sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXVI, Nomor 4, 2001: 33 - 41 ISSN 0216-1877 EKSPRESI FISION DAN KONSEKUENSINYA BAGI POPULASI FISIPARUS HOLOTHUROIDEA (ECHINODERMATA) oleh Pradina Parwati*) ABSTRACT EXPRESSION OF FISSION AND ITS CONSEQUENCES TO HOLOTHURIAN POPULATIONS. Unlike sexual reproduction which is universal, asexual reproduction of fisiparous species may not occur in certain habitats. Fission area tends to be spesific. Each species may need particular requirement of triggers, including failure of sexual recruitment. Active fission effects individual size of the populations while the population density remains stable. This paper presents expression of asexual reproduction by fission in fisiparous holothurians, the consequences of fission and several suggestion for future work in relation to potential of fission. PENDAHULUAN Aspidochirota, yaitu: Holothuria surinamensis Semper (CROIZER 1917), Holothuria parvula Salenka (KILLE, 1942; EMSON & MLASENOV, 1987), Holothuria atra Jager ( BONHAM & HELD 1963, HARRIOTT 1982, CONAND 1996), Holothuria edulis Lesson (HARRIOTT 1985, UTHICKE 1997) Holothuria leucospilota TOWNSLEY & TOWNSLEY 1973, CONAND et al. 1997), Stichopus chloronotus Brandt (UTHICKE, 1997, CONAND et al. 1998) Stichopus horrens (HARRIOTT 1980 dalam Smiley et al. 1998), dan Actinopyga difficilis Semper (DEICHMANN 1922); dan dua jenis dari bangsa Dendrochirota, yakni Cucumaria lactea dan Cucumaria planci Brandt (SMILEY Potensi regenerasi yang dimiliki anggota filum Ekhinodermata muncul dalam proses outotomi, termasuk "evisceration (membuang organ dalam ) sebagai mekanisme pertahanan diri (self-defense), dan fission (pembelahan ) sebagai mekanisme reproduksi aseksual. Hanya 3 kelas dari ekhinordemata Astroidea (kelompok binatang laut), Ophiuroidea (kelompok binatang mengular) dan Holothuroidea (kelompok teripang) yang melakukan reproduksi aseksual melalui fision (EMSON & WILKE 1980). Sampai saat ini, baru diketahui 10 species teripang yang bersifat fisiparus, yaitu species yang melakukan dua mekanisme reproduksi, aseksual dan seksual. Delapan diantaranya merupakan anggota bangsa 1) et al. 1988). DARSONO (1999) tidak memasukkan Cucumaria lactea, dan memasukkan Thelenota ananas ke kelompok fisiparus. Balitbang Biologi Laut, Puslitbang Oseanografi LIPI, Jakarta 33 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id DEICHMANN (1922) dan EMSON & WILKIE (1980) memberi batasan spesies fisiparous, yaitu jenis-jenis yang populasinya pernah ditemukan memperbanyak diri dengan cara membelah menjadi dua bagian secara alamiah, dan masing-masing belahan tumbuh menjadi individu yang normal. Batasan ini penting diberikan mengingat daya regenerasi Holothuroidea, untuk memulihkan luka atau mengganti bagian tubuh yang hilang sangatlah besar. Jika pembelahannya merupakan pembelahan buatan atau karena aktivitas predator, maka jenis bersangkutan tidak tergolong dalam kelompok fisiparus walaupun kedua belahan mampu tumbuh menjadi individu normal kembali. Thelenota ananas yang digunakan dalam percobaan REICHENBACH & HOLLOWAY (1990) merupakan salah satu contoh. Dalam percobaan pembelahan buatan, ternyata masing-masing belahan mampu tumbuh menjadi individu normal kembali. Namun demikian spesies ini tidak dimasukkan ke dalam kelompok fisiparus, karena belum ada populasinya di alam yang pernah diketemukan dengan reproduksi aseksual alamiah. Tidak seperti reproduksi seksual yang selalu hadir, reproduksi aseksual melalui fision pada kelompok teripang fisiparus, tidak muncul. Contoh, H. leucospilota di perairan pulau Heron, perairan barat Australia (FRANKLIN 