Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 PAULUS DAN PENDERITAAN Oleh Nixon Lumban Gaol Abstraksi Penelitian berjudul “Paulus dan Penderitaan” membahas bagaimana Pertobatan, kehidupan dan pelayanan Paulus serta pemahaman Paulus mengenai penderitaan, yaitu: pertama, penderitaan Paulus sendiri; kedua, dalam penderitaan jemaatNya; ketiga, penderitaan adalah anugerah.. Dan bagaimana pemahaman orang Kristen terhadap penderitaan. Kata kunci: Paulus, penderitaan dan Injil A. Pendahuluan Penderitaan memang sulit didefinisikan. Yang pasti adalah bahwa penderitaan dialami oleh makhluk hidup yang dapat merasa sakit, baik secara fisik maupun mental. Penderitaan adalah rasa sakit yang dialami oleh manusia sebagai akibat dari sesuatu yang merugikan. Penderitaan juga bisa didefinisikan sebagai rasa sakit yang dialami ketika manusia berada di bawah tekanan tidak terpenuhinya cita-cita kehidupan yang sudah dialami dan atau yang dianggap sebagai hak dan kewajibannya. Penderitaan yang dialami oleh manusia biasanya berhubungan dengan penderitaan karena direndahkan, rasa malu, kejengkelan, keputusasaan, ketiadaan pegangan hidup, penghinaan moral, kesalahan dan juga ketakutan akan kematian. Penderitaan juga dialami oleh setiap orang, sebab orang tidak dapat menjalankan kewajiban sosial dan pribadinya. Menderita bagi Kristus bukan hanya akibat siksaan dan penganiayaan. Penderitaan mulai setelah seseorang meninggalkan segala sesuatu, termasuk sanak saudaranya, untuk mengikuti Kristus. Lagi pula seorang murid Yesus berpikir sebagai hamba Yesus; dia tidak berpikir tentang hal-hal lain kecuali bagaimana dia dapat menyenangkan Tuhannya. 134 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 Maka melalui makalah ini, akan dibahas tentang Paulus dan penderitaan agar umat Kristen dapat memahami penderitaan. Penderitaan yang dialami Paulus adalah penderitaan dalam dirinya sendiri, penderitaan dalam jemaatNya dan penderitaan sebagai Anugerah. B. Kehidupan Paulus Paulus lahir di kota Tarsis di daerah Kilikia (Kis. 9:11; 21:39; 22:3). Sesuai dengan kebiasaan pada waktu itu untuk orang Yahudi yang tinggal di luar Israel, maka dia diberi dua nama ketika dia disunatkan, yaitu nama Romawi dan Yahudi. Nama Yahudinya: SAULUS dan Romawi: PAULUS. Kita tahu bahwa Paulus diberi kesempatan untuk dididik di Yerusalem. Itu berarti bahwa orang tuanya termasuk orangorang yang berada. Di samping itu pasti mereka mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, karena Paulus diberi kehormatan untuk menjadi warga negara Roma. Kehormatan itu hanya diberikan kepada para bangsawan. Tarsis ialah ibukota Kilikia. Oleh karena Paulus mempunyai kewarganegaraan Romawi, maka dia dapat menjelajah seluruh Kerajaan Romawi dengan bebas, tanpa ada hambatan-hambatan apa-apa. Itu berarti juga bahwa hidup dan pelayanannya dilindungi oleh Undang-undang Romawi. Itu sebabnya dia berhak naik banding kepada Kaisar setelah dia ditangkap di Yerusalem (Kis. 25:10-12). Itu juga sebabnya tentara-tentara Romawi sering menolong dan melindungi dia (Kis. 16:27-28; 22:23-29). Sesuai dengan tradisi orang laki-laki Yahudi, maka Paulus mulai mempelajari Hukum Taurat dan Kitab PL pada waktu dia berumur 5 tahun. Akhirnya dia menjadi seorang Farisi yang baik dan tekun. Dia berkata sendiri dalam KPR. 22:3: “Aku dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita, sehingga aku seorang yang giat bekerja bagi Allah sama seperti kamu semua pada waktu ini”. Oleh karena kesungguhannya sebagai orang Farisi maka, akhirnya dia menjadi penganiaya jemaat Kristen. Dalam keadaan itulah Tuhan menangkap dia pada waktu menuju ke 135 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 Damsyik (Kis. 9). Paulus bertobat karena suatu mujizat yang istimewa. Pertobatannya itu sangat radikal. Ini menunjukkan salah satu ciri khas Paulus, yaitu bahwa dia tidak mengenal jalan kompromi. Apa yang dia kerjakan, dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Sebelum