J. Tek. Ling Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup” Hal. 11 - 20 Jakarta, Juni 2012 ISSN 1441-318X PENGARUH KONSORSIUM DAN DOSIS MIKROBA DALAM MENDEGRADASI SENYAWA HIDROKARBON DI TANAH TERCEMAR MINYAK BOJONEGORO Joko Prayitno1, Andang Mulyasari2, Esi Lisyastuti3 Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, Lt. 19 Gd. 2 BPPT Jl. MH Thamrin No.8 Jakarta 2 Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat Tangerang Selatan 3 Balai Teknologi Lingkungan, BPPT, Gd. 412 Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 1 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh penambahan konsorsium bakteri dan dosis pemberian bakteri dalam menurunkan cemaran minyak bumi di tanah asal Bojonegoro. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial dengan perlakuan konsorsium bakteri dan dosis aplikasi. Jenis konsorsium bakteri yang dicoba adalah K1 (terdiri dari campuran isolat Fi3.3, Fi3.4 dan Fu6.9) dan K2 (terdiri dari campuran isolate P2 dan P6), serta K0 (kontrol, tanpa inokulasi). Dosis konsorsium bakteri yang diuji adalah 106 (D6), 109 (D9) dan 1012 (D12) cfu/g tanah. Kadar minyak awal dalam tanah adalah 5.8%. Sebelum diinokulasi, tanah ditambahkan pupuk Urea dan NPK. Percobaan dilakukan selama 12 minggu. pH tanah, Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dan total heterotrophic bacteria diukur setiap minggu, sedangkan suhu tanah diukur setiap 3-4 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suhu tanah hingga 40ºC dan penurunan pH dari 8.1 menjadi 7.6 pada minggu pertama percobaan. Nilai TPH masingmasing perlakuan turun dari 5,8% menjadi 2.8-3.2% setelah 12 minggu. Analisis statistik menyatakan bahwa pemberian konsorsium, dan dosis konsorsium bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai TPH maupun terhadap populasi mikroba tanah. Kata kunci: oil bioremediation, microbe consortium, total heterotrophic bacteria Abstract The aim of this research was to investigate the effect of bacterial consortia augmentation and their doses to reduce the level of oil contaminant in soil from Bojonegoro. The experimental design used was Complete Randomised Design with bacterial consortia and the number of bacterial cells augmented as treatments. The bacterial consortia tested were bacterial consortium K1 (a mix culture of isolate Fi3.3, Fi3.4 dan Fu6.9), K2 (a mix culture of isolate P1 and P2) and K0 (control treatment, without bacterial augmentation); and the application dose were 106 (D6), 109 (D9) and 1012 (D12) cfu/g soil. Initial concentration of crude oil in the soil was 5.8%. Urea and NPK fertilizers were amended to the soil before bacterial application. The experiment was run for 12 weeks. Soil pH, Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) and total heterotrophic bacteria were determined every week, and soil temperature was measured every 3-4 days. Results showed that soil temperature was increased to 40ºC and soil pH slightly dropped from 8.1 to 7.6 during the first week of experiment. TPH of all treatments were decreased from 5.8% to 2.8-3.2% after 12 weeks. Statistical analysis showed that the bacterial consortium applications and their doses had no significant effects on the reduction of both TPH and total heterotrophic bacteria.. Key words: oil bioremediation, microbe consortium, total heterotrophic bacteria Pengaruh Konsorsium,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 11 - 20 11 1. PENDAHULUAN Kebutuhan minyak bumi yang tinggi sebagai sumber energi menyebabkan terjadi peningkatan eksploitasi dan pengolahan minyak bumi. Namun kegiatan eksploitasi minyak bumi dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan baik karena tumpahan minyak yang terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja1). Minyak bumi yang mencemari tanah bila dibiarkan dapat mencapai sumber air yang penting bagi industri