4.1 Analisa Kualitas Daya Ballast dan Starter Elektronik LED

advertisement
STUDY PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALLAST LAMPU TL DENGAN STARTER
ELEKTRONIK LED DI PT. INTI CAKRAWALA CITRA
Dicki Andrian 1, Ir. Eddy Warman, MT2
Konsentrasi Teknik Energi Listrik Jurusan Teknik Elektro
Sekolah Tinggi Teknik Harapan
JL. HM.Joni No.70a Medan 20152 INDONESIA
Homepage : www.stth-medan.ac.id
Email : [email protected]
ABSTRAK
Lampu LED ( Light Emiting Diode ) adalah teknologi dioda pemancar cahaya yang akan menggantikan lampu
pijar dan lampu pendar di masa depan. Indonesia sendiri penggunaan LED dalam penerangan masih jarang
digunakan, ini karena harga dari lampu LED yang cukup mahal jika dibandingkan dengan lampu yang biasa
digunakan. Banyak keuntungan yang di dapat dari penggunaan lampu LED ini, antara lain daya yang di serap
cukup kecil dibandingkan lampu jenis TL( Tube Lamp ) yang memakai ballast. Cahaya yang dihasilkan cukup
terang dan minim perawatan serta tahan lebih lama. Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
penggunaan lampu TL dengan lampu LED di PT. Inti Cakrawala Citra sehingga memberikan informasi yang
sangat berguna bagi kalangan usaha dan masyarakat bahwa penggunaan LED sangatlah efektif dan efisien. Dari
penelitian ini didapat besarnya penghematan konsumsi daya real untuk penggunaan lampu LED 18 W sebesar
42,62 % dan 36W sebesar 22,69 %.
Keyword : lampu LED , cos phi, lampu TL ( Tube Lamp )
ABSTRACT
LED (Light Emiting Diode) is a light-emitting diode technology that will replace incandescent and fluorescent
lamps in the future. Indonesia's own use of LED in lighting is still rarely used, because the price of LED lights
are quite expensive when compared to commonly used lamps. Many of the benefits obtained from the use of
LED lights, among others, in the absorption power is quite small compared to lamp types TL (Tube Lamp)
using ballast. The resulting light is bright enough and minimal maintenance and longer lasting. This thesis aims
to compare the use of fluorescent lamp with LED lights in PT. Inti cakrawala Citra so as to provide very useful
information for businesses and the public that the use of LED is very effective and efficient. From this research
is obtained the amount of real power consumption savings for the use of LED lights 18 W for 42.62% and
22.69% at 36W.
Keyword: LED lamps, cos phi, lamp TL (Tube Lamp)
1
1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya di bidang
penerangan, lampu LED ( Light Emiting Diode)
kini mulai digunakan sebagai lampu penerangan
baik untuk penerangan rumah maupun Industri.
Indonesia sendiri penggunaan lampu LED dalam
penerangan masih jarang digunakan, ini karena
harga dari lampu LED yang cukup mahal jika
dibandingkan dengan lampu yang biasa digunakan.
Pembuatan LED dilakukan berdasarkan kebutuhan
tegangan yang umumnya digunakan oleh
konsumen, yaitu pada tegangan 220V. Banyak
keuntungan yang di dapat dari penggunaan lampu
LED ini, antara lain daya yang di serap cukup kecil
dibandingkan lampu jenis TL (Tube Lamp ) yang
memakai ballast. Cahaya yang dihasilkan cukup
terang dan minim perawatan serta tahan lebih lama.
Dunia Industri tentunya sangat menginginkan biaya
operasional mereka lebih kecil dari laba yang
mereka dapat, ini berhubungan dengan konsumsi
daya listrik mereka yang sangat besar dikarenakan
pemakaian peralatan – peralatan untuk produksi.
Dengan adanya penghematan daya listrik melalui
penggunaan lampu LED, masalah cost operasional
akan menjadi mudah untuk diatasi. Memang sedikit
mahal harga dari lampu LED ini, tapi dengan
adanya
penelitian
tentang
perbandingan
penggunaan lampu LED ini dengan lampu jenis TL,
Industri – Industri akan mempertimbangkan untuk
penggunaan lampu LED ini
2. LANDASAN TEORI
2.1. Ballast
Fungsi utama dari ballast pada lampu
fluorescent adalah untuk membatasi aliran arus
listrik agar rangkaian lampu bekerja sesuai dengan
range daya yang dibutuhkan.
2.1.1 Ballast Elektromagnetik
Prinsip kerja dari ballast elektromagnetik
pada lampu TL yaitu ketika tegangan AC 220 volt
dihubungkan ke satu set lampu TL maka tegangan
diujung – ujung starter sudah cukup untuk
membuat gas neon di tabung starter panas
(terionisasi), sehingga starter yang dalam kondisi
normalnya “open” akan menjadi “closed”. Ballast
konvesional mempunyai beberapa macam tipe,
masing-masing tipe tersebut mempunyai perbedaan
pada komponen pembentuknya, namun pada
prinsipnya mempunyai fungsi yang sama. Yang
termasuk bagian dalam ballast elektromagnetik
antara lain adalah
1. Choke atau inductor ballast
Choke mempunyai fungsi utama untuk
dapat mengalirkan daya dan arus mengoperasikan
lampu dan dalam rangkaian tertentu juga akan
melewatkan
arus
yang
bertujuan
untuk
memanaskan elektroda.
