TAJUK RENCANA SURAT KABAR RIAU MANDIRI: SUATU ANALISIS UNSUR SERAPAN Oleh: Alber, S.Pd.,M.Pd. Abstrak Unsur serapan yang dipergunakan dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri masih terdapat kesalahan. Sehingga, kesalahan tersebut mengakibatkan ketidakefektifan makna. Dalam surat kabar, seharusnya pemakaian bahasa menonjolkan ketertiban dalam meminjam kata-kata dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Oleh sebab itu, artikel ini akan menganalisis pemakaian unsur serapan khususnya pada efektivitas makna. Penelitian ini menggunakan penelitian preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa unsur serapan yang terdapat dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri masih ada kosakata yang tidak benar (tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan) di antaranya: mentranfer, antipasi, de facto, dilemma, isteri, jenderal, kapable, komplek, legitimate, non muslim, objektiv, pigur, presepsi, respon, service, dan sistim. Kosakata yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, dikembalikan pada bentuk bakunya atau disesuaikan dengan kaidah yang termuat berdasarkan EYD, sedangkan yang belum lazim pemakaian dan tidak tepatnya kosakata seperti: institusi, kontroversial, otoritas, preventif, antipati, implementasi, pakta, akumulasi, representasi, kapabel dan militan. Dengan menggunakan kosakata di atas akan mengakibatkan ketidakefektifan makna. Kata Kunci : Unsur Serapan, Efektivitas, Diksi, Tajuk rencana, Surat Kabar. Pendahuluan Unsur serapan merupakan bagian dari kaidah dalam berbahasa. Dalam perkembangan bahasa Indonesia menyerap unsur berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Belanda, Portugis, atau Inggris. Bardasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur-unsur yang sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia yang tidak perlu lagi diubah ejaannya. Kedua, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Ketiga, unsur yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. (Waridah, 2009:69-70). Media massa merupakan sarana dalam melakukan komunikasi. Selain itu, berperan pula dalam pengembangan bahasa Indonesia. Peran media menjadi sangat penting dalam penerapan kaidah bahasa termasuk penggunaan unsur serapan secara tepat, penarapan kaidah bahasa yang benar harus diikuti oleh berbagai media. Oleh sebab itu, sarana utama dalam mengembangkan bahasa sebagai alat komunikasi adalah dengan adanya media massa. Mengingat peran dan tanggung jawabnya yang sangat dominan itu, bahasa media massa atau laras bahasa jurnalistik senantiasa menjadi topik bahasan yang menarik dalam setiap kali penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Gambaran mengenai hal itu dapat dilihat dalam kutipan hasil Kongres bahasa Indonesia VI (28 Oktober–2 November 1993) di Jakarta (Faizah, 2009:20). Dalam memperkaya bahasa Indonesia, dunia pers telah menunjukkan pelaporannya dalam menerima unsur serapan bagi perkembangan bahasa. Hal itu sama sekali tidak merugikan, namun pengguna bahasa pers dianjurkan untuk menggali kekayaan bahasa serapan dan daerah. 31 Surat kabar merupakan bagian dari media massa. Bahkan surat kabar justru yang paling banyak berperan dalam menerapkan kaidah bahasa, khususnya dalam menyerap unsur bahasa daerah maupun bahasa asing. Surat kabar daerah maupun nasional yang beredar di Pekanbaru khususnya surat kabar Riau Mandiri banyak dijumpai penggunaan kosakata baru dalam penyampaian beritanya, terutama dalam tajuk rencana (artikel utama dalam suarat kabar). Kosakata tersebut banyak ditemukan kesalahan dalam penulisan dan masih ada kosakata yang tidak lazim pemakaiannya, sehingga mengakibatkan ketidakefektifan makna. Sebab dengan kesalahan dalam bahasa surat kabar, maka akan dijadikan contoh dalam proses berbahasa oleh masyarakat, haruslah diingat bahwa yang membaca surat kabar dan majalah bukanlah hanya masyarakat dari kalangan terpelajar, melainkan juga sampai kepada masyarakat bawah (Badudu, 1988:138). Oleh sebab itu, surat kabar yang salah penggunaan bahasanya akan berpengaruh terhadap masyarakat pembacanya. Ketidakefektifan makna disebabkan pemilikan kata (diksi) yang tidak tepat. Keraf (2004:22) mengatakan bahwa diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ugkapan-ungkapan. Berbicara masalah pilihan kata sudah barang tentu seorang pembicara atau seorang penulis akan memilih kata yang terbaik untuk mengungkapkan pesan yang akan disampaikannya. Pilihan kata yang terbaik adalah kata yang memenuhi syarat yaitu: (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat); (2) benar (sesuai kaidah kebahasaan); dan (3) lazim pemakaiannya. Berkenaan dengan kelaziman itu, keadaan lawan bicara juga perlu diperhatikan sehingga pesan yang akan disampaikan terpahami, jika khalayak pendengarnya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, ada kemungkinan pesan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa Indonesia lebih memungkinkan pemahamannya, berikut padanannya dalam bahasa Indonesia. Partisipasi: peran serta, antusias: bersemangat, irigasi: pengairan, dedikasi: pengabdian, dan pilot proyek: percontohan. Pada hakikatnya, memilih kata secara tepat merupakan upaya agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara tepat (Sugono, 2007:41-44). Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat dimunculkan postulat bahwa diksi merupakan pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memeroleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam tulis-menulis sehingga terciptanya keefektifan makna. Oleh karena itu, sebaiknya pers atau surat kabar menggunakan diksi yang tepat sehingga tersampaikan kepada pembaca. Badudu (dalam Chaer, 2002:160) berpendapat bahwa pers atau surat kabar adalah perusak bahasa, bukanlah hanya dilakukan oleh masyarakat kita, melainkan juga di negara lain yang sudah maju. Tuduhan itu memang beralasan sebab banyak sekali kesalahan bahasa yang dilakukan oleh pihak pers. Kesalahan itu merata dari penggunaan ejaan, pemilihan kata, penghilangan unsur-unsur gramatikal, dan penyusunan kalimat-kalimat yang rancu. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis artikel tentang penggunaan unsur serapan dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri, dengan merumuskan masalah bagaimanakah efektivitas makna unsur serapan dalam surat kabar Riau Mandiri? Tujuan tulisan artikel ini adalah mendeskripsikan dan menguraikan efektivitas makna unsur serapan dalam tajuk rencana surat kabar Riau mandiri. Tulisan artikel ini akan memberikan manfaat kepada (1) Surat kabar 32 Riau Mandiri, hasil penelitian ini sebagai umpan balik agar wartawan lebih berhati-hati dalam menggunakan unsur serapan asing dalam menyajikan berita, (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebagai salah satu bahan pengajian bahasa Indonesia khususnya mengenai penyerapan bahasa asing, (3) Mahasiswa, sebagai salah satu bahan pengkajian Bahasa Indonesia dalam perkuliahan, dan (4) Penulis, dalam memahami dan memperluas pengetahuan tentang pemakaian kata asing pada tajuk rencana. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bahasa yang dilakukan secara preskriptif. Menurut Sudaryanto (1988:62-63) penelitian preskriptif adalah penelitian yang cenderung menitikberatkan perhatiannya pada penggunaan bahasa yang dianggap baik dan benar saja. Penelitian preskriptif mempertimbangkan terlebih dahulu benar salahnya pemakaian bahasa menurut norma atau kriteria tertentu. Selanjutnya Kridalaksana (2008:199) menjelaskan bahwa preskriptif bersangkutan dengan paham bahwa ada standar mutlak mengenai betul-salah dalam bahasa dan bahwa tujuan analisis bahasa adalah menyusun normanorma pemakaian bahasa. Penelitian preskriptif digunakan karena penulis ingin menganalisis secara akurat penerapan kaidah bahasa Indonesia khususnya penggunaan unsur serapan dalam tajuk rencana surat kabar harian Riau Mandiri. Data yang akan diperoleh dikumpulkan, dianalisis dan dipilih yang relevan guna keperluan penelitian. Sumber data penelitian ini diambil dari media cetak. Media cetak yang yang dipilih adalah surat kabar Riau Mandiri pada bagian tulisan tajuk rencana karena tajuk rencana merupakan pandangan pihak redaksi tentang suatu permasalahan aktual yang terjadi di masyarakat. Tajuk rencana yang dipilih yaitu edisi Januari sampai dengan Juni 2010 selama enam bulan dengan jumlah 145 tajuk rencana. Pada tanggal 1 November 