STUDY PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALLAST LAMPU TL DENGAN STARTER ELEKTRONIK LED DI PT. INTI CAKRAWALA CITRA Dicki Andrian 1, Ir. Eddy Warman, MT2 Konsentrasi Teknik Energi Listrik Jurusan Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan JL. HM.Joni No.70a Medan 20152 INDONESIA Homepage : www.stth-medan.ac.id Email : [email protected] ABSTRAK Lampu LED ( Light Emiting Diode ) adalah teknologi dioda pemancar cahaya yang akan menggantikan lampu pijar dan lampu pendar di masa depan. Indonesia sendiri penggunaan LED dalam penerangan masih jarang digunakan, ini karena harga dari lampu LED yang cukup mahal jika dibandingkan dengan lampu yang biasa digunakan. Banyak keuntungan yang di dapat dari penggunaan lampu LED ini, antara lain daya yang di serap cukup kecil dibandingkan lampu jenis TL( Tube Lamp ) yang memakai ballast. Cahaya yang dihasilkan cukup terang dan minim perawatan serta tahan lebih lama. Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penggunaan lampu TL dengan lampu LED di PT. Inti Cakrawala Citra sehingga memberikan informasi yang sangat berguna bagi kalangan usaha dan masyarakat bahwa penggunaan LED sangatlah efektif dan efisien. Dari penelitian ini didapat besarnya penghematan konsumsi daya real untuk penggunaan lampu LED 18 W sebesar 42,62 % dan 36W sebesar 22,69 %. Keyword : lampu LED , cos phi, lampu TL ( Tube Lamp ) ABSTRACT LED (Light Emiting Diode) is a light-emitting diode technology that will replace incandescent and fluorescent lamps in the future. Indonesia's own use of LED in lighting is still rarely used, because the price of LED lights are quite expensive when compared to commonly used lamps. Many of the benefits obtained from the use of LED lights, among others, in the absorption power is quite small compared to lamp types TL (Tube Lamp) using ballast. The resulting light is bright enough and minimal maintenance and longer lasting. This thesis aims to compare the use of fluorescent lamp with LED lights in PT. Inti cakrawala Citra so as to provide very useful information for businesses and the public that the use of LED is very effective and efficient. From this research is obtained the amount of real power consumption savings for the use of LED lights 18 W for 42.62% and 22.69% at 36W. Keyword: LED lamps, cos phi, lamp TL (Tube Lamp) 1 1. PENDAHULUAN Dalam perkembangannya di bidang penerangan, lampu LED ( Light Emiting Diode) kini mulai digunakan sebagai lampu penerangan baik untuk penerangan rumah maupun Industri. Indonesia sendiri penggunaan lampu LED dalam penerangan masih jarang digunakan, ini karena harga dari lampu LED yang cukup mahal jika dibandingkan dengan lampu yang biasa digunakan. Pembuatan LED dilakukan berdasarkan kebutuhan tegangan yang umumnya digunakan oleh konsumen, yaitu pada tegangan 220V. Banyak keuntungan yang di dapat dari penggunaan lampu LED ini, antara lain daya yang di serap cukup kecil dibandingkan lampu jenis TL (Tube Lamp ) yang memakai ballast. Cahaya yang dihasilkan cukup terang dan minim perawatan serta tahan lebih lama. Dunia Industri tentunya sangat menginginkan biaya operasional mereka lebih kecil dari laba yang mereka dapat, ini berhubungan dengan konsumsi daya listrik mereka yang sangat besar dikarenakan pemakaian peralatan – peralatan untuk produksi. Dengan adanya penghematan daya listrik melalui penggunaan lampu LED, masalah cost operasional akan menjadi mudah untuk diatasi. Memang sedikit mahal harga dari lampu LED ini, tapi dengan adanya penelitian tentang perbandingan penggunaan lampu LED ini dengan lampu jenis TL, Industri – Industri akan mempertimbangkan untuk penggunaan lampu LED ini 2. LANDASAN TEORI 2.1. Ballast Fungsi utama dari ballast pada lampu fluorescent adalah untuk membatasi aliran arus listrik agar rangkaian lampu bekerja sesuai dengan range daya yang dibutuhkan. 