2. Kapasitor ballast
Penggunaan kapasitor sebagai ballast
akan dapat mengurangi rugi-rugi listrik yang
rendah sehingga efisiensi dapat diperoleh hampir
100%. Kapasitor sulit menjadi panas sehingga
terjadinya noise atau suara bising dapat diperkecil.
Pada frekuensi yang cukup tinggi keuntungankeuntungan tersebut dapat diperoleh tetapi pada
frekuensi rendah, dimana tegangan lampu masih
berbentuk gelombang segi empat, sehingga
kapasitor tidak dapat digunakan karena adanya
distorsi dari arus lampu. Ketidaksesuaian kapasitor
pada frekuensi rendah juga disebabkan oleh hal –
hal yang lain. Salah satu contohnya adalah
tegangan lampu yang berubah secara tidak kontiyu.
Hal ini adapat dianggap bahwa perubahan
membutuhkan waktu yang singkat, tegangan utama
tetap konstan, sehingga perubahan tegangan
ditanggung oleh kapasitor.
3. Choke-capacitor ballast
Ballast tipe ini merupakan kombinasi
antara ballast magnetis dengan ballast kapasitor.
Kumparan dirangkaikan secara seri dengan sebuah
kapasitor kemudian dihubungkan dengan rangkaian
lampu. Ballast tipe ini memungkinkan untuk
digunakan pada high lamps voltage karena
memiliki bentuk gelombang yang lebih baik jika
dibandingkan dengan ballast tipe yang lainnya dan
mempunyai tingkat sensitivitas yang kecil terhadap
perubahan tegangan yang terjadi pada sumber yang
disebabkan karena mempunyai karekteristik arus
yang hampir konstan.
4. Leakage-reactance transformer ballast
Pada kondisi tertentu tegangan sumber
AC normal tidak mampu untuk melakukan start
dan mengoperasikan beberapa jenis lampu. Hal ini
ballast perlu menaikkan tegangan untuk
membangkitkan gas-gas yang ada didalam tabung
lampu. Rangkaian ini lebih dikenal dengan stray
field atau leakage-reactance transformer.
Gambar 2.1 Skema rangkaian lampu TL dengan
trafo Ballast
2.1.2 Lampu Fluorescent
Lampu fluorescent lebih dikenal pada
masyarakat dengan nama lampu TL. Prinsip kerja
dari lampu ini menggunakan media gas mineral
flour yang berfungsi untuk menghasilkan cahaya,
dimana energi listrik akan membangkitkan gas di
dalam tabung lampu sehingga akan timbul sinar
2
ultra violet, dari sinar ultra violet itu
menimbulkan phosphors yang kemudian
bercampur dengan mineral lainnya yang
dilukiskan pada tabung lampu sehingga
timbul cahaya.
Bagian – bagian lampu Fluorescent ( TL )
akan
akan
telah
akan
Gambar 2.3 Bagian – bagian lampu Fluorescent
(TL )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Filamen Tungsten
Tabung Kaca
Gas Mulia (Argon)
Bubuk Fosfor
Air Raksa (Merkuri)
Kontak-kontak penghubung
Trafo Ballast dan Starter
Gambar 2.4 Ballast dan starter
2.3 Prinsip kerja Lampu LED
LED adalah singkatan dari Light Emitting
Diode, artinya dioda yang bisa memancarkan
cahaya. LED termasuk jenis dioda dan mempunyai
dua kaki yang disebut anoda dan katoda. LED bisa
memancarkan cahaya karena terjadi pelepasan
foton saat proses pertemuan semikonduktor P dan
semikonduktor N . Cahaya pada LED adalah
energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam
bagian spektrum yang dapat dilihat. Cahaya yang
tampak merupakan hasil kombinasi panjangpanjang gelombang yang berbeda dari energi
yang dapat terlihat, mata bereaksi melihat pada
panjang-panjang
gelombang
energi
elektromagnetik dalam daerah antara radiasi
ultraviolet dan infra merah. Cahaya terbentuk dari
hasil pergerakan electron pada sebuah atom.
Dimana pada sebuah atom, elektron
bergerak pada suatu orbit yang mengelilingi sebuah
inti atom. Elektron pada orbit yang berbeda
memiliki jumlah energi yang berbeda. Elektron
yang berpindah dari orbit dengan tingkat energi
lebih tinggi keorbit dengan tingkat energi lebih
rendah perlu melepas energi yang dimilikinya.
Energi yang dilepaskan ini merupakan bentuk dari
foton sehingga menghasilkan cahaya. Semakin
besar energi yang dilepaskan, semakin besar energi
yang terkandung dalam foton.
