fenomena tindak kekerasan terhadap anak balita

advertisement
FENOMENA TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK BALITA
DALAM PERSPEKTIF ILMU KOMUNIKASI
Oleh Marlyn A. Pantouw
akan kembali bersatu dan mengatasi “masalah baru”
yang dia timbulkan.
PENDAHULUAN
Dewasa ini berita-berita
mengenai kekerasan terhadap
anak marak terjadi, baik itu
melalui media massa (televisi,
radio, koran, internet) ataupun kita
lihat
langsung
disekitar
lingkungan kita. Berita kekerasan yang dilakukan
oleh orang dewasa terdekat semakin banyak mencuat.
Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto
Mulyadi menyatakan sebagian besar kekerasan
terhadap anak dilakukan ibu kandunya sendiri.
Seorang ibu masih memiliki paradigma lama seolaholah mendidik anak dengan kekerasan wajar dan sahsah saja, bahkan harus.
Kekerasan terhadap anak terjadi setiap 2 menit.
World Vision mendata dari berbagai daerah di
Indonesia bahwa kasus kekerasan pada tahun 2008
sebanyak 1.600 kasus dan pada tahun 2009 sebanyak
1.891 kasus. Menurut data dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 580 kasus
dan tahun 2009 sebanyak 595 kasus, jumlah kasus
tersebut belum termasuk laporan yang diterima
melalui e-mail dan telepon. Dari data-data tersebut
dapat disimpulkan bahwa tindakan kekerasan pada
anak tiap tahun bertambah/meningkat.
Causative Factors (Faktor-faktor Penyebab)
Kekerasan terhadap anak-anak terjadi karena
sejumlah faktor. Riset terakhir merujuk kepada faktor
patopsikologis orang tua, termasuk ketidakdewasaan,
alkoholik, kecanduan obat bius, dan pengucilan
sosial. Satu survei nasional tentang korban kekerasan
anak melaporkan bahwa anak-anak sering menjadi
katalis sebuah argumen dari kekerasan domestik.
Dalam banyak kasus, anak-anak sering menjadi
korban dalam pertikaian mengenai pengaturan
disiplin dan hak asuh. Terlebih lagi, anak-anak kerap
berusaha menarik perhatian atas keributan orang tua
mereka, dengan harapan bahwa orang tua mereka
Anak-anak, sesuai dengan UU Perlindungan
Anak (UUPA) No 23/2002 adalah orang berusia 18
tahun kebawah. Pemerintah Indonesia sangat konsen
untuk meminimalkan kekerasan terhadap anak
dengan bukti diterbitkannya Undang Undang RI
tentang Perlindungan Anak tahun 2002. Apabila
seseorang terbukti melakukan tindakan tersebut maka
orang tersebut, terancam tahanan 5 tahun penjara
sesuai dengan pasal 78.
Kekerasan merupakan tindakan yang bertujuan
melukai, menyiksa, menganiaya, sesorang baik
disengaja maupun tidak disengaja (UUPA Tahun
2002). Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) yang
diratifikasi Indonesia pada dekade ‘90an pada pasal
19, kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk
kekerasan mental dan fisik, cedera atau penggunaan,
penelantaran atau perlakuan yang menjadikan anak
terlantar, perlakuan salah atau eksploitasi serta
penyalahgunaan seksual.
Menurut Diana Rachma, MSi, PSi, psikolog
anak dari pusat Krisis Terpadu RSCM, Jakarta,
mengatakan deteksi dini dan penanganan tepat adalah
kunci dalam menghadapi situasi ini (Ayahbunda,
edisi 28 Des 2009).
