GRII Kelapa Gading Khotbah Minggu (05 April 2015) Pengkhotbah : Bp. Jethro Rachmadi Tema : …....….…..……………...…......... Nas Alkitab : ............................................................................................................. Tahun ke-16 Berkorban & Berbagi untuk Orang Lain Pdt. Billy Kristanto, Th.D Lukas 23:44-56b Ringkasan Khotbah 772/811 29 Maret 2015 Dalam bagian sebelumya kita membahas bagaimana Yesus merubah neraka yaitu salib menjadi Firdaus, kita sudah membahas apa yang menjadi inti Firdaus bukan keadaan yang sedang dihadapi oleh umat manusia tetapi persekutuan bersama dengan Yesus Kristus. Waktu di dalam kehidupan kita, kita seperti dalam keadaan sangat di atas, berhasil, sehat, kaya, terkenal dsb., tetapi sebenarnya tidak ada persekutuan dengan Yesus, itu bukan keadaan Firdaus menurut alkitab, tapi sebaliknya waktu kita membaca dalam bagian itu Yesus mengatakan kepada penjahat yang ada disampingNya, sesungguhnya hari ini juga engkau ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. Yesus mengubah penderitaan yang begitu berat, siksaan neraka itu menjadi pengalaman Firdaus, persekutuan bersama atau di dalam penderitaan Kristus. Waktu kita membaca ayat 44 dst., kita melihat di sini ada beberapa penggambaran, pertama, penggambaran setting alam semesta, lalu keterlibatan tentang setting yang ada di dalam bait Allah, tentang Yesus sendiri dan juga orang-orang yang ada disekitar salib tersebut, bagaimana reaksi mereka di dalam kematian Kristus. Bagian pertama yaitu digambarkan bahwa kegelapan meliputi seluruh daerah, matahari tidak bersinar, gambaran ini bisa ditafsir dengan berbagai macam pendekatan, seperti pdt. Stephen Tong mengatakan, alam pun menjadi malu untuk menyatakan tugasnya karena Yesus sudah diperlakukan dengan tidak adil, Sang Pencipta diperlakukan tidak adil oleh ciptaan yang sangat rendah, yang tidak mengerti dan tidak mengenal Penciptanya, ketidakterlibatan alam. GRII KG 772/811 (hal 4) Mungkin juga bisa ditafsir dalam pengertian bahwa Yesus sendiri di taman Getsemani memang sudah mengatakan bahwa inilah kuasa kegelapan itu, bisa ditafsirkan dengan kuasa kegelapan yang sedang bekerja semaksimalnya sampai menghantam Yesus pada kematian. Kegelapan yang diakibatkan oleh manusia yang sudah jatuh dalam dosa, yang manusia itu sendiri tidak bisa keluar dari situ, tetapi Yesus masuk ke dalam tempat yang paling gelap itu, Yesus yang adalah terang masuk ke dalam tempat kegelapan yang paling gelap, yang di dalamnya manusia berdosa tidak bisa keluar. Matahari tidak bersinar, tidak ada dukungan apa-apa, seolah-olah seperti alam yang biasanya setia, dalam bagian ini alam menjadi “tidak setia”, matahari tidak bersinar. Untuk kita gambaran seperti ini memang sepertinya kurang signifikan, tetapi dalam alkitab gambaran seperti ini dikaitkan dengan theology of creation mempunyai message tertentu, maksudnya adalah di dalam kehidupan kita, manusia modern, matahari bersinar, matahari tidak bersinar, buat kita sepertinya kurang relevan, mau bersinar atau tidak bersinar, banjir atau tidak banjir, ya alam memang sudah begitu, kita mau expect apalagi. Tetapi waktu alkitab mengatakan matahari tidak bersinar, itu bukan menggambarkan tentang gambaran cuaca yang toh normal, juga terjadi seperti itu, setiap hari ada pergantian, tapi yang dimaksud di sini adalah gambaran seperti alam itu tergoncang, yang biasanya setia menyatakan kesetiaan Tuhan, tapi di sini menjadi tidak bersinar. Yesus masuk ke dalam tempat kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu dan bait suci terbelah dua. Nah kita boleh mengaitkan kedua bagian ini, mungkin tafsiran dan interpretasi yang betul