dia bertobat, dia menjadi penganiaya yang terkenal. Sesudah bertobat, dia menjadi seorang penginjil yang terkenal. Paulus menyaksikan tentang pertobatan, (Kis. 9:1-19a, 22:1-16 dan 26:12-23). Pertobatan Paulus mengubah hidupnya sama sekali: Penganiaya jemaat menjadi hamba Tuhan. Tidak lama kemudian dia dipanggil untuk masuk dalam pelayanan (Kis. 26:16-18; bnd. 9:15; 22:14 dst). Setelah dia memberi diri untuk dibaptis, dan dengan demikian disucikan dari dosa-dosanya (Kis. 9:18; 22:16), maka langsung dia mulai bersaksi tentang perbuatan Allah dalam hidupnya. Mula-mula orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen heran mendengar itu. Akhirnya pertobatan Paulus ketahuan oleh golongan Farisi juga. Mereka membuat rencana untuk membunuh dia. Tetapi rencana itu diketahui oleh Paulus. Dan dia melarikan diri (9:19-25). Kita tahu bahwa pada waktu itu Paulus berumur sekitar 35 tahun. C. Pengertian Penderitaan Walaupun penderitaan memang sulit didefinisikan, namun dapat diberikan pengertiannya. W.R.F Browning mengatakan: “Yang dimaksud dengan ‘penderitaan’ atau passion dalam studi PB ialah penderitaan dan kematian Yesus; atau passion sebagai kisah penderitaan mancakup seluruh penderitaan Yesus mulai dari Perjamuan Akhir (Mrk. 14), penahanan, pengadilan, penyaliban dan pemakaman, sebagaimana dicatat dalam keempat Injil. Tetapi penggunaan istilah passion atau penderitaan Yesus itu hanya kita jumpai dalam Kis. 1:3.”1 Kemudian Drs. Bambang Marhijanto 1 W.R.E. Browning, Kamus Alkitab. Terjemahan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hal. 324. 136 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 mendefinisikan: “kesusahan, keadaan hidup yang serba menemani musibah atau cobaan, sengsara dan sebagainya.”2 Namun penderitaan yang dialami oleh Paulus adalah kerena memberitakan kematian Yesus Kristus (INJIL). Di atas sedikit diuraikan dalam kehidupan Paulus bagaimana Paulus tutur menderita dalam penderitaan Yesus Kristus. D. Paulus dan Penderitaan 1. Dalam penderitaan Paulus sendiri. Paulus berada dalam di penjara. Hal itu menimbulkan kekuatiran dalam hati anggota-anggota jemaat di Filipi (1:12-26), bukan saja berhubung dengan keselamatan dirinya, tetapi juga berhubung dengan kelangsungan berita Injil. Kekuatiran mereka ini membuat Paulus memberikan pengertian bahwa benar, ia pada saat itu berada dalam penjara, tetapi berita Injil tidak turut terpenjara. Berita Injil tidak terhalang, tetapi terus maju, terus berkembang, sekalipun Paulus telah beberapa waktu lamanya terkurung di dalam penjara, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa ia dipenjarakan karena Kristus. John Piper mengatakan: “Penjara dan sengsara adalah bagian dari panggilan Paulus. Hal ini merupakan bagian yang sangat menonjol dari identitas dan pelayanannya sehingga ia menjadikannya lencana bagi kerasulannya.”3 Beratnya penderitaan yang dialami Paulus sangat mengejutkan (lih. 2 Kor. 11:23-28). Penderitaan Paulus dan keberaniannya dalam menyaksikan kebenaran Injil di dalam penjara dan di muka pengadilan, selain di seluruh istana, juga ke dalam jemaat, di daerah ia dipenjarakan, sehingga banyak saudara-saudara (sebagaian besar dari anggota-anggotanya) yang mulanya takut dan ragu-ragu – mendapat keberanian lagi 2 Drs. Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. (Surabaya: Terbit Terang, 1999), hal. 86. 3 John Piper, Jadikan Semua Bangsa Bersukacita, (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 2001), hal. 138. 137 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 untuk memberitakan Injil. Menurut Paulus, menderita demi Injil bukanlah tanda kekalahan, melainkan tanda kemenangan. 