Komunikasi
sangat
berperan
penting
keberadaannya dalam sebuah keluarga. komunikasi
dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak
jauh beda dengan fungsi komunikasi pada umumnya.
konsep dasar tentang komunikasi adalah penyampain
pesan dari komunikator kepada komunikan, dalam hal
ini menjadi komuniktor adalah orang tua dan
komunikan adalah anak, atau sebaliknya
Pokok Permasalahan
Seperti telah dipaparkan di atas bahwa
kekerasan yang terjadi pada anak dari tahun ke tahun
meningkat. Ini diakibatkan karena adanya faktorfaktor yang mendukung terjadinya kekerasan
terhadap anak dalam keluarga. Dalam sebuah
INSANI, ISSN : 0216-0552 |No. 10/1/Desember/2010
13
keluarga diperlukan komunikasi yang efektif dalam
hal ini penulis meihat dari perspektif komunikasi
antar pribadi.
PEMBAHASAN
Pendekatan Teoritis
1. Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Antar
Pribadi
Komunikasi adalah suatu bentuk kegiatan yang
pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa
komunikasi, kehidupan keluarga tidaklah berwarna,
tidak terjadi interaksi antara sesama anggota keluarga,
seperti kegiatan berbicara, berdialog dan bertukar
pikiran, dan sebagainya. Akibatnya kerawanan
hubungan antar keluarga pun sukar untuk dihindari.
Komunikasi Antar Pribadi secara umum dapat
diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna
antara orang-orang yang saling berkomunikasi.
Wiryanto (2004) mengatakan komunikasi antar
pribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam
situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik
secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.
Menurut Littlejohn (Theories of Human
Communication, 1999) komunikasi antar pribadi
adalah komunikasi antara indiviu-individu.
Pemahaman penulis tentang komunikasi antar
pribadi adalah proses penyampaian makna yang
berlangsung secara tatap muka antara indivduindividu dalam situasi yang terorganisir.
Kaitan dengan penulisan ini maka peserta
komunikasi dalam hal ini adalah orang tua dan anak,
karena berada dalam satu keluarga sehingga
hubungan jarak sangat dekat. Orang tua memberikan
atau mengirim pesan kepada anak secara terus
menerus secara verbal (kata-kata) ataupun nonverbal
(isyarat).
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa
komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi
interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan
hubungan interpersonal.
a. Persepsi Interpersonal
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli
inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi.
Persepsi interpersonal adalah memberikan makna
terhadap stimuli inderawi yang berasal dari
seseorang (komunikan), yang berupa pesan verbal
dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi
interpersonal
akan
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
komunikasi,
seorang
peserta
komunikasi yang salah member makna terhadap
pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi.
b. Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita
tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai
dengan lima hal, yaitu :
b.1.Yakin akan kemampuan mengatasi masalah
b.2.Merasa setara dengan orang lain
Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi
ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya
dua orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal,
dalam hal ini orang tua kepada anak.
Stewerd L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam
Deddy Mulyana, 2005) mengatakan ciri-ciri
komunikasi diadik adalah :
a. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat
b.3.Menerima pujian tanpa rasa malu
b.4.Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai
berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang
tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat
b.5.Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang
tidak disenanginya dan berusaha mengubah.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam komunikasi antar pribadi.
b. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan
secara simultan dan spontan, baik secara verbal
maupun nonverbal.
14
INSANI, ISSN : 0216-0552|No. 10/1/Desember/2010
c. Atraksi Interpersonal
2.2.Kategori Keluarga
Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang
lain, sikap positif dan daya tarik seseorang.
Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi
interpersonal dalam hal :
c.1.Penafsiran pesan dan penilaian.
Pendapat dan penilaian kita terhadap orang
lain
tidak
semata-mata
berdasarkan
pertimbangan rasional, kita juga mahluk
emosionial.
c.2.Efektivitas Komunikasi.
Komunikasi antar pribadi dinyatakan efektif
bila pertemuan komunikasi merupakan hal
yang menyenangkan bagi komunikan.
David dalam buku Pola Asuh orang Tua Dalam
Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Anak
(Shochib, 1998:19) mengkategorikan keluarga dalam
pengertian sebagai keluarga seimbang, keluarga
kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau, dan
keluarga simbiotis.
a. Keluarga Seimbang
Adalah
keluarga
yang
ditandai oleh
keharmonisan hubungan (realisasi) antara ayah
dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan
anak.
