BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan mata pelajaran IPA yang tercantum pada Permendiknas no 22, bahwa “Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari”. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran yang mengalami suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan dalam mencapai suatu tujuan hal ini dimungkinkan peserta didik mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatanhambatan dalam mencapai tujuan atau hasil belajar yang ditetapkan. Hamabtan-hambatan ini mungkin disadari oleh anak, mungkin tidak. Hambatan ini bisa bersifat fisologis, psikologis, sosiologis, dan sebagainya dalam Agus Taufiq, Hera L. Mikarsa dan Prianto (2011:5.30). Anak yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya sehingga hasil belajarnya di bawah dari patokan yang ditetapkan oleh guru atau dalam hal ini KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sementara itu, peserta didik SD Negeri Karangaren juga mengalami kesulitan belajar. Hal ini dikarenakan guru dalam mengajar masih menggunakan metode konvensional, 1 2 sehingga suasananya membosankan. Pada metode konvensional, pembelajaran masih berpusat pada guru, belum sepenuhnya pada siswa. Sehingga pada hasil belajar IPA siswa kelas 3 SD Negeri Karangaren masih banyak yang belum tuntas. Dari kriteria ketuntansan minimal (KKM) yang ditentukan yaitu 70, jumlah siswa yang telah berhasil mencapai dan melampaui KKM untuk mata pelajaran IPA di SDN Karangaren UPK Sumpiuh kurang dari 75%. Hal ini dapat dilihat dari dokumen nilai rata-rata ulangan harian semester 1 tahun pelajaran 2012-2013. Pada dokumen tersebut dinyatakan bahwa sejumlah 18 siswa mencapai dan melampaui KKM dengan skor maksimal 94. Sementara 16 siswa belum mencapai KKM sehingga harus mengikuti remedial. Untuk itu diperlukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Diantaranya adalah mengaktifkan siswa dengan berbagai metode, pendekatan serta strategi-strategi yang menarik sehingga dapat memberikan dampak yang baik bagi siswa dan dapat terjadi interaksi satu sama lainnya yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan mencapai KKM sesuai yang telah ditentukan. Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif, seperti dalam Hisyam zaini, Munthe dan Aryani (2008:xiv). Salah satu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar dalam Sugiyanto (2009:37). Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran. Untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SDN Karangaren maka diadakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan make a match. Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani (2008:56) menurutnya Kelebihan jigsaw adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain sedangkan keunggulan make a match 3 adalah siswa belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan sehingga dengan cara ini diharapkan peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan atau meningkat. Maka dari itu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tepat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SDN Karangaren semester 2 tahun 2012-2013 melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Penerapan Model pembelajaran Kooperatif Tipe Jig Saw dan Make Mathc Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Bagi Siswa Kelas 3 SDN Karangaren Semester 2 Tahun 2012-2013”. 1.2 Identifikasi Masalah Sesuai latar belakang di atas, nampak bahwa hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SDN Karangaren belum maksimal. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan dengan teman sejawat sebagai patner penelitian, ditemukan penyebab tidak tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu: 1) metode pembelajaran belum dapat memotivasi belajar siswa; 2) intensitas pembelajaran belum terarah; 3) nilai hasil belajar di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 70; 4) tidak adanya kesempatan berlatih atau praktek. 1.3 Cara Pemecahan Masalah Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima oleh guru. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Hal ini karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Salah satu teori Ausubel adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel dalam Amalia Sapriati, (2010:1.54) “belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang”. Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan. 4 Akan tetapi otak manusia akan memproses informasi tersebut sehingga dapat dicerna kemudian disimpan. Agar otak dapat memproses informasi dengan baik, maka akan sangat membantu kalau terjadi proses refleksi secara internal. Jika peserta didik diajak berdiskusi, menjawab pertanyaan, atau membuat pertanyaan, maka otak mereka akan bekerja lebih baik, sehingga proses belajar mengajar dapat terjadi dengan baik pula. Dalam proses belajar mengajar agar informasi yang diterima dapat bermakna maka pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran koopertaif tipe jigsaw dan make a match. Dalam pembelajaran jigsaw, menurut Mifathul Huda (2012: 121) mengemukakan “siswa menjelaskan materi bagiannya kepada teman-teman satu kelompoknya, sehingga belajar dengan pembelajaran saling berdiskusi diharapakan dapat meningkatakan hasil belajar IPA”. Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2012: 56) menyimpulkan bahwa “pembelajaran jigsaw menarik untuk digunakan karena materi yang akan dipelajari dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan selain itu pembelajaran ini melibatkan seluruh siswa dan sekaligus siswa belajar untuk saling mengajari temannya”. Setelah mereka menjelaskan materi bagiannya kepada satu kelompoknya, mereka melakukan review dengan make a match. Make a match merupakan strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya atau yang baru diberikan dalam Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2008:67). Dengan pembelajaran yang menyenangkan, siswa akan merasa senang dan tidak merasa jenuh atau cepat bosan. Siti Mukminatun (2010) dan Supriyani Feriyati (2008) pada penelitiannya yang menerapkan model pembelajaran tipe jigsaw, memperlihatkan peningkatan pada hasil belajar IPA. Pada penelitiannya, Supriyani Feriyani mengemukakan bahwa pembelajaran menggunaan jigsaw ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa; ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar; ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, dapat diketahui bahwa metode pembelajaran yang efektif adalah metode Jigsaw. Sementara itu Ema Rakhmawati yang menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada penelitiannya juga berhasil dan dapat meningkatkan hasil belajar IPA. 5 Berdasarkan hasil penelitian mereka, maka model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dipadukan dengan maka a match sangat cocok digunakan sebagai solusi untuk mengaktifkan suasana pembelajaran dalam rangka mengaktifkan siswa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 3 SDN Karangaren semester 2 tahun 2012-2013. 1.4 Rumusan Masalah Pada penelitian ini, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan standar kompetensi “Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam” pada siswa kelas 3 SD Negeri Karangaren semester 2 tahun 2012-2013? 1.5 Tujuan Penelitian Untuk meningkatakan hasil belajar IPA dengan standar kompetensi memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam pada siswa kelas 3 SD N Karangaren semester 2 tahun 2012-2013. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai penambahan kajian ilmu tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan make a match pada peningkatan hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SDN Karangaren semester 2 tahun 2012-2013. b. Manfaat Praktis 1. Bagi siswa Meningkatkan minat dan motivasi siswa, khususnya mata pelajaran IPA, meningkatkan aktivitas belajar siswa serta meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA. 6 2. Bagi guru Guru memiliki alternatif dalam pemilihan pendekatan pembelajaran IPA yang tepat serta terampil menerapkan model pembelajaran tipe jigsaw dan make a match, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar, mengetahui kelemahan/kelebihan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan mengelola kelas serta meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA. 3. Bagi sekolah Bagi sekolah memperoleh hasil belajar siswa yang lebih baik dan memuaskan, mendapatkan alternatif pendekatan pembelajaran di sekolah melalui PTK serta meningkatkan prestasi sekolah.