2. Dalam Penderitaan Jemaat-Nya. Bagian ini merupakan nasihat Paulus supaya bertekun di dalam iman. “Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus”. Ada tuntutan yang dituliskan oleh Paulus, yaitu hidup mereka harus berpadanan dengan Injil Kristus. Mereka tidak hanya harus mewartakan injil, tetapi juga harus sesuai dengan hal itu. Untuk “hidup”, Paulus di sini tidak memakai “peripatein” (berjalan, berlaku), yang biasa dipergunakan dalam surat-suratnya (bdk. 3:17-18; Rom 6:4; Ef 2:2, dll) tetapi kata “politeuesthai” yaitu kata yang dipergunakan waktu ia memberikan pertanggungjawaban di depan Majelis Agama (Kis 23:1). Paulus bukan saja memberikan kepada mereka nasihat tetapi lebih dari pada itu: suatu peringatan, suatu perintah dan perintah itu terus menerus berlangsung. Hidup mereka harus berpadanan dengan Injil Kristus. Bagi Paulus yang terpenting adalah persatuan mereka yang bukan hanya saja dalam roh, tetapi dalam perbuatan juga. Dengan tegas ia katakan bahwa mereka harus “teguh berdiri”. Paulus mau mengatakan bahwa mereka sedang dalam bahaya: mereka diserang, karena itu mereka harus tahan berdiri dan terus berjuang. Selain daripada teguh berdiri di dalam satu roh, mereka juga harus sehati-sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari berita Injil. Persatuan “di dalam roh” bukanlah suatu tugas, tetapi suatu pemberian, yang tiap-tiap kali mengingatkan jemaat untuk tetap bersatu. Persatuan “di dalam hati dan jiwa” adalah suatu tugas, suatu amanat dalam perjuangan. Tanpa persatuan itu, jemaat tidak dapat berdiri dan berjuang dengan baik. Yang dimaksudkan di sini berjuang ialah bukan berjuang melawan musuh (supaya dimusnahkan), tetapi berjuang untuk tetap berdiri, berjuang untuk iman: bukan saja iman kepada (dalam) berita Injil, tetapi juga iman yang timbul dari berita Injil. 138 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 3. Penderitaan adalah Anugerah. Dalam Flipi 1:29 pemberian (anugerah) Allah itu Paulus jelaskan dalam suatu kalimat kausal: sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya, melainkan juga menderita untuk Kristus. Paulus katakan bahwa kepada mereka Tuhan Allah berikan dua macam karunia (anugerah). Yang pertama: supaya mereka boleh percaya kepada Kristus. Yang kedua: supaya mereka boleh menderita untuk Dia. Jadi, percaya kepada Kristus itu bukan pekerjaan manusia tetapi pemberian Allah. Donald Guthrie menganggap ungkapan “dalam Kristus Yesus” sebagai petunjuk bahwa kasih karunia itu hanya berasal dari Kristus dan telah dicurahkan kepadanya sehingga ia memiliki kasih karunia tersebut.4Manusia sendiri tidak mempunyai percaya, Allah yang memberikan kepadanya. Ia buat bukan karena manusia berhak menerimanya, tetapi semata-mata anugerah-Nya. Di samping karunia untuk percaya kepada Kristus, mereka juga diberikan karunia untuk menderita demi Dia. Menderita untuk Kristus adalah suatu karunia (anugerah). Bukan tiap-tiap orang boleh menderita untuk Dia. Hanya orang-orang yang Ia pilih dan panggil. Karena itu mereka tidak boleh melihat penderitaan yang mereka tanggung untuk Dia – penderitaan karena nama dan kemuliaan-Nya – hanya sebagai perbuatan jahat dari musuh dan lawan mereka saja, tetapi sebagai suatu karunia (anugerah) yang mereka terima dari tangan Allah. Paulus menggambarkan penderitaan sebagai karunia Allah. Sekali lagi Paulus mengingatkan mereka bahwa ia juga melakukan demikian. Perjuangan (pergumulan) yang mereka hadapi sekarang ialah perjuangan (pergumulan) yang sama, seperti yang dahulu mereka lihat padanya dan yang sekarang mereka dengar tentang dia. Perjuangan ini terus menerus dilakukan oleh Paulus Donald Guthrie, “The Pastoral Epistles” dalam The New Testament Comentary (Grand Rapids: Eerdmans, 1989), hal. 137. 