Diantara
anggota
keluarga
saling
mendengarkan jika bicara bersama, melalui teladan
dan dorongan orang tua. Setiap masalah dihadapi
dan diupayakan untuk dipecahkan bersama.
b. Keluarga Kuasa
d.Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal dapat diartikan sebagai
hubungan antara seseorang dengan orang lain.
Hubungan interpersonal yang baik akan
menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk
mengungkapkan dirinya, Makin cermat persepsinya
tentang orang lain dan persepsi dirinya, Sehingga
makin efektif komunikasi yang berlangsung di
antara peserta komunikasi.
2. Pengertian Keluarga dan Kategori Keluarga
2.1 Pengertian Keluarga
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat
tinggal bersama dan masing-masing anggota
merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi
saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan
saling menyerahkan diri (Soelaeman, 1994:5-10).
Dari pengertian yang disebutkan di atas bahwa
keluarga merupakan orang-orang atau individuindividu yang hidup bersama dan memiliki pertautan
batin yang sangat intim. Sehingga apa yang terjadi
dalam keluarga baik pengalaman baik maupun buruk
ikut dirasakan juga oleh anggota keluarga lainnya.
Lebih menekankan kuasa daripada relasi. Anak
merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai
aturan-aturan yang harus dipatuhi, anggota keluarga
terutama anak tidak memiliki kesempatan atau
peluang agar dirinya “didengarkan”.
c. Keluarga Protektif
Lebih menekankan pada tugas dan saling
menyadari perasaan satu sama lain. Dalam keluarga
ini ketidakcocokan sangat dihindari. Sikap orang
tua lebih banyak pada upaya member dukungan,
perhatian. Esensi dari keluarga ini adalah
komunikasi dialogis yang didasarkan pada
kepekaan dan rasa hormat.
d. Keluarga kacau
Adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.
Dalam keluarga ini cenderung terjadi konflik dan
kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak
sering diabaikan dan diperlakukan secara kejam
karena kesenjangan hubungan antara mereka
dengan orang tua. Orang tua sering berprilaku kasar
terhadap relasi (anak).
e. Keluarga Simbiotis
Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan
perhatian keluarga yang kuat bahkan hamper
INSANI, ISSN : 0216-0552 |No. 10/1/Desember/2010
15
seluruhnya terpusat pada anak. Keluarga ini
berlebihan dalam melakukan relasi.
Dari kelima kategori keluarga diatas dapat
disimpulakan bahwa kekerasan terhadap anak
cenderung terjadi pada kategori keluarga kacau.
Menurut Seto Mulyadi kekrasan terhadap anak
banyak dilakukan masyarakat menengah ke bawah
karena terkait dengan kemiskinan. Tapi bukan berarti
kasus tersebut tidak terjadi pada kalangan menengah
atas, bahkan ada kasus kekerasan terhadap anak
dilakukan oleh seorang guru besar dan CEO
perusahaan ternama.
4. Beberapa dampak dari tindakan kekerasan :
4.1.Agresif
Biasanya ditunjukan anak kepada pelaku tindak
kekerasan. Umumnya ditunjukkan saat anak
merasa ada orang yang bisa melindungi dirinya.
4.2.Murung atau depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah
drastis, ditandai antara lain, munculnya gangguan
tidur dan makan, mengompol, perasaan takut
yang berlebihan, bahkan disertai dengan
penurunan berat badan. Selain itu anak juga akan
menarik diri dari lingkungan yang menjadi
sumber trauma. Anak kemudian menjadi
pemurung, pendiam dan terlihat kurang ekspresif.
3. Jenis-jenis kekerasan :
3.1.Fisik
4.3.Mudah menangis
Kekerasan yang dilakukan pada tubuh anak
menggunakan tangan atau kaki, ataupun benda
lain. Seperti menjewer, memukul, menyentil,
menusuk dengan benda tajam, melempar barang
kea rah anak.
