Ringkasan - GRII Kelapa Gading

advertisement
GRII Kelapa Gading
Khotbah Minggu (05 April 2015)
Pengkhotbah : Bp. Jethro Rachmadi Tema : …....….…..……………...….........
Nas Alkitab
: .............................................................................................................
Tahun ke-16
Berkorban & Berbagi untuk Orang Lain
Pdt. Billy Kristanto, Th.D
Lukas 23:44-56b
Ringkasan Khotbah
772/811
29 Maret 2015
Dalam
bagian
sebelumya
kita
membahas bagaimana Yesus merubah
neraka yaitu salib menjadi Firdaus, kita
sudah membahas apa yang menjadi inti
Firdaus bukan keadaan yang sedang
dihadapi oleh umat manusia tetapi
persekutuan bersama dengan Yesus Kristus.
Waktu di dalam kehidupan kita, kita seperti
dalam keadaan sangat di atas, berhasil,
sehat, kaya, terkenal dsb., tetapi sebenarnya
tidak ada persekutuan dengan Yesus, itu
bukan keadaan Firdaus menurut alkitab,
tapi sebaliknya waktu kita membaca dalam
bagian itu Yesus mengatakan kepada
penjahat
yang
ada
disampingNya,
sesungguhnya hari ini juga engkau ada
bersama-sama dengan Aku di dalam
Firdaus. Yesus mengubah penderitaan yang
begitu berat, siksaan neraka itu menjadi
pengalaman Firdaus, persekutuan bersama
atau di dalam penderitaan Kristus.
Waktu kita membaca ayat 44 dst., kita
melihat
di
sini
ada
beberapa
penggambaran, pertama, penggambaran
setting alam semesta, lalu keterlibatan
tentang setting yang ada di dalam bait
Allah, tentang Yesus sendiri dan juga
orang-orang yang ada disekitar salib
tersebut, bagaimana reaksi mereka di
dalam kematian Kristus. Bagian pertama
yaitu digambarkan bahwa kegelapan
meliputi seluruh daerah, matahari tidak
bersinar, gambaran ini bisa ditafsir dengan
berbagai macam pendekatan, seperti pdt.
Stephen Tong mengatakan, alam pun
menjadi malu untuk menyatakan tugasnya
karena Yesus sudah diperlakukan dengan
tidak adil, Sang Pencipta diperlakukan tidak
adil oleh ciptaan yang sangat rendah, yang
tidak mengerti dan tidak mengenal
Penciptanya,
ketidakterlibatan
alam.
GRII KG 772/811 (hal 4)
Mungkin
juga
bisa
ditafsir
dalam
pengertian bahwa Yesus sendiri di taman
Getsemani memang sudah mengatakan
bahwa inilah kuasa kegelapan itu, bisa
ditafsirkan dengan kuasa kegelapan yang
sedang bekerja semaksimalnya sampai
menghantam
Yesus
pada kematian.
Kegelapan yang diakibatkan oleh manusia
yang sudah jatuh dalam dosa, yang
manusia itu sendiri tidak bisa keluar dari
situ, tetapi Yesus masuk ke dalam tempat
yang paling gelap itu, Yesus yang adalah
terang masuk ke dalam tempat kegelapan
yang paling gelap, yang di dalamnya
manusia berdosa tidak bisa keluar.
Matahari tidak bersinar, tidak ada
dukungan apa-apa, seolah-olah seperti
alam yang biasanya setia, dalam bagian ini
alam menjadi “tidak setia”, matahari tidak
bersinar.
Untuk kita gambaran seperti ini
memang sepertinya kurang signifikan,
tetapi dalam alkitab gambaran seperti ini
dikaitkan dengan theology of creation
mempunyai message tertentu, maksudnya
adalah di dalam kehidupan kita, manusia
modern, matahari bersinar, matahari tidak
bersinar, buat kita sepertinya kurang
relevan, mau bersinar atau tidak bersinar,
banjir atau tidak banjir, ya alam memang
sudah begitu, kita mau expect apalagi.
