Paulus dan Penderitaan

advertisement
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
PAULUS DAN PENDERITAAN
Oleh
Nixon Lumban Gaol
Abstraksi
Penelitian berjudul “Paulus dan Penderitaan”
membahas bagaimana Pertobatan, kehidupan dan
pelayanan Paulus serta pemahaman Paulus mengenai
penderitaan, yaitu: pertama, penderitaan Paulus
sendiri; kedua, dalam penderitaan jemaatNya; ketiga,
penderitaan adalah anugerah.. Dan bagaimana
pemahaman orang Kristen terhadap penderitaan.
Kata kunci: Paulus, penderitaan dan Injil
A. Pendahuluan
Penderitaan memang sulit didefinisikan. Yang pasti
adalah bahwa penderitaan dialami oleh makhluk hidup yang
dapat merasa sakit, baik secara fisik maupun mental.
Penderitaan adalah rasa sakit yang dialami oleh manusia sebagai
akibat dari sesuatu yang merugikan. Penderitaan juga bisa
didefinisikan sebagai rasa sakit yang dialami ketika manusia
berada di bawah tekanan tidak terpenuhinya cita-cita kehidupan
yang sudah dialami dan atau yang dianggap sebagai hak dan
kewajibannya. Penderitaan yang dialami oleh manusia biasanya
berhubungan dengan penderitaan karena direndahkan, rasa
malu, kejengkelan, keputusasaan, ketiadaan pegangan hidup,
penghinaan moral, kesalahan dan juga ketakutan akan kematian.
Penderitaan juga dialami oleh setiap orang, sebab orang tidak
dapat menjalankan kewajiban sosial dan pribadinya.
Menderita bagi Kristus bukan hanya akibat siksaan dan
penganiayaan.
Penderitaan
mulai
setelah
seseorang
meninggalkan segala sesuatu, termasuk sanak saudaranya, untuk
mengikuti Kristus. Lagi pula seorang murid Yesus berpikir
sebagai hamba Yesus; dia tidak berpikir tentang hal-hal lain
kecuali bagaimana dia dapat menyenangkan Tuhannya.
134
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Maka melalui makalah ini, akan dibahas tentang Paulus
dan penderitaan agar umat Kristen dapat memahami
penderitaan. Penderitaan yang dialami Paulus adalah
penderitaan dalam dirinya sendiri, penderitaan dalam jemaatNya
dan penderitaan sebagai Anugerah.
B. Kehidupan Paulus
Paulus lahir di kota Tarsis di daerah Kilikia (Kis. 9:11;
21:39; 22:3). Sesuai dengan kebiasaan pada waktu itu untuk
orang Yahudi yang tinggal di luar Israel, maka dia diberi dua
nama ketika dia disunatkan, yaitu nama Romawi dan Yahudi.
Nama Yahudinya: SAULUS dan Romawi: PAULUS.
Kita tahu bahwa Paulus diberi kesempatan untuk dididik
di Yerusalem. Itu berarti bahwa orang tuanya termasuk orangorang yang berada. Di samping itu pasti mereka mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, karena Paulus diberi
kehormatan untuk menjadi warga negara Roma. Kehormatan itu
hanya diberikan kepada para bangsawan.
Tarsis ialah ibukota Kilikia. Oleh karena Paulus
mempunyai kewarganegaraan Romawi, maka dia dapat
menjelajah seluruh Kerajaan Romawi dengan bebas, tanpa ada
hambatan-hambatan apa-apa. Itu berarti juga bahwa hidup dan
pelayanannya dilindungi oleh Undang-undang Romawi. Itu
sebabnya dia berhak naik banding kepada Kaisar setelah dia
ditangkap di Yerusalem (Kis. 25:10-12). Itu juga sebabnya
tentara-tentara Romawi sering menolong dan melindungi dia
(Kis. 16:27-28; 22:23-29).