1980) dan di perairan Hongkong (ONGCHE 1990) tidak dilaporkan melakukan fision, padahal populasinya di utara Australia, Darwin (PURWATI 2001) dan di pulau Reunion, Samudra Hindia (CONAND et al. 1997) diketahui melakukan fision. S. chloronotus di stasion Etang sale pulau Reunion hanya berbiak secara seksual, tetapi populasinya di stasiun Trou d'eau, juga di pulau Reunion (CONAND et al. 1998) dan beberapa lokasi di Great Barrier Reef, Australia (FRANKLIN 1980, UTHICKE 1970) bereproduksi secara aseksual. H.atra di Nanwan, Taiwan tidak menunjukkan adanya fision, padahal di Wanlitung yang berjarak hanya 20 mil dari lokasi pertama, fision merupakan strategi penting untuk mempertahankan populasinya (CHAO et al. 1993). Hingga saat ini, potensi fision (fissiparity) masih terus diteliti. Faktor-faktor lingkungan yang mendorong terjadinya reproduksi aseksual, dan statusnya sebagai suatu fenomena perkembangbiakan bagi populasi yang bersangkutan masih belum dapat diidentifikasi. Selain itu, aspek genetika mulai dirambah untuk membuktikan apakah ada perbedaan genotip antara species fisiparus yang melakukan fision dan yang tidak. Topik reproduksi aseksual dengan fision pernah dipublikasi oleh DARSONO (1999). Dalam tulisan tersebut dipaparkan proses pembelahannya dan karakterisktik individu-individu hasil aktivitas fision. Kompilasi dari berbagai laporan memperlihatkan bahwa posisi konstriksi yang merupakan area pemisahan (area fision) antara belahan yang membawa mulut dan belahan yang membawa anus cenderung spesifik. Pada jenis H. leucospilota, area fisionnya sekitar 1/ 3 - 1/4 dari ujung mulut (PURWATI 2001, TOWNSLEY & TOWNSLEY 1973, CONAND et al. 1997). Area fision H. atra dilaporkan 44% dari ujung mulut (CHAO et al. 1993), dan pada H. parvula (KILLE 1942) dan H. surinamensis (CROZIER 1917), fision membagi tubuh induk menjadi dua sama besar. Proses fision pada Stichopus chloronotus yang dinding tubuhnya mudah sekali meluruh (disintegrating) jika mendapat gangguan, berbeda dari spesies lain yang melakukannya dengan "constriction" dan twisting". Pada Stichopus chloronotus, area fision yang terletak lebih ke arah anus melunak dan berubah menjadi semi cair. Kemudian bagian mulut bergerak menjauhi bagian anus hingga kedua bagian berpisah. Proses ini hanya memerlukan waktu 5 menit (UTHICKE 2001b). 34 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Gambar 1. Holothuria leucospilota dalam proses pembelahan, menunjukkan bagian yang akan menjadi individu anterior (a) dan bagian yang akan menjadi individu posterior (p) Gambar 2. Individu Holothuria leucospilota di dalam aquarium yang menunjukkan belahan anterior (a) dan belahan posterior (p), N adalah individu normal. 35 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Fision juga berarti peremajaan (rejuvenite) (EMSON & WILKIE, 1980) dengan cara mengganti atau menumbuhkan kembali bagian-bagian tubuh yang hilang. Kemampuan pulih menjadi individu normal dapat berbeda antara belahan mulut dan belahan anus. Belahan posterior tubuh H. atra di perairan Nanwan, Taiwan (CHAO et al. 1993) dan S. chloronotus di perairan Tru d'eau, pulau Reunion (CONAND, et al 1998) dilaporkan memiliki survival (lolos hidup) yang lebih tinggi dari belahan anteriornya. Hal ini cendrung juga terjadi pada bagian posterior H. leucospilota (CONAND et al. 1997, PURWATI2001), dengan sebab yang mungkin berbeda. Pada species yang terakhir, dalam kondisi tubuh normal, kaki-kaki tabung (pseudopodia) di sisi ventral (perut) posterior (belakang) tubuh setiap individu berpegangan pada substratnya untuk menghindari terbawa arus. Setelah pembelahan fision