Tetapi waktu alkitab mengatakan matahari
tidak bersinar, itu bukan menggambarkan
tentang gambaran cuaca yang toh normal,
juga terjadi seperti itu, setiap hari ada
pergantian, tapi yang dimaksud di sini
adalah gambaran seperti alam itu
tergoncang,
yang
biasanya
setia
menyatakan kesetiaan Tuhan, tapi di sini
menjadi tidak bersinar. Yesus masuk ke
dalam tempat kegelapan yang meliputi
seluruh daerah itu dan bait suci terbelah
dua. Nah kita boleh mengaitkan kedua
bagian
ini,
mungkin
tafsiran
dan
interpretasi yang betul itu dari penulis surat
Ibrani yaitu di dalam arti bahwa tempat
maha kudus yang tadinya hanya bisa
GRII KG 772/811 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (59)
Ekspositori Injil Lukas (59)
dimasuki oleh imam besar satu tahun
sekali, sekarang menjadi bisa ditembus
karena Yesus sudah menyerahkan diriNya
sebagai Domba Allah untuk menggantikan
kita yang berdosa. Sehingga tempat yang
tadinya hanya bisa dimasuki oleh imam
besar, itu menjadi tempat yang akhirnya
terbuka, semua orang bisa masuk
kedalamnya dan mengalami persekutuan
dengan Bapa. Bait suci terbelah dua juga
bisa dalam arti bahwa Yesus sendiri
entering the divine presence, kita tahu
bahwa Yesus sendiri itu adalah Imam Besar,
dombanya yang dipersembahkan adalah
diriNya sendiri, kalau dalam PL imam besar
membawa domba untuk jadi korban. Ini
mungkin gambaran yang compatible
dengan gambaran Yesus masuk ke dalam
kegelapan, satu sisi masuk ke dalam
kegelapan, berani memasuki kehidupan
manusia yang paling gelap, menjejaki
setiap
kehidupan
manusia,
lalu
menguduskannya
supaya
Dia
menyelamatkan kita, tapi sisi yang lain Dia
juga sekaligus masuk dalam tempat yang
paling suci, dimana hanya Allah yang
berada di situ.
Lalu kemudian Dia berseru dengan
suara nyaring, apa maksudnya?
Apa
perlunya alkitab mencatat berseru dengan
suara nyaring? Kita percaya waktu alkitab
memberikan
keterangan,
kita
bisa
mengatakan tidak ada keterangan apa pun
yang redundant, kalau kita bandingkan cara
penulisan alkitab misalnya dengan tulisan
novel zaman kuno, seperti novel zaman
sekarang pasti banyak gambarannya, kalau
seseorang
dibunuh
pasti
akan
didramatisisasi sedemikian rupa, bisa satu
halaman
menuliskan
peristiwa
pembunuhan itu, dituliskan apa pedangnya,
setting-nya bagaimana, dst., pokoknya
detail. Tetapi kalau kita membaca dalam
alkitab, gambarannya itu minim sekali, tidak
ada
gambaran
yang
bertele-tele,
menceritakan tentang setting dsb., alkitab
seperti sangat kasar di dalam bagian itu,
Agustinus
mengatakan,
waktu
membandingkan dengan sastra-sastra latin
kuno, dia mengatakan, bahasa alkitab ini
kasar sekali, maksudnya adalah waktu kita
membaca novel kan ada gambaran waktu
musim semi daun-daun beterbangan, lalu
rumput gambarnya lain lagi, waktu
menggambarkan setting, itu membawa kita
dalam suasana, atmosfir kan ya? Di dalam
alkitab, hampir tidak ada bagian seperti itu,
sehingga waktu alkitab mencatat sesuatu,
misalnya dalam bagian ini, berseru dengan
suara nyaring, ini ada satu message
tertentu, bukan menggambarkan setting,
karena alkitab tidak terlalu tertarik
menggambarkan setting dsb., supaya
membawa kita ke dalam imajinasi yang
lebih dalam dsb., bukan itu, apalagi di
dalam gambaran ini, narasi dalam kitab injil,
kalau dalam kitab puisi ada kemungkinan
lebih.
Waktu dituliskan berseru dengan suara
nyaring apa maksudnya? Kalau kita tafsir
salah, kita berpikir bahwa Yesus ini
temperamen kolerik, karena waktu mati Dia
teriak seperti itu, begitu kan ya? Jadi mulai
sekarang orang kristen kalau mau mati
harus berteriak dengan suara nyaring
supaya mengalami persekutuan dengan
Yesus, alkitab tidak tertarik membicarakan
temperamen seseorang. Dunia kita ini
celebrating kolerik, sepertinya kalau orang
yang tidak kolerik, itu jadi kurang manusia,
celebrating orang-orang ekstrovert, yang
berhasil itu adalah yang ekstrovert, yang
introvert itu tidak ada tempat dan diantara
yang ekstrovert itu adalah yang kolerik.