Gambar 2.5 Perpindahan elektron pada sebuah
LED
Warna cahaya LED bergantung pada material
semikonduktor yang digunakan.Penggunaan LED
saat ini sangat mendominasi komponen display
dalam peralatan elektronika dari yang dulu hanya
sebagai indikator power supply atau indikator
saklar, sekarang LED sudah dipakai sebagai
backlight LCD, lampu penerangan dan bahkan
sudah bisa menjadi display gambar menggantikan
LCD (tidak hanya backlight saja). Pemilihan LED
didasarkan pada penggunaan daya listriknya yang
sangat efisien atau dengan kata lain LED lebih
hemat listrik.
Tegangan Maju (Forward Bias) LED
Masing-masing Warna LED (Light
Emitting Diode) memerlukan tegangan maju
(Forward Bias) untuk dapat menyalakannya.
Tegangan Maju untuk LED tersebut tergolong
rendah sehingga memerlukan sebuah Resistor
untuk membatasi Arus dan Tegangannya agar tidak
merusak LED yang bersangkutan. Tegangan Maju
biasanya dilambangkan dengan tanda VF.
Tabel 2.2 Warna untuk tegangan maju 20mA
Warna
Tegangan Maju @20mA
Infra Merah
1,2V
Merah
1,8V
Jingga
2,0V
Kuning
2,2V
Hijau
3,5V
Biru
3,6V
Putih
4,0V
Rumus Cara Menghitung Resistor Untuk LED
Pada rangkaian diatas kita menggunakan
sebuah sumber tegangan DC (Battery) untuk
menyalakan LED. Sebagai pembatas arus dipasag
sebuah resistor R1 secara seri terhadap LED.
Besarnya
nilai
resistor
dapat
dihitung
menggunakan rumus dasar hukum Ohm, dimana
besarnya nilai resistor sama dengan tegangan
dibagi arus. Karena resistor dipasang seri terhadap
LED maka besarnya tegangan pada resistor sama
3
dengan tegangan battery dikurangi forward LED.
Berikut ini rumus cara menghitung resistor untuk
LED :
Misalnya kita menggunakan sebuah LED
dengan batas arus maksimal sebesar 20mA dengan
tegangan supply sebesar 5V dan tegangan maju
sebesar 2V, maka nilai resistor yang kita pasang
adalah sebesar 5V dikurangi 2V lalu dibagi dengan
20mA. Hasilnya sebesar 150 Ohm.
Rangkaian Starter LED AC 220 volt
LED adalah dioda yang dapat menyala
atau memancarkan cahaya pada saat diberikan
sumber tegangan secara forward. Pada dasarnya
LED dapat dinyalakan dengan sumber tegangan
DC 3 volt dan arus makismal 50 mA. Rangkaian
LED AC 220 volt merupakan salah satu metode
menyalakan LED menggunakan tegangan AC 220
Volt PLN. Rangkaian starter LED AC 220 Volt ini
dapat diaplikasikan pada lampu penerangan rumah.
LED yang digunakan pada rangkaian ini adalah
LED super bright agar dapat memberikan intensitas
cahaya yang maksimal.
Gambar skema dan nilai komponen untuk
membuat rangkaian starter LED AC 220 Volt dapat
dilihat pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Rangkaian Starter LED AC 220 volt
Rangkaian starter LED AC 220 Volt
untuk menyalakan LED dengan tegangan AC 220
Volt PLN dapat dilakukan dengan beberapa
metode, salah satu metode tersebut adalah dengan
membuat rangkaian seperti pada gambar diatas.
Metode menyalakan LED dengan tegangan AC
220V yang digunakan pada rangkaian diatas adalah
dengan dengan cara menyearahkan tegangan AC
220V menjadi tegangan DC kemudian memberikan
pembatas arus untuk tegangan supply rangkaian
LED. Rangkaian LED AC 220 Volt pada gambar
diatas terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut:
1. Rectifier, bagian ini berfungsi untuk
menyearahkan tegangan AC 220V
menjadi tegangan DC. Komponen yang
berfungsi sebagai rectifier adalah dioda
bridge D1 dan kapasitor C2.
2. Pembatas arus, bagian pembatas arus
berfungsi
untuk
membatasi
arus
maksimum arus yang mengalir ke LED
dan rectifier. Pada rangkaian starter LED
AC 220 Volt diatas terdapat 2 unit
pembatas arus yaitu pembatas arus untuk
rectifier dan pembatas arus untuk LED.
Pembatas arus rectifier rmenggunakan
resistor R1 110 KOhm dengan capasitor
C1 dan pembatas arus LED menggunakan
resistor R2 56 Ohm.
2.4 Teori dasar mengenai cahaya
Cahaya merupakan salah satu bagian dari
berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang
terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki
panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya
dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam
spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan
dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut:
 Pijar, benda padat dan cair memancarkan
radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan
sampai suhu tertentu. Intensitas meningkat
dan penampilan menjadi semakin putih
jika suhu naik.
 Muatan Listrik, jika arus listrik
dilewatkan melalui gas,maka atom dan
molekulnya akan memancarkan radiasi,
dimana
spektrumnya
merupakan
karakteristik dari elemen yang ada.
 Electro Luminescence, Cahaya dihasilkan
jika arus listrik dilewatkan melalui
padatan tertentu seperti semikonduktor
atau bahan yang mengandung fosfor.