2010 surat kabar Riau Mandiri berganti nama menjadi Haluan Riau, tetapi penulis masih menggunakan nama Riau Mandiri karena pada saat penelitian berlangsung masih menggunakan nama Riau Mandiri. Untuk pemilihan sampel penelitian, penulis merujuk pada pendapat Moleong (2004:224) sampling dalam hal ini menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber dan bangunannya dengan tujuan untuk merincikan kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik atau menggali informasi yang akan menjadi dasar rancangan dan teori yang muncul atau sampel bertujuan. Widodo (2004:48) mengatakan bahwa random sampling adalah apabila semua anggota populasi diberikan kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian Hasil dan Pembahasan Unsur serapan di dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri berasal dari bahasa Arab, Belanda, Inggris, Sansekerta, dan Prancis. Unsur bahasa yang diserap tersebut masih ada kosakata yang belum efektif maknanya. Ketidakefektifan tersebut disebabkan tidak tepatnya pilihan kata. Pilihan kata yang tepat adalah kata yang memenuhi syarat yaitu: (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat); (2) benar (sesuai kaidah kebahasaan); dan (3) lazim pemakaiannya (Sugono). Unsur serapan yang terdapat dalam tajuk rencana surat kabar Riau mandiri, masih ada kosakata yang tidak benar (tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan) di antaranya: mentranfer, antipasi, de facto, dilemma, isteri, jenderal, kapable, komplek, legitimate, non muslim, objektiv, pigur, presepsi, respon, service, dan sistim. Kosakata yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, dikembalikan pada bentuk bakunya atau disesuaikan dengan kaidah yang termuat berdasarkan EYD. Berkenaan dengan kelaziman dan ketepatan (mengungkapkan gagasan secara cermat), keadaan lawan bicara juga perlu diperhatikan sehingga pesan yang akan 33 disampaikan terpahami, jika khalayak pendengarnya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, ada kemungkinan pesan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa Indonesia lebih memungkinkan pemahamannya. Pada hakikatnya, memilih kata secara tepat merupakan upaya agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara tepat. Berikut padanannya dalam bahasa Indonesia. 1. Kata institusi, Publikasi Senin, 4 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Ancaman Narkoba Kian Mengkhawatirkan” yang terdapat pada paragraf sembilan, seperti dalam kalimat: Institusi terkait seperti pihak berwajib, LSM, perguruan tinggi, lintas sektor, organisai profesi, pemerhati pemuda serta sektor terkait lainnya. Kata institusi merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata Institusi ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi lembaga, dengan penggunaan kata lembaga untuk padanan institusi maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Lembaga terkait seperti pihak berwajib, LSM, perguruan tinggi, lintas sektor, organisai profesi, pemerhati pemuda serta sektor terkait lainnya”. 2. Kata otoritas publikasi Rabu, 13 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Fee Pejabat Harus Diusut” yang terdapat pada paragraf kedua, seperti dalam kalimat: Dianggap sebagai hal yang wajar, baik oleh pemberi maupun penerima, bahkan oleh otoritas di atasnya seperti Bank Indonesia. Kata otoritas merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata otoritas ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi wewenang atau kekuasaan. Penggunaan kata wewenang atau kekuasaan untuk padanan otoritas maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Dianggap sebagai hal yag wajar, baik oleh pemberi maupun penerima, bahkan oleh wewenang di atasnya seperti Bank Indonesia”. 3. Kata preventif publikasi Rabu, 13 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Fee Pejabat Harus Diusut” yang terdapat pada paragraf kedua, seperti dalam kalimat: Sekali lagi upaya preventif berupa perbaikan peraturan dan sistem haruslah terus dilakukan. Kata preventif merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata preventif ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah kata pencegahan. Penggunaan kata pencegahan untuk padanan preventif maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Sekali lagi upaya pencegahan berupa perbaikan peraturan dan sistem haruslah terus dilakukan”. 