BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa yunani “bacterion” yang berarti batang
atau tongkat. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu, tubuhnya bersifat prokariotik yaitu tubuhnya terdiri
atas sel yang tidak mempunyai pembungkus inti. Bakteri begitu kecil maka hanya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri adalah yang paling
berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di
tanah, air dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan
bakteri (Pratiwi, 2008).
2.1.1 Morfologi Bakteri
Pada umumnya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh
bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran
1000 X atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah mikrometer atau mikron.
Satu mikron sama dengan 1/1.000 milimeter. Lebar tubuh umumnya antara 1
sampai 2 mikron sedang panjangnya antara 2-5 mikron (Waluyo, 2007).
Ciri khusus sel bakteri akan terungkap bila perbandingan antara luas
permukaan terhadap volumenya dihitung. Bagi bakteri nilai ini sangat tinggi
dibandingkan dengan mikroorganisme yang lebih besar. Dari segi praktis hal ini
berarti bahwa isi suatu sel bakteri menjadi terbuka terhadap batas permukaan
antara dinding sel dan nutrien disekitarnya. Sifat inilah yang merupakan salah satu
penyebab tingginya laju metabolisme dan pertumbuhan bakteri (Pelczar, 2008).
5
6
Beberapa bentuk dasar bakteri yaitu bulat (coccus), batang atau silinder
(bacillus) dan spiral yaitu bentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar
(Pratiwi, 2008).
Gambar 1.
Bentuk-bentuk bakteri
1.
Kokus (coccus)
Kokus adalah bakteri yang mempunyai bentuk bulat seperti bola-bola
kecil. Kelompok ini ada yang bergerombol dan yang bergandeng-gandengan
membentuk koloni. Berdasarkan jumlah koloni, kokus dapat dibedakan
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Monokokus (monococcus), bila kokus hidup menyendiri.
b. Diplokokus (diplococcus), bila kokus membentuk koloni terdiri dari dua
kokus.
c. Streptokokus (streptococcus), bila koloni berbentuk seprti rantai.
d. Stafilokokus (staphylococcus), bila koloni bakteri kokus membentuk
untaian seperti buah anggur.
e. Tetrakokus (tetracoccus), bila koloni terdiri dari empat kokus.
7
Gambar 2.
Bakteri stafilokokus dan bakteri streptokokus
2.
Basil (Bacillus)
Basil dari bacillus, merupakan bakteri yang mempunyai bentuk
tongkat pendek atau batang kecil dan silindris. Sebagian bakteri berbentuk
basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan dua-dua,
atau terlepas satu sama lain.
Gambar 3.
Bakteri yang berbentuk batang
3. Spiril (Spirilum)
Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbengkokbengkok seperti spiral. Bakteri yang berbentuk spiral sangat sedikit jenisnya.
Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil jika dibandingkan
dengan golongan basil dan golongan kokus (Pratiwi, 2008).
2.1.2 Struktur Sel Bakteri
Sel pada mikroba juga mempunyai ciri-ciri morfologis dan anatomi yang
unik dibandingkan dengan sel jasad hidup lainnya. sehingga bila membicarakan
8
sifat dan kehidupan sel mikroba harus merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Pada umumnya para ahli menggolongkan struktur sel bakteri menjadi
dinding luar, sitoplasma, dan bahan inti (Waluyo, 2007).
Gambar 4.
Struktur dasar sel bakteri
1.
Struktur Luar
a. Flagel atau bulu cambuk
Bakteri dapat bergerak kemana-mana dengan menggunakan flagel
(dari kata flagellum yang berarti bulu cambuk). Bakteri golongan kokus
tidak banyak bergerak. Golongan spiril banyak yang dapat bergerak,
karena mempunyai flagel pada salah satu atau kedua ujungnya. Golongan
basil yang dapat bergerak mempunyai flagel yang terbesar baik pada
ujung-ujung maupun pada sisi. Berdasarkan tempat kedudukan flagel
maka dapat diklasifikasikan sebagau berikut:
a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.
b) Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak.
c) Amfitrik, jika flagel yang melekat pada kedua ujung sel.
d) Feritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai kesisi-sisi sel.