 Photo luminescence, radiasi pada salah
satu panjang gelombang diserap, biasanya
oleh suatu padatan dan dipancarkan
kembali
pada
berbagai
panjanggelombang. Bila radiasi yang
dipancarkan kembali tersebut merupakan
fenomena yang dapat terlihat, maka
radiasi tersebut disebut fluorescence atau
phosphorescence.Cahaya
nampak
menyatakan gelombang yang sempit
diantara cahaya ultraviolet (UV) dan
energi inframerah (panas). Gelombang
cahaya tersebut mampu merangsang retina
mata,
yang
menghasilkan
sensasi
penglihatan yang disebut pandangan. Oleh
karena itu, penglihatan memerlukan mata
yang berfungsi dan cahaya yang nampak.
2.5 Perhitungan Lumen
Flux cahaya (ф) adalah jumlah
keseluruhan watt cahaya dengan satuan lumen,
disingkat dengan lm. Satu watt cahaya kira – kira
sama dengan 680 lumen. Angka perbandingan 680
ini dinamakan ekivalen pancaran fotometris.
Intensitas cahaya (I) adalah flux cahaya persatuan
sudut ruang yang dipancarkan ke suatu arah
tertentu yang diukur dalam satuan candela (cd).
4
Sedangkan steradian adalah sudut ruang
pada titik tengah bola antara jari-jari terhadap batas
luar permukaan bola sebesar kuadrat jari-jarinya.
Gambar 2.9 Steradian
Karena luas permukaan bola = 4 πr2,
maka di sekitar titik tengah bola terdapat 4
sudut ruang yang masing-masing = 1 steradian.
Jumlah steradian suatu sudut ruang dinyatakan
dengan lambang (omega) .
Luminansi adalah jumlah cahaya yang
dipantulkan atau diteruskan oleh suatu obyek.
Permukaan yang lebih gelap akan memantulkan
cahaya yang lebih sedikit daripada permukaan
yang lebih terang, karena itu dibutuhkan iluminansi
yang sama dengan permukaan yang lebih terang.
Iluminasi atau Intensitas penerangan (E) adalah
cahaya yang mengenai suatu permukaan dan diukur
dalam footcandle atau lux. Satu footcandle
merupakan intensitas penerangan pada suatu
2
permukaan dengan luas permukaan foot
berjarak pada satu foot dari sumber cahaya dengan
intensitas cahaya 1 candle.
Gambar 2.10 Iluminasi
Dalam
calculux
dimungkinkan
perhitungan luminansi suatu titik yang berupa grid,
diambil pada tempat pemantulan cahaya dalam
penyebaran yang merata dengan faktor pemantulan
ρ. Efikasi adalah rentang angka perbandingan
antara fluks cahaya (lumen) dengan daya listrik
suatu sumber cahaya (watt), dalam satuan
lumen/watt.
2.6 Perhitungan Beban
Setiap beban pasti memiliki daya, daya ini
dihasilkan oleh beban pada saat terhubung dengan
suplai, begitu pula dengan lampu. Lampu bias
menghasilkan cahaya karena dia mengkonsumsi
daya dalam jumlah tertentu sesuai dengan standart
dari masing – masing produsen lampu tersebut.
Daya tersebut biasanya sudah dicantumkan pada
setiap produk, tetapi daya ini juga bisa didapat
dengan melalui pengukuran secara langsung pada
masing – masing lampu. Daya sendiri ada 3
jenis,yaitu daya semu, daya aktif dan daya reaktif.
1. Daya semu
Daya semu merupakan penjumlahan
vektor dari daya aktif dan daya reaktif. Daya ini
dinyatakan dalam satuan VA.
dimana :
S : daya Semu (VA)
P : Daya aktif (Watt)
Q : Daya reaktif (Var)
2. Daya aktif
Daya aktif merupakan daya yang berupa
daya kerja seperti daya mekanik, panas, cahaya,
dan lainnya. Daya ini diperlukan supaya mesin
dapat melakukan kerja real sesuai kapasitas
dayanya. Daya aktif dinyatakan dalam satuan watt
(W).
P = V x I x Cos Ф
dimana :
P : daya aktif (Watt)
v : tegangan (volt)
i : arus (ampere)
Ф : sudut antara arus dan tegangan
3. Daya reaktif
Daya reaktif merupakan daya yang
diperlukan oleh listrik yang bekerja dengan sistem
elektromagnet. Daya ini dibutuhkan oleh mesin
untuk mempertahankan medan magnetnya agar
mesin dapat beroperasi dengan baik. Daya ini
dinyatakan dalam satuan VAR.
Q = V x I x Sin Ф
dimana :
Q : daya reaktif (Var)
v : tegangan (volt)
i : arus (ampere)
Ф : sudut antara arus dan tegangan
Dari rumus diatas, maka daya listrik dapat
digambarkan sebagai segitiga siku – siku, yang
secara vektor adalah penjumlahan daya aktif dan
reaktif dan sebagai resultannya adalah daya semu.
