Sildenafil dalam penatalaksanaan disfungsi ereksi

advertisement
Sildenafil dalam penatalaksanaan disfungsi ereksi
Lie T Merijanti Susanto
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRACT
Erectile Dysfunction (ED) is a significant and common medical problem. That can affect a man’s ego and
threaten his marriage relationships. There are many options available for the pharmacological treatment of
ED, but none as effective like sildenafil. Sildenafil represents a major breakthrough in the management of ED
and provides an opportunity to assess men’s overall health. It is the first oral treatment for ED, with efficacy in
approximately 60-70% of patients depending on the cause of their ED. Although sildenafil is easy to use and
relatively lacks adverse events, but not every man can take this medicine. We must considered it before we give
sildenafil to the patients, because a man who take all forms of nitrates is an absolute contraindication for
sildenafil.
Key words : Erectile dysfunction, sildenafil,contraindication.
ABSTRAK
Disfungsi ereksi (DE) adalah masalah medis yang signifikan dan umum, yang dapat menjatuhkan ego
seorang pria dan mengancam hubungan kebahagiaan yang telah ada. Terdapat banyak pilihan obat-obatan yang
dapat dipergunakan dalam pengobatan DE, tetapi tidak ada yang memiliki efektivitas sebaik yang ditunjukkan
oleh sildenafil. Sildenafil merupakan suatu terobosan baru dalam penatalaksanaan DE dan memberi harapan
dalam menilai kesehatan pria secara keseluruhan. Ini adalah pengobatan oral yang pertama kali untuk DE,
dengan efikasi penggunaannya mencapai 60-70% tergantung dari penyebab DE pada pasien tersebut. Walaupun
penggunaan sildenafil sangat mudah dan relatif sedikit mempunyai efek samping, tetapi tidak semua pria dapat
memakainya. Seorang dokter harus mempertimbangkan kondisi pasiennya terlebih dahulu sebelum memberikan
obat tersebut. Seorang pria yang mendapat pengobatan preparat nitrat merupakan kontraindikasi absolut dari
penggunaan sildenafil.
Kata kunci : Disfungsi ereksi, sildenafil, kontraindikasi.
PENDAHULUAN
Disfungsi ereksi (DE) merupakan masalah
yang signifikan dan umum di bidang medis,
merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan
dengan proses penuaan walaupun prevalensinya
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pria
dengan diabetes, penyakit jantung iskemik dan
penyakit vaskular perifer lebih banyak menderita
DE. (1) Hasil survei Massachusets Male Aging Study
(MMAS), (2) yang dilakukan pada pria usia 40
sampai 70 tahun mendapatkan 52% responden
116
menderita DE derajat tertentu, yaitu DE total
diderita sebesar 9,6%, sedang 25,2% dan minimal
sebesar 17,2%. Walaupun di Indonesia tidak
terdapat survei yang cukup besar, namun dari
gambaran penderita DE yang datang ke klinik
impotensi diperkirakan hasilnya tidak jauh berbeda.
(3)
Banyak cara yang dilakukan dalam mengatasi
keluhan DE ini, salah satunya adalah dengan obatobatan. Salah satu obat yang terbaru dan dapat
dikonsumsi secara oral adalah sildenafil sitrat.(4)
Semula sildenafil dimaksudkan untuk mengobati
penyakit jantung. Ternyata didapatkan efek samping
berupa peningkatan ereksi pada malam hari, maka
sebuah perusahaan obat di Amerika menelitinya
untuk DE. ( 5 )
PATOFISIOLOGI EREKSI
Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi
yang kompleks dari faktor psikologik,
neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang
bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ erektil
penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa dan
korpus spongiosum yang ditengahnya berjalan
urethra dan ujungnya melebar membentuk glans
penis. Korpus spongiosum ini terletak di bawah
kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini
masing-masing diliputi oleh tunika albuginea, suatu
lapisan jaringan kolagen yang padat, dan secara
keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika
albuginea diliputi oleh suatu selaput kolagen yang
kurang padat yang disebut fasia Buck. Di bagian
anterior kedua korpora kavernosa terletak
berdampingan dan menempel satu sama lain di
bagian medialnya sepanjang 3/4 panjang korpora
tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada radix
krura korpora kavernosa terpisah dan menempel
pada permukaan bawah kedua ramus iskiopubis.
Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis
dan membentuk pars pendularis penis. Permukaan
medial dari kedua korpora kavernosa menjadi satu
membentuk suatu septum inkomplit yang dapat
dilalui darah. Radix penis bulbospongiosum diliputi
oleh otot bulbokavernosus sedangkan korpora
kavernosa diliputi oleh otot iskhiokavernosus.
Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika
albuginea tersebut terdiri dari ruang-ruang kavernus
yang dapat berdistensi. Struktur ini dapat
digambarkan sebagai trabekulasi otot polos yang
di dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang
saling berhubungan yang diliputi oleh lapisan
endotel vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau
rongga lakunar. Pada keadaan lemas, di dalam
korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan
arteriol yang berkonstriksi serta venula yang yang
terbuka ke dalam vena emisaria. Pada keadaan
ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan distensi,
arteri dan arteriol berdilatasi dan venula mengecil
serta terjepit di antara dinding-dinding sinusoid dan
tunika albuginea. Tunika albuginea ini pada keadaan
ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis tidak ditutupi
oleh tunika albuginea sedangkan rongga sinusoid
dalam korpus spongiosum lebih besar dan
mengandung lebih sedikit otot polos dibandingkan
korpus kavernosus.
Penis dipersarafi oleh sistem persarafan
otonom (parasimpatik dan simpatik) serta
persarafan somatik (sensoris dan motoris). Serabut
saraf parasimpatik yang menuju ke penis berasal
dari neuron pada kolumna intermediolateral segmen
kolumna vertebralis S2-S4. Saraf simpatik berasal
dari kolumna vertebralis segmen T4–L2 dan turun
melalui pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik,
dan bergabung dengan cabang saraf parasimpatik
membentuk nervus kavernosus, selanjutnya
memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi
otot-otot polos trabekel. Saraf sensoris pada penis
yang berasal dari reseptor sensoris pada kulit dan
glans penis bersatu membentuk nervus dorsalis penis
yang bergabung dengan saraf perineal lain
membentuk nervus pudendus. Kedua sistem
persarafan ini (sentral/psikogenik dan periferal/
refleksogenik) secara tersendiri maupun secara
bersama-sama dapat menimbulkan ereksi.
Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri
pudenda interna yang kemudian menjadi arteri penis
komunis dan kemudian bercabang tiga menjadi
arteri kavernosa (arteri penis profundus), arteri
dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri
kavernosa memasuki korpora kavernosa dan
membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang
bentuknya seperti spiral bila penis dalam keadaan
lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin pada
korpora berkontraksi dan menahan aliran darah
arteri ke dalam rongga lakunar. Sebaliknya dalam
keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi
sehingga aliran darah arteri bertambah cepat dan
mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi
atau kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan
arteriol menentukan penis dalam keadaan ereksi atau
lemas. (2)
Selama ini dikenal adrenalin dan asetilkolin
sebagai neurotransmiter pada sistem adrenergik dan
kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa ditemukan
117
adanya neurotransmiter yang bukan adrenergik dan
bukan pula kolinergik (non adrenergik non kolinergik
= NANC) yang ternyata adalah nitric oxide/NO.
NO ini merupakan mediator neural untuk relaksasi
otot polos korpora kavernosa. NO menimbulkan
relaksasi karena NO mengaktifkan enzim guanilat
siklase yang akan mengkonversikan guanosine
triphosphate (GTP) menjadi cyclic guanosine
monophosphate (cGMP). cGMP merangsang
kalsium keluar dari otot polos korpora kavernosa,
sehingga terjadi relaksasi. NO dilepaskan bila ada
rangsangan seksual. cGMP dirombak oleh enzim
phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/
menurunkan kadar cGMP sehingga ereksi akan
berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang
merombak cyclic adenosine monophosphate
(cAMP) maupun cGMP menjadi AMP atau GMP.
Ada beberapa isoform dari enzim ini, PDE 1 sampai
PDE7. Masing-masing PDE ini berada pada organ
yang berbeda. PDE5 banyak terdapat di korpora
kavernosa. (1,2,4)
ETIOLOGI
Banyak faktor yang berhubungan dengan
terjadinya DE ini. Walaupun secara garis besar
faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab
psikogenik dan organik, tetapi belum tentu salah
satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE.
Yang termasuk penyebab organik adalah (i) penyakit
kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan
penyakit jantung); (ii) obat-obatan, contoh
antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan
penghambat beta), antiaritmia (digoksin),
antidepresan dan antipsikotik (terutama
neuroleptik), antiandrogen, antihistamin II
(simetidin), (alkohol atau heroin); (iii) pembedahan/
operasi misal operasi daerah pelvis dan
prostatektomi radikal; (iv) trauma (misal spinal
cord injury) dan (v) radioterapi pelvis. Di antara
sekian banyak penyebab organik, gangguan vaskular
adalah penyebab yang paling umum dijumpai,
sedangkan faktor psikogenik meliputi depresi, stress,
Gambar 1. Mekanisme ereksi (2)
NO = nitric oxide
GTP = guanosine triphosphate
NANC = nonadrenergic-noncholinergic neurons
GMP = guanosine monophosphate
PDE 5 = phosphodiesterase type 5
cGMP = cyclic guanosine monophosphate
118
kepenatan, kehilangan, kemarahan dan gangguan
hubungan personal. (1,2,6) Pada pria muda, faktor
psikogenik ini menjadi penyebab tersering dari DE
intermiten. (6)
Tabel 1. Pilihan terapi dan keuntungan serta kerugiannya (2).