2.1.1 Ballast Elektromagnetik Prinsip kerja dari ballast elektromagnetik pada lampu TL yaitu ketika tegangan AC 220 volt dihubungkan ke satu set lampu TL maka tegangan diujung – ujung starter sudah cukup untuk membuat gas neon di tabung starter panas (terionisasi), sehingga starter yang dalam kondisi normalnya “open” akan menjadi “closed”. Ballast konvesional mempunyai beberapa macam tipe, masing-masing tipe tersebut mempunyai perbedaan pada komponen pembentuknya, namun pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama. Yang termasuk bagian dalam ballast elektromagnetik antara lain adalah 1. Choke atau inductor ballast Choke mempunyai fungsi utama untuk dapat mengalirkan daya dan arus mengoperasikan lampu dan dalam rangkaian tertentu juga akan melewatkan arus yang bertujuan untuk memanaskan elektroda. 2. Kapasitor ballast Penggunaan kapasitor sebagai ballast akan dapat mengurangi rugi-rugi listrik yang rendah sehingga efisiensi dapat diperoleh hampir 100%. Kapasitor sulit menjadi panas sehingga terjadinya noise atau suara bising dapat diperkecil. Pada frekuensi yang cukup tinggi keuntungankeuntungan tersebut dapat diperoleh tetapi pada frekuensi rendah, dimana tegangan lampu masih berbentuk gelombang segi empat, sehingga kapasitor tidak dapat digunakan karena adanya distorsi dari arus lampu. Ketidaksesuaian kapasitor pada frekuensi rendah juga disebabkan oleh hal – hal yang lain. Salah satu contohnya adalah tegangan lampu yang berubah secara tidak kontiyu. Hal ini adapat dianggap bahwa perubahan membutuhkan waktu yang singkat, tegangan utama tetap konstan, sehingga perubahan tegangan ditanggung oleh kapasitor. 3. Choke-capacitor ballast Ballast tipe ini merupakan kombinasi antara ballast magnetis dengan ballast kapasitor. Kumparan dirangkaikan secara seri dengan sebuah kapasitor kemudian dihubungkan dengan rangkaian lampu. Ballast tipe ini memungkinkan untuk digunakan pada high lamps voltage karena memiliki bentuk gelombang yang lebih baik jika dibandingkan dengan ballast tipe yang lainnya dan mempunyai tingkat sensitivitas yang kecil terhadap perubahan tegangan yang terjadi pada sumber yang disebabkan karena mempunyai karekteristik arus yang hampir konstan. 4. Leakage-reactance transformer ballast Pada kondisi tertentu tegangan sumber AC normal tidak mampu untuk melakukan start dan mengoperasikan beberapa jenis lampu. Hal ini ballast perlu menaikkan tegangan untuk membangkitkan gas-gas yang ada didalam tabung lampu. Rangkaian ini lebih dikenal dengan stray field atau leakage-reactance transformer. Gambar 2.1 Skema rangkaian lampu TL dengan trafo Ballast 2.1.2 Lampu Fluorescent Lampu fluorescent lebih dikenal pada masyarakat dengan nama lampu TL. Prinsip kerja dari lampu ini menggunakan media gas mineral flour yang berfungsi untuk menghasilkan cahaya, dimana energi listrik akan membangkitkan gas di dalam tabung lampu sehingga akan timbul sinar 2 ultra violet, dari sinar ultra violet itu menimbulkan phosphors yang kemudian bercampur dengan mineral lainnya yang dilukiskan pada tabung lampu sehingga timbul cahaya. Bagian – bagian lampu Fluorescent ( TL ) akan akan telah akan Gambar 2.3 Bagian – bagian lampu Fluorescent (TL ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Filamen Tungsten Tabung Kaca Gas Mulia (Argon) Bubuk Fosfor Air Raksa (Merkuri) Kontak-kontak penghubung Trafo Ballast dan Starter Gambar 2.4 Ballast dan starter 2.3 Prinsip kerja Lampu LED LED adalah singkatan dari Light Emitting Diode, artinya dioda yang bisa memancarkan cahaya. LED termasuk jenis dioda dan mempunyai dua kaki yang disebut anoda dan katoda. LED bisa memancarkan cahaya karena terjadi pelepasan foton saat proses pertemuan semikonduktor P dan semikonduktor N . Cahaya pada LED adalah energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat. Cahaya yang tampak merupakan hasil kombinasi panjangpanjang gelombang yang berbeda dari energi yang dapat terlihat, mata bereaksi melihat pada panjang-panjang gelombang energi elektromagnetik dalam daerah antara radiasi ultraviolet dan infra merah. Cahaya terbentuk dari hasil pergerakan electron pada sebuah atom. Dimana pada sebuah atom, elektron bergerak pada suatu orbit yang mengelilingi sebuah inti atom. Elektron pada orbit yang berbeda memiliki jumlah