Gambar 2.11 Segitiga daya
5
2.7 Harmonisa
Pada umumnya dalam dunia elektro,
khususnya sistem tenaga listrik, distribusi listrik
dapat di gambarkan sebagai bentuk gelombang
sinus. Salah satu karakteristik dari sistem ini adalah
pembentukan gelombang sinus ideal dimana
bentuk gelombangnya bersih dan tidak terdistorsi.
Namun, bila terjadi distorsi berlebihan yang
ditimbulkan oleh sumber harmonisa seperti
converter.
2.7.1 Definisi Harmonisa
Harmonisa adalah gangguan yang terjadi
pada sistem distribusi tenaga listrik akibat
terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan.
Pada dasarnya, harmonisa adalah gejala
pembentukan
gelombang-gelombang
dengan
frekuensi berbeda yang merupakan perkalian
bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Bila
terjadi superposisi antara gelombang frekuensi
dasar dengan gelombang frekuensi harmonik maka
terbentuklah gelombang terdistorsi sehingga
bentuk gelombang tidak lagi sinusoidal.
Fenomenan ini disebut dengan distorsi harmonik.
Pembentukan gelombang non-sinusoidal hasil
distorsi harmonik dapat dilihat pada gambar
berikut :
beban liniear adalah resistor. Beban non linier
memberikan gelombang keluaran arus yang tidak
sebanding dengan tegangan dasar sehingga
gelombang arus maupun teganganya tidak sama
dengan gelombang masukannya. Hal ini dapat
dijelaskan pada gambar berikut :
Gambar 2.14 Keluaran gelombang non-linear
2.7.3 Pengaruh Harmonisa
Tegangan dan arus harmonisa dapat
menimbulkan efek yang berbeda-beda pada
peralatan listrik yang terhubung dengan jaringan
listrik tergantung karakteristik listrik beban itu
sendiri. Seperti terjadinya penurunan kinerja dan
bahkan menimbulkan kerusakan. Akan tetapi,
secara umum pengaruh harmonisa pada peralatan
listrik ada tiga, yaitu :
1. Nilai rms baik tegangan dan arus lebih
besar
2. Nilai puncak (peak value) tegangan dan
arus lebih besar
3. Frekuensi sistem turun
3. PEMBAHASAN
Gambar 2.12 Proses pembentukan gelombang nonsinusoidal akibat distorsi harmonis.
2.7.2 Sumber Harmonisa
Pada sistem tenaga listrik dikenal dua
jenis beban yaitu beban linier dan beban non linier.
Beban linier memberikan gelombang keluaran
linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan
impendansi dan perubahan tegangan. Hal ini dapat
dijelaskan pada gambar dibawah berikut :
Gambar 2.13 Keluaran gelombang linear
Pada gambar diatas terlihat bahwa saat
gelombang tegangan berbentuk sinusoidal maka
gelombang arus juga berbentuk sinusoidal yang
sama dengan gelombang tegangan. Salah satu jenis
3.1 Cara kerja Ballast pada lampu Tl
Prinsip kerja dari ballast elektromagnetik
pada lampu TL yaitu ketika tegangan AC 220 volt
dihubungkan ke satu set lampu TL maka tegangan
diujung – ujung starter sudah cukup untuk
membuat gas neon di tabung starter panas
(terionisasi), sehingga starter yang dalam kondisi
normalnya “open” akan menjadi “closed”. Oleh
karenanya gas neon menjadi dingin (deionisasi),
dan dalam kondisi starter “closed” ini terdapat
aliran arus yang memanaskan filament tabung
lampu TL terionisasi.
Pada saat gas neon didalam tabung starter
sudah cukup dingin maka bimetal di dalam tabung
starter tersebut akan “open” kembali sehingga
ballast akan menghasilkan spike tegangan tinggi
yang mengakibatkan lompatan elektron dari kedua
elektroda dan memendarkan lapisan fluorescent
pada tabung lampu TL tersebut. Peristiwa ini akan
berulang ketika gas dalam tabung lampu TL tidak
terionisasi penuh sehingga tidak terdapat cukup
arus yang melewati filament lampu tersebut.
Lampu tersebut akan berkedip, selain itu jika
tegangan induksi dari ballast tidak cukup besar
walaupun tabung neon TL tersebut sudah
6
terionisasi penuh tetap tidak akan menyebabkan
lompatan elektron dari salah satu elektroda
tersebut.
Jika proses ‘Starting up’ pertama tidak
berhasil maka tegangan diujung – ujung starter
cukup untuk membuat gas neon di dalamnya
terionisasi (panas) sehingga starter ‘closed’. Dan
seterusnya sampai lampu TL masuk pada kondisi
steady state yaitu saat impedansinya turun menjadi
ratusan ohm. Impedansi dari tabung akan turun dari
ratusan mega ohm menjadi ratusan ohm saja pada
saat kondisi steady state. Arus yang di tarik oleh
lampu TL tergantung dari impedansi trafo ballast
seri dengan impedansi tabung lampu TL. Selain itu
karena tidak ada sinkronisasi dengan tegangan
input maka ada kemungkinan ketika starter
berubah kondisi dari ‘closed’ ke ‘open’ terjadi pada
saat tegangan AC turun mendekati nol sehingga
tegangan yang dihasilkan ballast tidak cukup
menyebabkan lompatan elektron pada tabung
lampu TL.