9
Gambar 5.
Berbagai macam kedudukan flagel
b. Pili atau fimbriae
Pili merupakan benang-benang halus yang keluar atau menonjol dari
dinding sel, dan hanya diketemukan pada bakteri berbentuk batang bersifat
gram negative. Benang-benag halus tidak berlekuk-lekuk dan lebih halus
daripada flagel. Benang-benag disebut pili (pilus=rambut), dan jumlahnya
ratusan. Pili termasuk golongan protein yang disebut lektin, yang melekat
pada residu gula yang khusus pada polisakarida permukaan sel. sehingga
mempunyai kecenderungan saling melekat satu sama lain. Kemampuan
organisme tertentu seperti Neisseria gonorhoeae dan Escherichia coli yang
enterotoksigen menyebabkan keracunan dalam saluran usus halus.
Timbulnya penyakit ini berkaitan dengan fimbriae, karena adanya mutasi
yang menyebabkan hilangnya sifat virulen (keganasan) (Waluyo, 2007).
c. Kapsula atau lapisan lendir
Lapisan lendir menyelubungi dinding sel seluruh bakteri. Bila lapisan
lendir cukup tebal maka bungkus itu disebut kapsula. Lapisan lendir terdiri
atas karbohidrat. Pada spesies tetentu lendir itu juga mengandung unsure N
atau P. lendir ini bukan suatu bagian integral dari sel melainkan hasil
pertukaran zat. Kapsula berfungsi untuk melindungi sel terhadap kehadiran
10
faktor luar yang tidak menguntungkan, sedangkan bagi manusia
digunakaan untuk mengenal spesies yang berguna untuk identifikasi.
Kapsul bakteri penting artinya baik bagi bakterinya mapun bagi
organisme lain. Bagi bakteri, kapsul merupakan penutup lindung dan juga
berfungsi sebagai gudang makanan cadangan satunya (Pelczar, 2008).
d. Diding sel
Dinding sel bakteri merupakan struktur kompleks dan berfungsi
sebagai penentu bentuk sel, pelindundung sel dari kemungkinan pecah
ketika tekanan air didalam sel lebih besar dibandingkan diluar sel serta
pelindung isi sel dari perubahan lingkungan diluar sel. Dinding sel bakteri
tersusun dari peptidoglikan yang menyebabkan kakunya dinding sel.
Peptidoglikan merupakan polimer (molekul besar) yang terdiri atas
perulangan
disakarida
yang
tersusun
atas
monosakarida
N-
acetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic (NAM) (Pratiwi, 2008).
Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapisan
peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku, dan asam
teikoat (theichoic acid) yang mengandung alkohol (gliserol atau ribotol)
dan fosfat. Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam
terikoat dan karena hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan,
maka dinding sel bakteri gram negatif ini relatif lebih tahan terhadap
kerusakan mekanis.
11
Gambar 6.
Struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
2.
Susunan Dalam Sel Bakteri
a. Membran sitoplasma
Bagian ini merupakan bungkus dari sitoplasma, terletak dibagian
bawah dinding sel tetapi tidak terikat. Nama lain membran sitoplasma
adalah plasmolema atau lapisan hialin. Membran sitoplasma tersusun oleh
senyawa protein, lipida, serta asam nukleat. Membran sitoplasma yang
terdiri dari protein ini mudah sekali mengisap warna yang bersifat alkalis.
sifat selektif membran ini diperlukan sebagai merkanisme pengangkutan
nutrient dan sisa metabolisme yang dilakukan dengan bantuan enzim
permiase (Waluyo Lud, 2007).
b. Membran plasma
Membran plasma adalah struktur tipis yang terdapat disebelah dalam
dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Membran plasma berfungsi
sebagai sekat selektif material yang ada didalam dan diluar sel (bersifat
selektif permeabel bagi transfor material ke dalam dan ke luar sel).