TERAPI
* Terapi obat oral
* Alat vakum konstriksi
*Terapi obat intrauretral
*Terapi injeksi intrakavernosal
*Prostesis penis
*Operasi arteri penis
*Operasi vena penis
*Terapi psikoseksual
KEUNTUNGAN
Penggunaan sesuai kebutuhan
Diterima oleh pasien
Pemberian mudah
Non farmakologik
Penggunaan sesuai kebutuhan
Penggunaan sesuai kebutuhan
Efikasi relatif aman
Penggunaan sesuai kebutuhan
Efikasi relatif aman
Efikasi relatif
Efikasi relatif
Untuk etiologi spesifik
Efektif pada kasus selektif
Tidak invasif
Aplikasi luas
PENGOBATAN
Berbagai jenis pengobatan yang tersedia untuk
mengatasi masalah DE dapat dilihat pada
tabel 1. (2)
Pengobatan oral dengan sindenafil
Obat-obat oral DE yang sudah tersedia di
pasaran maupun yang masih dalam penelitian
adalah inhibitor enzim phosphodiesterase (PDE)
5/sildenafil, apomorfin SL (sublingual), dan
phentolamine. (2) Pada makalah ini yang akan
dibahas adalah mengenai penggunaan sildenafil.
Sildenafil diakui oleh Food and Drug dengan
keberhasilan sekitar 60 – 70% tergantung pada
KERUGIAN
Efek samping
Sulit
Efek samping
Pemberian invasif lokal
Efek samping
Pemberian invasif lokal
Efek samping lokal
Invasif
Komplikasi operasi
Invasif
Biaya
Invasif
Efektivitas jangka panjang
tidak diketahui
Biaya
Efikasi tidak pasti
Tergantung motivasi pasien
Biaya
penyebab DE. (1) Pada pasien diabetes, angka
keberhasilan sekitar 50%. (1,6) Terapi lain termasuk
injeksi obat secara intrakavernosa dapat menjadi
pilihan lain bagi penderita yang tidak berhasil
dengan sildenafil. (6) Walaupun obat oral sangat
mudah penggunaannya, namun perlu diingat
bahwa pemakaiannya perlu memperoleh
pertimbangan dan pengawasan yang ketat. Karena
obat oral pun dapat memberikan efek samping yang
tidak terduga dan membahayakan. Oleh sebab itu
maka pengawasan secara teratur masih tetap
diperlukan, hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya adverse
events yang mungkin saja terjadi selama
penggunaan. ( 2)
119
Mekanisme kerja sidenafil
Sildenafil bukan merupakan zat perangsang
dan juga tidak meningkatkan nafsu seksual, tetapi
hanya bekerja bila ada stimulasi seksual/
rangsangan erotik (1) dengan demikian, sampai saat
ini hanya ada satu macam obat oral yang patut
disebut sebagai oral erotic agent. (2) Sildenafil
bekerja secara kompetitif menghambat enzim PDE
5, sehingga perombakan cGMP yang terbentuk
dengan terlepasnya NO akibat stimulasi seksual
akan terhambat. Dengan demikian akan terjadi
relaksasi otot polos korpora kavernosa yang cukup
lama untuk suatu ereksi yang memuaskan. (4) Dengan
dosis yang dianjurkan, sildenafil tidak akan
berfungsi bila tidak ada rangsangan seksual. (5)
Sildenafil bekerja selektif terhadap PDE5
dibandingkan terhadap PDE yang lain. Dengan
demikian, efek utamanya adalah terhadap korpus
kavernosus di penis, namun karena PDE5 juga
terdapat pada pembuluh darah maka pengaruh
sildenafil terhadap pembuluh darah juga tidak bisa
diabaikan. Sildenafil hanya 10 kali lebih kuat untuk
PDE 5 dibandingkan PDE 6 yang banyak terdapat
di retina. (4,5)
Biasanya sildenafil mulai bekerja satu jam
setelah dikonsumsi dan ereksi akan terjadi sebagai
respon bila terdapat stimulasi seksual. Dosis yang
digunakan 25 – 100 mg (6) dengan dosis maksimal
100mg dianjurkan hanya untuk penggunaan sekali
sehari. Terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kadar sildenafil plasma yaitu : umur
65 tahun, gangguan hati seperti sirosis, gangguan