Hal ini dikarenakan anak merasa tidak aman.
Sebab, dia kehilangan figure pelindung.
Kemungkinan besar anak akan sulit percaya
kepada orang alin.
4.4.Melakukan tindakan kekerasan pada orang lain
3.2.Psikologis
Kekerasan yang dampaknya mempengaruhi
kejiwaan anak. Kekerasaan jenis ini tidak
meninggalkan bekas secara nyata. Contoh :
membentak, mengata-ngatai, memberikan label
negative (nakal atau cengeng).
Anak-anak sangat mudah mencontoh atau
meniru hal-hal yang dilihatnya. Kemudian di
suatu hari, anak adalah si pelaku kekerasan juga.
4.5.Perkembangan kognitif yang terhambat atau
bahkan menurun.
3.3.Seksual
Akibat tekanan dan tindak kekerasan yang
diperoleh anak secara fisik terutama pada bagian
kepala, funsi otaknya dapat mengalami gangguan.
Kekerasan
yang
bersifat
seksual
atau
berhubungan dengan alat genital anak, seperti:
pemerkosaan atau memasukkan benda ke dalam
alat genital.
3.4.Penelantaran
Kekerasan yang sifatnya menelantarkan atau
membiarkan anak tidak terurus. Contoh :
membiarkan anak tidak mendapatkan pendidkan,
tidak diberikan kebutuhan sandang, pangan dan
papan.
16
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan mempelajari komunikasi antarpribadi
dikaitkan dengan tindakan kekerasan terhadap anak
dalam keluarga kita dapat mengetahui dan memahami
bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
orang-orang terdekat (keluarga) sangatlah tidak
manusiawi dan peran dari komunikasi antar pribadi
dalam keluarga tersebut sangat dibutuhkan. Seperti
yang dikemukakan oleh David kategori keluarga yang
memberikan kontribusi positif adalah keluarga
seimbang. Karena dalam keluarga seimbang, orang
tua memiliki rasa tanggung jawab dan dapat
dipercaya, adanya rasa kebersamaan, dan komunikasi
dialogis.
INSANI, ISSN : 0216-0552|No. 10/1/Desember/2010
Dan bagi orang tua tidak lagi melakukan
kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak
bukan saja dalam arti fisik tetapi konflik rumah
tangga yang memperebutkan anak antar istri dan
suami juga merupakan bentuk lain dari kekerasan.
Peran serta dari pemerintah, mulai dari
Presiden, para menteri khususnya Menteri
Pemberdayaan Perempuan, Departemen Sosial,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan,
partai politik juga diharapkan lebih di tingkatkan lagi
dan lebih awere terhadap kasus-kasus kekerasan
terhadap anak.
Tidak hanya pemerintah saja tapi masyarkat,
media massa dan perusahaan melalui program
Corporate Social Responsibility (CSR) membantu
secara serius penanganan masalah kekerasan terhadap
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Littlejohn, 1999. Theories of Human Communication,
Belmont, Salifornia: Woodsworth Publishing
Company
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi:
PEngantar, Bandung: Remaja Rosda Karya
Suatu
Shcochib, Moh, 1998. Pola Asuh Orang Tua Untuk
Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Rakhmat, Jalaludin, 1994, Psikologi Komunikasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Majalah Ayahbunda, edisi 28 Desember 2009
UU Perlindungan Anak No 23/2002
PENULIS:
Marlyn A. Pantouw, lahir di Bogor 2 Maret 80,
Sarjana Ilmu Komunikasi STISIP Widuri 2002,
Jl Sambas II no 29 Depok Timur,
Sekr Jurusan Prodi Ikom STISIP Widuri,
anggota DPRD Depok periode 2004-2009
[email protected]
INSANI, ISSN : 0216-0552 |No. 10/1/Desember/2010
17
Download