energi yang berbeda. Elektron yang berpindah dari orbit dengan tingkat energi lebih tinggi keorbit dengan tingkat energi lebih rendah perlu melepas energi yang dimilikinya. Energi yang dilepaskan ini merupakan bentuk dari foton sehingga menghasilkan cahaya. Semakin besar energi yang dilepaskan, semakin besar energi yang terkandung dalam foton. Gambar 2.5 Perpindahan elektron pada sebuah LED Warna cahaya LED bergantung pada material semikonduktor yang digunakan.Penggunaan LED saat ini sangat mendominasi komponen display dalam peralatan elektronika dari yang dulu hanya sebagai indikator power supply atau indikator saklar, sekarang LED sudah dipakai sebagai backlight LCD, lampu penerangan dan bahkan sudah bisa menjadi display gambar menggantikan LCD (tidak hanya backlight saja). Pemilihan LED didasarkan pada penggunaan daya listriknya yang sangat efisien atau dengan kata lain LED lebih hemat listrik. Tegangan Maju (Forward Bias) LED Masing-masing Warna LED (Light Emitting Diode) memerlukan tegangan maju (Forward Bias) untuk dapat menyalakannya. Tegangan Maju untuk LED tersebut tergolong rendah sehingga memerlukan sebuah Resistor untuk membatasi Arus dan Tegangannya agar tidak merusak LED yang bersangkutan. Tegangan Maju biasanya dilambangkan dengan tanda VF. Tabel 2.2 Warna untuk tegangan maju 20mA Warna Tegangan Maju @20mA Infra Merah 1,2V Merah 1,8V Jingga 2,0V Kuning 2,2V Hijau 3,5V Biru 3,6V Putih 4,0V Rumus Cara Menghitung Resistor Untuk LED Pada rangkaian diatas kita menggunakan sebuah sumber tegangan DC (Battery) untuk menyalakan LED. Sebagai pembatas arus dipasag sebuah resistor R1 secara seri terhadap LED. Besarnya nilai resistor dapat dihitung menggunakan rumus dasar hukum Ohm, dimana besarnya nilai resistor sama dengan tegangan dibagi arus. Karena resistor dipasang seri terhadap LED maka besarnya tegangan pada resistor sama 3 dengan tegangan battery dikurangi forward LED. Berikut ini rumus cara menghitung resistor untuk LED : Misalnya kita menggunakan sebuah LED dengan batas arus maksimal sebesar 20mA dengan tegangan supply sebesar 5V dan tegangan maju sebesar 2V, maka nilai resistor yang kita pasang adalah sebesar 5V dikurangi 2V lalu dibagi dengan 20mA. Hasilnya sebesar 150 Ohm. Rangkaian Starter LED AC 220 volt LED adalah dioda yang dapat menyala atau memancarkan cahaya pada saat diberikan sumber tegangan secara forward. Pada dasarnya LED dapat dinyalakan dengan sumber tegangan DC 3 volt dan arus makismal 50 mA. Rangkaian LED AC 220 volt merupakan salah satu metode menyalakan LED menggunakan tegangan AC 220 Volt PLN. Rangkaian starter LED AC 220 Volt ini dapat diaplikasikan pada lampu penerangan rumah. LED yang digunakan pada rangkaian ini adalah LED super bright agar dapat memberikan intensitas cahaya yang maksimal. Gambar skema dan nilai komponen untuk membuat rangkaian starter LED AC 220 Volt dapat dilihat pada gambar 2.7 Gambar 2.7 Rangkaian Starter LED AC 220 volt Rangkaian starter LED AC 220 Volt untuk menyalakan LED dengan tegangan AC 220 Volt PLN dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satu metode tersebut adalah dengan membuat rangkaian seperti pada gambar diatas. Metode menyalakan LED dengan tegangan AC 220V yang digunakan pada rangkaian diatas adalah dengan dengan cara menyearahkan tegangan AC 220V menjadi tegangan DC kemudian memberikan pembatas arus untuk tegangan supply rangkaian LED. Rangkaian LED AC 220 Volt pada gambar diatas terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut: 1. Rectifier, bagian ini berfungsi untuk menyearahkan tegangan AC 220V menjadi tegangan DC. Komponen yang berfungsi sebagai rectifier adalah dioda bridge D1 dan kapasitor C2. 