Sesuai dengan tradisi orang laki-laki Yahudi, maka
Paulus mulai mempelajari Hukum Taurat dan Kitab PL pada
waktu dia berumur 5 tahun. Akhirnya dia menjadi seorang Farisi
yang baik dan tekun. Dia berkata sendiri dalam KPR. 22:3:
“Aku dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam
hukum nenek moyang kita, sehingga aku seorang yang giat
bekerja bagi Allah sama seperti kamu semua pada waktu ini”.
Oleh karena kesungguhannya sebagai orang Farisi maka,
akhirnya dia menjadi penganiaya jemaat Kristen. Dalam
keadaan itulah Tuhan menangkap dia pada waktu menuju ke
135
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
Damsyik (Kis. 9). Paulus bertobat karena suatu mujizat yang
istimewa. Pertobatannya itu sangat radikal.
Ini menunjukkan salah satu ciri khas Paulus, yaitu bahwa
dia tidak mengenal jalan kompromi. Apa yang dia kerjakan,
dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Sebelum dia bertobat, dia
menjadi penganiaya yang terkenal. Sesudah bertobat, dia
menjadi seorang penginjil yang terkenal. Paulus menyaksikan
tentang pertobatan, (Kis. 9:1-19a, 22:1-16 dan 26:12-23).
Pertobatan Paulus mengubah hidupnya sama sekali:
Penganiaya jemaat menjadi hamba Tuhan. Tidak lama kemudian
dia dipanggil untuk masuk dalam pelayanan (Kis. 26:16-18;
bnd. 9:15; 22:14 dst). Setelah dia memberi diri untuk dibaptis,
dan dengan demikian disucikan dari dosa-dosanya (Kis. 9:18;
22:16), maka langsung dia mulai bersaksi tentang perbuatan
Allah dalam hidupnya. Mula-mula orang Yahudi yang sudah
menjadi Kristen heran mendengar itu. Akhirnya pertobatan
Paulus ketahuan oleh golongan Farisi juga. Mereka membuat
rencana untuk membunuh dia. Tetapi rencana itu diketahui oleh
Paulus. Dan dia melarikan diri (9:19-25). Kita tahu bahwa pada
waktu itu Paulus berumur sekitar 35 tahun.
C. Pengertian Penderitaan
Walaupun penderitaan memang sulit didefinisikan,
namun dapat diberikan pengertiannya. W.R.F Browning
mengatakan: “Yang dimaksud dengan ‘penderitaan’ atau
passion dalam studi PB ialah penderitaan dan kematian Yesus;
atau passion sebagai kisah penderitaan mancakup seluruh
penderitaan Yesus mulai dari Perjamuan Akhir (Mrk. 14),
penahanan, pengadilan, penyaliban dan pemakaman,
sebagaimana dicatat dalam keempat Injil. Tetapi penggunaan
istilah passion atau penderitaan Yesus itu hanya kita jumpai
dalam Kis. 1:3.”1 Kemudian Drs. Bambang Marhijanto
1
W.R.E. Browning, Kamus Alkitab. Terjemahan, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011), hal. 324.
136
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
mendefinisikan: “kesusahan, keadaan hidup yang serba
menemani musibah atau cobaan, sengsara dan sebagainya.”2
Namun penderitaan yang dialami oleh Paulus adalah
kerena memberitakan kematian Yesus Kristus (INJIL). Di atas
sedikit diuraikan dalam kehidupan Paulus bagaimana Paulus
tutur menderita dalam penderitaan Yesus Kristus.
D. Paulus dan Penderitaan
1. Dalam penderitaan Paulus sendiri.
Paulus berada dalam di penjara. Hal itu menimbulkan
kekuatiran dalam hati anggota-anggota jemaat di Filipi
(1:12-26), bukan saja berhubung dengan keselamatan
dirinya, tetapi juga berhubung dengan kelangsungan
berita Injil. Kekuatiran mereka ini membuat Paulus
memberikan pengertian bahwa benar, ia pada saat itu
berada dalam penjara, tetapi berita Injil tidak turut
terpenjara. Berita Injil tidak terhalang, tetapi terus maju,
terus berkembang, sekalipun Paulus telah beberapa
waktu lamanya terkurung di dalam penjara, sehingga
telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain,
bahwa ia dipenjarakan karena Kristus.