berlangsung, tingkah laku ini tetap bertahan, sehingga bagian posterior yang relatif berukuran besar dan memiliki kemampuan berpegang pada substrat, dengan sendirinya memiliki mekanisme yang membantu bertahan pada habitatnya. Sebaliknya, bagian anteriror selain berukuran lebih kecil sehingga menjadikannya sebagai sasaran predator yang mudah, juga tidak mempunyai kemampuan bertahan dari arus air. Kondisi ini mempertinggi kemungkinan gagal bertahan pada habitatnya. Pada H. parvula di perairan Bermuda, masing-masing bagian hasil fision tumbuh hampir bersamaan dan menjadi individu normal secara morfologis dalam waktu 3 minggu, atau sampai mulai makan dalam waktu 2 bulan (KILLE 1942, EMSON & MLADENOV 1987). Sedangkan S. chloronotus memerlukan 3 bulan untuk beregenerasi pada fision buatan (REICHENBACH & HOLLOWAY 1985). KARAKTERISTEK POPULASI TERIPANG FISIPARUS Species teripang fisiparus dengan aktivitas fision yang menonjol biasanya menghasilkan suatu populasi dengan ukuran individu yang relatif kecil, dengan densitas yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan populasi lain (dari species yang sama) yang tidak melakukan reproduksi aseksual dengan fision. Penjelasan yang bisa diberikan adalah karena fision membagi satu individu besar menjadi dua individu yang kecil-kecil. Karena pertumbuhan teripang yang relatif lambat, maka diperlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran besar. Padahal fision berjalan terus. Aktivitas reproduksi aseksual ternyata tidak memperbesar ukuran populasi yang bersangkutan (CHAO et al., 1993, CONAND et al. 1997, 1998 UTHICKE et al. 1998, UTHICKE 2001a). Karena, seperti halnya reproduksi seksual, aktivitas fision dilakukan untuk mempertahankan jumlah optimal i n d iv id u s e s u a i d e n g a n d a y a d u k u n g habitatnya. Rekruitment (penambahan jumlah individu dalam populasi) dilakukan sebagai usaha alamiah populasi untuk mengganti individu yang hilang. Karena ukuran yang relatif lebih kecil inilah maka jumlah individu per satuan areanya lebih tinggi, dibandingkan kalau individunya berukuran besar. Hal ini berhubungan dengan daya dukung habitat terhadap biomassa populasi. Ciri khas populasi fisiparus seperti di atas dicontohkan oleh beberapa species berikut. Populasi fisiparus H. leucospilota di perairan Darwin, Australia (PURWATI 2001) memiliki ukuran individu maksimum 400 gram dengan densitas 0.05-0.29 individu/m2. Di pulau Reunion Island, Samudra Hindia, individu H. Leucospilota lebih padat, 0.5-1.2 individu/m2 (CONAND et al. 1997). Relativitasnya bisa dibandingkan dengan 36 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id populasi lain dari jenis yang sama, yang hanya berbiak secara seksual, seperti yang hidup di pulau Heron, Great Barrier Reef, Australia barat, dengan ukuran individu mencapai 101200 gram dan densitas 0.03-0.26 individu/m2 (FRANKLIN 1980). Populasi H.atra yang bereproduksi secara aseksual yang hidup di perairan Wanlitung, Taiwan (CHAO et al. 1993) dan di terumbu bagian belakang pulau Reunion, Indo Pasifik tropis (CONAND 1996), terdiri dari individu-individu yang berukuran lebih kecil (kurang dari 190 gram dengan densitas 0.98 individu/m2, dan 150 gram dengan densitas 4/m2) jika dibandingkan dengan populasi H.atra dari Nanwan, Taiwan yang hanya berbiak secara seksual (351-1400 gram dengan densitas 0,0024 individu/m2). Individu dari populasi S.chloronotus yang diteliti di terumbu karang bagian belakang pulau Reunion (CONAND et al. 1998) dan di beberapa lokasi di Great Barrier Reef (FRANKLIN 1980, UTHICKE 1997) juga menampakkan fenomena yang sama, dengan perbandingan dari spesies yang sama