kesempurnaan hak dan martabat wanita Indonesia pada umumnya, wanita Katolik pada khususnya, serta menyadarkan akan kewajiban bernegara, dengan mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 45; b) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Katolik pada khususnya 2. Kongres XIII diselenggarakan di Surabaya pada tahun 1984 dan melahirkan AD-ART Tahun 1984: Tujuan Wanita Katolik RI: a) Memperjuangkan kesempurnaan hak dan martabat wanita Indonesia pada umumnya, wanita Katolik pada khususnya, serta menyadarkan akan kewajiban bernegara, dengan mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 45; b) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Katolik pada khususnya 3. Kongres XIV diselenggarakan di Jakarta tahun 1988, mengesahkan AD-ART Tahun 1988: Tujuan Wanita Katolik RI: a) Mewujudkan wadah kesatuan gerak wanita Katolik untuk memperjuangkan kesempurnaan hak dan martabat wanita Indonesia; b) Mengembangkan semangat Katolik yang sejati dalam diri para anggota; c) Mengambil bagian dalam mewujudkan masyarakat Pancasila yang sejahtera 4. Kongres XV kembali diselenggarakan di Yogyakarta tahun 1993 serta mengesahkan AD-ART 1993: Tujuan Wanita Katolik RI: mewujudkan wadah kesatuan gerak wanita Katolik dalam: a) Mengungkap iman dan cinta kasih Kristiani di dalam lingkungan dan masyarakat; b) mengembangkan kualitas wanita secara utuh; c) mengembangkan peran ganda sebagai wanita dalam keluarga, Gereja dan Masyarakat Anggaran Dasar Tahun 1993 ini dicatatkan kembali sebagai perubahan anggaran dasar yang telah dicatatkan pada tahun 1952 dan menjadi Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: C2-7095 HT.01.06.Th.96. Pada Anggaran Dasar ini dicantumkan bahwa tempat kedudukan pimpinan organisasi ada di Pusat Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Kongres XVI tahun 1999 diselenggarakan di Caringin – Bogor merupakan Kongres Luar Biasa: di tengah krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia khususnya, dan situasi politik di dalam negeri yang tidak aman – demonstrasi mahasiswa besar-besaran dan pergantian presiden pada tahun 1998, berdampak pada mundurnya waktu penyelenggaraan Kongres, sehingga dalam keadaan darurat Kongres XVI diselenggarakan dengan Keputusan Kongres Luar Biasa KEP-1/KLB/II/1999 Butir 1: AD-ART hasil Kongres XV 1993 menetapkan AD-ART tahun 1993 tetap berlaku. Masa ‘penataan organisasi’ tahun 2000 - 2013: komunitas yang berorganisasi Sejak terjadinya perubahan Orde Baru menjadi Reformasi, konstelasi politik berubah dan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara pun mengalami pergolakan (turbulensi). Organisasi Wanita Katolik RI pun mengikuti dan turut bersama dalam perubahan ini, sehingga dengan kesadaran penuh pengurus organisasi perlu kembali melakukan berbagai perubahan serta penataan agar gerak langkah organisasi dapat selaras dengan perkembangan zaman. Kongres XVII Tahun 2004 diselengarakan di Jakarta dan melahirkan AD-ART 2004. Dalam anggaran dasar ini kembali ditegaskan dalam visi bahwa: Wanita Katolik RI adalah Organisasi Kemasyarakatan wanita Katolik yang mandiri, memiliki kekuatan moral dan sosial yang handal, demi tercapainya kesejahteraan bersama serta tegaknya harkat dan martabat manusia, khususnya perempuan. Dari visi organisasi jelas dinyatakan bahwa Wanita Katolik RI merupakan organisasi kemasyarakatan. Ini berarti gerak langkah yang selama ini sudah menunjukkan keberpihakan kepada yang lemah/rentan – khususnya perempuan, dipertegas bahwa Wanita Katolik RI berkarya di masyarakat dan demi kemaslahatan negara, dan bangsa, yang tentu saja tidak meninggalkan nilai-nilai Katolik seperti diamanatkan Mgr. Soegijapranata. Di Forum Kongres XVIII Tahun 2008 di Denpasar – Bali lebih ditekankan kiprah Wanita Katolik RI, yaitu hendaknya lebih peduli pada keadaan atau isu-isu masyarakat pada saat itu yang harus ditindaklanjuti secara nyata seperti dicantumkan dalam tema Kongres XVII/2008: Wanita Katolik RI berperan aktif meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dengan mengentaskan kemiskinan dan meniadakan kekerasan Selaras dengan Tema Kongres ini, dicanangkan Strategi Kerja Nasional Wanita Katolik RI untuk tahun 2008 -2013, yang mencakup Program Nasional, Program Pilihan, dan Gerakan Nasional. Program Nasional pada intinya mengarahkan organisasi dalam hal: A. Peningkatan kualitas organisasi: 1) penghayatan Ajaran Sosial Gereja sebagai landasan spiritualitas organisasi, 2) pemahaman visi-misi organisasi serta AD/ART, 3) kaderisasi berkelanjutan B. Pengentasan Kemiskinan melalui Program Peningkatan Perempuan Usaha Kecil (PPUK) C. Pengarusutamaan Gender untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam rangka penegakan martabat manusia khususnya upaya pencegahan dan mengurangi kekerasan serta pendidikan politik bagi perempuan Program Pilihan yang diselaraskan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat, di antaranya: 1) Gizi balita/ Gizi seimbang, 2) Pemberian Bea siswa, 3) Pencegahan dan Penyalah-gunaan Napza Gerakan Nasional, yang intinya untuk 1) meresapi nilai-nilai universal kemanusiaan yang melandasi pola pikir dan pola tindak (Gerakan Nasional Budaya Nilai), dan 2) menumbuh kembangkan kepedulian terhadap Lingkungan Hidup (Gerakan Nasional Lingkungan Hidup) Menapaki sejarah dari masa ke masa terasa bahwa spirit – roh Wanita Katolik RI tidak pernah lekang dimakan waktu dan usia, bahkan lentur mengikuti dinamika perubahan di luar organisasi. Sudah kita rasakan banyak perubahan terjadi selama kurun waktu 2008 – 2013 ini, baik di dalam (internal) organisasi maupun di luar (eksternal) organisasi. Secara internal, masa ini merupakan masa transisi yang ditandai dengan semakin banyaknya perempuan muda Katolik yang bergabung ke dalam organisasi dan tentu dalam keadaan ini kepemimpinan pun banyak menunjukkan gerak-sigap pemimpin usia muda. Langkah dan dinamika organisasi semakin cepat, menuruti perubahan kondisi dan situasi di luar (eksternal) menyangkut perubahan politik – ekonomi – budaya – serta perkembangan teknologi. Semua ini perlu dipikirkan dan dicermati bersama demi perkembangan dan pengembangan organisasi kita di masa depan, termasuk tantangan menyiapkan generasi penerus (pemimpin-pemimpin) yang sungguh mau menghayati roh Wanita Katolik RI serta mampu melanjutkan perjuangan – kepedulian Wanita Katolik RI.