itu dari penulis surat Ibrani yaitu di dalam arti bahwa tempat maha kudus yang tadinya hanya bisa GRII KG 772/811 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (59) Ekspositori Injil Lukas (59) dimasuki oleh imam besar satu tahun sekali, sekarang menjadi bisa ditembus karena Yesus sudah menyerahkan diriNya sebagai Domba Allah untuk menggantikan kita yang berdosa. Sehingga tempat yang tadinya hanya bisa dimasuki oleh imam besar, itu menjadi tempat yang akhirnya terbuka, semua orang bisa masuk kedalamnya dan mengalami persekutuan dengan Bapa. Bait suci terbelah dua juga bisa dalam arti bahwa Yesus sendiri entering the divine presence, kita tahu bahwa Yesus sendiri itu adalah Imam Besar, dombanya yang dipersembahkan adalah diriNya sendiri, kalau dalam PL imam besar membawa domba untuk jadi korban. Ini mungkin gambaran yang compatible dengan gambaran Yesus masuk ke dalam kegelapan, satu sisi masuk ke dalam kegelapan, berani memasuki kehidupan manusia yang paling gelap, menjejaki setiap kehidupan manusia, lalu menguduskannya supaya Dia menyelamatkan kita, tapi sisi yang lain Dia juga sekaligus masuk dalam tempat yang paling suci, dimana hanya Allah yang berada di situ. Lalu kemudian Dia berseru dengan suara nyaring, apa maksudnya? Apa perlunya alkitab mencatat berseru dengan suara nyaring? Kita percaya waktu alkitab memberikan keterangan, kita bisa mengatakan tidak ada keterangan apa pun yang redundant, kalau kita bandingkan cara penulisan alkitab misalnya dengan tulisan novel zaman kuno, seperti novel zaman sekarang pasti banyak gambarannya, kalau seseorang dibunuh pasti akan didramatisisasi sedemikian rupa, bisa satu halaman menuliskan peristiwa pembunuhan itu, dituliskan apa pedangnya, setting-nya bagaimana, dst., pokoknya detail. Tetapi kalau kita membaca dalam alkitab, gambarannya itu minim sekali, tidak ada gambaran yang bertele-tele, menceritakan tentang setting dsb., alkitab seperti sangat kasar di dalam bagian itu, Agustinus mengatakan, waktu membandingkan dengan sastra-sastra latin kuno, dia mengatakan, bahasa alkitab ini kasar sekali, maksudnya adalah waktu kita membaca novel kan ada gambaran waktu musim semi daun-daun beterbangan, lalu rumput gambarnya lain lagi, waktu menggambarkan setting, itu membawa kita dalam suasana, atmosfir kan ya? Di dalam alkitab, hampir tidak ada bagian seperti itu, sehingga waktu alkitab mencatat sesuatu, misalnya dalam bagian ini, berseru dengan suara nyaring, ini ada satu message tertentu, bukan menggambarkan setting, karena alkitab tidak terlalu tertarik menggambarkan setting dsb., supaya membawa kita ke dalam imajinasi yang lebih dalam dsb., bukan itu, apalagi di dalam gambaran ini, narasi dalam kitab injil, kalau dalam kitab puisi ada kemungkinan lebih. Waktu dituliskan berseru dengan suara nyaring apa maksudnya? Kalau kita tafsir salah, kita berpikir bahwa Yesus ini temperamen kolerik, karena waktu mati Dia teriak seperti itu, begitu kan ya? Jadi mulai sekarang orang kristen kalau mau mati harus berteriak dengan suara nyaring supaya mengalami persekutuan dengan Yesus, alkitab tidak tertarik membicarakan temperamen seseorang. Dunia kita ini celebrating kolerik, sepertinya kalau orang yang tidak kolerik, itu jadi kurang manusia, celebrating orang-orang ekstrovert, yang berhasil itu adalah yang ekstrovert, yang introvert itu tidak ada tempat dan diantara yang ekstrovert itu adalah yang kolerik. Yang lebih menakutkan adalah perempuanperempuan juga berusaha untuk menjadi kolerik, supaya somehow keren, seperti dinilai berhasil oleh orang-orang yang ada di dalam dunia, lalu kita baca bagian ini, benar kan Yesus teriak dengan suara nyaring, pertanyaannya