ginjal berat (kreatinin klirens < 30ml / menit), obatobatan (eritromisin, ketokonazol, itrakonazol). Oleh
karena itu, pada pasien di atas tersebut disarankan
hanya diberikan dosis 25 mg bila memerlukan
penggunaan sildenafil. (5)
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas John Hopkins,
Baltimore, telah menemukan bahwa sildenafil
mungkin merupakan pengobatan yang efektif untuk
gastroparesis yang umumnya terjadi pada penderita
diabetes. Telah didapatkan bahwa mekanisme kerja
pengaturan NO pada pylorus sama dengan pada
penis, tetapi penelitian mengenai hal ini belum
dipatenkan oleh John Hopkins, karena memerlukan
penelitian lebih lanjut. (7,8)
120
Efek samping sildenafil
Sampai sekarang efek samping yang
dilaporkan adalah efek yang berhubungan dengan
kerja sildenafil sebagai penghambat dari PDE 5 di
berbagai jaringan yaitu berupa: (1,4)
1. efek vasodilatasi : sakit kepala, flushing,
rhinitis, dizziness, hipotensi dan hipotensi
postural.
2. efek pada saluran cerna : dispepsi dan rasa
panas di epigastrium.
3. efek gangguan visual : penglihatan berwarna
hijau kebiru-biruan, silau, dan penglihatan
kabur. Gejala ini berlangsung selama beberapa
jam (1-5 jam) terutama terjadi pada dosis
tinggi, karena itu para dokter mata
menganjurkan dosis tidak melebihi 50 mg.
Gangguan visus ini terjadi karena selektivitas
sildenafil terhadap PDE 5 hanya berbeda 10
kali dibanding PDE 6 yang banyak terdapat
di mata, oleh karena itu pengggunaan sildenafil
pada pasien laki-laki yang menderita retinitis
pigmentosa harus dipertimbangkan dengan
berhati-hati.
4. gangguan terhadap otot rangka seperti mialgia,
terutama didapati pada multiple daily dose,
tetapi belum diketahui mengapa efek ini timbul.
Terdapat laporan mengenai efek
kardiovaskular seperti serangan jantung dan
kematian mendadak, tetapi belum diketahui apakah
hal tersebut berkaitan langsung dengan sildenafil,
aktivitas seksual, penyakit yang menyertai pasien
sebelumnya, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut. Aktivitas seksual pada pasien dengan
penyakit jantung juga merupakan resiko potensial
tersendiri. Aktivitas tersebut meningkatkan beban
jantung, sehingga risiko infark miokard meningkat
2,5 kali pada dua jam setelahnya, disamping itu juga
meningkatkan aritmia jantung. (1) Studi yang
dilakukan oleh Holter (9) menyatakan bahwa 31 %
laki-laki dengan penyakit jantung koroner
mengalami iskemia selama koitus (7 persen gejala
iskemia dan 24 persen silent iskemia). Pasien dengan
terapi nitrat merupakan kontraindikasi untuk
pemakaian sildenafil, karena diketahui bahwa
sildenafil mempunyai efek potensiasi hipotensi
dengan senyawa nitrat. Walaupun demikian pada
pertemuan American Urological Association, (6)
dipresentasikan data yang menggambarkan
keamanan penggunaan sildenafil dalam jangka
waktu yang lama. Telah ditemukan bahwa insidens
infark miokard yang dipantau dari 6.500 pasien
yang berpartisipasi besarnya 0,84 per 100 pada
kelompok sildenafil dibandingkan dengan 1,05 per
100 pada kelompok plasebo.
Shah dkk (9) menyatakan, bahwa pengukuran
serum testoteron dan prolaktin perlu dilakukan pada
laki-laki dengan DE. Pada pria dengan defisiensi
testoteron, maka terapi testoteron akan
meningkatkan libido. Demikian pula pada pria
dengan hiperprolaktinemia, ternyata pendekatan
terapi dapat memperbaiki fungsi seksual. Oleh sebab
itu maka dianjurkan untuk mengoreksi dahulu
abnormalitas endokrin, sebelum menambahkan
sildenafil bilamana diperlukan sebagai terapi inisial.