John Piper mengatakan: “Penjara dan sengsara adalah
bagian dari panggilan Paulus. Hal ini merupakan bagian
yang sangat menonjol dari identitas dan pelayanannya
sehingga ia menjadikannya lencana bagi kerasulannya.”3
Beratnya penderitaan yang dialami Paulus sangat
mengejutkan (lih. 2 Kor. 11:23-28). Penderitaan Paulus
dan keberaniannya dalam menyaksikan kebenaran Injil
di dalam penjara dan di muka pengadilan, selain di
seluruh istana, juga ke dalam jemaat, di daerah ia
dipenjarakan,
sehingga
banyak
saudara-saudara
(sebagaian besar dari anggota-anggotanya) yang
mulanya takut dan ragu-ragu – mendapat keberanian lagi
2
Drs. Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa
Kini. (Surabaya: Terbit Terang, 1999), hal. 86.
3
John Piper, Jadikan Semua Bangsa Bersukacita, (Bandung: Yayasan
Baptis Indonesia, 2001), hal. 138.
137
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
untuk memberitakan Injil. Menurut Paulus, menderita
demi Injil bukanlah tanda kekalahan, melainkan tanda
kemenangan.
2. Dalam Penderitaan Jemaat-Nya.
Bagian ini merupakan nasihat Paulus supaya bertekun di
dalam iman. “Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan
dengan Injil Kristus”. Ada tuntutan yang dituliskan oleh
Paulus, yaitu hidup mereka harus berpadanan dengan
Injil Kristus. Mereka tidak hanya harus mewartakan injil,
tetapi juga harus sesuai dengan hal itu. Untuk “hidup”,
Paulus di sini tidak memakai “peripatein” (berjalan,
berlaku), yang biasa dipergunakan dalam surat-suratnya
(bdk. 3:17-18; Rom 6:4; Ef 2:2, dll) tetapi kata
“politeuesthai” yaitu kata yang dipergunakan waktu ia
memberikan pertanggungjawaban di depan Majelis
Agama (Kis 23:1). Paulus bukan saja memberikan
kepada mereka nasihat tetapi lebih dari pada itu: suatu
peringatan, suatu perintah dan perintah itu terus menerus
berlangsung. Hidup mereka harus berpadanan dengan
Injil Kristus. Bagi Paulus yang terpenting adalah
persatuan mereka yang bukan hanya saja dalam roh,
tetapi dalam perbuatan juga. Dengan tegas ia katakan
bahwa mereka harus “teguh berdiri”. Paulus mau
mengatakan bahwa mereka sedang dalam bahaya:
mereka diserang, karena itu mereka harus tahan berdiri
dan terus berjuang. Selain daripada teguh berdiri di
dalam satu roh, mereka juga harus sehati-sejiwa berjuang
untuk iman yang timbul dari berita Injil. Persatuan “di
dalam roh” bukanlah suatu tugas, tetapi suatu pemberian,
yang tiap-tiap kali mengingatkan jemaat untuk tetap
bersatu. Persatuan “di dalam hati dan jiwa” adalah suatu
tugas, suatu amanat dalam perjuangan. Tanpa persatuan
itu, jemaat tidak dapat berdiri dan berjuang dengan baik.
Yang dimaksudkan di sini berjuang ialah bukan berjuang
melawan musuh (supaya dimusnahkan), tetapi berjuang
untuk tetap berdiri, berjuang untuk iman: bukan saja
iman kepada (dalam) berita Injil, tetapi juga iman yang
timbul dari berita Injil.
138
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
3. Penderitaan adalah Anugerah.
Dalam Flipi 1:29 pemberian (anugerah) Allah itu Paulus
jelaskan dalam suatu kalimat kausal: sebab kepada kamu
dikaruniakan bukan saja untuk percaya, melainkan juga
menderita untuk Kristus. Paulus katakan bahwa kepada
mereka Tuhan Allah berikan dua macam karunia
(anugerah). Yang pertama: supaya mereka boleh percaya
kepada Kristus. Yang kedua: supaya mereka boleh
menderita untuk Dia. Jadi, percaya kepada Kristus itu
bukan pekerjaan manusia tetapi pemberian Allah.