4. Kata fenomena publikasi Jumat, 22 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Menjaga Kepercayaan” yang terdapat pada paragraf keempat, seperti dalam kalimat: Fenomena ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius dari pengelola Bank. Kata fenomena merupakan serapan dari kata bahasa Inggris. Kata preventif ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi fakta atau kenyataan, dengan penggunaan kata fakta atau kenyataan untuk padanan fenomena maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Kenyataan ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius dari pengelola Bank”. 5. Kata antipati publikasi Jumat, 22 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Menjaga 34 Kepercayaan” yang terdapat pada paragraf keempat, seperti dalam kalimat: Sikap antipati serta tidak adanya perhatian nasabah. Kata antipati merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata antipati ternyata tidak lazim digunakan oleh masyrakat Indonesia. Jadi yang lazim digunakan adalah diksi penolakan, dengan penggunaan kata penolakan untuk padanan antipati maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Sikap penolakan serta tidak adanya perhatian nasabah”. meluncurkan pakta kemitraan. Kata pakta merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata pakta ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah kata perjanjian internasional, dengan penggunaan kata perjanjian internasional untuk padanan pakta maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Rencananya Obama berkunjung pada 21-23 Maret, dan bersama Presiden Susilo Bambang Yudoyono akan meluncurkan perjanjian internasinal kemitraan. 6. Kata implementasi publikasi Selasa, 26 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Dampak Anti-ACFCTA dan Kasus Century” yang terdapat pada paragraf pertama, seperti dalam kalimat: Implementasi perdagangan bebas yang dikemas dalam ASEAN-China Free Tade Area (ACFTA) mulai menimbulkan reaksi penolakan di kalangan masyarakat. Kata implementasi merupakan serapan dari kata bahasa Inggris. Kata implementasi ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi yang lazim digunakan adalah diksi pelaksanaan atau penerapan, dengan penggunaan kata pelaksanaan atau penerapan untuk padanan implementasi maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Pelaksanaan perdagangan bebas yang dikemas dalam ASEAN-China Free Tade Area (ACFTA) mulai menimbulkan reaksi penolakan di kalangan masyarakat”. 8. Kata akumulasi publikasi Senin, 12 April 2010 dengan judul tajuk rencana “Hukum Justru Ditikam Aparat Lembaga Hukum” yang terdapat pada paragraf kedua, seperti dalam kalimat: Pada saat yang sama juga terungkap kasus pajak lain dengan nilai akumulasi yang tidak kalah fantastis. Kata akumulasi merupakan serapan dari kata bahasa Inggris. Kata akumulasi ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi penimbunan, pengumpulan, dan penghimpunan dengan penggunaan kata pelaksanaan atau penerapan untuk padanan akumulasi maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Pada saat yang sama juga terungkap kasus pajak lain dengan nilai penimbunan yang tidak kalah fantastis”. 7. Kata pakta publikasi Kamis, 18 Maret 2010 dengan judul tajuk rencana “Mengkritisi Kunjungan Presiden Barack Obama” yang terdapat pada paragraf pertama, seperti dalam kalimat: Rencananya Obama berkunjung pada 21-23 Maret, dan bersama Presiden Susilo Bambang Yudoyono akan 9. Kata representasi publikasi Kamis, 8 April 2010 dengan judul tajuk rencana “Sistem Imunitas Sosial bagi Perilaku Korup” yang terdapat pada paragraf pertama, seperti dalam kalimat: Hakikatnya adalah representasi kepedihan bangsa, yang dari waktu ke waktu disuguhi tontonan penyelewengan dalam berbagi bentuk dan skala. Kata representasi merupakan serapan dari kata bahasa Inggris. Kata representasi ternyata tidak lazim 35 digunakan oleh masyrakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi perwakilan dengan penggunaan kata perwakilan untuk padanan representasi maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Hakikatnya adalah perwakilan kepedihan bangsa, yang dari waktu ke waktu disuguhi tontonan penyelewengan dalam berbagi bentuk dan skala”. 