Membran plasma juga berfungsi untuk memcah nutrien dan memproduksi
energi (Pratiwi, 2008).
12
c. Inti atau nucleus
Nucleus merupakan lokasi utama bahan genetic, dan berfungsi sebagai
pusat pengendalian sel. bakteri mempunyai inti yang terdiri atas AND
(asam deoksiribonukleat) atau DNA (deoxyribonucleic acid) dan ARN
(asam ribonukleat) atau RNA (ribonucleic acid). Inti dari dari bakteri tidak
mempunyai membran atau selaput inti. Inti yang tidak bermembran
inilahyang dinamakan prokarion, sedangkan inti yang bermembran disebut
eukarion (Waluyo, 2007).
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Bakteri
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau
masa zat suatu organisme. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih
diartikan sebagai pertumbuhan koloni yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran
koloni yang semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni
tersebut semakin banyak. pertumbuhan pada mikroorganisme lebih ditunjukan
oleh adanya peningkatan jumlah mikroorganisme dan bukan peningkatan ukuran
sel individu (Pratiwi, 2008).
Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri atau kondisi
untuk pertumbuhan optimum adalah (Anonim, 2010):
1. Suhu
Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 3 golongan:
a.
Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°30°C, dengan suhu optimum 15°C.
13
b.
Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15°-55°C,
dengan suhu optimum 25°-40°C.
c.
Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi
antara 40° - 75°C, dengan suhu optimum 50°-65°C.
2. Kelembapan
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kirakira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan
metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.
3. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet
dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat
menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya
terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan
bahan makanan.
Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi,
kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob
dan beberapa spesies dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri
dengan spora. Spora tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora.
Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali
mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif.
14
Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara
aseksual (vegetatif = tak kawin) dengan membelah diri. Pembelahan sel pada
bakteri adalah pembelahan biner yaitu setiap sel membelah menjadi dua.
Reproduksi bakteri secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan
bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau
rekombinasi DNA (Anonim, 2010).
Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (Pratiwi,
2008):
1.
Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja
dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.
Gambar 7. Transformasi
2.
Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri
lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus
bakteri).
Gambar 8. Transduksi
15
3.
Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung
melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua
sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.
Gambar 9. Konjugasi
2.1.4 Peranan Bakteri
2.1.4.1 Bakteri menguntungkan (Anonim, 2010)
1.
Bakteri pengurai
Bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang mati, serta
sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri tersebut menguraikan protein,
karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan
senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Oleh karena itu keberadaan
bakteri ini sangat berperan dalam mineralisasi di alam dan dengan cara ini
bakteri membersihkan dunia dari sampah-sampah organik.
2.
Bakteri nitrifikasi
Bakteri nitrifikasi adalah bakteri-bakteri tertentu yang mampu
menyusun senyawa nitrat dari amoniak yang berlangsung secara aerob di
dalam tanah. Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan
karena menghasilkan senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat.
Tetapi sebaliknya di dalam air yang disediakan untuk sumber air minum,
16
nitrat yang berlebihan tidak baik karena akan menyebabkan pertumbuhan
ganggang di permukaan air menjadi berlimpah.
3.
Bakteri fermentasi
Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang
berperan:
Tabel 2.1 Hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan (Pelczar, 2008)
No.
Nama produk
Bahan baku
Bakteri yang berperan
atau makanan
1.
Yoghurt
Susu
Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus
2.
Mentega
Susu
Streptococcus lactis
3.
Terasi
Ikan
Lactobacillus sp.
4.
Asinan buahbuah-buahan
Lactobacillus sp.
buahan
5.
Sosis
Daging
Pediococcus cerevisiae
6.
Kefir
Susu
Lactobacillus bulgaricus dan
Srteptococcus lactis
4.