2. Pembatas arus, bagian pembatas arus berfungsi untuk membatasi arus maksimum arus yang mengalir ke LED dan rectifier. Pada rangkaian starter LED AC 220 Volt diatas terdapat 2 unit pembatas arus yaitu pembatas arus untuk rectifier dan pembatas arus untuk LED. Pembatas arus rectifier rmenggunakan resistor R1 110 KOhm dengan capasitor C1 dan pembatas arus LED menggunakan resistor R2 56 Ohm. 2.4 Teori dasar mengenai cahaya Cahaya merupakan salah satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut: Pijar, benda padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu tertentu. Intensitas meningkat dan penampilan menjadi semakin putih jika suhu naik. Muatan Listrik, jika arus listrik dilewatkan melalui gas,maka atom dan molekulnya akan memancarkan radiasi, dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada. Electro Luminescence, Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor. Photo luminescence, radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan dan dipancarkan kembali pada berbagai panjanggelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat, maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence.Cahaya nampak menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV) dan energi inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak. 2.5 Perhitungan Lumen Flux cahaya (ф) adalah jumlah keseluruhan watt cahaya dengan satuan lumen, disingkat dengan lm. Satu watt cahaya kira – kira sama dengan 680 lumen. Angka perbandingan 680 ini dinamakan ekivalen pancaran fotometris. Intensitas cahaya (I) adalah flux cahaya persatuan sudut ruang yang dipancarkan ke suatu arah tertentu yang diukur dalam satuan candela (cd). 4 Sedangkan steradian adalah sudut ruang pada titik tengah bola antara jari-jari terhadap batas luar permukaan bola sebesar kuadrat jari-jarinya. Gambar 2.9 Steradian Karena luas permukaan bola = 4 πr2, maka di sekitar titik tengah bola terdapat 4 sudut ruang yang masing-masing = 1 steradian. Jumlah steradian suatu sudut ruang dinyatakan dengan lambang (omega) . Luminansi adalah jumlah cahaya yang dipantulkan atau diteruskan oleh suatu obyek. Permukaan yang lebih gelap akan memantulkan cahaya yang lebih sedikit daripada permukaan yang lebih terang, karena itu dibutuhkan iluminansi yang sama dengan permukaan yang lebih terang. Iluminasi atau Intensitas penerangan (E) adalah cahaya yang mengenai suatu permukaan dan diukur dalam footcandle atau lux. Satu footcandle merupakan intensitas penerangan pada suatu 2 permukaan dengan luas permukaan foot berjarak pada satu foot dari sumber cahaya dengan intensitas cahaya 1 candle. Gambar 2.10 Iluminasi Dalam calculux dimungkinkan perhitungan luminansi suatu titik yang berupa grid, diambil pada tempat pemantulan cahaya dalam penyebaran yang merata dengan faktor pemantulan ρ. Efikasi adalah rentang angka perbandingan antara fluks cahaya (lumen) dengan daya listrik suatu sumber cahaya (watt), dalam satuan lumen/watt. 2.6 Perhitungan Beban Setiap beban pasti memiliki daya, daya ini dihasilkan oleh beban pada saat terhubung dengan suplai, begitu pula dengan lampu. Lampu bias menghasilkan cahaya karena dia mengkonsumsi daya dalam jumlah tertentu sesuai dengan standart dari masing – masing produsen lampu tersebut. Daya tersebut biasanya sudah dicantumkan pada setiap produk, tetapi daya ini juga bisa didapat dengan melalui pengukuran secara langsung pada masing – masing lampu. Daya sendiri ada 3 jenis,yaitu daya semu, daya aktif dan daya reaktif. 1. Daya semu Daya semu merupakan penjumlahan vektor dari daya aktif dan daya reaktif. Daya ini dinyatakan dalam satuan VA. dimana : S : daya Semu (VA) P : Daya aktif (Watt) Q : Daya reaktif (Var) 2. Daya aktif Daya aktif merupakan daya yang berupa daya kerja seperti daya mekanik, panas, cahaya, dan lainnya. Daya ini diperlukan supaya mesin dapat melakukan kerja real sesuai kapasitas dayanya. Daya aktif dinyatakan dalam satuan watt (W). P = V x I x Cos Ф dimana : P : daya aktif (Watt) v : tegangan (volt) i : arus (ampere) Ф : sudut antara arus dan tegangan 3. Daya reaktif Daya reaktif merupakan daya yang diperlukan oleh listrik yang bekerja dengan sistem elektromagnet. Daya ini dibutuhkan oleh mesin untuk mempertahankan medan magnetnya agar mesin dapat beroperasi dengan baik. Daya ini dinyatakan dalam satuan VAR. Q = V x I x Sin Ф dimana : Q : daya reaktif (Var) v : tegangan (volt) i : arus (ampere) Ф : sudut antara arus dan tegangan Dari rumus diatas, maka daya listrik dapat digambarkan sebagai segitiga siku – siku, yang secara vektor adalah penjumlahan daya aktif dan reaktif dan sebagai resultannya adalah daya semu. Gambar 2.11 Segitiga daya 5 2.7 Harmonisa Pada umumnya dalam dunia elektro, khususnya sistem tenaga listrik, distribusi listrik dapat di gambarkan sebagai bentuk gelombang sinus. Salah satu karakteristik dari sistem ini adalah pembentukan gelombang sinus ideal dimana bentuk gelombangnya bersih dan tidak terdistorsi. Namun, bila terjadi distorsi berlebihan yang ditimbulkan oleh sumber harmonisa seperti converter. 