10. Kata kapabel publikasi Kamis, 15 Juni 2010 dengan judul tajuk rencana “Benalu Partai” yang terdapat pada paragraf terakhir, seperti dalam kalimat: Kuncinya, kiranya benar yang disampaikan Ahmad Mubarok beberapa waktu lalu, copot ketua DPD Demokrat Riau, Zulkifli As dalam Musdalu, dan cari kader yang kapabel, punya strong leader, kharismatik, jujur, dan dapat dipercaya untuk memimpin DPD Demokrat di Riau. Kata kapabel merupakan serapan dari kata bahasa Inggris. Kata kapabel ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi mampu dan sanggup dengan penggunaan kata mampu dan sanggup untuk padanan kapabel maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Kuncinya, kiranya benar yang disampaikan Ahmad Mubarok beberapa waktu lalu, copot ketua DPD Demokrat Riau, Zulkifli As dalam Musdallu , dan cari kader yang mampu, punya strong leader, kharismatik, jujur, dan dapat dipercaya untuk memimpin DPD Demokrat di Riau”. 11. Kata militan publikasi Sabtu, 19 Juni 2010 dengan judul tajuk rencana “Spekulasi PKS Bisa Jadi Bumerang” yang terdapat pada paragraf kedua, seperti dalam kalimat: Sehingga tidak mengherankan, bila banyak kader dan simpatisan PKS yang militan dalam membela dan mendukung PKS. Kata militan merupakan serapan dari kata bahasa Belanda. Kata militan ternyata tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim digunakan adalah diksi bersemangat dengan penggunaan kata bersemangat untuk padanan militan maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi “Sehingga tidak mengherankan, bila banyak kader dan simpatisan PKS yang bersemangat dalam membela dan mendukung PKS. Berdasarkan analisis data, unsur serapan di dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri berasal dari bahasa Arab, Belanda, Inggris, Sansekerta, dan Prancis. Unsur bahasa yang diserap tersebut masih ada kosakata yang belum efektif maknanya. Ketidakefektifan tersebut disebabkan tidak tepatnya pilihan kata. Pilihan kata yang tepat adalah kata yang memenuhi syarat yaitu: (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat); (2) benar (sesuai kaidah kebahasaan); dan (3) lazim pemakaiannya (Sugono, 2007:41-44). Berkenaan dengan kelaziman dan ketepatan (mengungkapkan gagasan secara cermat), keadaan lawan bicara juga perlu diperhatikan sehingga pesan yang akan disampaikan terpahami, jika khalayak pendengarnya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, ada kemungkinan pesan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa Indonesia lebih memungkinkan pemahamannya. Pada hakikatnya, memilih kata secara tepat merupakan upaya agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara tepat. Hal ini dapat kita lihat dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri seperti kalimat di bawah ini: 1. Sekali lagi upaya preventif berupa perbaikan peraturan dan sistem haruslah terus dilakukan. (Rabu, 13 Januari 2010 36 dengan judul tajuk rencana “Fee Pejabat Harus Diusut”). 2. Pada saat yang sama juga terungkap kasus pajak lain dengan nilai akumulasi yang tidak kalah fantastis. (publikasi Senin, 12 April 2010 dengan judul tajuk rencana “Hukum Justru Ditikam Aparat Lembaga Hukum”). 3. Implementasi perdagangan bebas yang dikemas dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai menimbulkan reaksi penolakan di kalangan masyarakat. (Selasa, 26 Januari 2010 dengan judul tajuk rencana “Dampak Anti-ACFCTA dan Kasus Century ”). Pemilihan kata (yang dihitamkan) pada kalimat di atas sudah memenuhi syarat, tetapi jika khalayak atau masyarakat yang membacanya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, kemungkinan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa Indonesia lebih memungkinkan untuk dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga keefektifan makna tidak tersampaikan dengan baik. Jika hal itu dilakukan, berikut ini padanan kata dalam bahasa Indonesia. institusi : lembaga otoritas : wewenang, kekuasaan preventif : pencegahan fenomena : fakta, kenyataan antipati : penolakan implementasi : pelaksanaan, penerapan pakta : perjanjian internasional akumulasi : penimbunan, pengumpulan, penghimpunan representasi : perwakilan kapabel : mampu, sanggup, cakap militan : bersemangat Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa dalam kaitannya dengan pilihan kata (diksi), kosakata bahasa Indonesia dapat digolongkan atas: (1) kata abstrak dan kata kongkret; (2) kata umum dan kata khusus; (3) kata populer dan kata kajian; (4) kata baku dan kata nonbaku; dan (5) kata asli dan kata serapan. Berdasarkan pendapat Soedjito (1990:39) tentang penggolongan kata, kata populer dan kata kajian yang efektif dipakai, karena kata populer adalah kata yang dikenal dan dipakai oleh semua lapisan masyarakat dalam komunikasi sehari-hari, sedangkan kata kajian adalah kata yang dikenal dan dipakai oleh para ilmuwan atau kaum terpelajar dalam karyakarya ilmiah. Berdasarkan hasil analisis data masih ada kosakata yang belum lazim pemakaiannya atau belum populer di kalangan masyarakat, sehingga pesan yang akan disampaikan mengakibatkan ketidakefektivan makna. Hal itu dapat kita lihat dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri seperti kalimat di bawah ini: (a) Hakikatnya adalah representasi kepedihan bangsa, yang dari waktu ke waktu disuguhi tontonan penyelewengan dalam berbagi bentuk dan skala. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi Hakikatnya adalah perwakilan kepedihan bangsa, yang dari waktu ke waktu disuguhi tontonan penyelewengan dalam berbagi bentuk dan skala. (Kamis, 8 April 2010 dengan judul tajuk rencana “Sistem Imunitas Sosial bagi Perilaku Korup). (b) Kuncinya, kiranya benar yang disampaikan Ahmad Mubarok beberapa waktu lalu, copot ketua DPD Demokrat Riau, Zulkifli As dalam Musdalu, dan cari kader yang kapabel, punya strong leader, kharismatik, jujur, dan dapat dipercaya untuk memimpin DPD Demokrat di Riau. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi Kuncinya, kiranya benar yang disampaikan Ahmad Mubarok beberapa waktu lalu, copot ketua DPD Demokrat Riau, Zulkifli As dalam Musdalu , dan cari kader yang mampu, punya strong leader, kharismatik, jujur, dan dapat dipercaya untuk memimpin DPD Demokrat di Riau. (Kamis, 15 Juni 2010 dengan judul tajuk rencana “Benalu Partai”) 37 (c) Sehingga tidak mengherankan, bila banyak kader dan simpatisan PKS yang militan dalam membela dan mendukung PKS. Jadi, kalimat di atas dapat diubah menjadi Sehingga tidak mengherankan, bila banyak kader dan simpatisan PKS yang bersemangat dalam membela dan mendukung PKS. (Sabtu, 19 Juni 2010 dengan judul tajuk rencana “Spekulasi PKS Bisa Jadi Bumerang”). Kata perwakilan, mampu dan bersemangat tentu dikenal orang daripada kata representasi, kapabel, dan militan. Pada hakikatnya, penggunaan kata populer akan lebih efektif maknanya dibandingkan menggunakan kata kajian, berikut ini padanan kata populer dan kata kajian. Populer Kajian institusi : lembaga otoritas : wewenang, kekuasaan preventif : pencegahan fenomena : fakta, kenyataan antipati : penolakan implementasi :pelaksanaan, penerapan pakta :perjanjian internasional akumulasi :penimbunan, pengumpulan, penghimpunan representasi : perwakilan kapabel :mampu, sanggup, cakap militan : bersemangat Kata institusi, ternyata belum lazim pemakaiannya atau belum populer digunakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, yang lazim atau populer digunakan adalah diksi lembaga, dengan penggunaan kata lembaga untuk padanan institusi maknanya akan lebih dipahami dan tersampaikan kepada masyarakat begitu juga dengan kata otoritas (wewenang atau kekuasaan), preventif (pencegahan), fenomena (fakta atau kenyataan), antipati (penolakan), implementasi (pelaksanaan), pakta (perjanjian internasional), akumulasi (penimbunan, pengumpulan, dan penghimpunan), representasi (perwakilan), kapabel (mampu atau sanggup), dan militan (bersemangat). Pada hakikatnya, memilih kata secara tepat merupakan upaya agar pesan yang hendak disampaikan dapat diterima secara tepat. Dengan demikan, penggunaan kosakata yang belum memasyarakat (lazim) atau belum populer akan mengakibatkan ketidakefektifan makna. Simpulan Beberapa unsur serapan di dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri berasal dari bahasa