bagaimana dengan orang-orang yang tidak lagi sanggup untuk teriak di dalam saat-saat terakhir? Kalau begitu dia kurang mirip Yesus, kurang berhasil di dalam keyakinan imannya atau setiap orang percaya harus teriak dengan suara nyaring, bukan hanya dalam khotbah, tapi juga waktu mau mati, harus dengan suara nyaring, tidak boleh suara lembut? Ini tafsiran yang tidak terlalu berguna, lagi pula kalau kita mau mem-profile karakter dari Yesus agak susah juga kan ya? Yesus masuk temperamen apa sebetulnya? Kalau Abraham, Tim Lahaye mengatakan dia lebih cenderung plegmatik, Paulus lebih kolerik, Daud lebih melankolik dst., tetapi yang menarik dalam buku Tim Lahaye dikatakan, yang penting itu bukan partikularitas, keunikan temperamen seseorang, lalu kemudian berusaha menyeret semua orang seperti dia, tidak, tetapi bagaimana masingmasing temperamen itu dipenuhi oleh Roh Kudus dan tidak berubah temperamen, tidak. Abraham waktu dipenuhi Roh Kudus tetap orang plegmatik, tetapi plegmatik yang dipenuhi Roh Kudus, Allah tidak mengubah orang plegmatik setelah dipenuhi Roh Kudus menjadi kolerik, tidak, begitu juga dengan Paulus dll. Tetapi dunia kita ini mengajarkan sesuatu yang lain, dunia kita ini mengajarkan untuk saling mempengaruhi, temperamen mana itu GRII KG 772/811 (hal 2) kalau bisa ditekan menjadi lebih mirip dengan temperamen yang dianggap temperamen yang lebih kuat dan yang lebih kuat itu biasanya yang golongan ekstrovert itu. Kembali ke bagian ini, lalu apa artinya Yesus berseru dengan suara nyaring? Menyatakan bahwa Yesus waktu Dia mengatakan kalimat ini, “ya Bapa ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”, sekaligus menafsir, Dia berseru dengan suara nyaring yaitu bahwa kematianNya adalah kematian yang aktif yang dipersembahkan kepada Bapa, bukan kematian korban di dalam pengertian victim, bukan, tetapi a living sacrifice yang dipersembahkan kepada Bapa. Berseru dengan suara nyaring, ini bukan seseorang yang kelelahan penderitaan demikian hebat, di situ ya memang pasti sangat menderita, wajar juga kalau orang tidak punya kekuatan lagi untuk teriak dan berseru kan ya? Karena di situ memang terlalu sakit, tetapi waktu alkitab mencatat Dia berseru dengan suara nyaring, mengatakan bahwa Yesus mati terutama bukan karena penderitaan yang dialami di atas kayu salib itu, tetapi karena Dia memang mau menyerahkan nyawaNya kepada Bapa berseru dengan suara nyaring, bukan merupakan korban dari sakit penyakit, bukan merupakan korban dari tusukan paku itu, bukan korban dari pada fitnahan dan kekejian, kejahatan manusia, tapi karena memang dari beginning Dia mau menyerahkan nyawaNya untuk diserahkan kepada Bapa menjadi tebusan bagi banyak orang. Ini bukan berarti misalnya waktu kita bergumul dengan sakit penyakit suatu saat akhirnya kita bertemu dengan Tuhan, lalu terakhir kita harus teriak-teriak untuk menyatakan bahwa saya bukan korban penyakit, spiritnya bukan itu, tetapi bagaimana kita menjalankan kesaksian meskipun kita digerogoti oleh sakit penyakit, kita menyatakan kesaksian bahwa kita mati bukan karena itu, tetapi karena kita mengikut Tuhan, karena kita tetap setia, karena kita menjalankan kehendak Tuhan. Whether tanpa atau dengan penyakit kita mempermuliakan Tuhan, karena seperti Yesus Kristus kita menyerahkan kehidupan kita di dalam tangan Tuhan, bukan menjadi korban kejahatan yang ada di dalam dunia ini. Prinsip yang tidak kalah penting yaitu bahwa Yesus menyerahkan nyawaNya ke dalam tangan Bapa. Kita tahu Yesus mati di atas kayu salib untuk menebus kita yang berdosa, kalau begitu kematian Yesus kan sebetulnya untuk kita kan ya? Tetapi coba kita perhatikan di sini, ke dalam tangan Bapa Dia