Yang lebih menakutkan adalah perempuanperempuan juga berusaha untuk menjadi
kolerik, supaya somehow keren, seperti
dinilai berhasil oleh orang-orang yang ada
di dalam dunia, lalu kita baca bagian ini,
benar kan Yesus teriak dengan suara
nyaring, pertanyaannya bagaimana dengan
orang-orang yang tidak lagi sanggup untuk
teriak di dalam saat-saat terakhir? Kalau
begitu dia kurang mirip Yesus, kurang
berhasil di dalam keyakinan imannya atau
setiap orang percaya harus teriak dengan
suara nyaring, bukan hanya dalam khotbah,
tapi juga waktu mau mati, harus dengan
suara nyaring, tidak boleh suara lembut? Ini
tafsiran yang tidak terlalu berguna, lagi
pula kalau kita mau mem-profile karakter
dari Yesus agak susah juga kan ya? Yesus
masuk temperamen apa sebetulnya? Kalau
Abraham, Tim Lahaye mengatakan dia lebih
cenderung plegmatik, Paulus lebih kolerik,
Daud lebih melankolik dst., tetapi yang
menarik dalam buku Tim Lahaye dikatakan,
yang penting itu bukan partikularitas,
keunikan temperamen seseorang, lalu
kemudian berusaha menyeret semua orang
seperti dia, tidak, tetapi bagaimana masingmasing temperamen itu dipenuhi oleh Roh
Kudus dan tidak berubah temperamen,
tidak. Abraham waktu dipenuhi Roh Kudus
tetap orang plegmatik, tetapi plegmatik
yang dipenuhi Roh Kudus, Allah tidak
mengubah orang plegmatik setelah
dipenuhi Roh Kudus menjadi kolerik, tidak,
begitu juga dengan Paulus dll. Tetapi dunia
kita ini mengajarkan sesuatu yang lain,
dunia kita ini mengajarkan untuk saling
mempengaruhi, temperamen mana itu
GRII KG 772/811 (hal 2)
kalau bisa ditekan menjadi lebih mirip
dengan temperamen yang dianggap
temperamen yang lebih kuat dan yang
lebih kuat itu biasanya yang golongan
ekstrovert itu.
Kembali ke bagian ini, lalu apa artinya
Yesus berseru dengan suara nyaring?
Menyatakan bahwa Yesus waktu Dia
mengatakan kalimat ini, “ya Bapa ke dalam
tanganMu Kuserahkan nyawaKu”, sekaligus
menafsir, Dia berseru dengan suara nyaring
yaitu bahwa kematianNya adalah kematian
yang aktif yang dipersembahkan kepada
Bapa, bukan kematian korban di dalam
pengertian victim, bukan, tetapi a living
sacrifice yang dipersembahkan kepada
Bapa. Berseru dengan suara nyaring, ini
bukan
seseorang
yang
kelelahan
penderitaan demikian hebat, di situ ya
memang pasti sangat menderita, wajar juga
kalau orang tidak punya kekuatan lagi
untuk teriak dan berseru kan ya? Karena di
situ memang terlalu sakit, tetapi waktu
alkitab mencatat Dia berseru dengan suara
nyaring, mengatakan bahwa Yesus mati
terutama bukan karena penderitaan yang
dialami di atas kayu salib itu, tetapi karena
Dia memang mau menyerahkan nyawaNya
kepada Bapa berseru dengan suara nyaring,
bukan merupakan korban dari sakit
penyakit, bukan merupakan korban dari
tusukan paku itu, bukan korban dari pada
fitnahan dan kekejian, kejahatan manusia,
tapi karena memang dari beginning Dia
mau menyerahkan nyawaNya untuk
diserahkan kepada Bapa menjadi tebusan
bagi banyak orang. Ini bukan berarti
misalnya waktu kita bergumul dengan sakit
penyakit suatu saat akhirnya kita bertemu
dengan Tuhan, lalu terakhir kita harus
teriak-teriak untuk menyatakan bahwa saya
bukan korban penyakit, spiritnya bukan itu,
tetapi
bagaimana
kita
menjalankan
kesaksian meskipun kita digerogoti oleh
sakit penyakit, kita menyatakan kesaksian
bahwa kita mati bukan karena itu, tetapi
karena kita mengikut Tuhan, karena kita
tetap setia, karena kita menjalankan
kehendak Tuhan. Whether tanpa atau
dengan penyakit kita mempermuliakan
Tuhan, karena seperti Yesus Kristus kita
menyerahkan kehidupan kita di dalam
tangan Tuhan, bukan menjadi korban
kejahatan yang ada di dalam dunia ini.