Donald Guthrie menganggap ungkapan “dalam Kristus
Yesus” sebagai petunjuk bahwa kasih karunia itu hanya
berasal dari Kristus dan telah dicurahkan kepadanya
sehingga ia memiliki kasih karunia tersebut.4Manusia
sendiri tidak mempunyai percaya, Allah yang
memberikan kepadanya. Ia buat bukan karena manusia
berhak menerimanya, tetapi semata-mata anugerah-Nya.
Di samping karunia untuk percaya kepada Kristus,
mereka juga diberikan karunia untuk menderita demi
Dia. Menderita untuk Kristus adalah suatu karunia
(anugerah). Bukan tiap-tiap orang boleh menderita untuk
Dia. Hanya orang-orang yang Ia pilih dan panggil.
Karena itu mereka tidak boleh melihat penderitaan yang
mereka tanggung untuk Dia – penderitaan karena nama
dan kemuliaan-Nya – hanya sebagai perbuatan jahat dari
musuh dan lawan mereka saja, tetapi sebagai suatu
karunia (anugerah) yang mereka terima dari tangan
Allah. Paulus menggambarkan penderitaan sebagai
karunia Allah.
Sekali lagi Paulus mengingatkan mereka bahwa ia juga
melakukan demikian. Perjuangan (pergumulan) yang
mereka hadapi sekarang ialah perjuangan (pergumulan)
yang sama, seperti yang dahulu mereka lihat padanya
dan yang sekarang mereka dengar tentang dia.
Perjuangan ini terus menerus dilakukan oleh Paulus
Donald Guthrie, “The Pastoral Epistles” dalam The New Testament
Comentary (Grand Rapids: Eerdmans, 1989), hal. 137.
4
139
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
sejak Kristus berkenan memilih dan memanggilnya
sebagai saksi-Nya di dalam dunia. Mereka sendiri pernah
melihat perjuangan itu, yaitu ketika ia untuk pertama kali
berada di Filipi untuk memberikan Injil kepada mereka
(Kis 16:9). Sampai sekarang – seperti yang telah mereka
dengar – perjuangan itu masih terus ia perjuangkan
dengan kemungkinan, bahwa ia akan dijatuhi hukuman
mati. Maksud Paulus dengan tulisannya ini bukanlah
hendak menonjolkan diri dan apa yang telah ia buat
untuk Kristus – karena semuanya itu adalah anugerah
tetapi untuk menghibur dan menguatkan mereka di
dalam perjuangan mereka.
Berikut John Piper menguraikan ada 6 (enam) alasan
mengapa Allah menentukan penderitan bagi hamba-hambaNya
atau orang Kristen:5
Pertama, supaya kita lebih beriman dan hidup lebih
kudus. Dalam Ibrani 12, Allah mendisiplin anak-anakNya
melalui penderitaan. Ini berarti bahwa proses semakin taat
merupakan proses penderitaan. Bagi kita, ketaatan kita tidak
hanya perlu diuji dan teruji, tetapi juga perlu dibersihkan dari
sifat kebergantungan pada diri sendiri dan dari keterikatan
dengan dunia (lih. 2 Kor. 1:8-9). Penderitaan bukan dari iblis,
melainkan bahwa Allah mengizinkan dia menderita demi
pertumbuhan imannya. Ini tujuan pertama dari penderitaan
dalam pelayanan: Menghentikan kita berharap pada dunia dan
mengarahkan pengharapan kita hanya kepada Allah saja (lih.
Rm. 5:3-4).
Kedua, bertahan dan sabar menanggung penderitaan kita
kelak akan semakin mengalami kemuliaan Allah di surge (baca
2 Kor. 4:17-18). Penderitaan Paulus “mempersiapkan” dirinya
mengalami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya.