menyerahkan nyawaNya, Yesus tidak mengatakan, hai orang-orang berdosa untukmulah Kuserahkan nyawaKu, tidak, hai orang-orang pilihan, kepadamulah Kuserahkan nyawaKu supaya engkau ditebus, tidak ada seperti itu. Yesus mengatakan, ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu, ini prinsip yang penting sekali di dalam kehidupan kita, di dalam persembahan kita, di dalam cinta kasih kita secara horizontal, seperti cerita lima roti dan dua ikan, bagaimana anak itu juga menyerahkan kepada Yesus, kemudian Yesus yang memberkati, yang melipatgandakan, baru bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Apa yang terjadi kalau anak itu langsung membagi-bagikan kepada lima ribu orang? Pasti tidak ada artinya, mungkin malahan terjadi baku hantam, mungkin dia akan dikeroyok dan mungkin yang lima ribu orang juga akan gebuk-gebukan berebut lima roti dan dua ikan itu, karena orangnya terlalu banyak, itu sangat mungkin terjadi. Anak ini tidak menyerahkan kepada manusia, saudara dan saya juga tidak menyerahkan kehidupan kita kepada manusia yang mana pun, tetapi kita menyerahkan kepada Bapa, lalu kemudian Bapa yang menyerahkannya kepada manusia untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Yesus ini Tuhan loh, sebetulnya kalau Dia mau langsung menyerahkan kepada diriNya sendiri ya bisa, Saya menyerahkan kepada tangan Saya sendiri kok, kan Saya Tuhan? Tetapi di sini Dia memberikan satu model kepada kita, apa artinya hidup berkorban bagi sesama, berkorban bagi manusia, berkorban bagi orang lain, itu adalah satu kehidupan yang dipersembahkan kepada Tuhan, bukan dipersembahkan kepada manusia. Beberapa waktu lalu di NRECUS saya sempat jalan-jalan bersama Ev. Timothy di Seattle dan masuk ke Bill Gates foundation, resources-nya dalam gedung itu banyak sekali, kalau foundation itu memberikan uang, hampir tidak terbatas, tapi kemudian Ev. Timothy kasih komentar, termasuk orang-orang yang mau aborsi juga bisa apply di sini, kalau sudah dapat uang bisa aborsi. Diakonia sih diakonia, filantropis sih filantropis, memang betul, tetapi uang itu kemana? Uang itu untuk apa? Berapa banyak di dalam kehidupan kita, ternyata kita salah memberi, ini bukan discouragement saudara terus mulai berkata, mulai sekarang tidak usah diakonia, firman seperti ini yang saya tunggu-tunggu dari dulu, bukan itu maksudnya, tetapi maksudnya adalah GRII KG 772/811 (hal 3) seseorang yang tidak mempersembahkan kepada Tuhan, mempersembahkan kepada manusia, dengan bijaksana apa? Dengan spirit apa? Dengan pertimbangan apa? Akhirnya bukan saja hilang, tetapi bahkan bisa merusak, bukan jadi berkat bagi manusia. Tidak semua diakonia itu berkenan dihadapan Tuhan, bukan hanya diakonia, persoalannya bukan hanya uang saja, tidak semua pelayanan kita yang ditujukan kepada manusia, itu berkenan dihadapan Tuhan, kecuali pelayanan dipersembahkan dihadapan Tuhan. Ada perbedaan antara sekular humanisme dan christian humanisme (kalau tetap memakai istilah humanisme, christian humanism bukan secular humanism). Yesus menyerahkan nyawa kepada Bapa dan Bapa yang kemudian menggenapkan rencana keselamatan itu kepada banyak orang. Lalu Dia menyarahkan nyawaNya, kita membaca 47-49 bagaimana reaksi dari pada orang-orang disekitar situ terhadap kematian ini, intinya adalah di sini menjadi satu konfirmasi bahwa kematian Yesus ini dibenarkan oleh Allah, God vindication dan disaksikan, dikonfirmasikan oleh berbagai macam jenis orang, baik kepala pasukan yang mewakili gentiles, orang-orang Romawi, melihat apa yang terjadi, dia memuliakan Allah dengan mengatakan, “Sungguh orang ini adalah orang benar”. Lalu juga termasuk seluruh orang banyak, the crowd, the people, yang