Prinsip yang tidak kalah penting yaitu
bahwa Yesus menyerahkan nyawaNya ke
dalam tangan Bapa. Kita tahu Yesus mati di
atas kayu salib untuk menebus kita yang
berdosa, kalau begitu kematian Yesus kan
sebetulnya untuk kita kan ya? Tetapi coba
kita perhatikan di sini, ke dalam tangan
Bapa Dia menyerahkan nyawaNya, Yesus
tidak
mengatakan,
hai
orang-orang
berdosa untukmulah Kuserahkan nyawaKu,
tidak,
hai
orang-orang
pilihan,
kepadamulah Kuserahkan nyawaKu supaya
engkau ditebus, tidak ada seperti itu. Yesus
mengatakan, ya Bapa, ke dalam tanganMu
Kuserahkan nyawaKu, ini prinsip yang
penting sekali di dalam kehidupan kita, di
dalam persembahan kita, di dalam cinta
kasih kita secara horizontal, seperti cerita
lima roti dan dua ikan, bagaimana anak itu
juga menyerahkan kepada Yesus, kemudian
Yesus
yang
memberkati,
yang
melipatgandakan, baru bisa menjadi berkat
bagi banyak orang. Apa yang terjadi kalau
anak itu langsung membagi-bagikan
kepada lima ribu orang? Pasti tidak ada
artinya, mungkin malahan terjadi baku
hantam, mungkin dia akan dikeroyok dan
mungkin yang lima ribu orang juga akan
gebuk-gebukan berebut lima roti dan dua
ikan itu, karena orangnya terlalu banyak, itu
sangat mungkin terjadi. Anak ini tidak
menyerahkan kepada manusia, saudara dan
saya juga tidak menyerahkan kehidupan
kita kepada manusia yang mana pun, tetapi
kita menyerahkan kepada Bapa, lalu
kemudian Bapa yang menyerahkannya
kepada manusia untuk menjadi berkat bagi
banyak orang.
Yesus ini Tuhan loh, sebetulnya kalau
Dia mau langsung menyerahkan kepada
diriNya sendiri ya bisa, Saya menyerahkan
kepada tangan Saya sendiri kok, kan Saya
Tuhan? Tetapi di sini Dia memberikan satu
model kepada kita, apa artinya hidup
berkorban bagi sesama, berkorban bagi
manusia, berkorban bagi orang lain, itu
adalah
satu
kehidupan
yang
dipersembahkan kepada Tuhan, bukan
dipersembahkan
kepada
manusia.
Beberapa waktu lalu di NRECUS saya
sempat jalan-jalan bersama Ev. Timothy di
Seattle dan masuk ke Bill Gates foundation,
resources-nya dalam gedung itu banyak
sekali, kalau foundation itu memberikan
uang, hampir tidak terbatas, tapi kemudian
Ev. Timothy kasih komentar, termasuk
orang-orang yang mau aborsi juga bisa
apply di sini, kalau sudah dapat uang bisa
aborsi. Diakonia sih diakonia, filantropis sih
filantropis, memang betul, tetapi uang itu
kemana? Uang itu untuk apa? Berapa
banyak di dalam kehidupan kita, ternyata
kita
salah
memberi,
ini
bukan
discouragement saudara terus mulai
berkata, mulai sekarang tidak usah
diakonia, firman seperti ini yang saya
tunggu-tunggu dari dulu, bukan itu
maksudnya, tetapi maksudnya adalah
GRII KG 772/811 (hal 3)
seseorang yang tidak mempersembahkan
kepada Tuhan, mempersembahkan kepada
manusia, dengan bijaksana apa? Dengan
spirit apa? Dengan pertimbangan apa?
Akhirnya bukan saja hilang, tetapi bahkan
bisa merusak, bukan jadi berkat bagi
manusia. Tidak semua diakonia itu
berkenan dihadapan Tuhan, bukan hanya
diakonia, persoalannya bukan hanya uang
saja, tidak semua pelayanan kita yang
ditujukan kepada manusia, itu berkenan
dihadapan Tuhan, kecuali pelayanan
dipersembahkan dihadapan Tuhan. Ada
perbedaan antara sekular humanisme dan
christian humanisme (kalau tetap memakai
istilah humanisme, christian humanism
bukan
secular
humanism).
Yesus
menyerahkan nyawa kepada Bapa dan Bapa
yang kemudian menggenapkan rencana
keselamatan itu kepada banyak orang.
Lalu Dia menyarahkan nyawaNya, kita
membaca 47-49 bagaimana reaksi dari
pada orang-orang disekitar situ terhadap
kematian ini, intinya adalah di sini menjadi
satu konfirmasi bahwa kematian Yesus ini
dibenarkan oleh Allah, God vindication dan
disaksikan, dikonfirmasikan oleh berbagai
macam jenis orang, baik kepala pasukan
yang mewakili gentiles, orang-orang
Romawi, melihat apa yang terjadi, dia
memuliakan Allah dengan mengatakan,
“Sungguh orang ini adalah orang benar”.