Bakteri usus
Bakteri Eschereria coli hidup di kolon (usus besar) manusia, berfungsi
membantu membusukkan sisa pencernaan juga menghasilkan vitamin B12,
dan vitamin K yang penting dalam proses pembekuan darah. Dalam organ
pencernaan berbagai hewan ternak dan kuda, bakteri anaerobik membantu
mencernakan selusosa rumput menjadi zat yang lebih sederhana sehingga
dapat diserap oleh dinding usus.
2.1.4.2 Bakteri Yang Merugikan
Pada umumnya bahan makanan seperti telur, daging, sayuran dan buahbuahan akan sangat cepat membusuk kalau dibairkan/disimpan tanpa aturan.
Karena ligkungan dimana bahan makanan tersebut berada merupakan gudang
mikroba pembusuk bagi bahan makanan tersebut dengan mudah akan tercium bau
17
yang khas sehingga tidak mungkin untuk dikonsumsi. Adapun bakteri yang
merugikan yang merupakan bakteri penyakit asal makanan adalah:
1. Salmonella
Salmonella adalah ifeksi oleh bakteri genus salmonella yang menyerang
saluran gastroinintestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar.
Penjangkitan salmonella eksplosit. Salah satu bakteri gram negatif berbentuk
batang, tidak berbentuk spora dan bersifat patogen. Bakteri ini dapat tumbuh
baik pada suhu kamar 370C. Beberapa jenis salmonella dapat menyebabkan
infeksi makanan termasuk didalamnya adalah S. Enteritidis var thypimurium
dan varietas lainnya adalah S.Cholraesuis. Bakteri ini dapat menyebabkan
demam entrik contohnya adalah demam tifus yang disebabkan oleh S. Thypi
dan S. Pharatypi. Pangan yang sering tercemar oleh bakteri adalah ikan, susu
segar, es krim, coklat susu dan pangan yang dibuat dari telur ( Irianto, 2006).
2. Eschericia coli
E. coli adalah bakteri berbetuk batang, bersifat gram negatif, tidak
berkapsul dan tidak bergerak aktif. Eschericia coli umumnya diketahui terdapat
secara normal dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Eschericia coli yang
menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero Phatogenik Eschericia
Coli (EPEC) (Nurwantoro, 1997).
3. Staphylococcus aureus
Peracun makan yang umumnya terjadi karena termakannya toksin yang
dihasilkan oleh galur-galur toksigenetik. Staphylococcus aureus merupakan
bakteri gram positif, tidak dapat bergerak, tidak membentuk spora, selnya
18
berbentuk kokus (bulat). Staphylococcus aureus menghasilkan toksik yang
disebut enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan gastroenteristis.
Disamping cemaran oleh pangan seperti daging unggas , daging merah, ikan,
susu, namun organisme juga disebabkan dari orang yang mengelolah makanan
yang merupakan penular (Irianto, 2006).
Tabel 2.2 Penyakit yang akibatkan oleh bakteri (Pelczar, 2008)
No.
Nama bakteri
Penyakit yang ditimbulkan
2.2
1.
Salmonella typhosa
Tifus
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Shigella dysenteriae
Vibrio comma
Haemophilus influenza
Diplococcus pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis
Clostridium tetani
Neiseria meningitis
9.
10.
11.
12.
Neiseria gonorrhoeae
Treponema pallidum
Mycobacterium leprae
Treponema pertenue
Disentri basiler
Kolera
Influensa
Pneumonia (radang paru-paru)
TBC paru-paru
Tetanus
Meningitis (radang selaput
otak)
Gonorrhaeae (kencing nanah)
Sifilis atau Lues atau raja singa
Lepra (kusta)
Puru atau patek
Pengendalian Mikroba dan Jasad Renik lain (Syarief Rizal, 2003)
2.2.1 Pengaturan Kadar Air
Pengeringan bahan pangan sampai suatu tingkat kadar air atau aw yang
aman untuk disimpan sangat diperlukan. Menyimpan bahan pangan pada aw di
bawah 0,62 aman dari kemungkinan pertumbuhan jasad renik. Tindakan
pengendalian dengan cara pengemasan dan penyimpanan yang tepat ditujukan
untuk mempertahankan kadar air serta mencegah migrasi air dari suatu bagian ke
bagian lainnya.