berkerumun di situ, nah ini mewakili pembaca, waktu membaca, menempatkan diri mereka di dalam diri orang banyak itu, yang seharusnya mengalami transformasi seperti mereka, orang banyak itu juga pulang sambil memukul-mukul diri sebagai tanda penyesalan bahwa mereka sudah melakukan sesuatu yang keliru, sesuatu yang salah. Tetapi termasuk juga mereka yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan, tidak terkecuali di situ, berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu, di dalam keadaan yang distance satu sisi, tetapi juga menyatakan kerendahan hati, menyaksikan semuanya itu, termasuk juga menyaksikan orang yang mengaku bersalah, sudah melakukan sesuatu yang keliru terhadap Yesus ini. Kalau kita melihat di dalam struktur ini, mirip sekali dengan struktur yang ada di dalam Mazmur, di dalam Mazmur kan ada teriakan doa, di dalam saat kesesakan, waktu orang mengalami penganiayaan, waktu orang mengalami evil dri pada orang-orang yang mengejar-ngejar dia, dsb., di situ ada doa supaya Tuhan vindicate, supaya Tuhan membenarkan, supaya Tuhan melakukan pembelaan terhadap the righteous one dan di sini Yesus mengalami vindication itu dari Bapa sendiri yang dinyatakan melalui orang-orang yang ada disekitarNya. Jangan lupa kalimat “Ya Bapa ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”, itu juga kalimat yang kita dapati di dalam Mazmur, di sini Yesus bukan mengutip, tetapi Mazmur itu adalah Mazmur Mesianik yang sebetulnya menuju kepada peristiwa ini dan peristiwa ini yang lebih asli, bukan Mazmur. Perikop berikutnya kita membaca tentang Yesus yang dikuburkan, menarik, di dalam bagian ini seperti seringkali kita katakan di dalam injil Lukas memang suka untuk mengambil struktur pembalikan, begitu kan ya? Inside orang-orang yang penting tapi di sini misalnya perempuanperempuan, mana murid-murid itu, yang kolerik-kolerik itu? Kemana mereka? Tetapi perempuan-perempuan yang ada di sini, lalu Lukas juga suka menggunakan anakanak, lalu gentiles, orang Samaria, orang kafir dsb., justru mereka yang lebih mengerti Kerajaan Allah, ini kan common di dalam injil Lukas? Tidak mengikuti kriteria atau tidak mengikuti klasifikasi yang dibangun oleh dunia ini, seperti Kerajaan Allah itu menjungkirbalikkan segala sesuatu kalau Tuhan mau bekerja, Dia bekerja menurut caraNya, tidak harus mengikuti seperti cara dunia ini. Waktu kita membaca dalam bagian ini, ini bagian penting yang menyatakan bahwa Lukas bukan berarti mau menggambarkan diskriminasi terhadap orang kayalah, laki-laki, anakanak atauYahudi dsb., bukan, karena kalau kita jatuh ke dalam tafsiran seperti itu, kita jadi lebih mirip teologi pembebasan, yang terlalu dipengaruhi oleh Marxisme, ada certain kebencian terhadap orang-orang yang sukses, orang-orang yang kaya dsb. Apa yang mau saya katakan? Kompleks waktu mengatakan gambaran antara miskin dan kaya, tidak sesimpel pokoknya orang yang kaya itu sudah pasti serakah, sudah pasti curang, pasti korupsi, sudah pasti pelit, sudah pasti evil, lalu yang miskin itu benar semua, tidak tentu dan alkitab waktu membicarakan gambaran seperti ini sebetulnya cukup fair, waktu mencatat ada seorang yang bernama Yusuf, dikatakan di situ dia adalah anggota dari majelis besar, ini jelas bukan orang biasa, yang pasti ini bukan orang miskin, bukan orang bodoh, dan juga bukan anak-anak, bukan perempuan, dan juga buka gentile. Lalu bagaimana gambaran ini? Alkitab mau menyatakan bahwa waktu Tuhan memakai seseorang, bukan berarti Tuhan tidak bisa pakai orang kaya, bukan berarti Tuhan tidak bisa pakai orang pintar, bukan berarti Tuhan tidak bisa pakai orang yang jabatan tinggi dsb., tidak. Tetapi kalau GRII KG 772/811 (hal 4) Tuhan mau pakai orang-orang seperti itupun orang-orang itu tidak akan mementingkan jabatannya, kekayaanya, kedewasaannya, kecanggihan ilmunya dsb., tidak. Kita harus menekankan bagian ini, karena kalau tidak nanti kita salah, seolaholah yang dipakai Tuhan itu selalu yang miskin, orang yang bodoh, semua laki-laki tidak ada yang dipakai oleh Tuhan, hanya perempuan yang dipakai oleh Tuhan, lalu orang dewasa juga tidak bisa dipakai karena Tuhan hanya bisa pakai anak-anak kecil. Kalau seperti ini Tuhan terkunci lagi, Tuhan menjadi Tuhan yang tidak berdaulat, Tuhan tidak bisa pakai orang pintar, harus pakai yang bodoh, berarti Tuhan sendiri terkunci dengan sistem itu, ini mungkin sistem marxisme tadi? Bagian ini adalah bagian yang penting untuk menyatakan bahwa Yusuf ini adalah seorang anggota majelis besar, tetapi Yusuf dari Arimatea ini kita tahu, dia tidak membanggakan keanggotaannya di dalam majelis besar ini, dignitasnya itu bukan disana dan karena itu juga dia adalah seseorang yang bisa dipakai oleh Tuhan, mau kaya, miskin, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, dewasa atau anak-anak, yang penting bagaimana berdiri dihadapan Tuhan dengan tidak ada apa-apa. Lalu membiarkan Tuhan bekerja, seperti Yusuf ini, dia bukan memakai koneksinya, memakai jabatannya, ok saya datang menghadap Pilatus dengan koneksi atau accessibility yang saya miliki dsb., bisa saja sih dia memakai itu, tetapi kalaupun Tuhan memakai karena memang Tuhan mau memakai, by the way yang anggota majelis besar itu kan bukan hanya Yusuf? Kenapa kalau Tuhan mau memakai, harus memakai dia? Juga tidak harus kan ya? Ada banyak anggota majelis yang lain, tidak harus Yusuf, tapi waktu Yusuf dipakai di sini, memang karena Tuhan yang berkasih karunia untuk memakai dia. Ada keindahan tersendiri di dalam pekerjaan yang dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea ini, saya tertarik dengan kalimat dalam ayat 53 akhir, waktu dikatakan, …… dimana belum pernah dibaringkan mayat, kalau kita selidiki secara pendekatan motif kritik, istilah “dimana belum pernah”, kita akan ketemu satu peristiwa lagi dengan kalimat “belum pernah” yaitu keledai yang ditunggangi Yesus. Yesus adalah yang pertama kali naik di atas keledai itu, tapi setting-nya try for entry, itu keren, mungkin kalau saya yang punya keledai, saya bisa koar-koar, itu keledai saya, Yesus pinjam dari saya, ini soalnya try for entry, try for entry masuk ke Yerusalem, semua orang tepuk tangan. Banyak orang mau mempersembahkan yang belum pernah dipakai di dalam try for entry, tapi di dalam saat seperti ini siapa yang mau resikonya? Lalu mayat lagi? Yesus sendiri juga sudah tidak bisa bicara? Dan tidak ada satu orang pun di situ yang berpikir bahwa Yesus akan bangkit lagi, tidak ada pengharapan itu? Sudah tidak ada lagi pengharapannya, semua sudah balik ke titik nol, lalu dia masih mempersembahkan yang belum pernah dipakai untuk membaringkan mayat, betapa dia sangat mengasihi dan menghargai Yesus, meskipun sudah jadi mayat, sebetulnya bukan Yesus lagi kan ya, itu mayat? Tetapi dia di tengah-tengah keadaan yang beresiko, dia mengambil keputusan itu dan tidak ada sorak-sorak, tidak ada try for entry, semua orang justru merasa kapok loh, berkoar-koar Mesias, akhirnya kamu sendiri mati, sebetulnya wajar saja kalau pengikut-pengikutNya semua meninggalkan Dia, meskipun tidak harus ikut menghujat, tapi kemudian memulai kehidupan yang baru. Tetapi Yusuf dari Arimatea tidak berhenti melakukan pengikutannya kepada Kristus di dalam saat-saat seperti ini. Ada banyak orang di dalam keadaan gereja maju, semuanya ingin pelayanan, semuanya ingin terlibat, begitu kan ya? Tetapi