dan domestik seperti air tanah, danau atau sungai2,3). Selain itu, minyak bumi dapat meracuni biota tanah dan perairan, yang berakibat pada kesehatan dan produksi pertanian sehingga terjadi penurunan ekonomi2,3). Tumpahan minyak pada tanah di sekitar lokasi tambang rakyat sangat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan karena tidak memiliki tatakelola yang baik. Tambang rakyat tersebut misalnya ditemukan di Kecamatan Ledok, Kabupaten Blora4) dan Kabupaten Bojonegoro terutama di wilayah kecamatan Kadewan, Wonocolo dan Hargomulyo. Beberapa teknik untuk merestorasi tanah yang terkontaminasi minyak adalah secara fisika, kimia dan biologi. Dibandingkan dengan teknik fisika dan kimia, proses secara biologis seperti bioremediasi merupakan alternatif yang efektif dan murah 5,6) . Bioremediasi merupakan salah satu upaya pemulihan tanah yang tercemar minyak dengan mengunakan mikroorganisme tertentu yang mendegradasi senyawa toksik dalam minyak bumi7. Proses bioremediasi berlangsung secara alami di alam, karena alam memiliki kemampuan memulihkan dan menjaga keseimbangannya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh keberadaan mikroorganisme indigenus yang terdapat di tanah serta faktor-faktor lingkungan yang membentuk kestabilan ekosistem7,8). Namun, proses remediasi alamiah membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga untuk mempercepat upaya perbaikan lahan 12 tercemar maka dilakukan penambahan nutrisi ataupun mikroba dari luar habitat yang disebut dengan mikroorganisme eksogenus. Isolasi bakteri potensial pendegradasi minyak untuk proses bioremediasi tanah sudah banyak dilaporkan9,10,11). Proses bioremediasi menggunakan isolat tersebut tergantung dari daerah dan jenis minyak yang mencemari. Agar lebih efektif, teknologi bioremediasi banyak memanfaatkan gabungan ataupun hubungan yang sinergis mikroorganisme dalam suatu konsorsium12,13,14). Beberapa studi menunjukkan bahwa jenis mikroba dalam konsorsium mempengaruhi hasil degradasi minyak di tanah15,16). Oleh karena itu, potensi dan efektifitas degradasi dari suatu konsorsium mikroba perlu diuji sebelum diaplikasikan pada tanah yang tercemar minyak. Selain jenis konsorsium, jumlah populasi bakteri dalam tanah juga dapat mempengaruhi hasil degradasi14). Walker dan Colwell17 menyebutkan keanekaragaman dan kelimpah-an mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang terdapat di alam memiliki hubungan yang linier dengan peningkatan kadar pencemar hidrokarbon. Begitu pula berdasarkan penelitian Nugroho14), konsorsium bakteri yang ditambah-kan pada sludge minyak bumi dapat memanfaatkan sludge minyak bumi sedemikian rupa sehingga kelimpahannya semakin meningkat. Beberapa isolat bakteri pendegradasi minyak bumi telah diisolasi dari tanah tercemar minyak di kawasan pertambangan minyak di Kabupaten Siak, Riau18). Isolatisolat tersebut memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi hingga 80% dalam skala laboratorium, sehingga memiliki potensi untuk aplikasi bioremediasi pada tanah tercemar18). Isolat-isolat tersebut juga diharapkan mampu mendegradasi minyak bumi dalam berbagai kondisi tanah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kemampuan dua konsorsium bakteri yang berasal dari tanah tercemar minyak di Riau dan pengaruh jumlah populasi bakteri yang Prayitno, J. dkk., 2012 diberikan terhadap tingkat degradasi minyak bumi di tanah tercemar minyak. Tanah tercemar minyak yang digunakan berasal dari kawasan sumur minyak di daerah Bojonegoro, Jawa Timur. Hasil percobaan ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang kemampuan konsorsium bakteri dalam mendegradasi senyawa minyak di tanah sehingga konsorsium mikroba tersebut dapat diaplikasikan di lahan tercemar minyak. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Konsorsium Bakteri Konsorsium yang digunakan merupakan campuran dari isolat-isolat yang diisolasi dari tanah tercemar minyak mentah di wilayah pertambangan minyak Riau, kecuali isolat Fu69. Isolat Fu69 merupakan bakteri tanah yang diperoleh dari hasil seleksi menggunakan senyawa polyaromatic h y d r o c a r b o n ( PA H ) . K o n s o r s i u m 1 merupakan campuran dari isolat Fi3.3, Fi3.4 dan Fu6.9, sedangkan Konsorsium 2 adalah campuran dari isolat P2 dan P618. 2.2. Perbanyakan Isolat Bakteri Isolat-isolat bakteri yang akan diinokulasikan ke tanah tercemar minyak terlebih dahulu diperbanyak di laboratorium. Masing-masing isolat ditumbuhkan di media Nutrien Agar (NA) selama 2 hari. Media NA terdiri dari 3,0 g meat extract, 5 g pepton, dan 0,5 g NaCl dalam 1000 ml akuades(9). Selanjutnya media Nutrient Broth (NB) digunakan untuk perbanyakan awal sel. Koloni tunggal bakteri yang tumbuh di media NA dipindahkan dengan ose ke dalam media NB steril dalam erlenmeyer 30 ml kemudian diinkubasi di atas shaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 27ºC selama 24 jam hingga mencapai fase eksponensial. Selanjutnya masing-masing kultur dipindahkan ke dalam 450 ml media Bushnell dan Haas (BH) 19 yang diberi tambahan ekstrak ragi 0,5 g/l dan 1% (v/v) minyak mentah. Media BH dibuat dengan melarutkan 0,41 g MgSO4, 1 g KH2PO4, 1 g K2HPO4, 0,08 g FeCl2.6H2O, 0,02 g CaCl2, dan 1 g NH4NO3 dalam 1000 ml akuades. Kultur diinkubasi dalam suhu ruang selama 3 minggu dan diberi aerasi dengan melalukan udara steril dari pompa udara ke media kultur. Sel bakteri dipanen dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Setelah dibilas dengan media BH, pelet bakteri disuspensikan dalam media BH dan nilai OD diset pada 1.00 dengan menggunakan spektrofotometer13). 2.3. Persiapan Tanah dan Pelaksanaan Percobaan Ta n a h y a n g d i g u n a k a n u n t u k percobaan adalah tanah tercemar minyak yang diambil dari wilayah sekitar sumur minyak di kecamatan Kawengan, Kabupaten Bojonegoro. Tanah tersebut diaduk rata terlebih dahulu hingga homogen sebelum ditempatkan pada kotak-kotak plastik yang berukuran 30 x 20 x 10 cm. Masing-masing kotak plastik berisi 10 kg tanah tercemar minyak. Karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 1. Tanah tersebut mengandung minyak sebanyak 5.84%. Suspensi bakteri dari hasil perbanyakan (OD = 1.00, populasi 1012cfu/ml) diencerkan sebanyak 10 dan 100 kali dengan media BH. Populasi bakteri yang terkandung dalam suspensi hasil pengenceran tersebut adalah masing-masing sebanyak 109 dan 106 cfu/g tanah. Tanah diinokulasi dengan bakteri sesuai dengan dosis perlakuan, kemudian tanah diaduk rata. Waktu aplikasi suspensi bakteri ke tanah adalah setiap minggu selama 3 minggu. Untuk meningkatkan pertumbuhan mikroba, maka ke dalam tanah ditambahkan pupuk dasar berupa Urea dan NPK (15-15-15) masing-masing sebanyak 3.8 dan 2.4 g/kg tanah pada awal percobaan (minggu ke-0), dan 1.9 dan 1.2 g/kg tanah pada minggu ke-6. Pengaruh Konsorsium,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 11 - 20 13 Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 X 2 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis konsorsium bakteri yaitu Konsorsium 1 (K1) dan Konsorsium 2 (K2) serta tanpa inokulasi sebagai kontrol (K0). Faktor kedua adalah dosis konsorsium bakteri yaitu 106 (D6), 109 (D9) dan 1012 (D12) cfu/g tanah. Percobaan dilakukan selama 12 minggu. Setiap minggu dilakukan pengambilan sampel tanah untuk pengukuran pH, Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dan total heterotrophic bacteria (TPC). Pengambilan sampel tanah pada minggu ke-1, ke-2 dan ke-6 dilakukan sebelum penambahan konsorsium atau pupuk. Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk dasar, maka diukur nilai TPH dan Total Heterotrophic Bakteri pada awal dan akhir percobaan (minggu ke-0 dan minggu ke-12). Selain itu dilakukan pula pengukuran suhu dan kelembaban tanah tiap 3-4 hari. Untuk mempertahankan kelembaban tanah pada kisaran 17-22% dan aerasi maka dilakukan penyiraman dan pengadukan tanah setiap 3-4 hari. 2.4. Analisis TPH Kadar minyak yang terdapat di dalam tanah ditentukan dengan mengukur nilai TPH. Sampel tanah sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan 150 ml n-heksana dan dilakukan destilasi bertingkat pada suhu 70-80ºC selama 4 jam. Setelah itu gelas kimia dipanaskan pada suhu 70ºC (sesuai dengan titik didih n-heksan) untuk menguapkan n-heksana dan air sehingga yang tersisa hanya minyak. Gelas kimia tersebut diangkat dan didiamkan sampai dingin lalu ditimbang beratnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perbanyakan Sel Bakteri Perbanyakan bakteri pada media BH digunakan untuk kebutuhan inokulasi bakteri 14 dalam percobaan. Pertumbuhan bakteri pada media BH yang ditambah 0,5 g/l ekstrak ragi dan 1% minyak mentah berlangsung selama 21 hari. Jumlah total sel masing-masing isolat bakteri dalam media perbanyakan BH ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Jumlah sel bakteri (cfu/ml) dari lima isolat bakteri dalam media perbanyakan selama 21 hari. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa seluruh isolat mengalami fase pertumbuhan stasioner hingga hari ke-4. Setelah itu beberapa isolat mulai mengalami pertumbuhan eksponensial di hari berikutnya (hari ke-5) dan mengalami fase eksponensial tertinggi setelah hari ke-12. Pada hari ke-15, jumlah sel paling tinggi terlihat pada isolat P2 dan P6 yang mencapai lebih dari 3 x 107 cfu/ml. Penambahan ekstrak ragi ke dalam media perbanyakan dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan sel terutama di awalawal fase kultur. Namun pertumbuhan sel terlihat tidak terlalu meningkat hingga hari ke 9. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya penambahan minyak bumi ke dalam kultur yang dapat bersifat toksik bagi sel. Pada fase awal pertumbuhan, bakteri memanfaatkan senyawa hidrokarbon sederhana seperti alkana sebagai sumber karbon. Setelah senyawa hidrokarbon sederhana menipis, bakteri mulai menggunakan senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks seperti Prayitno, J. dkk., 2012 senyawa aromatik bagi pertumbuhannya7,20). Aktifitas metabolisme sel masingmasing isolat dalam mendegradasi minyak mentah ditandai dengan adanya perubahan warna media dari bening menjadi kecoklatan. Perubahan warna media ini terjadi karena minyak mentah mulai larut dalam media, kemungkinan disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa intermediet akibat proses penguraian senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks menjadi senyawa organik yang lebih sederhana. Perubahan warna paling cepat ditunjukkan oleh isolat Fi3.3, Fi3.4 dan Fu6.9 yaitu pada hari ke-3. Sedangkan isolat P2 dan P6 menghasilkan perubahan warna media BH dihari ke-5. total bakteri tanah selama berlangsung percobaan. Pada tanah yang tidak diberi pupuk dasar (K0-Pupuk), total bakteri tanah pada akhir percobaan lebih rendah dibandingkan dengan total bakteri di tanah yang diberi pupuk dasar, yaitu sebesar 1.6 x 107 cfu/g. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa pemberian pupuk dasar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap total bakteri tanah selama percobaan berlangsung. 3.2. Total Bakteri di Tanah Selama Percobaan Total bakteri pada sampel tanah selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 2. Enumerasi total bakteri tanah dilakukan baik pada tanah yang tidak diberi pupuk dasar (K-Pupuk), maupun pada tanah yang diberi pupuk dasar (K0) sebelum inokulasi (0-K) dan sesudah inokulasi pada awal percobaan (0+K) hingga minggu ke-12. Di awal percobaan, total bakteri tanah adalah 5 x 108 cfu/g. Penambahan bakteri ke tanah pada awal percobaan menyebabkan peningkatan populasi bakteri di tanah pada perlakuan D6, D9 dan D12 menjadi masingmasing sebesar 1.4 x 109, 4.6 x 1010 dan 8 x 1012 cfu/g (Gambar 2). Total bakteri tanah menurun drastis pada minggu pertama pada semua kombinasi perlakuan menjadi ratarata sekitar 1 x 109 cfu/g. Selanjutnya total bakteri tanah cenderung tetap pada semua perlakuan hingga akhir percobaan, dengan jumlah sel berkisar antara 3 x 108 dan 1 x 109 cfu/g pada minggu ke-12. Total bakteri tanah pada akhir percobaan tersebut tidak jauh berbeda dengan populasi bakteri di awal percobaan. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa pemberian bakteri ke tanah dengan dosis yang berbeda tidak mempengaruhi Gambar 2. Total bakteri tanah (log cfu/g tanah) hingga minggu ke-12. 3.3. Suhu dan pH Tanah Suhu tanah mengalami peningkatan pada seluruh perlakuan dari 30ºC pada awal percobaan (hari ke-0) menjadi 40ºC pada hari ke-3 (Gambar 3). Setelah itu suhu tanah turun menjadi 28ºC di hari ke-15 dan mengalami sedikit kenaikan menjadi 32ºC pada hari ke-24 hingga ke-30. Selanjutnya suhu tanah stabil pada nilai 28ºC hingga hari ke-65, dan menjadi 26ºC hingga akhir percobaan. Peningkatan suhu yang tinggi pada awal percobaan mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas metabolisme bakteri tanah dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon 21) . Mikroba pendegradasi hidrokarbon pada umumnya bersifat mesofilik (interval suhu 25ºC-40ºC). Suhu tanah pada seluruh perlakuan menunjukkan interval kehidupan mikroba tersebut. Degradasi tertinggi umumnya terjadi pada interval 30-40ºC dalam lingkungan tanah, 20-30ºC lingkungan perairan dan 15-20ºC pada Pengaruh Konsorsium,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 11 - 20 15 perairan laut22. Perubahan suhu pada tanah yang tidak diberi mikroba (K0) maupun tanah yang diberi tambahan bakteri (K1 dan K2) secara umum memiliki pola yang sama (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa pola perubahan suhu tersebut dipengaruhi terutama oleh mikroba indigenus. Gambar 3. Suhu tanah (ºC) pada berbagai perlakuan hingga hari ke 84. Berbeda dengan suhu tanah, pH tanah mengalami penurunan dari 8.1 menjadi 7.6 pada minggu ke-2 (Gambar 4). Setelah itu pH tanah meningkat perlahan menjadi 7.8 pada minggu ke-5, dan meningkat tajam menjadi 8.5 pada minggu ke-6. Pada akhir percobaan, pH mengalami penurunan menjadi sekitar 7.9. Pada umumnya mikroorganisme tumbuh optimal pada kisaran pH 6-8. pH yang optimal akan meningkatkan aktivitas metabolisme dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon. Penurunan pH tanah pada minggu ke-1 dan ke-2 diduga karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme bakteri tanah dalam proses degradasi senyawa hidrokarbon yang menghasilkan asamasam organik sehingga meningkatkan kemasaman tanah. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya 23), biodegradasi alkana yang terdapat dalam minyak bumi akan membentuk alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak. Asam lemak hasil degradasi alkana akan dioksidasi lebih lanjut membentuk asam asetat dan asam propionat, sehingga dapat menurunkan nilai pH medium. Peningkatan pH tanah yang cukup 16 signifikan pada minggu ke-6 diduga karena pengaruh pemberian pupuk Urea dan NPK yang meningkatkan konsentrasi kation pada tanah. Pupuk Urea akan melepaskan ion ammonium yang bersifat basa dan sebagian besar berubah menjadi gas ammonia yang dibebaskan ke udara. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan pH yang signifikan pada minggu ke-7. Pola penurunan dan peningkatan pH tanah yang sama selama percobaan dapat dilihat baik pada perlakuan kontrol (K0) maupun pada perlakuan penambahan bakteri. Oleh karena itu, aktivitas metabolisme mikroba indigenus mengambil peranan penting dalam proses degradasi senyawa hidrokarbon yang menghasilkan senyawa berupa asam-asam organik. Gambar 4. Nilai pH tanah (pH H2O) berbagai perlakuan hingga minggu ke-12. 