Lalu juga termasuk seluruh orang banyak,
the crowd, the people, yang berkerumun di
situ, nah ini mewakili pembaca, waktu
membaca, menempatkan diri mereka di
dalam diri orang banyak itu, yang
seharusnya mengalami transformasi seperti
mereka, orang banyak itu juga pulang
sambil memukul-mukul diri sebagai tanda
penyesalan
bahwa
mereka
sudah
melakukan sesuatu yang keliru, sesuatu
yang salah. Tetapi termasuk juga mereka
yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk
perempuan-perempuan, tidak terkecuali di
situ, berdiri jauh-jauh dan melihat
semuanya itu, di dalam keadaan yang
distance satu sisi, tetapi juga menyatakan
kerendahan hati, menyaksikan semuanya
itu, termasuk juga menyaksikan orang yang
mengaku bersalah, sudah melakukan
sesuatu yang keliru terhadap Yesus ini.
Kalau kita melihat di dalam struktur ini,
mirip sekali dengan struktur yang ada di
dalam Mazmur, di dalam Mazmur kan ada
teriakan doa, di dalam saat kesesakan,
waktu orang mengalami penganiayaan,
waktu orang mengalami evil dri pada
orang-orang yang mengejar-ngejar dia,
dsb., di situ ada doa supaya Tuhan
vindicate, supaya Tuhan membenarkan,
supaya Tuhan melakukan pembelaan
terhadap the righteous one dan di sini Yesus
mengalami vindication itu dari Bapa sendiri
yang dinyatakan melalui orang-orang yang
ada disekitarNya. Jangan lupa kalimat “Ya
Bapa ke dalam tanganMu Kuserahkan
nyawaKu”, itu juga kalimat yang kita dapati
di dalam Mazmur, di sini Yesus bukan
mengutip, tetapi Mazmur itu adalah
Mazmur Mesianik yang sebetulnya menuju
kepada peristiwa ini dan peristiwa ini yang
lebih asli, bukan Mazmur.
Perikop berikutnya kita membaca
tentang Yesus yang dikuburkan, menarik, di
dalam bagian ini seperti seringkali kita
katakan di dalam injil Lukas memang suka
untuk mengambil struktur pembalikan,
begitu kan ya? Inside orang-orang yang
penting tapi di sini misalnya perempuanperempuan, mana murid-murid itu, yang
kolerik-kolerik itu? Kemana mereka? Tetapi
perempuan-perempuan yang ada di sini,
lalu Lukas juga suka menggunakan anakanak, lalu gentiles, orang Samaria, orang
kafir dsb., justru mereka yang lebih
mengerti Kerajaan Allah, ini kan common di
dalam injil Lukas? Tidak mengikuti kriteria
atau tidak mengikuti klasifikasi yang
dibangun oleh dunia ini, seperti Kerajaan
Allah itu menjungkirbalikkan segala sesuatu
kalau Tuhan mau bekerja, Dia bekerja
menurut caraNya, tidak harus mengikuti
seperti cara dunia ini. Waktu kita membaca
dalam bagian ini, ini bagian penting yang
menyatakan bahwa Lukas bukan berarti
mau
menggambarkan
diskriminasi
terhadap orang kayalah, laki-laki, anakanak atauYahudi dsb., bukan, karena kalau
kita jatuh ke dalam tafsiran seperti itu, kita
jadi lebih mirip teologi pembebasan, yang
terlalu dipengaruhi oleh Marxisme, ada
certain kebencian terhadap orang-orang
yang sukses, orang-orang yang kaya dsb.
Apa yang mau saya katakan? Kompleks
waktu mengatakan gambaran antara miskin
dan kaya, tidak sesimpel pokoknya orang
yang kaya itu sudah pasti serakah, sudah
pasti curang, pasti korupsi, sudah pasti
pelit, sudah pasti evil, lalu yang miskin itu
benar semua, tidak tentu dan alkitab waktu
membicarakan gambaran seperti ini
sebetulnya cukup fair, waktu mencatat ada
seorang yang bernama Yusuf, dikatakan di
situ dia adalah anggota dari majelis besar,
ini jelas bukan orang biasa, yang pasti ini
bukan orang miskin, bukan orang bodoh,
dan juga bukan anak-anak, bukan
perempuan, dan juga buka gentile.