4 139 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 sejak Kristus berkenan memilih dan memanggilnya sebagai saksi-Nya di dalam dunia. Mereka sendiri pernah melihat perjuangan itu, yaitu ketika ia untuk pertama kali berada di Filipi untuk memberikan Injil kepada mereka (Kis 16:9). Sampai sekarang – seperti yang telah mereka dengar – perjuangan itu masih terus ia perjuangkan dengan kemungkinan, bahwa ia akan dijatuhi hukuman mati. Maksud Paulus dengan tulisannya ini bukanlah hendak menonjolkan diri dan apa yang telah ia buat untuk Kristus – karena semuanya itu adalah anugerah tetapi untuk menghibur dan menguatkan mereka di dalam perjuangan mereka. Berikut John Piper menguraikan ada 6 (enam) alasan mengapa Allah menentukan penderitan bagi hamba-hambaNya atau orang Kristen:5 Pertama, supaya kita lebih beriman dan hidup lebih kudus. Dalam Ibrani 12, Allah mendisiplin anak-anakNya melalui penderitaan. Ini berarti bahwa proses semakin taat merupakan proses penderitaan. Bagi kita, ketaatan kita tidak hanya perlu diuji dan teruji, tetapi juga perlu dibersihkan dari sifat kebergantungan pada diri sendiri dan dari keterikatan dengan dunia (lih. 2 Kor. 1:8-9). Penderitaan bukan dari iblis, melainkan bahwa Allah mengizinkan dia menderita demi pertumbuhan imannya. Ini tujuan pertama dari penderitaan dalam pelayanan: Menghentikan kita berharap pada dunia dan mengarahkan pengharapan kita hanya kepada Allah saja (lih. Rm. 5:3-4). Kedua, bertahan dan sabar menanggung penderitaan kita kelak akan semakin mengalami kemuliaan Allah di surge (baca 2 Kor. 4:17-18). Penderitaan Paulus “mempersiapkan” dirinya mengalami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya. Ketiga, Allah memakai penderitaan para utusan InjilNya untuk membangunkan orang-orang lain dari ketidakpedulian mereka dan membuat mereka berani (bnd. Filp. 1:14). Jika 5 John Piper, Jadikan Semua Bangsa Bersukacita, (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 2001), hal. 143-168. 140 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 perlu, Allah memakai penderitaan ini untuk membuat iman yang tertidur bangun dan berani berjalan bersama dengan Tuhan. Keempat, penderitaan utusan-utusan Kristus merupakan kesaksian hidup bagi orang-orang yang hendak mereka jangkau/layani dan dapat membuka hati mereka terhadap Injil. Kelima, terjadinya penganiayaan gereja justru dipakai Allah untuk menempatkan para orang percaya di tempat-tempat ke mana mereka tidak akan datang. Keenam, penderitaan para orang percaya dimaksudkan Allah untuk menyatakan kuasa dan kecukupan kasih Allah. Pada akhirnya penderitaan ditujukan untuk menunjukkan supremasi Allah. Ketika Allah menolak mengangkat penderitaan Paulus yang berupa duri di dalam daging, Ia berkata kepada Paulus, “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna”. Paulus tahan menanggung penganiayaan karena “kuasa Kristus” menaungi dirinya dan menjadi sempurna di dalam Dia. Dengan kata lain, kuasa Kristus adalah satu-satunya kekuatan Paulus ketika penderitaan membuat dia tidak berdaya dan mendesak dia untuk bersandar penuh kepada Tuhan Yesus. Dalam 2 Timotius 2:10 disebutkan “sabar menanggung segala sesuatu”. Jika diamati, Paulus begitu dapat sabar adalah disebabkan karena Injil (Firman) Allah tidak terbelenggu, walaupun dirinya terbelenggu dalam penjara (2:9). Kepentingan Paulus untuk sabar menanggung segala sesuatu adalah bagi orang-orang pilihan Allah. Paulus tetap mengabarkan kebenaran biarpun dianiaya sambil mengingat bahwa melalui firmanNya Tuhan berkuasa menarik orang-orang yang menentang Dia untuk datang kepada Yesus. Pengalaman itu telah dibuktikan sendiri oleh Paulus ketika dia menentang nama Yesus, dan menjadi penganiaya jemaat, lalu Tuhan menarik dia sehingga dipakai luar biasa bagi Tuhan. 141 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 E. Orang Kristen dan Penderitaan Saya mengutip dari pendapat Darmwan S. Bone mengenai penderitaan bagi orang Kristen, yaitu:6 a. Bagi orang Kristen penderitaan adalah pasti (Mrk. 10:29-30; I Pet. 4:12; I Tes. 3:2-4; I Tim. 3:12). Penderitaan adalah bagian dari kehidupan Kristen (Rm. 8:17). Penderitaan tidak dapat dielakkan. Keberhasilan kita mengatasi satu penderitaan akan memudahkan kita untuk mengatasi penderitaan yang lebih berat di masa depan. b. Orang Kristen terpanggil untuk ikut serta dalam penderitaan Kristus (I Pet. 4:12-16; 2:20b-23; Flp. 3:10-11). Penderitaan adalah karunia Allah (Flp. 1:29; Kis. 5:41). Penderitaan adalah