2.7.1 Definisi Harmonisa Harmonisa adalah gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga listrik akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Pada dasarnya, harmonisa adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Bila terjadi superposisi antara gelombang frekuensi dasar dengan gelombang frekuensi harmonik maka terbentuklah gelombang terdistorsi sehingga bentuk gelombang tidak lagi sinusoidal. Fenomenan ini disebut dengan distorsi harmonik. Pembentukan gelombang non-sinusoidal hasil distorsi harmonik dapat dilihat pada gambar berikut : beban liniear adalah resistor. Beban non linier memberikan gelombang keluaran arus yang tidak sebanding dengan tegangan dasar sehingga gelombang arus maupun teganganya tidak sama dengan gelombang masukannya. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut : Gambar 2.14 Keluaran gelombang non-linear 2.7.3 Pengaruh Harmonisa Tegangan dan arus harmonisa dapat menimbulkan efek yang berbeda-beda pada peralatan listrik yang terhubung dengan jaringan listrik tergantung karakteristik listrik beban itu sendiri. Seperti terjadinya penurunan kinerja dan bahkan menimbulkan kerusakan. Akan tetapi, secara umum pengaruh harmonisa pada peralatan listrik ada tiga, yaitu : 1. Nilai rms baik tegangan dan arus lebih besar 2. Nilai puncak (peak value) tegangan dan arus lebih besar 3. Frekuensi sistem turun 3. PEMBAHASAN Gambar 2.12 Proses pembentukan gelombang nonsinusoidal akibat distorsi harmonis. 2.7.2 Sumber Harmonisa Pada sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linier dan beban non linier. Beban linier memberikan gelombang keluaran linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impendansi dan perubahan tegangan. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar dibawah berikut : Gambar 2.13 Keluaran gelombang linear Pada gambar diatas terlihat bahwa saat gelombang tegangan berbentuk sinusoidal maka gelombang arus juga berbentuk sinusoidal yang sama dengan gelombang tegangan. Salah satu jenis 3.1 Cara kerja Ballast pada lampu Tl Prinsip kerja dari ballast elektromagnetik pada lampu TL yaitu ketika tegangan AC 220 volt dihubungkan ke satu set lampu TL maka tegangan diujung – ujung starter sudah cukup untuk membuat gas neon di tabung starter panas (terionisasi), sehingga starter yang dalam kondisi normalnya “open” akan menjadi “closed”. Oleh karenanya gas neon menjadi dingin (deionisasi), dan dalam kondisi starter “closed” ini terdapat aliran arus yang memanaskan filament tabung lampu TL terionisasi. Pada saat gas neon didalam tabung starter sudah cukup dingin maka bimetal di dalam tabung starter tersebut akan “open” kembali sehingga ballast akan menghasilkan spike tegangan tinggi yang mengakibatkan lompatan elektron dari kedua elektroda dan memendarkan lapisan fluorescent pada tabung lampu TL tersebut. Peristiwa ini akan berulang ketika gas dalam tabung lampu TL tidak terionisasi penuh sehingga tidak terdapat cukup arus yang melewati filament lampu tersebut. Lampu tersebut akan berkedip, selain itu jika tegangan induksi dari ballast tidak cukup besar walaupun tabung neon TL tersebut sudah 6 terionisasi penuh tetap tidak akan menyebabkan lompatan elektron dari salah satu elektroda tersebut. Jika proses ‘Starting up’ pertama tidak berhasil maka tegangan diujung – ujung starter cukup untuk membuat gas neon di dalamnya terionisasi (panas) sehingga starter ‘closed’. Dan seterusnya sampai lampu TL masuk pada kondisi steady state yaitu saat impedansinya