Ketiga, Allah memakai penderitaan para utusan InjilNya
untuk membangunkan orang-orang lain dari ketidakpedulian
mereka dan membuat mereka berani (bnd. Filp. 1:14). Jika
5
John Piper, Jadikan Semua Bangsa Bersukacita, (Bandung: Yayasan
Baptis Indonesia, 2001), hal. 143-168.
140
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
perlu, Allah memakai penderitaan ini untuk membuat iman yang
tertidur bangun dan berani berjalan bersama dengan Tuhan.
Keempat, penderitaan utusan-utusan Kristus merupakan
kesaksian hidup bagi orang-orang yang hendak mereka
jangkau/layani dan dapat membuka hati mereka terhadap Injil.
Kelima, terjadinya penganiayaan gereja justru dipakai
Allah untuk menempatkan para orang percaya di tempat-tempat
ke mana mereka tidak akan datang.
Keenam, penderitaan para orang percaya dimaksudkan
Allah untuk menyatakan kuasa dan kecukupan kasih Allah. Pada
akhirnya penderitaan ditujukan untuk menunjukkan supremasi
Allah. Ketika Allah menolak mengangkat penderitaan Paulus
yang berupa duri di dalam daging, Ia berkata kepada Paulus,
“Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna”.
Paulus tahan menanggung penganiayaan karena “kuasa
Kristus” menaungi dirinya dan menjadi sempurna di dalam Dia.
Dengan kata lain, kuasa Kristus adalah satu-satunya kekuatan
Paulus ketika penderitaan membuat dia tidak berdaya dan
mendesak dia untuk bersandar penuh kepada Tuhan Yesus.
Dalam 2 Timotius 2:10 disebutkan “sabar menanggung
segala sesuatu”. Jika diamati, Paulus begitu dapat sabar adalah
disebabkan karena Injil (Firman) Allah tidak terbelenggu,
walaupun dirinya terbelenggu dalam penjara (2:9). Kepentingan
Paulus untuk sabar menanggung segala sesuatu adalah bagi
orang-orang pilihan Allah. Paulus tetap mengabarkan kebenaran
biarpun dianiaya sambil mengingat bahwa melalui firmanNya
Tuhan berkuasa menarik orang-orang yang menentang Dia
untuk datang kepada Yesus. Pengalaman itu telah dibuktikan
sendiri oleh Paulus ketika dia menentang nama Yesus, dan
menjadi penganiaya jemaat, lalu Tuhan menarik dia sehingga
dipakai luar biasa bagi Tuhan.
141
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
E.
Orang Kristen dan Penderitaan
Saya mengutip dari pendapat Darmwan S. Bone
mengenai penderitaan bagi orang Kristen, yaitu:6
a. Bagi orang Kristen penderitaan adalah pasti (Mrk. 10:29-30;
I Pet. 4:12; I Tes. 3:2-4; I Tim. 3:12). Penderitaan adalah
bagian dari kehidupan Kristen (Rm. 8:17). Penderitaan tidak
dapat dielakkan. Keberhasilan kita mengatasi satu
penderitaan akan memudahkan kita untuk mengatasi
penderitaan yang lebih berat di masa depan.
b. Orang Kristen terpanggil untuk ikut serta dalam penderitaan
Kristus (I Pet. 4:12-16; 2:20b-23; Flp. 3:10-11). Penderitaan
adalah karunia Allah (Flp. 1:29; Kis. 5:41). Penderitaan
adalah sesuatu yang berharga (Ibr. 11:24-26. Sebelum Tuhan
dapat memakai seseorang secara luar biasa, ia harus
mengigizinkan orang itu untuk mengalami penderitaan yang
luar biasa (AW. Tozer). Sehingga penderitaan adalah
panggilan kita, terlepas apakah kita utusan Injil atau bukan.