yang hidup di terumbu karang pulau Reunion bagian luar (CONAND et al. 1998). Fision yang terjadi di suatu habitat diperkirakan karena dirangsang oleh faktorfaktor eksternal tertentu. Namun hingga saat ini, belum ada determinasi faktor lingkungan yang mana yang mampu memunculkan potensi reproduksi aseksual suatu populasi fisiparus. Berbagai faktor eksternal yang diduga berperan atau turut mendorong terjadinya fision, seperti panas langsung dan lamanya penyinaran matahari yang lebih besar dari periode-periode yang lain setiap tahunnya, surut yang ekstrim yang mengakibatkan dedikasi, perubahan salinitas maupun suhu air serta ketersediaan makanan yang berlebihan melalui proses eutrofikasi (CHAO et al. 1993, CONAND 1998, UTHICKE 1997), tampaknya bekerja secara lokal dan spesifik. Fision pada H.atra di perairan pulau Heron diperkirakan dipacu oleh radiasi matahari yang lebih kuat dari biasanya, yang terjadi pada periode dimana surut air laut mencapai puncak terendah (CONAND 1998). Kondisi seperti ini didukung oleh CHAO et al. (1993). Namun, faktor luar seperti ini tidak berlaku untuk populasi fisiparus H.atra lainnya di pulau Reunion, karena populasi ini hidup di zona subtidal (CONAND 1996), juga tidak berlaku untuk populasi fisiparus dari spesies lain, H.edulis, yang hidup di kedalaman 12-15 m (UTHICKE 1997). Melihat apa yang sudah dilaporkan oleh para peneliti, faktor luar yang mendorong terjadinya fision ada kemungkinan unik bagi setiap species. H.leucospilota dan S.chloronotus dari habitat yang sama di pulau Reunion, hanya S.chloronotus yang bereproduksi secara asexual (FRANKLIN 1980). H. atra, H.leucopilota dan S.chloronotus yang berbagi habitat di perairan pulau Fanning, Papua New Guinea, hanya H.leucospilota yang teramati melakukan fision (TOWNSLEY & TOWNSLEY 1973). Demikian juga H.atra dan H.leucospilota yang hidup bersama di Rongelap atoll, hanya H.atra yang melakukan fision (BONHAM & HELD 1963). Pengamatan pada tiga spesies yang melakukan fision di habitatnya menunjukkan hal yang sama ketika mereka dipelihara di aquarium. Ternyata H.atra tidak melakukan fision, sedangkan H.edulis dan S.chloronotus mengalami fision yang kemudian diasumsikan bahwa H.atra memerlukan aksi arus dan pasang surut untuk merangsang reproduksi aseksualnya (UTHICKE 1997). Selain itu, reproduksi seksual yang gagal karena ketidak-berhasilan larva dan/juvenile bertahan hidup karena suatu hal, mungkin saja bisa merangsang individuindividu dalam populasi untuk berbiak secara aseksual. Dengan demikian, fission dirangsang secara tidak langsung oleh faktorfaktor lingkungan yang menghambat recruitmen seksual. 37 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id F1SION vs REPRODUKSI SEKSUAL Penghambatan reproduksi seksual karena aktivitas fision mungkin juga terjadi secara langsung' individu-individu yang memiliki gonad matang ternyata juga membelah diri, seperti pada H.leucospilota di perairan Darwin, sehingga kegagalan pemijahan (pengeluaran telur dan sperma matang) terjadi. Belum diketahui apakah ini juga terjadi pada populasi atau spesies yang lain. Seperti halnya reproduksi seksual, reproduksi aseksual melalui fision dapat terjadi secara musiman atau sepanjang tahun. H.atra di perairan Wanlitung, Taiwan dan di terumbu karang belakang pulau Reunion melakukan reproduksi aseksual sepanjang tahun dengan aktivitas tertinggi pada saat suhu rata-rata air laut mencapai maksimum. Aktivitas maksimum fision terjadi pada periode yang sama dengan reproduksi seksualnya (CHAO et al. 1994, CONAND 1996). Di empat terumbu karang Great Barrier Reef, belahan selatan bumi, spesies ini melakukan fision