Fungsi utama dari ballast pada lampu
fluorescent adalah untuk membatasi aliran arus
listrik agar rangkaian lampu bekerja sesuai dengan
range daya yang dibutuhkan.
Gambar 3.1 Rangkaian instalasi lampu TL
fluorescent
Pengujian Ballast Elektromagnetik
Berbeban
pada rangkaian pengujian ini memiliki
prinsip dasar yang sama dari pemasangan voltmeter
dan amperemeter. Voltmeter di hubungkan secara
parallel ke sumber tegangan, dan ampermeter di
seri dengan ballast untuk mendapatkan nilai arus
dipasang tanpa harus melepas rangkaian. Ballast
yang di gunakan adalah merk P 36 W dengan satu
buah starter merk P dan lampu TL 36 W. Berikut
ini pada gambar 3.2 menunjukkan rangkaian
pengujian saat ballast berbeban. Pada rangkaian
pengujian tersebut dapat terlihat cara pemasangan
voltmeter, amperemeter dan cosphi meter.
3.2 Starter Elektronik LED
Rangkaian starter LED AC 220 volt
merupakan salah satu metode menyalakan LED
menggunakan tegangan AC 220 Volt PLN.
Rangkaian starter LED AC 220 Volt ini dapat
diaplikasikan pada lampu penerangan rumah. LED
yang digunakan pada rangkaian ini adalah LED
super bright agar dapat memberikan intensitas
cahaya yang maksimal.
Gambar skema dan nilai komponen untuk
membuat rangkaian starter LED AC 220 Volt dapat
dilihat pada gambar 3.3
Gambar. 3.3 Rangkain starter elektronik LED
Metode menyalakan LED dengan tegangan
AC 220V yang digunakan pada rangkaian diatas
adalah dengan dengan cara menyearahkan
tegangan AC 220V menjadi tegangan DC
kemudian memberikan pembatas arus untuk
tegangan supply rangkaian LED. Rangkaian starter
LED AC 220Volt pada gambar diatas terdiri dari
beberapa bagian sebagai berikut:
1. Rectifier, bagian ini berfungsi untuk
menyearahkan tegangan AC 220V
menjadi tegangan DC. Komponen
yang berfungsi sebagai rectifier adalah
dioda bridge D1 dan kapasitor C2.
Rangkaian rectifier biasanya terdiri
dari komponen Dioda. Terdapat 2 jenis
rangkaian rectifier yaitu “Half Wave
Rectifier” yang hanya terdiri dari 1
komponen Dioda dan “Full Wave
Rectifier” yang terdiri dari 2 atau 4
komponen dioda.
Gambar 3.4 Rangkaian penyearah (
rectifier )
1.
Gambar 3.2 Rangkaian pengukuran ballast
elektromagnetik berbeban
Pembatas arus, bagian pembatas arus
berfungsi
untuk
membatasi
arus
maksimum arus yang mengalir ke LED
dan rectifier. Pada rangkaian LED AC 220
Volt diatas terdapat 2 unit pembatas arus
yaitu pembatas arus untuk rectifier dan
pembatas arus untuk LED. Pembatas arus
rectifier rmenggunakan resistor R1 110
7
KOhm dengan capasitor C1 dan pembatas
arus LED menggunakan resistor R2 56
Ohm.
c.
d.
e.
Menyetel peralatan sesuai dengan
kondisi pengujian
Mengaktifkan dan mencatat pengujian
selama 10 menit.
Setelah pengujian selesai, peralatan dinonaktifkan dan mengumpulkan data
yang di peroleh.
4. ANALISA DAN DATA
Gambar 3.5 Rangkaian pembatas arus
Pengujian Rangkaian Starter Elektronik LED
Berbeban
Pada pengujian ini menggunakan lampu
TL LED merk Rohs dengan daya 18 W dan starter
penyalaan merk Rohs. Alat ukur yang digunakakan
adalah voltmeter,cosphi meter dan amperemeter
digital. Pada gambar 3.7 dapat dilihat skema
rangkaian sebagai berikut:
4.1 Analisa Kualitas Daya Ballast dan Starter
Elektronik LED
Pada sub bab analisis ini digunakan data
yang didapatkan dari pengujian ballast berbeban,
pengujian starter elektronik LED berbeban,
pengujian ballast elektromagnetik tak berbeban
dan pengujian starter elektronik LED tak berbeban.
Parameter power quality yang dianalisis pada sub
bab
ini
adalah
konsumsi
daya,
Total
HarmonicDistortion (THD), dan faktor daya.
4.1.1 Konsumsi Daya
Dari
pengukuran
didapatkan
data
mengenai konsumsi daya ballast berbeban dengan
daya starter elektronik LED berbeban tersebut.
Tabel 4.1 menunjukkan data konsumsi daya pada
kedua jenis lampu.