Lalu bagaimana gambaran ini? Alkitab
mau menyatakan bahwa waktu Tuhan
memakai seseorang, bukan berarti Tuhan
tidak bisa pakai orang kaya, bukan berarti
Tuhan tidak bisa pakai orang pintar, bukan
berarti Tuhan tidak bisa pakai orang yang
jabatan tinggi dsb., tidak. Tetapi kalau
GRII KG 772/811 (hal 4)
Tuhan mau pakai orang-orang seperti
itupun orang-orang itu tidak akan
mementingkan jabatannya, kekayaanya,
kedewasaannya, kecanggihan ilmunya dsb.,
tidak. Kita harus menekankan bagian ini,
karena kalau tidak nanti kita salah, seolaholah yang dipakai Tuhan itu selalu yang
miskin, orang yang bodoh, semua laki-laki
tidak ada yang dipakai oleh Tuhan, hanya
perempuan yang dipakai oleh Tuhan, lalu
orang dewasa juga tidak bisa dipakai
karena Tuhan hanya bisa pakai anak-anak
kecil. Kalau seperti ini Tuhan terkunci lagi,
Tuhan menjadi Tuhan yang tidak berdaulat,
Tuhan tidak bisa pakai orang pintar, harus
pakai yang bodoh, berarti Tuhan sendiri
terkunci dengan sistem itu, ini mungkin
sistem marxisme tadi? Bagian ini adalah
bagian yang penting untuk menyatakan
bahwa Yusuf ini adalah seorang anggota
majelis besar, tetapi Yusuf dari Arimatea ini
kita tahu, dia tidak membanggakan
keanggotaannya di dalam majelis besar ini,
dignitasnya itu bukan disana dan karena itu
juga dia adalah seseorang yang bisa
dipakai oleh Tuhan, mau kaya, miskin, tua
atau muda, laki-laki atau perempuan,
dewasa atau anak-anak, yang penting
bagaimana berdiri dihadapan Tuhan
dengan
tidak
ada
apa-apa.
Lalu
membiarkan Tuhan bekerja, seperti Yusuf
ini, dia bukan memakai koneksinya,
memakai jabatannya, ok saya datang
menghadap Pilatus dengan koneksi atau
accessibility yang saya miliki dsb., bisa saja
sih dia memakai itu, tetapi kalaupun Tuhan
memakai karena memang Tuhan mau
memakai, by the way yang anggota majelis
besar itu kan bukan hanya Yusuf? Kenapa
kalau Tuhan mau memakai, harus memakai
dia? Juga tidak harus kan ya? Ada banyak
anggota majelis yang lain, tidak harus
Yusuf, tapi waktu Yusuf dipakai di sini,
memang karena Tuhan yang berkasih
karunia untuk memakai dia.
Ada keindahan tersendiri di dalam
pekerjaan yang dilakukan oleh Yusuf dari
Arimatea ini, saya tertarik dengan kalimat
dalam ayat 53 akhir, waktu dikatakan, ……
dimana belum pernah dibaringkan mayat,
kalau kita selidiki secara pendekatan motif
kritik, istilah “dimana belum pernah”, kita
akan ketemu satu peristiwa lagi dengan
kalimat “belum pernah” yaitu keledai yang
ditunggangi Yesus. Yesus adalah yang
pertama kali naik di atas keledai itu, tapi
setting-nya try for entry, itu keren, mungkin
kalau saya yang punya keledai, saya bisa
koar-koar, itu keledai saya, Yesus pinjam
dari saya, ini soalnya try for entry, try for
entry masuk ke Yerusalem, semua orang
tepuk tangan. Banyak orang mau
mempersembahkan yang belum pernah
dipakai di dalam try for entry, tapi di dalam
saat seperti ini siapa yang mau resikonya?
Lalu mayat lagi? Yesus sendiri juga sudah
tidak bisa bicara? Dan tidak ada satu orang
pun di situ yang berpikir bahwa Yesus akan
bangkit lagi, tidak ada pengharapan itu?
Sudah tidak ada lagi pengharapannya,
semua sudah balik ke titik nol, lalu dia
masih mempersembahkan yang belum
pernah dipakai untuk membaringkan
mayat, betapa dia sangat mengasihi dan
menghargai Yesus, meskipun sudah jadi
mayat, sebetulnya bukan Yesus lagi kan ya,
itu mayat? Tetapi dia di tengah-tengah
keadaan yang beresiko, dia mengambil
keputusan itu dan tidak ada sorak-sorak,
tidak ada try for entry, semua orang justru
merasa kapok loh, berkoar-koar Mesias,
akhirnya kamu sendiri mati, sebetulnya
wajar saja kalau pengikut-pengikutNya
semua meninggalkan Dia, meskipun tidak
harus ikut menghujat, tapi kemudian
memulai kehidupan yang baru. Tetapi Yusuf
dari Arimatea tidak berhenti melakukan
pengikutannya kepada Kristus di dalam
saat-saat seperti ini.