secara musiman, yang juga bersamaan dengan periode reproduksi seksual (UTHICKE 1997). S.chloronotus di perairan subtropis dan tropis di belahan bumi selatan, berbiak secara aseksual hanya pada musim dingin (FRANKLIN 1980, CONAND et al. 1998), setelah masa reproduksi seksual selesai (UTHICKE 1997). Reproduksi aseksual pada H.leucospilota di perairan tropis Darwin dilakukan sepanjang tahun, dan ada tendensi memuncak pada bulan Januari-April, sementara reproduksi seksual hanya terjadi sekali setahun, dalam rentang waktu yang sangat sempit di bulan April (PURWATI 2001). Sampai saat ini belum ada penelitian lain yang berhubungan dengan siklus reproduksi aseksual pada spesies ini. Reproduksi aseksual dengan fision pada spesies teripang fisiparus belum terlihat memiliki pola sebaran tertentu. Untuk melihat kecenderungan sebaran geografis dan kedalaman habitatnya, masih diperlukan lebih Di beberapa habitat, fision dianggap lebih efektif untuk mempertahankan ukuran populasi, jika dibandingkan dengan peran reproduksi seksual. Hal ini didukung oleh fakta yang teramati bahwa fenomena fision muncul terutama di habitat yang tidak mendukung bagi keberhasilan 'recruitment' seksual (CHAO et al. 1993, JAQUEMET et al. 1999). Fenomena yang ditemui pada populasi fisiparus, gonad umumnya tetap berkembang (PURWATI 2001, CONAND 1997, 1998, UTHICKE 1997). Sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan 'recruitment' seksual terjadi bukan pada perkembangan gonadnya atau gametnya, tetapi mungkin terjadi pada fertilisasi yang gagal, larve atau juvenil yang tidak berkembang normal karena substrat yang berubah/rusak atau makanan yang tidak mencukupi, juga mungkin karena kehadiran predator larva dan juvenil. Sebaliknya, recruitment melalui fision menghasilkan individuindividu baru yang telah beradaptasi dengan lingkungannya, terbebas dari periode kritis yang dialami semasa larva dan juvenile, dan terhindar dari kemungkinan terbawa arus. Selain sebagai mekanisme mempertahankan populasi yang efektif, aktivitas reproduksi aseksual dengan fision juga dianggap bisa menghambat atau menurunkan kapasitas reproduksi seksual (CONAND 1996, HARRIOTT 1985). Hal ini mungkin saja terjadi karena fision mengurangi ukuran individu, dan individu yang kecil memiliki gonad yang relatif kecil juga, sehingga produksi garnet berkurang. Dampaknya adalah terjadinya penurunan kesempatan bertemunya telur dan sperma di kolom air. Alasan ini sebenarnya masih berupa teori, apakah populasi yang terdiri dari individu berukuran besar tetapi berjumlah sedikit, lebih efektif dalam pembiakan seksual dari pada populasi yang terdiri dari individu berukuran kecil tetapi dalam jumlah banyak. 38 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id banyak lagi lokasi populasi yang melakukan reproduksi aseksual. Perairan Indonesia sangat potensial dijadikan area survei, untuk melihat apakah ada variasi antar populasi suatu spesies teripang fisiparus yang hidup di perairan tropis. akan mempersempit area pencarian. Tiga diantara 10 jenis teripang yang fisiparus merupakan jenis yang dieksploitasi dan ada kecenderungan terjadi penurunan stok alamnya, seperti yang terjadi di perairan Thailand (BUSSARAWIT & THONGTHAM 1999), Philipina (AKAMINE 2000) dan Indonesia (DARSONO & AZIZ, 2001). Potensi reproduksi aseksualnya hingga saat ini belum pernah di pelajari untuk tujuan pemeliharaan atau pemulihan stok. Percobaan-percobaan yang mengarah ke penggunaan fision sebagai teknik propangasi aseksual akan menjadi suatu upaya baru dalam memelihara stok teripang di alam, disamping penerapan management yang sesuai. INFORMASI YANG MASIH