Kontraindikasi pemakaian sildenafil
Kontraindikasi absolut dari pemakaian
sildenafil adalah pasien yang menggunakan semua
bentuk nitrat. Preparat nitrat tidak boleh dikonsumsi
selama 24 jam penggunaannya. Mild angina yang
berulang terjadi setelah pemakaian sildenafil adalah
kontraindikasi absolut lainnya, dan pasien sebaiknya
disarankan untuk beralih pada preparat non nitrat
anti ischemic heart disease seperti penghambat
beta. Sama juga halnya jika unstable angina yang
dijumpai pada pemakaian sildenafil, maka hanya
obat penghambat beta, Ca channel blocker,
narkotik, heparin, dan aspirin yang boleh digunakan.
Kontraindikasi lainnya adalah pada pasien yang
baru saja mengalami stroke atau infark miokardial,
tekanan darah kurang dari 90/55 mmHg, volume
darah yang rendah, penyakit degeneratif retina,
gagal jantung, dan kondisi atau obat-obatan yang
dapat menyebabkan waktu paruh sildenafil menjadi
panjang. (1,4,5,6)
Garbett (10) mendapatkan suatu obat oral untuk
DE yang bekerja mirip dengan sildenafil, yaitu IC
351, Tetapi IC 351 ini memiliki durasi aksi yang
lebih lama dan tidak mempunyai efek samping
seperti perubahan penglihatan warna dan gangguan
kardiovaskular yang berarti seperti halnya pada
sildenafil. Berdasarkan percobaan terhadap 600
pasien yang diberikan obat ini, tidak dijumpai
komplikasi kardiovaskular yang serius. Indikasi
penggunaannya juga ditujukan untuk pasien
diabetes, hipertensi, gangguan vaskular perifer, dan
yang mengalami operasi daerah pelvis. (10)
KESIMPULAN
Terdapat banyak cara yang digunakan untuk
terapi DE, salah satunya adalah dengan obat oral
yang mulai dipasarkan secara luas yaitu sildenafil.
Obat ini hanya bekerja bilamana terdapat stimulasi
seksual dan diminum satu jam sebelum aktifitas
seksual dengan dosis antara 25 – 100mg. Sildenafil
bekerja dengan menghambat kompetitif enzim PDE
5 yang banyak terdapat pada korpus kavernosus
penis, sehingga menyebabkan relaksasi otot polos
yang terdapat berlangsung lebih lama, dengan
demikian ereksi juga akan berlangsung lebih lama.
Masih banyak kontradiksi mengenai penggunaan
sildenafil dalam penatalaksanaan DE, dengan angka
keberhasilannya sekitar 60-70 %. Pada penderita
diabetes angka keberhasilan hanya sekitar 50 %.
Kontraindikasi pemakaian sildenafil adalah pasien
yang menggunakan preparat nitrat, adanya riwayat
stroke, infark miokard, hipotensi, penyakit
degeneratif retina dan obat yang membuat waktu
paruh sildenafil menjadi lebih panjang.
Daftar Pustaka.
1.
2.
3.
4.
5.
Henwood J. Sildenafil for erectile dysfunction.
Medical Progress 1999;26:37-9.
Feldman HA, Goldstein I, Hatzichrictou DG,
Krane RJ, McKinley JB. Impotence and its
medical and psychosocial correlates : results of
the Massachusetts male aging study. J Urol
1994;151:54-61.
Taher A, Karakata S, Adimoelya A, Pangkahila
W, Kakiailatu F. Penatalaksanaan disfungsi
ereksi. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan;10
Juli 1999;Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia.
Boolell M, Gepi-Attee S, Gingel JC, Allen MJ.
Sildenafil : a novel effective oral therapy for
male erectile dysfucntion. Br J Urol
1996;78:257-61.
Lue TF. A study of Sidelnafil (Viagra), a new
oral agent for the treatment of male erectile
dysfunction. J Urol 1997;157 (suppl):181
121
6.
7.
8.
122
Goldstein I, Lue TF, Padma-Nathan H, Rosen RC,
Steers WD, Wicker PA. Oral Sidelnafil on the
treatment of erctile dysfunction. N Engl J Med
1998;338:1397-1404.
Gottlieb S. Sildenafil may help diabetic patients.
BMJ 2000;321: 401.
Boolell M, Pearson J, Gingell JC, Gepi-Attee S,
Wareham K, Pride D. Sildenafil (Viagra) is an
efficacious oral therapy in diabetic patients with
erectile dysfunction. Int J Impot Res 1996;8:186.
9. Shah PK, Schwartz I, Mc Carthy D, Saldana MJ,
Villaran C, Alholel B. et al. Sildenafil in the
treatment of erectile dysfunction. N Engl J Med
1998;339:699-702.
10. Garbett R. “New generation ED treatment” in
pipeline. Asian Medical News 2000;22:5.
Download