Ada banyak orang di dalam keadaan
gereja maju, semuanya ingin pelayanan,
semuanya ingin terlibat, begitu kan ya?
Tetapi waktu di dalam bagian ini scratch,
bagaimana? Saya sangat kagum dan
terharu dengan kehidupan Lee Kwan Yew,
despite dia punya banyak kelemahan, tapi
dia adalah salah satu orang yang
membangun mulai dari nol, dia hidup
mengorbankan dirinya untuk membangun
negara, despite dia punya segala kelemahan
dan notably dia bukan kristen, yang ironis
adalah banyak orang kristen itu hidupnya
tidak tahu membagi untuk orang lain. Ada
satu jemaat yang susah sekali diajak
ketemuan selalu lembur, lembur, akhirnya
saya bilang, ironis ya, di dalam hari-hari
dimana kita semua mengenang Lee Kwan
Yew yang menyerahkan kehidupannya, ada
kutipan yang tekenal yang suka dipajang,
“at the end of the day, what do I get? Dia
bilang, a successful Singapore, what do I
given up? My life, dia mengorbankan
dirinya, dia bisa membangun tempat kotor
jadi kota metropolis yang terkenal. Tetapi
sekarang, orang-orang yang kerja di
Singapore tidak punya waktu untuk
sesamanya, karena harus lembur, lembur
dsb., ini bukan salah Lee Kwan Yew, bukan.
Manusia itu selalu ada pilihan, kalau ditanya
at the end of the day, what do I get?
Jawabannya adalah a successful personal
career and high salary, what did you give
up? Jawabannya adalah human relationship,
family, smile to my fellow neighbors, dsb.,
itu semua yang saya korbankan demi untuk
mendapatkan successful career. Cerita ini
GRII KG 772/811 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (59)
Ekspositori Injil Lukas (59)
ironis
di
tengah-tengah
keadaan
menyaksikan kehidupan dan bukan kristen
yang membagikan dirinya, lalu ada orangorang kristen, jemaat kita lagi yang tidak
bisa membagi waktunya untuk orang lain.
Sedih sekali melihat gambaran seperti ini,
yang mana lebih mirip Yesus? Sebetulnya
kita orang-orang reformed ini atau Lee
Kwan Yew?
Kembali kebagian ini, Yusuf Arimatea
adalah
seseorang
yang
berani
mengorbankan dirinya dari keadaan yang
nol, bukan di dalam keaadan yang dia tahu,
kalau saya invest di sini ya, saya akan
untung, karena saya melihat ada potensi, di
sini tidak ada potensi, karena Yesus bangkit
juga tidak ada potensi, tidak ada yang tahu
potensi itu. Yang tahu hanya dari perspektif
surga, meskipun Yesus sudah mengatakan,
tetapi tidak ada satu pun yang mengerti,
tidak ada satu pun yang menangkap bahwa
Yesus betul-betul akan bangkit, orang
hanya berpikir general resurrection, seperti
Marta, ya Tuhan aku tahu bahwa Dia akan
bangkit pada hari kebangkitan, ya semua
orang memang akan bangkit. And yet dia
tetap memberikan yang terbaik kepada
Yesus, di dalam bukit batu dimana belum
pernah dibaringkan mayat. Kita melihat
kesaksian yang indah dari macam-macam
orang yang dicatat di dalam alkitab, kita
kagum dengan para rasul seperti Yohanes,
Petrus, Yakobus atau Paulus dsb., tetapi ada
saat-saat dimana mereka absen, nah orangorang yang kurang besar ini katakanlah
seperti penjahat yang diselamatkan itu,
perempuan-perempuan ini, lalu termasuk
juga Yusuf Arimatea, yang memang tidak
bisa dibandingkan dengan para rasul
seperti Petrus dll. Tetapi justru di dalam
saat-saat ini Tuhan memakai orang-orang
seperti ini dan kemudian seperti melampui
semua yang lain, mana Petrus di sini
dengan pengorbanannya? Mana Yohanes?
Mana yang lain? Tapi Yusuf Arimatea yang
memang kita tahu namanya, tetapi juga
tidak terkenal banget, lalu memberikan satu
gambaran, fase tersendiri untuk menjadi
satu pengajaran yang kita tidak temukan di
dalam tulisan Petrus, Yohanes atau yang
manapun di dalam cerita ini?
Berani untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada Yesus di dalam satu
keadaan yang dia tidak bisa lihat ada
potensi apa? Investasi tidak jelas, karena
memang dia juga bukan berpikir secara
investasi, ini bukan investasi, ini adalah satu
dedikasi, mau balik atau tidak balik,
memang didedikasikan kepada Tuhan kok?