Penderitaan yang dialami oleh para utusan Injil bukan
sesuatu yang tidak diduga oleh Tuhan. Ia sudah
mengetahuinya dengan jelas, bahkan sudah mengalaminya
sendiri; Ia mengutus murid-muridNya ke dalam bahaya yang
sama. “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengahtengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular
dan tulus seperti merpati” (Mat. 1:16). Aku akan mengutus
kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari
antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan
mereka aniaya” (Luk. 11:49). Sebagaimana dikatakan oleh
Paulus dalam I Tesalonika 3:3, kita “ditentukan” untuk itu,
“ditetapkan” untuk hal-hal itu.
c. Janji-janji bagi mereka yang teraniaya yaitu Pahala Surgawi
(Yak. 1:12); menghasilkan kedewasaan rohani (Yak. 1:2-4);
Allah bertindak adil ketika Yesus dalam kembali (2 Tes. 1:57); kematian akan menghasilkan damai dan ketenangan
(Yes. 57:1-2).
6
Darmawan S. Bone. Jangan Menyerah: Orang Kristen dan
Penderitaan. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997), 86-89.
142
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
d. Allah memakai penderitaan demi maksudNya (Kis. 9:16; I
Pet. 2:20b-21). Yaitu Kristus dimuliakan (I Pet. 1:7); Yesus
dinyatakan di dalam diri kita (2 Kor. 4:7-11); mendorong
orang lain agar lebih berani bersaksi (Flp. 1:12-14); Injil
tersebar ke tempat-tempat lain (Kis. 8:1,4).
F.
Kesimpulan
Ajaran Etis Paulus dalam tulisannya harus dipahami
dalam konteks penderitaan pribadi Paulus dan penderitaan
jemaat (anggota-anggota Paulus). Penyebab kedua konteks
penderitaan itu sama, yakni karena Injil. Penderitaan Paulus
adalah karena keberaniannya dalam menyaksikan kebenaran
Injil, hingga berujung di dalam penjara dan di muka pengadilan.
Akan tetapi menurut Paulus, menderita demi Injil bukanlah
tanda kekalahan, melainkan tanda kemenangan. Sementara
penderitaan jemaat adalah suatu karunia. Karunia di sini bukan
hanya karunia untuk percaya kepada Kristus, mereka juga
diberikan karunia untuk menderita demi Dia. Menderita untuk
Kristus adalah suatu karunia (anugerah). Bukan tiap-tiap orang
boleh menderita untuk Dia. Yang boleh melakukan itu hanya
jemaat-Nya, hanya orang-orang yang Ia pilih dan panggil.
Karena itu mereka tidak boleh melihat penderitaan yang mereka
tanggung untuk Dia – penderitaan karena nama dan kemuliaanNya – hanya sebagai perbuatan jahat dari musuh dan lawan
mereka saja, tetapi sebagai suatu karunia (anugerah) yang
mereka terima dari tangan Allah.
Jadi penderitaan di sini adalah konsekuensi dari suatu
kehidupan Kristen. Akan tetapi penderitaan ini pun harus kita
pahami dalam konteks waktu itu di mana memang keadaannya
sangat sulit dan bervariasi. Menjembatani konteks pengajaran
etis penderitaan ini ke dalam konteks kita saat ini, perlu dikaji
secara kritis. Penderitaan orang Kristen bisa saja sebagai akibat
konsekuensi dari pemberitaan Injil dan juga iman kepada
Kristus, tetapi juga penderitaan karena ulah orang Kristen itu
sendiri yang terlalu sempit dan fanatisme dalam perlu bertobat.
143
Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156
KEPUSTAKAAN
Alkitab: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007.
Abineno, J.L.Ch. Dr. Tafsiran Alkitab Surat Filipi. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Bone, Darmawan S.. Jangan Menyerah: Orang Kristen dan
Penderitaan. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997.
Browning, W.R.E., Kamus Alkitab. Terjemahan, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011.
Guthrie, Donald, “The Pastoral Epistles” dalam The New
Testament Comentary Rapids: Eerdmans, 1989.
Marhijanto, Bambang Drs., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Masa Kini. Surabaya: Terbit Terang, 1999.
Schnabel, Eckhard J., Rasul Paulus Sang Misioner, Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2010.
144
Download