turun menjadi ratusan ohm. Impedansi dari tabung akan turun dari ratusan mega ohm menjadi ratusan ohm saja pada saat kondisi steady state. Arus yang di tarik oleh lampu TL tergantung dari impedansi trafo ballast seri dengan impedansi tabung lampu TL. Selain itu karena tidak ada sinkronisasi dengan tegangan input maka ada kemungkinan ketika starter berubah kondisi dari ‘closed’ ke ‘open’ terjadi pada saat tegangan AC turun mendekati nol sehingga tegangan yang dihasilkan ballast tidak cukup menyebabkan lompatan elektron pada tabung lampu TL. Fungsi utama dari ballast pada lampu fluorescent adalah untuk membatasi aliran arus listrik agar rangkaian lampu bekerja sesuai dengan range daya yang dibutuhkan. Gambar 3.1 Rangkaian instalasi lampu TL fluorescent Pengujian Ballast Elektromagnetik Berbeban pada rangkaian pengujian ini memiliki prinsip dasar yang sama dari pemasangan voltmeter dan amperemeter. Voltmeter di hubungkan secara parallel ke sumber tegangan, dan ampermeter di seri dengan ballast untuk mendapatkan nilai arus dipasang tanpa harus melepas rangkaian. Ballast yang di gunakan adalah merk P 36 W dengan satu buah starter merk P dan lampu TL 36 W. Berikut ini pada gambar 3.2 menunjukkan rangkaian pengujian saat ballast berbeban. Pada rangkaian pengujian tersebut dapat terlihat cara pemasangan voltmeter, amperemeter dan cosphi meter. 3.2 Starter Elektronik LED Rangkaian starter LED AC 220 volt merupakan salah satu metode menyalakan LED menggunakan tegangan AC 220 Volt PLN. Rangkaian starter LED AC 220 Volt ini dapat diaplikasikan pada lampu penerangan rumah. LED yang digunakan pada rangkaian ini adalah LED super bright agar dapat memberikan intensitas cahaya yang maksimal. Gambar skema dan nilai komponen untuk membuat rangkaian starter LED AC 220 Volt dapat dilihat pada gambar 3.3 Gambar. 3.3 Rangkain starter elektronik LED Metode menyalakan LED dengan tegangan AC 220V yang digunakan pada rangkaian diatas adalah dengan dengan cara menyearahkan tegangan AC 220V menjadi tegangan DC kemudian memberikan pembatas arus untuk tegangan supply rangkaian LED. Rangkaian starter LED AC 220Volt pada gambar diatas terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut: 1. Rectifier, bagian ini berfungsi untuk menyearahkan tegangan AC 220V menjadi tegangan DC. Komponen yang berfungsi sebagai rectifier adalah dioda bridge D1 dan kapasitor C2. Rangkaian rectifier biasanya terdiri dari komponen Dioda. Terdapat 2 jenis rangkaian rectifier yaitu “Half Wave Rectifier” yang hanya terdiri dari 1 komponen Dioda dan “Full Wave Rectifier” yang terdiri dari 2 atau 4 komponen dioda. Gambar 3.4 Rangkaian penyearah ( rectifier ) 1. Gambar 3.2 Rangkaian pengukuran ballast elektromagnetik berbeban Pembatas arus, bagian pembatas arus berfungsi untuk membatasi arus maksimum arus yang mengalir ke LED dan rectifier. Pada rangkaian LED AC 220 Volt diatas terdapat 2 unit pembatas arus yaitu pembatas arus untuk rectifier dan pembatas arus untuk LED. Pembatas arus rectifier rmenggunakan resistor R1 110 7 KOhm dengan capasitor C1 dan pembatas arus LED menggunakan resistor R2 56 Ohm. c. d. e. Menyetel peralatan sesuai dengan kondisi pengujian Mengaktifkan dan mencatat pengujian selama 10 menit. Setelah pengujian selesai, peralatan dinonaktifkan dan mengumpulkan data yang di peroleh. 4. ANALISA DAN DATA Gambar 3.5 Rangkaian pembatas arus Pengujian Rangkaian Starter Elektronik LED Berbeban Pada pengujian ini menggunakan lampu TL LED merk Rohs dengan daya 18 W dan starter penyalaan merk Rohs. Alat ukur yang digunakakan adalah voltmeter,cosphi meter dan amperemeter digital. Pada gambar 3.7 dapat dilihat skema rangkaian sebagai berikut: 4.1 Analisa Kualitas Daya Ballast dan Starter Elektronik LED Pada sub bab analisis ini digunakan data yang didapatkan dari pengujian ballast berbeban, pengujian starter elektronik LED berbeban, pengujian ballast elektromagnetik tak berbeban dan pengujian starter elektronik LED tak berbeban. Parameter power quality yang dianalisis pada sub bab ini adalah konsumsi daya, Total HarmonicDistortion (THD), dan faktor daya. 4.1.1 Konsumsi Daya Dari pengukuran didapatkan data mengenai konsumsi daya ballast berbeban dengan daya starter elektronik LED berbeban tersebut. Tabel 4.1 menunjukkan data konsumsi daya pada kedua jenis lampu. Gambar 3.6 Rangkaian pengukuran starter elektronik LED berbeban 3.3 Prosedur Pengujian Berikut ini adalah prosedur pengujian untuk setiap pengujian yang dilakukan baik pada ballast elektromagnetik dan starter elektronik LED : 1. Pengujian ballast elektromagnetik berbeban. a. Memasang rangkaian seperti pada rangkaian pengujian diatas dengan menghubungkan alat ukur. b. Mengaktifkan peralatan dengan memberikan tegangan 220V dan frekuensi 50Hz. c. Menyetel peralatan sesuai kondisi pengujian. d. Mengaktifkan dan mencatat pengujian selama 10 menit. e. Setelah pengujian selesai, peralatan dinonaktifkan dan mengumpulkan data yang di peroleh. 2. Pengujian starter elektronik LED berbeban. a. Memasang rangkaian seperti pada rangkaian pengujian diatas dengan menghubungkan alat ukur. b. Mengaktifkan peralatan dengan memberikan tegangan 220V dan frekuensi 50Hz. Tabel 4.1 Data pengujian dari kedua jenis lampu. JENIS LAMPU Data - Data TL TL LED LED 18 w 36 w 18w 36w P (Watt) 26,18 41,25 15,02 31,89 S (VA) 70,4 74,08 15,33 32,55 Q (VAR) 63,35 61,54 3,06 2,65 V (Volt) 226 220 219 217 I (Ampere) 0,33 0,36 0,07 0,15 Cos ϕ 0,35 0,52 0,98 0,98 4.1.2 Total Harmonic Distortion (THD) Pada pengukuran ballast berbeban didapatkan besarnya nilai THD, baik ITHD dan VTHD. Dari gambar 4.3 dan 4.4 terlihat besarnya nilai I pada ballast dan starter tersebut. Dari data yang didapatkan selanjutnya akan dillakukan pengolahan untuk dilakukan perbandingan terhadap standar yang digunakan. Standar yang digunakan adalah standar IEEE519-1992 (Institute of Electrical and Elektroniks Engineers). Pertama yang dilakukan adalah mencari besarnya arus short circuit Point of Common Coupling (PCC) dalam hal ini adalah circuit breaker. Dari data didapatkan bahwa besarnya nilai IL = 25 A dan nilai Isc = 5000A. 8 Gambar 4.3 Grafik perbandingan nilai ITHD pada ballast elektromagnetik dengan starter elektronik LED dengan beban lampu P 18W Gambar 4.4 Grafik Perbandingan nilai ITHD pada Ballast elektromagnetik dengan starter elektronik LED dengan beban lampu P 36 W ekonomis. Peninjauan dilakukan dengan melihat besarnya konsumsi energi yang digunakan baik pada ballast elektromagnetik maupun starter elektronik. Konsumsi energi listrik tersebut yang selanjutnya akan dikonversi dalam bentuk rupiah atau pada analisis ini dilihat biaya listrik yang dibayar dalam satu bulan. Pada analisis ini perbandingan segi ekonomis dilakukan pada ballast untuk setiap watt yang berbeda dengan diasumsikan bahwa setiap ballast menggunakan lampu TL merk Philips. Misalkan pada suatu rumah tempat tinggal yang memiliki daya nyata sebesar 1300 VA dan diasumsikan dirumah tersebut terdapat dua buah lampu TL 36 W dan dua buah LED Tube 36W dengan asumsi penggunaan lampu tersebut selama 12 jam dalam satu hari. Berikut ini perhitungannya : Ballast Elektromagnetik 36 W Pada pengukuran berbeban didapatkan bahwa besarnya daya aktif rata-rata dari ballast elektromagnetik 36W sebesar 41.25W. Maka didapatkan besarnya konsumsi energi listrik dalam sehari adalah : 4.1.3 Faktor Daya Faktor daya merupakan parameter dalam power quality yang menunjukkan seberapa efisien suatu sistem atau peralatan mengubah arus dan tegangan masukan menjadi energi listrik. Gambar 4.7 dan 4.8 menunjukkan nilai faktor daya yang didapatkan dari pengukuran pada ballast dan starter elektronik tersebut = 0,99 Kwh Jika diasumsikan dalam satu bulan terdapat tiga puluh hari maka didapatkan besarnya konsumsi energi listrik dalam satu bulan sebesar : = 29.7 Kwh Selanjutnya besarnya konsumsi energi listrik dalam sebulan tersebut dikonversi dalam bentuk biaya listrik dalam satu bulan sehingga didapatkan besarnya biaya listrik dalam satu bulan, yaitu : Gambar 4.7 Grafik perbandingan faktor daya pada ballast elektromagnetik dan starter elektronik 18W = Rp 41.956,002 Starter elektronik