Waktu anak kecil, itu mempersembahkan
kepada Tuhan, dia kan juga tidak berpikr,
habis ini harus dilipatgandakan ya Tuhan?
Dan make sure saya sendiri juga harus
dapat, saya sendiri harus kenyang, jadi yang
kenyang bukan hanya mereka, tidak ada
pikiran seperti itu di dalam diri si anak kecil.
Yang dia tahu adalah pokoknya diberikan
kepada Yesus, setelah itu tidak tahu apa
yang terjadi, mungkin Yesus akan makan
sendiri bersama dengan muridNya? Tidak
apa-apa juga sih dia berpikir seperti itu,
memang saya bisa makan lain kali, itu yang
namanya pengorbanan, bukan pikiran
bagaimana saya memberi kemudian
mendapatkan lagi 10 kali atau 100 kali, itu
pikiran
investasi,
bukan
pikiran
persembahan kepada Tuhan.
Perempuan-perempuan itu, merekalah
yang berbagian dalam cerita kematian
Yesus, bahkan di dalam cerita penguburan
Kristus dan kalau kita membaca tentang
cerita kebangkitan, mereka juga yang
berbagian pertama di dalam cerita
kebangkitan.
Orang-orang
yang
menyaksikan kematian Kristus, perempuanperempuan
ini,
peristiwa
mayatNya
dikuburkan, waktu kebangkitan terjadi,
orang-orang ini juga yang terlebih dahulu
diberikan
hak
istimewa
untuk
memberitakan kebangkitan Yesus, bahkan
kepada murid-murid yang paling penting
seperti Petrus dan Yohanes. Mereka yang
menabur dengan air mata, mereka yang
menuai dengan sukacita, sukacita kita itu
kurang penuh karena kita kurang menabur
dengan air mata, sehingga waktu sukacita
terjadi, kita tidak bisa terlalu bersukacita,
karena tidak berbagian di dalam air
matanya, makanya tidak bisa sukacita.
Spiritualitas Sabat, di sini Lukas sangat
hati-hati waktu menuliskan, penting sekali
untuk Lukas bahwa murid-murid Yesus itu
bukan pelanggar Taurat, mereka observing
Sabat, mereka mengerjakan semuanya itu
selagi hari Sabat belum datang, tetapi
waktu Sabat, mereka beristirahat menurut
hukum Taurat. Di dalam kehidupan kita ada
saat-saat
dimana
segala
sesuatu
berantakan, pengharapan jadi tidak ada,
lalu semua yang kita impikan, ternyata
semua itu tidak bisa dicapai dan bahwa kita
harus menghadapi realita yang pahit bahwa
kita mengalami kegagalan, sakit penyakit,
kebangkrutan dsb. Ada satu hal yang
disediakan Tuhan di dalam saat-saat seperti
ini, ini rutinitas yang sehat, yaitu waktu kita
masih bisa tetap beribadah kepada Tuhan,
mendengar firman Tuhan lagi, lalu memuji
bersama dengan orang percaya, ini rutinitas
yang sehat yang Tuhan sediakan. Karena
dunia ini kan tidak terprediksi, tidak bisa
diduga, semuanya naik turun, di dalam
GRII KG 772/811 (hal 2)
keadaan seperti ini, apa yang bisa
menopang kita? Jawaban paling utama
adalah Tuhan sendiri, tetapi juga Tuhan
yang menyatakan diriNya secara khusus
waktu kita menghampiri Dia pada hari
Sabat, ini seharusnya menjadi penghiburan
bagi kita. Bukan hanya saat duka, tetapi
saat sukacita, Sabat ini juga yang
memoderasi sukacita kita yang seringkali
liar, terlalu sukacita sampai lupa diri, lalu
masuk ke dalam spiritualista Sabat, ini
membikin seperti poros. Rutinitas yang
sehat, rutinitas yang diberikan Tuhan
kepada kita, waktu kita terlalu senang,
Tuhan memberikan kepada kita Sabat
untuk beristirahat, waktu kita terlalu kerja
karas, Tuhan memberikan kita Sabat untuk
kita beristirahat, waktu kita terlalu susah,
hidup terlalu tidak ada pengharapan,
semuanya seperti berantakan, tidak seperti
yang saya inginkan, Tuhan memberikan
Sabat kepada kita. Kiranya Tuhan
memberkati kita dan menolong kita untuk
bisa memahami apa yang diajarkan di
dalam firman Tuhan. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa
oleh pengkhotbah (AS)
GRII KG 772/811 (hal 3)
Download