19
2.2.2 Pengaturan Suhu
Untuk beberapa jenis bahan pengaturan suhu selama penyimpanan sangat
diperlukan. Penyimpanan dingin atau beku selain untuk pengendalian jasad renik
juga mencegah berbagai penyebab kerusakan lainnya. Suhu penyimpanan yang
digunakan tergantung pada jenis bahan pangan dalam hubungan jenis kerusakan
(mikroorganisme) yang dicegah.
2.2.3 Penggunaan Garam dan Gula
a. Garam
Penggaraman bahan pangan akan membatasi jumlah dan jenis jasad renik
yang dapat tumbuh. Hal ini juga dapat disebabkan karena pengurangan
aktivitas air bahan pangan disamping oleh garamnya itu sendiri. Penyimpanan
ikana asin pada kadar air 15% dengan kadar garam 5-20 % dapat
mempertahankan daya simpan hingga lebih dari 1 tahun. Beberapa jenis bakteri
yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi bahkan tidak dapat tumbuh bila
kadar garam pada bahan pangan kurang dari 10 %.
b. Gula
Fungsi pencegahan mikroba pada makanan yang mempunyai kadar gula
tinggi juga karena adanya penurunan aktivitas air. Bakteri tidak akan tumbuh
pada selai atau manisan. Pertumbuhan kapang baru akan terjadi bila aw
berkisar 0,7 atau lebih.
20
2.3
Analisis Kuantitatif
Mikroba dapat dijumpai pada berbagai jenis bahan makanan, baik
makanan yang berbentuk padat maupun makanan yang berbentuk cair. Untuk
mengetahui jumlah bakteri yang terkandung 1 gram sampel bahan makanan padat
atau 1 ml bahan makanan cair yang diperiksa, maka perlu dilakukan pengenceran
sampel tersebut. Hasil pengenceran ini kemudian diinokulasi pada medium
lempeng dan diinkubasikan. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni bakteri
dihitung dengan memperhatikan faktor pengencernya. Metode hitungan ini
didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang
menjadi satu koloni (Hastuti, 2012).
Analisis kuantitatif dapat dilakukan metode hitungan mikroskopik
langsung, metode cawan dan metode Most Probable Number ( MPN ), hitungan
mikroskopik sering digunakan untuk menguji bakteri dalam jumlah yang tinggi
(Widodo, 2006).
2.3.1 Hitungan Mikroskopik Langsung
Perhitungan jumlah mikroba secara langsung dapat untuk menentukan
jumlah mikroba keseluruhan, baik yang mati maupun yang hidup. Cara ini secara
keseluruhan menggunakan counting chamber. Alat atau metode dapat
menggunakan Petroff-Hausser, Haemacytometer, Bacteria Counter, Colony
Counter atau alat-alat sejenis. Dasar perhitungannya adalah dengan
cara
menempatkan 1 tetes suspense bahan atau biakan mikroba pada alat tersebut.
Kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu diamati dengan mikroskop. Dengan
21
menentukan jumlah sel rata-rata setiap petak (ruangan) yang telah diketahui
volumenya dari alat tersebut dapat ditentukan jumlah sel mikroba setiap ml.