sesuatu yang berharga (Ibr. 11:24-26. Sebelum Tuhan dapat memakai seseorang secara luar biasa, ia harus mengigizinkan orang itu untuk mengalami penderitaan yang luar biasa (AW. Tozer). Sehingga penderitaan adalah panggilan kita, terlepas apakah kita utusan Injil atau bukan. Penderitaan yang dialami oleh para utusan Injil bukan sesuatu yang tidak diduga oleh Tuhan. Ia sudah mengetahuinya dengan jelas, bahkan sudah mengalaminya sendiri; Ia mengutus murid-muridNya ke dalam bahaya yang sama. “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengahtengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat. 1:16). Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya” (Luk. 11:49). Sebagaimana dikatakan oleh Paulus dalam I Tesalonika 3:3, kita “ditentukan” untuk itu, “ditetapkan” untuk hal-hal itu. c. Janji-janji bagi mereka yang teraniaya yaitu Pahala Surgawi (Yak. 1:12); menghasilkan kedewasaan rohani (Yak. 1:2-4); Allah bertindak adil ketika Yesus dalam kembali (2 Tes. 1:57); kematian akan menghasilkan damai dan ketenangan (Yes. 57:1-2). 6 Darmawan S. Bone. Jangan Menyerah: Orang Kristen dan Penderitaan. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997), 86-89. 142 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 d. Allah memakai penderitaan demi maksudNya (Kis. 9:16; I Pet. 2:20b-21). Yaitu Kristus dimuliakan (I Pet. 1:7); Yesus dinyatakan di dalam diri kita (2 Kor. 4:7-11); mendorong orang lain agar lebih berani bersaksi (Flp. 1:12-14); Injil tersebar ke tempat-tempat lain (Kis. 8:1,4). F. Kesimpulan Ajaran Etis Paulus dalam tulisannya harus dipahami dalam konteks penderitaan pribadi Paulus dan penderitaan jemaat (anggota-anggota Paulus). Penyebab kedua konteks penderitaan itu sama, yakni karena Injil. Penderitaan Paulus adalah karena keberaniannya dalam menyaksikan kebenaran Injil, hingga berujung di dalam penjara dan di muka pengadilan. Akan tetapi menurut Paulus, menderita demi Injil bukanlah tanda kekalahan, melainkan tanda kemenangan. Sementara penderitaan jemaat adalah suatu karunia. Karunia di sini bukan hanya karunia untuk percaya kepada Kristus, mereka juga diberikan karunia untuk menderita demi Dia. Menderita untuk Kristus adalah suatu karunia (anugerah). Bukan tiap-tiap orang boleh menderita untuk Dia. Yang boleh melakukan itu hanya jemaat-Nya, hanya orang-orang yang Ia pilih dan panggil. Karena itu mereka tidak boleh melihat penderitaan yang mereka tanggung untuk Dia – penderitaan karena nama dan kemuliaanNya – hanya sebagai perbuatan jahat dari musuh dan lawan mereka saja, tetapi sebagai suatu karunia (anugerah) yang mereka terima dari tangan Allah. Jadi penderitaan di sini adalah konsekuensi dari suatu kehidupan Kristen. Akan tetapi penderitaan ini pun harus kita pahami dalam konteks waktu itu di mana memang keadaannya sangat sulit dan bervariasi. Menjembatani konteks pengajaran etis penderitaan ini ke dalam konteks kita saat ini, perlu dikaji secara kritis. Penderitaan orang Kristen bisa saja sebagai akibat konsekuensi dari pemberitaan Injil dan juga iman kepada Kristus, tetapi juga penderitaan karena ulah orang Kristen itu sendiri yang terlalu sempit dan fanatisme dalam perlu bertobat. 143 Jurnal Sotiria: Vol. III No. 1 ISSN:2085-4951 9772085495156 KEPUSTAKAAN Alkitab: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007. Abineno, J.L.Ch. Dr. Tafsiran Alkitab Surat Filipi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Bone, Darmawan S.. Jangan Menyerah: Orang Kristen dan Penderitaan. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997. Browning, W.R.E., Kamus Alkitab. Terjemahan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011. Guthrie, Donald, “The Pastoral Epistles” dalam The New Testament Comentary Rapids: Eerdmans, 1989. Marhijanto, Bambang Drs., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya: Terbit Terang, 1999. Schnabel, Eckhard J., Rasul Paulus Sang Misioner, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010. 144