3.4. Nilai TPH Nilai TPH tanah tercemar minyak di awal percobaan adalah 5.8%. Nilai TPH tersebut menurun cukup tajam hingga 3.3% pada minggu ke-4, setelah itu tidak terjadi lagi penurunan yang signifikan hingga akhir percobaan di minggu ke 12, yaitu menjadi hanya sekitar 2.8-3.2% (Gambar 5). Hingga akhir percobaan, terjadi pengurangan nilai TPH sebesar 53%. Pola penurunan nilai TPH pada seluruh kombinasi perlakuan konsorsium dan dosis terlihat sama dengan pola penurunan nilai TPH pada kontrol Prayitno, J. dkk., 2012 (K0). Secara statistik, uji Anova satu arah menunjukkan bahwa perlakuan pemberian konsorsium bakteri ataupun perlakuan dosis yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPH selama berlangsung percobaan (P>0.90). Gambar 5. Nilai TPH tanah pada berbagai perlakuan yang berlangsung selama 12 minggu. Penurunan TPH yang cepat pada minggu-minggu awal percobaan (Gambar 5) disebabkan karena terjadi peningkatan aktifitas metabolisme mikroba tanah dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon. Peningkatan aktifitas metabolisme ini ditandai dengan adamya peningkatan suhu tanah pada minggu pertama percobaan (Gambar 3) dan penurunan pH tanah pada minggu ke-1 dan ke-2 (Gambar 4). Penurunan yang cepat dari nilai TPH di minggu-minggu awal percobaan sesuai dengan hasil studi terdahulu yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu tanah dan penurunan pH21. Hal tersebut diduga karena mikroba melepaskan energi dan hasil metabolisme berupa CO2 dan H2O ke lingkungan. Selain energi yang dihasilkan dari proses metabolisme, dihasilkan pula produk metabolisme mikroba yang lain berupa asam-asam organik. Asam-asam organik tersebut menyebabkan kondisi lingkungan menjadi asam dengan ditunjukkan dengan penurunan nilai pH pada tanah. Fase penurunan nilai TPH yang cepat tersebut disebabkan karena mikroba tanah menguraikan senyawa-senyawa hidrokarbon yang lebih sederhana terlebih dahulu, sedangkan senyawa-senyawa yang lebih kompleks seperti senyawa aromatik lebih lama dan lebih sulit diuraikan oleh mikroba 3,23). Dalam percobaan ini, fase penguraian senyawa hidrokarbon sederhana diduga terjadi hingga minggu keempat. Pada minggu-minggu selanjutnya, aktifitas degradasi menurun diduga karena mikroba tanah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguraikan senyawa-senyawa hidrokarbon kompleks. Analisis nilai TPH dilakukan juga pada tanah yang tidak diberi pupuk dasar dan perlakuan (K0-Pupuk) di awal dan akhir percobaan. Berbeda dengan nilai TPH perlakuan, pada tanah K0-Pupuk tidak terjadi penurunan nilai TPH hingga minggu ke 12 (Gambar 5). Nilai TPH pada tanah K0Pupuk pada akhir percobaan adalah 5.6%. Pemberian pupuk dasar selain berpengaruh terhadap tingkat degradasi hidrokarbon juga berpengaruh terhadap populasi mikroba tanah (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengindikasikan bahwa pemberian nutrisi diperlukan untuk meningkatkan aktifitas metabolisme mikroba dan populasi mikroba tanah14,16). Hingga kini masalah yang menjadi tantangan para peneliti untuk diatasi dalam hal degradasi senyawa minyak bumi adalah bagaimana mempertahankan fase penurunan TPH yang cepat tersebut (atau mempertahankan aktifitas metabolisme yang tinggi selama proses degradasi) selama mungkin. Dalam kaitan dengan hal tersebut, beberapa strategi yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pemberian konsorsium mikroba yang merupakan campuran mikroba yang memiliki kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbon sederhana dengan mikroba yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon kompleks seperti PAH. Dalam percobaan ini, upaya tersebut dilakukan dengan cara penambahan konsorsium K1 ke tanah tercemar minyak. Upaya lainnya adalah dengan melakukan pemberian nutrisi Pengaruh Konsorsium,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 11 - 20 17 untuk