LED 36 W Pada pengukuran berbeban didapatkan bahwa besarnya daya aktif rata-rata dari saklar elektronik 36W sebesar 32.35W. Maka didapatkan besarnya konsumsi energi dalam sehari adalah : = 0,776 Kwh Jika diasumsikan dalam satu bulan terdapat tiga puluh hari maka didapatkan besarnya konsumsi energi listrik dalam satu bulan sebesar : Gambar 4.8 Grafik perbandingan faktor daya pada ballast elektromagnetik dan starter elektronik 36W 4.2 Analisis Segi Ekonomis Ballast dan Starter Elektronik LED Pada analisis segi ekonomis ini akan dibahas dengan meninjau penggunaan ballast elektromagnetik maupun starter elektronik dari segi = 23,28 Kwh Selanjutnya besarnya konsumsi energi listrik dalam sebulan tersebut dikonversi dalam bentuk biaya listrik dalam satu bulan sehingga didapatkan besarnya biaya listrik dalam satu bulan, yaitu : 9 = Rp. 32.886,72 2. Tabel 4.4 Perbandingan konsumsi energi dan biaya listrik pada ballast elektromagnetik dan starter elektronik LED Starter elektronik Ballast elektromagnetik 3. TIPE 36W 18W Konsumsi energi listrik perbulan (Kwh) Biaya listrik perbulan (Rp) Konsumsi energi listrik perbulan (Kwh) Biaya listrik perbulan (Rp) 23,28 12,52 32.886,72 17.687,63 29,7 18,84 41.956,002 26.628,07 4. 4.3 Perhitungan Lumen Dengan menggunakan persamaan : maka untuk mengetahui berapa lumen yang dihasilkan oleh LED Tube 18W adalah: Misal diambil contoh untuk penerangan siang hari, yaitu 300 lux. E = 300 lux A = 5 × 8 meter = 40 m2 Ф = 300 lux × 40 m2 Ф = 12000 lumen Dan apabila dimasukan ke persamaan : Jadi bila diaplikasikan sesuai dengan daya yang tertera pada LED Tube 18W maka, Ф = 12000/18 = 666,7 lumen/watt untuk LED Tube 18W ω = 85° I =137.684,55 cd Tabel 4.5 Perbandingan nilai Iluminasi, flux cahaya, dan intensitas cahaya. Type Lampu TL 18W TL 36W LED Tube 18W LED Tube 36W E malam (Lux) E siang (Lux) m2 Ф malam (Lm) Ф siang (Lm) 29 52 40 1,160 163 283 40 172 300 412 720 A I malam I siang (Cd) (Cd) 2,080 13,318.03 23,865.32 6,520 11,320 74,856.49 129,882.43 40 6,880 12,000 78,989.67 137,684.56 40 16,480 28,800 189,207.81 330,442.94 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Besarnya penghematan konsumsi daya real untuk penggunaan starter elektronik 18W sebesar 42,62 % dan 36W sebesar 22,69 %. Pada pengukuran berbeban terlihat bahwa starter elektronik LED memiliki nilai ITHD (%) yang tidak memuhi standar. Hal ini disebabkan karena proses switching power suplai pada kerja dari starter elektronik LED. Faktor daya yang kurang baik pada ballast magnetic disebabkan karena sifat induktif dari ballast tersebut. Pada data faktor daya antara ballast elektromagnetik 18 W dan 36 W terlihat bahwa ballast elektromagnetik 36 W memiliki nilai faktor daya yang lebih baik dibandingkan dengan ballast elektromagnetik 18W. Dari analisa terlihat sama hal dengan starter elektronik LED 36W bahwa starter elektronik LED 18W memiliki biaya listrik perbulan dan konsumsi energi listrik yang lebih kecil dibandingkan dengan ballast elektromagnetik 36W. 5.2 SARAN 1. Untuk pencahayaan yang lebih baik bisa digunakan pemantul (reflector) yang lebih standart, agar tidak banyak cahaya yang terbuang. ITHD (%) yang masih tinggi pada starter elektronik LED ini dapat diminimalisir dengan penggunaan rangkaian filter pasif pada sistem tenaga listrik. DAFTAR PUSTAKA 1. Chapman, Stephen J. (2002). Electric Machinery and Power System Fundamentals. New York : McGraw-Hill Higher Education, hal. 109 – 110. 2. Dugan, Roger C. et al. (2002). Electrical Power Systems Quality. New York :McGraw-Hill, hal 186 – 188 3. NLPIP. (2000). Specifier Reports: Elektronik Ballast Non-dimming elektronik ballast for 4-foot and 8-foot fluorescent lamps Volume 8 Number 1. New York: NLPIP. 4. NLPIP. (1992). Specifier Report : Power Reducers Flourescent Lighting. NewYork : NLPIP 5. Hibbard, John F. Lowenstein, Michael Z. Meeting IEEE 519-1992 HarmonicLimits. Milwaukee : Trans-Coil, Inc. hal 5 6. Saputro, JH. (2013). “ Analisa penggunaan lampu LED pada penerangan dalam rumah”. www.elektro.undip.ac.id/el_kpta/wp.../L2 F006058_MTA.pdf. 10 11