DIBUTUHKAN Ketersediaan peta sebaran geografis dan kedalaman populasi fisiparus teripang akan sangat membantu memahami fenomena fision. Peta ini akan memberikan gambaran apakah ada kaitan antara fisipariti dengan posisi berdasarkan garis lintang, atau kedalaman. Ini membutuhkan lebih banyak lagi daftar populasi yang fisiparus. Selain itu, pengetahuan genetika dapat membantu apakah fisipariti ini berhubungan dengan genotip, atau hanya merupakan suatu potensi yang kemunculannya dipengaruhi atau tergantung pada faktor alam tertentu. Reproduksi aseksual yang dilakukan sepanjang tahun seperti halnya H.leucospilota di perairan Darwin memberi gambaran bahwa stimulus yang berasal dari faktor eksternal selalu tersedia. Apakah benar keberhasilan reproduksi seksuallah yang menghambat kemunculan reproduksi aseksual? Sejauh yang bisa ditelusur, belum ada penelitian laboratorium yang bertujuan melihat kecepatan regenerasi individu hasil fision, maupun untuk memilah faktor eksternal yang mana yang dibutuhkan suatu populasi fisiparus untuk bereproduksi secara aseksual. Percobaan dengan memindahkan individu dari populasi fisiparus ke populasi (dari spesies yang sama) yang hanya bereproduksi seksual saja, atau sebaliknya, akan membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang menstimulir fision. Selain iru, percobaan laboratorium dengan variasi perlakuan seperti suhu, salinitas, kuat cahaya dan lamanya penyinaran UC APAN TEREMAKASIH Topik tulisan ini merupakan sebagian dari pembahasan dalam skripsi untuk meraih jenjang M.Sc. dengan dukungan finansial dari ADPAusAID. Saya mengucapkan terimakasih kepada kedua supervisor, Dr. Jim Luong-van dan Dr. Michel Guinea dari Northern Territory University, Darwin, atas kesabaran dan pengertian mereka selama masa studi. DAFTAR PUSTAKA AKAMINE, J. 2000. Sea cucumbers from the coral reef to the world market. In. Bisayan knowledge, movement & identity (Ushijima, I. & C.N. Zayas eds.). Quezon city, The Philippines: 223-244. BONHAM, K. & HELD, E.E. 1963. Ecological observation on the sea cucumbers Holothuria atra and Holothuria leucospilota at Rengelap Atoll, Marshall Islands. Pacific Science 17: 309-314. 39 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id BUSSARAWIT, S. & THONGTHAM, N. 1999. Sea cucumber fisheries and trade in Thailand. Proc. International Conference: The conservation of sea cucumbers in Malaysia, their taxonomy, ecology and trade. Kuala Lumpur. Malaysia: 26-36. CROZIER, W. J. 1917. Multiplication by fission in holothurians. The American Naturalist 51: 560-566. DARSONO, P. 1999. Reproduksi a-seksual pada teripang, Oseana 24 (2): 1-11. DARSONO, P. & AZIZ, A. 2001. Fauna ekhinodermata dari daerah terumbu karang pulau-pulau Derawan, Kalimantan Timur. Pesisir dan Pantai Indonesia VI: 213-225. CHAO, S.-M, CHEN, C.-P. & ALEXANDER, P.S. 1993. Fission and its effect on population structure of Holothuria atra (Echinodermata: Holothuroidea) in Taiwan. Marine Biology 116: 109115. DEICHMANN, E. (1922). On some cases of multiplication by fission and of coalescence in holothurians, with notes on the synonym of Actinopyga parvula (Selenka). Papers from Dr. Th. Morthensens's Pacific Expedition 19: 14-16. CHAO, S.-M., CHEN, C.