meningkatkan aktifitas mikroba tanah pada minggu ke-6 percobaan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan degradasi senyawa hidrokarbon di tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan degradasi senyawa hidrokarbon di tanah adalah kondisi fisik tanah (kandungan bahan organik, komposisi partikel tanah, kelembaban), kimia (pH, C:N:P ratio, ketersediaan kation, keberadaan substrat penghambat) dan biologi tanah (mikroba indigenus, mikroba antagonis, predator) serta jenis minyak yang menjadi bahan pencemar24. Hasil penelitian Bento et al.24) menunjukkan bahwa tanah Long Beach California, Amerika Serikat menunjukkan proses degradasi senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi dibandingkan tanah yang berasal dari Hong kong, China. Begitupula dengan hasil penelitian Arun et al. dan Hamamura et al.25,26) yang menyimpulkan bahwa efektivitas mikroba pendegradasi hidrokarbon tergantung dari jenis tanah. Berdasarkan hasil percobaan ini, mikroba yang ditambahkan tidak mempengaruhi populasi bakteri tanah (Gambar 2). Hal ini menimbulkan isu lain yang perlu dipecahkan yaitu seberapa besar survival rate konsorsium bakteri yang ditambahkan ke tanah, terutama setelah mengalami fase pertumbuhan yang lama di media buatan. Penelitian yang lebih lanjut tentunya diperlukan untuk menjawab permasalahan ini. Dalam percobaan ini, dosis bakteri yang digunakan tidak berpengaruh terhadap tingkat degradasi minyak bumi di tanah Bojonegoro (gambar 6). Hal ini mungkin disebabkan karena populasi mikroba indogenus yang ada dalam tanah tercemar tersebut berada dalam kondisi optimal untuk melakukan degradasi minyak. Selain itu, mengingat aktifitas penambangan minyak di lokasi sumur minyak berlangsung setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama, diduga populasi mikroba indigenus didominasi oleh bakteri pendegradasi senyawa hidrokarbon 18 yang sudah beradaptasi baik dengan kondisi lingkungan tercemar. 4. KESIMPULAN Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa: Penambahan konsorsium mikroba dan jenis konsorsium yang diuji ke tanah tercemar tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat degradasi minyak bumi di tanah Bojonegoro. Nilai TPH di tanah pada semua kombinasi perlakuan dapat diturunkan hingga 53% selama 12 minggu. Dosis bakteri yang digunakan tidak berpengaruh terhadap tingkat degradasi minyak bumi di tanah Bojonegoro. Aktifitas degradasi minyak oleh bakteri tanah paling tinggi terjadi pada 4 minggu. Selain itu, pada minggu awal percobaan terjadi peningkatan suhu tanah hingga 40ºC dan penurunan pH dari 8.1 menjadi 7.6. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibiayai oleh Program Insentif Peneliti dan Perekayasa tahun 2011 No. 121, Kementerian Riset dan Teknologi. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Bauman, B. 1991. Research needs: motor fuel contaminated soils. In Calevrese, E.J. and Kostecki, P.T (eds). Hydrocarbon Contaminated Soils. Lewis Publishers Chelsea, MI. 41-56. Williams, S.D., Ladd, D.E., and Farmer, J.J. 2005. Fate and Transport Of Petroleum Hydrocarbons in Soil and Ground Water at Big South Fork National River and Recreation Area, Tennessee and Kentucky, 2002-2003. U.S. Geological Survey, Reston, Virginia. USA. Salanitro, J.P., Dorn, P.B., Huesemann, M.H., Moore, K., Rhodes, I.A., Time, L.R., Western, V.M. and Wisniewski, H. 1997. Crude oil hydrocarbon Prayitno, J. dkk., 2012 bioremediation and soil ecotoxicity assessment. Environ. Sci. Technol. 31:1769-1776. degradation and its degrading characteristics. China Environ. Sci. 23:157-161. 4. D w i y a n t o , A . 2 0 0 7 . P e r a n a n Penambangan Minyak Tradisional Dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Studi Kasus Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora). Tesis. Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. 