waktu di dalam bagian ini scratch, bagaimana? Saya sangat kagum dan terharu dengan kehidupan Lee Kwan Yew, despite dia punya banyak kelemahan, tapi dia adalah salah satu orang yang membangun mulai dari nol, dia hidup mengorbankan dirinya untuk membangun negara, despite dia punya segala kelemahan dan notably dia bukan kristen, yang ironis adalah banyak orang kristen itu hidupnya tidak tahu membagi untuk orang lain. Ada satu jemaat yang susah sekali diajak ketemuan selalu lembur, lembur, akhirnya saya bilang, ironis ya, di dalam hari-hari dimana kita semua mengenang Lee Kwan Yew yang menyerahkan kehidupannya, ada kutipan yang tekenal yang suka dipajang, “at the end of the day, what do I get? Dia bilang, a successful Singapore, what do I given up? My life, dia mengorbankan dirinya, dia bisa membangun tempat kotor jadi kota metropolis yang terkenal. Tetapi sekarang, orang-orang yang kerja di Singapore tidak punya waktu untuk sesamanya, karena harus lembur, lembur dsb., ini bukan salah Lee Kwan Yew, bukan. Manusia itu selalu ada pilihan, kalau ditanya at the end of the day, what do I get? Jawabannya adalah a successful personal career and high salary, what did you give up? Jawabannya adalah human relationship, family, smile to my fellow neighbors, dsb., itu semua yang saya korbankan demi untuk mendapatkan successful career. Cerita ini GRII KG 772/811 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (59) Ekspositori Injil Lukas (59) ironis di tengah-tengah keadaan menyaksikan kehidupan dan bukan kristen yang membagikan dirinya, lalu ada orangorang kristen, jemaat kita lagi yang tidak bisa membagi waktunya untuk orang lain. Sedih sekali melihat gambaran seperti ini, yang mana lebih mirip Yesus? Sebetulnya kita orang-orang reformed ini atau Lee Kwan Yew? Kembali kebagian ini, Yusuf Arimatea adalah seseorang yang berani mengorbankan dirinya dari keadaan yang nol, bukan di dalam keaadan yang dia tahu, kalau saya invest di sini ya, saya akan untung, karena saya melihat ada potensi, di sini tidak ada potensi, karena Yesus bangkit juga tidak ada potensi, tidak ada yang tahu potensi itu. Yang tahu hanya dari perspektif surga, meskipun Yesus sudah mengatakan, tetapi tidak ada satu pun yang mengerti, tidak ada satu pun yang menangkap bahwa Yesus betul-betul akan bangkit, orang hanya berpikir general resurrection, seperti Marta, ya Tuhan aku tahu bahwa Dia akan bangkit pada hari kebangkitan, ya semua orang memang akan bangkit. And yet dia tetap memberikan yang terbaik kepada Yesus, di dalam bukit batu dimana belum pernah dibaringkan mayat. Kita melihat kesaksian yang indah dari macam-macam orang yang dicatat di dalam alkitab, kita kagum dengan para rasul seperti Yohanes, Petrus, Yakobus atau Paulus dsb., tetapi ada saat-saat dimana mereka absen, nah orangorang yang kurang besar ini katakanlah seperti penjahat yang diselamatkan itu, perempuan-perempuan ini, lalu termasuk juga Yusuf Arimatea, yang memang tidak bisa dibandingkan dengan para rasul seperti Petrus dll. Tetapi justru di dalam saat-saat ini Tuhan memakai orang-orang seperti ini dan kemudian seperti melampui semua yang lain, mana Petrus di sini dengan pengorbanannya? Mana Yohanes? Mana yang lain? Tapi Yusuf Arimatea yang memang kita tahu namanya, tetapi juga tidak terkenal banget, lalu memberikan satu gambaran, fase tersendiri untuk menjadi satu pengajaran yang kita tidak temukan di dalam tulisan Petrus, Yohanes atau yang manapun di dalam cerita ini? Berani untuk mempersembahkan yang terbaik kepada Yesus di dalam satu keadaan yang dia tidak bisa lihat ada potensi apa? Investasi tidak jelas, karena memang dia juga bukan berpikir secara investasi, ini