-P. & ALEXANDER, P.S. 1994. Reproduction and growth of Holothuria atra (Echinodermata: Holthuroidea) at two contrasting sites in Southern Taiwan. Marine Biology, 119:565-570. EMSON, R.H. & WILKIE, I.C. 1980. Fission and autotomy in echonoderms. Oceanography Marine Biology Annual Review 18: 155-250. CONAND, C. 1996. Asexual reproduction by fission in Holothuria atra: variability of some parameters in populations from the tropical Indo-Pacific. Oceanologia Acta. 19 (3-4): 209-216. EMSON, R.E. & MLADENOV, P.V. 1987. Studies of the fissiparous holothurians Holothuria parvula (Selenka) (Echinodermata: Holothurioidea). Journal of Experimental Marine: Biology and Ecology III: 159-211. CONAND, C, MOREL, C. & MUSSARD, R. 1997. A new study of asexual reproduction in holothurian : fission in Holothuria leucospilota populations on Reunion Island in the Indian Ocean, SPC Beche-de-mer Information Bulletin 9: 5-11. FRANKLIN, S.E. 1980. The reproductive biology and some aspencts of the population ecology of the holothurians Holothuria leucospilota (Brand) and Stichopus chloronotus (Brandt). Phd. Thesis, University of Sydney. CONAND, C, ARMAND, J., DIJOUX, N. & GARRYER, J. 1998. Fission in a population of Stichopus chloronotus on Reunion Island, Indian Ocean. SPC Beche-de-mer Information Bulletin 10: 15-23. HARRIOTT, V J. 1982. Sexual and asexual reproduction of Holothuria atra, Jaeger at Heron Island Reef, Great Barrier Reef. Mem. Australian Museum 16: 5366. 40 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id HARRIOTT, V.J. 1985. Reproductive biology of three congeneric sea cucumber species, Holothuria atra, H. impatiens, H. edulis, at Heron Reef, Great Barrier Reef Australian Journal of Marine and Freshwater Research 36: 51-57. REICHENBACH, N, NISHAR, Y. & SAEED, A. 1996. Species and size-related trends in asexual propagation of commercially important species of tropical sea cucumber (Holothuroidea). Journal of the World Aquaculture Society 27 (4): 475482. JAQUEMET, S., ROUSSET, V. & CONAND, C. 1999. Asexual reproduction parameters and the influence of fission on a Holothuria atra sea cucumber population .from a fringing reef of Reunion Island (Indian Ocean). SPC beche-de- SMILEY, S., MCEUEN, F.S., CHAFFEE, C. & KRISHNAN, S. 1988. Echinodermata: Holothuroidea. In: Reproduction of Marine invertebrates (Arthur, G.C., ed.). Academic Press, New York: 663-749. mer Information Bulletin 11: 13-18. KILLE, F.R. 1942. Regeneration of the reproductive system following binary fission in the sea cucumber, Holothuria parvula (Selenka). Biology Bulletin 83: 55-66. TOWNSLEY, SJ. & TOWNSLEY, M.P. (1973). A preliminary investigation of biology and ecology of the holothurians at Fanning Island. Hawaii Institute of Geophisics. University of Hawaii: 173186. ONGCHE, R.G. 1990. Reproductive cycle of Holothuria leucospilota Brandt (Echinodermata: Holothuroidea) in Hongkong and the role of body tissue in reproduction. Asian Marine Biology 1: 115-132. UTHICKE, S. 1977. Seasonality of asexual reproduction in Holothuria (Halodeima) atra, H.edulis and Stichopus chloronotus (Holothuroidea: Aspidochirotida) on the Great Barrier Reef. Marine Biology 129: 435-441. PURWATI, P. 2001. Reproduction in a fissiparous holothurian species, Holothuria leucospilota Clark 1920 in tropical waters of Darwin, Northern Territory, Australia, M.Sc. Thesis. Northern Territory University, Darwin : 139 pp. UTHICKE, S. 2001a. Influence of asexual reproduction on the structure and dynamics of Holothuria (Halodema) atra and Stichopus chloronatus populations of the Great Barrier Reef. Marine Freshwater Research 52 (2): 205-215. REICHENBACH, N. & HOLLOWAY, S. (1995). Potential for asexual propagation of several commercial important species of tropical sea cucumber (Echinodermata) Journal of the World Aquaculture Society 26 (3): 272-278. UTHICKE, S. (2001b). The process of asexual reproduction by transverse fission in S.chloronotus (greenfis). SPC Bechede-mer Information Buletin 14: 23-25. 41 Oseana, Volume XXVI no. 4, 2001