11. Sutiknowati, L.I. 2007. Hydrocarbon degrading bacteria: Isolation and identification, Jurnal Makara Sains. 11:98-103. 5. 6. Bartha, R dan Bossert, R. 1984. The treatment and disposal of petroleum waste. In Atlas, R.M. (ed). Petroleum Microbiology. Macmillan Publishing Company. New York. 535-575. Benyahia, F., Abdulkarim, M., Zekri, A. Chaalal, O. dan Hasanain, H. 2005. Bioremediation of crude oil contaminated soils. A black art or an engineering challenge?. Process Safety and Environmental Protection. 83(B4):364-370. 7. Okoh, A.I. 2006. Biodegradation alternative in the cleanup of petroleum hydrocarbon pollutants. Biotech. Molec. Biol. Rev. 1:38-50. 8. Udiwal, K.H., dan Patel, V.M. 2010. Restoration of oil contaminated soil by bioremediation for ground water management and environment protection. Int. J. Chem. Environ. Pharmaceutical Res.1:17-26. 9. Udiharto, M. 1992. Aktivitas Mikroba dalam Degradasi Minyak Bumi. Prosiding Diskusi Ilmiah VII Hasil penelitian Lemigas. PPPTMGB Lemigas. Jakarta. hlm 464-475. 10. Yuan, H.L. Yang, J.S., Wang, Z.S., Li, B.Z., Zhang, L., and Lin, R.Z. 2003. Microorganism screening for petroleum 12. Mukred, A.M, Abd Hamid, A., Hamzah, A. and Yusoff, W.M.W. 2008. Development of three bacteria consortium for the bioremediation of crude petroleum-oil in contaminated water. Online J. Biol. Sci. 8 :73-79. 13. Thenmozhi, R.A., Nagasathya and Thajuddin, N. 2011. Studies on biodegradation of used engine oil by consortium cultures. Adv. in Environ. Biol. 5:1051-1057. 14. Nugroho, A. 2007. Dinamika populasi konsorsium bakteri hidrokarbonoklastik: Studi kasus biodegradasi hidrokarbon minyak bumi skala laboratorium. Jurnal Ilmu Dasar. 8:13-12. 15. Wang, H., Xu, R., Li, F., Qiao, J. and Zhang, B. 2010. Effecient degradation of lube oil by a mixed bacterial consortium. J. Environ. Sci. 22:381-388. 16. Ghazali, M.F., Zaliha, N.R, Abdul, R.N., Salleh, A.B. dan Basri, M. 2004. Biodegradation of hydrocarbons in soil by microbial consortium. Int. Biodet. Biodeg. 54:61-67. 17. Walker, J.D and Colwell, R.R. 1974. Microbial degradation of model petroleum at low temperature. Microb. Ecol. 1:63-95. 18. Prayitno, J., Prisha, R. dan Herlina, S. 2012. Formulasi konsorsium mikroba asal pertambangan minyak Siak Riau yang efektif dalam mendegradasi Pengaruh Konsorsium,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 11 - 20 19 senyawa hidrokarbon. Jurnal Teknologi Lingkungan. In press. 19. Bushnell, L.D., Haas, H.F. 1940. The utilization of hydrocarbons by microorganisms. Journal of Bacteriology 41:653-673. 20. Malik, Z.A. dan Ahmed, S. 2012. Degradation of petroleum hydrocarbons by oil field isolated bacterial consortium. African J. Biotech. 11:650-658. 21. Meintanis, C.K., Chalkou, I., Kormas K. and Karagouni, A.D. 2006. Biodegradation of crude oil by thermophilic bacteria isolated from a volcano island. Biodegradation. 17:3-9. 22. Bartha, R. dan Bossert, R. 1984. The treatment and disposal of petroleum waste, In Atlas, R.M. (ed). Petroleum Microbiology. Macmillan Publishing Company. New York. p535-575. 20 23. R o s e n b e r g , E . , L e g m a n n , R . , Kushmaro, A,. Taube, R. and Ron, E.Z. 1992. Petroleum bioremediation, a multiphase problem. Biodegradation 3:337-350. 24. Bento, F.M., Camargo, F.A.O, Okeke, B.C., dan Frankenberger, W.T. 2005. Comparative bioremediation of soils contaminated with diesel oil by natural attenuation, biostimulation and bioaugmentation. Bioresource Technology. 96:1049–1055. 25. Arun, K., Rajesh, S. Ashok, M. and Singh, R.N. 2011. PAHs utilizing bacterial population and physicochemical variability in oil contaminated soils. Nature and Science. 9:32-37. 26. Hamamura, N., S.A. Olson, D.M. Ward and W.P. Inskeep. 2006. Microbial population dinamics associated with crude-oil biodegradation in diverse soils. Appl. Environ. Microbiol. 72:63166324. Prayitno, J. dkk., 2012