Arab, Belanda, Inggris, Sansekerta, dan Prancis. Pemanfaatan bahasa asing yang diserap tersebut dari beberapa kasus memperlihatkan ketidakefektivan makna. Ketidakefektifan tersebut disebabkan tidak tepatnya pilihan kata.. Unsur serapan yang terdapat dalam tajuk rencana surat kabar Riau Mandiri masih ada kosakata yang tidak benar (tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan) di antaranya: mentranfer, antipasi, de facto, dilemma, isteri, jenderal, DAFTAR RUJUKAN kapable, komplek, legitimate, non muslim, objektiv, pigur, presepsi, respon, service, dan sistim. Kosakata yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kaidah2000. kebahasaan, dikembalikan Alwi, Hasan, Bahasa Indonesia pada bentuk bakunya atau disesuaikan dengan Pemakai dan Pemakaianya. Jakarta: kaidah Pusat yang Bahasa termuatDepartemen berdasarkan EYD, Pendidikan SedanganNasional. yang belum lazim pemakaian dan tidak tepatnya kosakata seperti: institusi, otoritas, fenomena, antipasti, Alwi, preventif, Hasan dkk. 1995. Pedoman implementasi, pakta, akumulasi, representasi, Pengindonesiaan Nama dan Kata kapabel Asing. dan militan. Dengan menggunakan Jakarta: Balai Pustaka. kosakata di atas akan mengakibatkan ketidakefektifan makna Daftar Pustaka Ali, Muhammad, 1982. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa. 38 Arikunto, Suharsimi. 2003. Manejemen Penelitian. Jakarta. Rineke Cipta. Badudu, J. S. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Burhanuddin, Erwina, Muis, Muhammad dan Abdul Gaffar Ruskhan. 2000. Pungutan Padu Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Bahasa. Chaer, Abdul. 2002. Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Bahasa Provinsi Riau. Djunanah. 2009. “Kata Serapan Bahasa Asing dalam Surat Chentini: Kajian Morfosemantik”. Disertasi tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia. Faizah, Hasnah. 2009. MKDU Bahasa Indonesia. Pekanbaru: Cendikia Insani. _______. 2008. Linguistik Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani. Hadi, Syamsul. 2003. “Kata-kata Serapan dalam Bahasa Arab yang Terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Halim, Amran. 1984. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Balai Pustaka. Harrison, Lisa. 2007. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana. Hariwijaya, M. 2006. Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi. Yogyakarta: Citra Pustaka. Keraf, Gorys.1987. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah. _______. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. ______. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis Kiat Jitu Menulis Artikel Opini, Kolom & Resensi Buku. Yogyakarta: Erlangga. Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik Teori & dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moeliono, Anton dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Depdikbud: Balai Pustaka. Moleong, Lexi J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya. Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Pateda, Mansoer dan Yennie P. Pulubuhu. 1987. Unsur Serapan dalam Bahasa Indonesia dan Pengajarannya. Flores: Nusa Indah. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahman, Elmustian. 1998. Bahasa Jurnalistik. Pekanbaru: UNRI Press. 39 Sabariyanto, Dirgo. 2001. Mengapa Disebut Bentuk Baku dan Tidak Baku. Yogyakarta: Mitra Gama Widya. Sudaryanto. 1988. Metode Lingistik Bagian Pertama ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soedjito. 1990. Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Sugono, Dendy. 2007. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional. ______. 2007. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional. Sumadiria, Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Sumadiria, Haris. 2009. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana Panduan Praktis Penulis &Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Tarigan, Josep dan M. Suparmoko. 2000. Metode Pengumpulan Data. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. Waridah, Ernawati. 2009. EYD dan Seputar Kebahasaan. Bandung: Kawan Pustaka. Widodo. 2005. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian. Jakarta: Magna Scrip 40