bukan investasi, ini adalah satu dedikasi, mau balik atau tidak balik, memang didedikasikan kepada Tuhan kok? Waktu anak kecil, itu mempersembahkan kepada Tuhan, dia kan juga tidak berpikr, habis ini harus dilipatgandakan ya Tuhan? Dan make sure saya sendiri juga harus dapat, saya sendiri harus kenyang, jadi yang kenyang bukan hanya mereka, tidak ada pikiran seperti itu di dalam diri si anak kecil. Yang dia tahu adalah pokoknya diberikan kepada Yesus, setelah itu tidak tahu apa yang terjadi, mungkin Yesus akan makan sendiri bersama dengan muridNya? Tidak apa-apa juga sih dia berpikir seperti itu, memang saya bisa makan lain kali, itu yang namanya pengorbanan, bukan pikiran bagaimana saya memberi kemudian mendapatkan lagi 10 kali atau 100 kali, itu pikiran investasi, bukan pikiran persembahan kepada Tuhan. Perempuan-perempuan itu, merekalah yang berbagian dalam cerita kematian Yesus, bahkan di dalam cerita penguburan Kristus dan kalau kita membaca tentang cerita kebangkitan, mereka juga yang berbagian pertama di dalam cerita kebangkitan. Orang-orang yang menyaksikan kematian Kristus, perempuanperempuan ini, peristiwa mayatNya dikuburkan, waktu kebangkitan terjadi, orang-orang ini juga yang terlebih dahulu diberikan hak istimewa untuk memberitakan kebangkitan Yesus, bahkan kepada murid-murid yang paling penting seperti Petrus dan Yohanes. Mereka yang menabur dengan air mata, mereka yang menuai dengan sukacita, sukacita kita itu kurang penuh karena kita kurang menabur dengan air mata, sehingga waktu sukacita terjadi, kita tidak bisa terlalu bersukacita, karena tidak berbagian di dalam air matanya, makanya tidak bisa sukacita. Spiritualitas Sabat, di sini Lukas sangat hati-hati waktu menuliskan, penting sekali untuk Lukas bahwa murid-murid Yesus itu bukan pelanggar Taurat, mereka observing Sabat, mereka mengerjakan semuanya itu selagi hari Sabat belum datang, tetapi waktu Sabat, mereka beristirahat menurut hukum Taurat. Di dalam kehidupan kita ada saat-saat dimana segala sesuatu berantakan, pengharapan jadi tidak ada, lalu semua yang kita impikan, ternyata semua itu tidak bisa dicapai dan bahwa kita harus menghadapi realita yang pahit bahwa kita mengalami kegagalan, sakit penyakit, kebangkrutan dsb. Ada satu hal yang disediakan Tuhan di dalam saat-saat seperti ini, ini rutinitas yang sehat, yaitu waktu kita masih bisa tetap beribadah kepada Tuhan, mendengar firman Tuhan lagi, lalu memuji bersama dengan orang percaya, ini rutinitas yang sehat yang Tuhan sediakan. Karena dunia ini kan tidak terprediksi, tidak bisa diduga, semuanya naik turun, di dalam GRII KG 772/811 (hal 2) keadaan seperti ini, apa yang bisa menopang kita? Jawaban paling utama adalah Tuhan sendiri, tetapi juga Tuhan yang menyatakan diriNya secara khusus waktu kita menghampiri Dia pada hari Sabat, ini seharusnya menjadi penghiburan bagi kita. Bukan hanya saat duka, tetapi saat sukacita, Sabat ini juga yang memoderasi sukacita kita yang seringkali liar, terlalu sukacita sampai lupa diri, lalu masuk ke dalam spiritualista Sabat, ini membikin seperti poros. Rutinitas yang sehat, rutinitas yang diberikan Tuhan kepada kita, waktu kita terlalu senang, Tuhan memberikan kepada kita Sabat untuk beristirahat, waktu kita terlalu kerja karas, Tuhan memberikan kita Sabat untuk kita beristirahat, waktu kita terlalu susah, hidup terlalu tidak ada pengharapan, semuanya seperti berantakan, tidak seperti yang saya inginkan, Tuhan memberikan Sabat kepada kita. Kiranya Tuhan memberkati kita dan menolong kita untuk bisa memahami apa yang diajarkan di dalam firman Tuhan. Amin. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS) GRII KG 772/811 (hal 3)