SDM Pengelola Keuangan Negara Minim Selasa, 18 Nopember 2008 JAKARTA (Suara Karya): Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan Indonesia masih membutuhkan sumber daya manusia (SDM) pengelola keuangan negara berlatar belakang akuntansi sebanyak 46.000 orang. "Kebutuhan SDM pengelola keuangan negara berlatar belakang akuntansi saat ini masih cukup besar," kata Sekretaris Utama BPKP Kuswono Soeseno, di Jakarta, Senin. Apalagi, di sisi lain, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), laporan keuanga kementerian/ lembaga (LKKL), dan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) menyimpulkan bahwa pengelolaan keuangan negara dan daerah belum sepenuhnya menganut prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal itu tercermin dari LKPP 2007 yang mendapat opini tidak memberikan pendapat (TMP) atau disclaimer dari BPK, serta terdapat 37 LKKL dari 38 LKKL yang mendapat opini TMP dari BPK. Selain itu juga terdapat 48 LKPD yang mendapat opini TMP dan 51 LKPD dengan opini tidak wajar dari 275 LKPD yang diaudit. "Hanya ada tiga LKPD yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian," kata Kuswono. Terkait kondisi ini, BPKP mengambil langkah terobosan untuk mempercepat penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan daerah. Terutama dengan membangun pusat peningkatan kompetensi pengelola keuangan negara bagi aparat pemerintah pusat dan daerah. "Hal ini dilakukan untuk mencukupi SDM pengelola keuangan negara yang saat ini membutuhkan sekitar 46.000 tenaga SDM berlatar belakang akuntansi," tutur Kuswono. Terkait kekurangan SDM berlatar belakang akuntansi tersebut, BPKP mengkalkulasikan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih kekurangan tenaga akuntan hingga lebih dari 4.000 orang. "Pemprov DKI Jakarta paling tidak memerlukan sekitar 5.000 tenaga bidang akuntansi. Namun, saat ini Pemprov DKI Jakarta baru memiliki 22 tenaga akuntan," kata Kuswono. Perhitungan kebutuhan tenaga akuntan itu didasarkan pada kondisi Pemprov DKI Jakarta yang saat ini memiliki 52 pengguna anggaran (PA), 4.200 unit pengelola barang (UPB), dan 722 kuasa pengguna anggaran (KPA). Menurut BPKP, pengelolaan keuangan daerah hingga saat ini belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Ini ditunjukkan dengan masih banyaknya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang disclaimer. "Menyikapi kondisi ini, BPKP selaku auditor presiden dan pembina penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP), akan memulai langkah terobosan dengan membangun pusat peningkatan kompetensi pengelola keuangan negara," ucapnya. (Indra)