Gambar 3.6 Rangkaian pengukuran starter
elektronik LED berbeban
3.3 Prosedur Pengujian
Berikut ini adalah prosedur pengujian
untuk setiap pengujian yang dilakukan baik
pada ballast elektromagnetik dan starter elektronik
LED :
1. Pengujian ballast elektromagnetik berbeban.
a. Memasang rangkaian seperti pada
rangkaian pengujian diatas dengan
menghubungkan alat ukur.
b. Mengaktifkan
peralatan
dengan
memberikan tegangan 220V dan
frekuensi 50Hz.
c. Menyetel peralatan sesuai kondisi
pengujian.
d. Mengaktifkan dan mencatat pengujian
selama 10 menit.
e. Setelah pengujian selesai, peralatan dinonaktifkan dan mengumpulkan data
yang di peroleh.
2. Pengujian starter elektronik LED berbeban.
a. Memasang rangkaian seperti pada
rangkaian pengujian diatas dengan
menghubungkan alat ukur.
b. Mengaktifkan
peralatan
dengan
memberikan tegangan 220V dan
frekuensi 50Hz.
Tabel 4.1 Data pengujian dari kedua jenis lampu.
JENIS LAMPU
Data - Data
TL
TL
LED
LED
18 w 36 w
18w
36w
P (Watt)
26,18 41,25 15,02
31,89
S (VA)
70,4 74,08 15,33
32,55
Q (VAR)
63,35 61,54
3,06
2,65
V (Volt)
226
220
219
217
I (Ampere)
0,33
0,36
0,07
0,15
Cos ϕ
0,35
0,52
0,98
0,98
4.1.2 Total Harmonic Distortion (THD)
Pada pengukuran ballast berbeban
didapatkan besarnya nilai THD, baik ITHD dan
VTHD. Dari gambar 4.3 dan 4.4 terlihat besarnya
nilai I pada ballast dan starter tersebut. Dari data
yang didapatkan selanjutnya akan dillakukan
pengolahan untuk dilakukan perbandingan
terhadap standar yang digunakan. Standar yang
digunakan adalah standar IEEE519-1992 (Institute
of Electrical and Elektroniks Engineers). Pertama
yang dilakukan adalah mencari besarnya arus short
circuit Point of Common Coupling (PCC) dalam
hal ini adalah circuit breaker. Dari data didapatkan
bahwa besarnya nilai IL = 25 A dan nilai Isc =
5000A.
8
Gambar 4.3 Grafik perbandingan nilai ITHD pada ballast elektromagnetik
dengan starter elektronik LED dengan beban lampu P 18W
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan nilai ITHD pada Ballast elektromagnetik
dengan starter elektronik LED dengan beban lampu P 36 W
ekonomis. Peninjauan dilakukan dengan melihat
besarnya konsumsi energi yang digunakan baik
pada ballast elektromagnetik maupun starter
elektronik. Konsumsi energi listrik tersebut yang
selanjutnya akan dikonversi dalam bentuk rupiah
atau pada analisis ini dilihat biaya listrik yang
dibayar dalam satu bulan. Pada analisis ini
perbandingan segi ekonomis dilakukan pada ballast
untuk setiap watt yang berbeda dengan
diasumsikan bahwa setiap ballast menggunakan
lampu TL merk Philips. Misalkan pada suatu
rumah tempat tinggal yang memiliki daya nyata
sebesar 1300 VA dan diasumsikan dirumah
tersebut terdapat dua buah lampu TL 36 W dan dua
buah LED Tube 36W dengan asumsi penggunaan
lampu tersebut selama 12 jam dalam satu hari.
Berikut ini perhitungannya :
 Ballast Elektromagnetik 36 W
Pada pengukuran berbeban didapatkan
bahwa besarnya daya aktif rata-rata dari
ballast elektromagnetik 36W sebesar
41.25W. Maka didapatkan besarnya
konsumsi energi listrik dalam sehari
adalah :
4.1.3 Faktor Daya
Faktor daya merupakan parameter dalam
power quality yang menunjukkan seberapa efisien
suatu sistem atau peralatan mengubah arus dan
tegangan masukan menjadi energi listrik. Gambar
4.7 dan 4.8 menunjukkan nilai faktor daya yang
didapatkan dari pengukuran pada ballast dan
starter elektronik tersebut
= 0,99 Kwh
Jika diasumsikan dalam satu bulan
terdapat tiga puluh hari maka didapatkan
besarnya konsumsi energi listrik dalam
satu bulan sebesar :
= 29.7 Kwh
Selanjutnya besarnya konsumsi energi
listrik dalam sebulan tersebut dikonversi
dalam bentuk biaya listrik dalam satu
bulan sehingga didapatkan besarnya biaya
listrik dalam satu bulan, yaitu :

Gambar 4.7 Grafik perbandingan faktor daya pada ballast
elektromagnetik dan starter elektronik 18W
= Rp 41.956,002
Starter elektronik LED 36 W
Pada pengukuran berbeban didapatkan
bahwa besarnya daya aktif rata-rata dari
saklar elektronik 36W sebesar 32.35W.
Maka didapatkan besarnya konsumsi
energi dalam sehari adalah :
= 0,776 Kwh
Jika diasumsikan dalam satu bulan
terdapat tiga puluh hari maka didapatkan
besarnya konsumsi energi listrik dalam
satu bulan sebesar :
Gambar 4.8 Grafik perbandingan faktor daya pada ballast
elektromagnetik dan starter elektronik 36W
4.2 Analisis Segi Ekonomis Ballast dan Starter
Elektronik LED
Pada analisis segi ekonomis ini akan
dibahas dengan meninjau penggunaan ballast
elektromagnetik maupun starter elektronik dari segi
= 23,28 Kwh
Selanjutnya besarnya konsumsi energi
listrik dalam sebulan tersebut dikonversi
dalam bentuk biaya listrik dalam satu
bulan sehingga didapatkan besarnya biaya
listrik dalam satu bulan, yaitu :
9
= Rp. 32.886,72
2.
Tabel 4.4 Perbandingan konsumsi energi dan biaya listrik pada ballast
elektromagnetik dan starter elektronik LED
Starter elektronik
Ballast elektromagnetik
3.
TIPE
36W
18W
Konsumsi
energi
listrik
perbulan
(Kwh)
Biaya listrik
perbulan
(Rp)
Konsumsi
energi
listrik
perbulan
(Kwh)
Biaya listrik
perbulan
(Rp)
23,28
12,52
32.886,72
17.687,63
29,7
18,84
41.956,002
26.628,07
4.
4.3 Perhitungan Lumen
Dengan menggunakan persamaan :
maka untuk mengetahui berapa lumen yang
dihasilkan oleh LED Tube 18W adalah:
Misal diambil contoh untuk penerangan
siang hari, yaitu 300 lux.
E = 300 lux
A = 5 × 8 meter = 40 m2
Ф = 300 lux × 40 m2
Ф = 12000 lumen
Dan apabila dimasukan ke persamaan :
Jadi bila diaplikasikan sesuai dengan daya yang
tertera pada LED Tube 18W maka,
Ф = 12000/18 = 666,7 lumen/watt untuk LED
Tube 18W
ω = 85°
I =137.684,55 cd
Tabel 4.5 Perbandingan nilai Iluminasi, flux cahaya, dan
intensitas cahaya.
Type
Lampu
TL
18W
TL
36W
LED
Tube
18W
LED
Tube
36W
E
malam
(Lux)
E
siang
(Lux)
m2
Ф
malam
(Lm)
Ф
siang
(Lm)
29
52
40
1,160
163
283
40
172
300
412
720
A
I malam
I siang
(Cd)
(Cd)
2,080
13,318.03
23,865.32
6,520
11,320
74,856.49
129,882.43
40
6,880
12,000
78,989.67
137,684.56
40
16,480
28,800
189,207.81
330,442.94
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Besarnya penghematan konsumsi daya
real untuk penggunaan starter elektronik
18W sebesar 42,62 % dan 36W sebesar
22,69 %.
Pada pengukuran berbeban terlihat bahwa
starter elektronik LED memiliki nilai ITHD
(%) yang tidak memuhi standar. Hal ini
disebabkan karena proses switching
power suplai pada kerja dari starter
elektronik LED.
Faktor daya yang kurang baik pada ballast
magnetic disebabkan karena sifat induktif
dari ballast tersebut. Pada data faktor daya
antara ballast elektromagnetik 18 W dan
36
W
terlihat
bahwa
ballast
elektromagnetik 36 W memiliki nilai
faktor daya yang lebih baik dibandingkan
dengan ballast elektromagnetik 18W.
Dari analisa terlihat sama hal dengan
starter elektronik LED 36W bahwa starter
elektronik LED 18W memiliki biaya
listrik perbulan dan konsumsi energi
listrik yang lebih kecil dibandingkan
dengan ballast elektromagnetik 36W.
5.2 SARAN
1. Untuk pencahayaan yang lebih baik bisa
digunakan pemantul (reflector) yang lebih
standart, agar tidak banyak cahaya yang
terbuang.
ITHD (%) yang masih tinggi pada starter
elektronik LED ini dapat diminimalisir
dengan penggunaan rangkaian filter pasif
pada sistem tenaga listrik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chapman, Stephen J. (2002). Electric
Machinery
and
Power
System
Fundamentals. New York : McGraw-Hill
Higher Education, hal. 109 – 110.
2. Dugan, Roger C. et al. (2002). Electrical
Power Systems Quality. New York
:McGraw-Hill, hal 186 – 188
3. NLPIP. (2000). Specifier Reports:
Elektronik
Ballast
Non-dimming
elektronik ballast for 4-foot and 8-foot
fluorescent lamps Volume 8 Number 1.
New York: NLPIP.
4. NLPIP. (1992). Specifier Report : Power
Reducers Flourescent Lighting. NewYork
: NLPIP
5. Hibbard, John F. Lowenstein, Michael Z.
Meeting IEEE 519-1992 HarmonicLimits.
Milwaukee : Trans-Coil, Inc. hal 5
6. Saputro, JH. (2013). “
Analisa
penggunaan
lampu
LED
pada
penerangan
dalam
rumah”.
www.elektro.undip.ac.id/el_kpta/wp.../L2
F006058_MTA.pdf.
10
11
Download