Hitungan mikroskopik merupakan metode yang cepat dan murah tetapi
mempunyai kelemahan antara lain :
a. Sel-sel mikroba yang telah mati tidak dapat dibedakan dari sel yang hidup
karena itu keduanya terhitung.
b. Sel-sel yang berukuran kecil sukar dilihat dibawah mikroskop sehingga kalau
tidak teliti tidak terhitung.
c. Untuk mempertinggi ketelitian, jumlah sel di dalam suspense harus cukup
tinggi, minimal untuk bakteri 106 sel/ml. hal ini disebabkan dalam setiap
bidang pandang yang diamati harus terdapat sejumlah sel yang dapat dihitung.
d. Tidak dapat digunakan untuk menghitung sel mikroba di dalam bahan pangan
yang banyak mengandung debris atau ekstrak makanan karena hal tersebut
akan menganggu dalam perhitungan sel (fardiaz, 1993).
2.3.2 Hitungan Cawan
Prinsip metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup
ditumbuhkan pada media agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling
sensitif karena memiliki keuntungan sebagai berikut :
a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
b. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
22
c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan
pertumbuhan spesifik.
Metode hitungan cawan juga memiliki bebeapa kekurangan antara lain:
a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya
karena beberapa sel yang berdekatan mungkin akan membentuk satu koloni
b. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda
c. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas tidak menyebar
d. Memerlukan persiapan
dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung (Pelczar, 2008).
Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu :
a) Metode Tuang/Penuangan (Pour Plate)
Dari pengenceran sebanyak 1 ml atau 0,1 ml dimasukkan kedalam cawan
petri, sebaiknya waktu antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke
dalam cawan petri tidak boleh lebih dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan
petri tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 50ºC
sebanyak kira-kira 15 ml. selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh
dibuka terlalu lebar untuk menghindari terjadi kontaminasi dari luar. Setelah
penuangan cawan petri segera digerakkan secara hati-hati agar sel-sel mikroba
menyebar secara merata. Hal ini dilakukan dengan gerakan melingkar atau
gerakan seperti angka delapan, setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut
dapat diinkubasikan di dalam inkubator dengan posisi terbalik. Pada
23
pemupukan dengan metode permukaan terlebih dahulu dibuat agar cawan
tersebut kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas
melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung dengan
cara :
Koloni per ml = jumlah koloni per
Atau per gram
cawan
x
1
faktor pengenceran
Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis
mikroba yang akan dihitung. Medium agar yang digunakan juga disesuaikan
dengan jenis mikroba yang akan ditumbuhkan. Selama inkubasi, sel-sel yang
masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang dapat terlihat langsung
oleh mata.
Setiap akhir masa inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung. Setiap koloni
dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi banyak sel
meskipun mungkin juga berasal dari lebih dari satu sel yang letaknya
berdekatan. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan menggunakan
“Quebec Colony Counter “ (Pelczar, 2008).
b) Metode Sebar/Permukaan (Surface/Spread Plate)
Pada pemupukkan dengan metode permukan, agar steril terlebih dahulu
dituangkan kedalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Setelah
membeku dengan sempurna kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah
diencerkan dipipet pad permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas
melengkung ( hockey stick ) dicelupkan kedalam alcohol 95 % dan dipijarkan
24
sehingga alkohol habis terbakar. Setelah dingin, batang gelas tersebut
digunakan untuk meratakan contoh diatas medium agar dengan cara
memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya, inkubasi dilakukan seperti
pada metode tuang. Tetapi harus di ingat bahwa jumlah contoh yang
ditumbuhkan hanya 0,1 ml tidak boleh 1 ml. Jadi harus dimasukkan ke dalam
perhitungan pengenceran untuk mendapatkan Total Count (Anonim, 2010).
Untuk menghitung jumlah koloni maka diperlukan suatu standar
perhitungan. Standar ini berfungsi untuk melaporkan suatu hasil analisis
mikrobiologi dan menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada cawan
serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni didalam
suatu contoh. Standar yang digunakan adalah “Standard Plate Count (SPC)“.
Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :
1.
Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang memiliki jumlah koloni 30
dan 300.
2.
Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan
koloni yang besar dapat dihitung menjadi satu koloni walaupun jumlah
koloninya masih diragukan
3.
Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
Menurut Fardiaz (1993) data yang laporkan sebagai SPC harus mengikuti
peraturan-peraturan sebagai berikut:
1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama
didepan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga
25
sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih
tinggi pada angka yang kedua.
2) Jika semua pengenceran yang di buat untuk pemupukan menghasilkan
angka kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya jumlah pada
pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang
dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran tetapi jumlah
yang
sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.
3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan
lebih dari 300 koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada
pengenceran yang tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara
menghitung jumlahnya pada 1/4 bagian cawan petri, kemudian hasilnya
dikalikan empat.hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan
dengan besarnya pengenceran tetapi jumlah yang sebenarnya harus
dicantumkan dalam tanda kurung.
4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan
jumlah antara 30 dan 300 dan perbandingan antara hasil tertinggi dan
terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2.
Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2
yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang
diambil harus dari kedua cawan tersebut tidak boleh diambil salah satu
meskipun salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat
diantara 30 dan 300.
26
Berdasarkan pada cara inkubasinya,
cara perhitungan koloni mikroba
dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a.
Hitungan Psikotrofik.
Metode ini menggunakan suhu inkubasi 9ºC atau selama kurang dari 3-5
hari dengan cara menghitung jumlah mikroba yang bersifat psikotrofik.
b.
Hitungan Mesotrofik.
Metode ini dengan menggunakan suhu inkubasi 25-35ºC selama selama 23 hari, dimana sebagian besar bakteri yang tumbuh bersifat mesofilik.
c.
Hitungan Termofilik.
Metode ini menggunakan suhu inkubasi 55ºC selama 1-2 hari yakni
dengan menghitung jumlah bakteri termofilik (Anonim, 2010).
2.3.3 Metode MPN ( Most Probable Number )
Metode hitungan cawan menggunakan medium padat sedangkan pada
metode MPN menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi. Perhitungan
MPN berdasarkan jumlah tabung reaksi yang positif
yakni ditumbuhi oleh
mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang
positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya
gas di dalam tabung kecil (tabung durham) yang diletakkan pada posisi terbalik
yaitu untuk jasad renik yang membentuk gas. Untuk setiap pengenceran pada
umumnya dengan menggunakan 3 atau 5 seri tabung. Lebih banyak tabung yang
digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi tetapi alat gelas (tabung
reaksi) yang digunakan juga lebih banyak.
27
Dalam metode MPN, pengenceran sampel harus lebih tinggi daripada
pengenceran pada hitungan cawan, sehingga beberapa tabung yang berisi medium
cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung 1
jasad renik. Beberapa tabung mungkin mengandung lebih dari satu sel sedangkan
tabung yang lain tidak mengandung sel sama sekali. Dengan demikian, setelah
inkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan
sebagai tabung positif sedangakan tabung lainnya negatif.
Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di
dalam sampel yang berbentuk cair, meskipun dapat juga digunakan untuk sampel
yang berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspense 1:10 dari sampel
tersebut. Kelompom jasad renik yang dapat dihitung dengan metode MPN juga
bervariasi tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan (Anonim,
2010).
2.4
Fermentasi
Pada mulanya yang dimaksud dengan proses fermenasi adalah pemecahan
karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida (CO2). Tetapi banyak proses
yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat karbohidrat sebagai
media fermentasi yang menghasilkan alkohol dan CO2 saja. Selain karbohidrat,
protein, dan lemak dapat juga di pecah oleh mikroba atau enzim tertentu untuk
menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat-zat lainnya (Timoryana, 2007).
Organisme aerobik juga menghasilkan energi yaitu melalui reaksi-reaksi
yang disebut fermentasi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan
akseptor elektron. Bakteri aerobik fakultatif dan bakteri anaerobik obligat
28
menggunakan berbagai macam fermentasi untuk menghasilkan energi. Salah satu
contohnya yang khas fermentasi laktat. Streptococcus lactis, bakteri yang
menyebabkan masamnya susu, menguraikan glukose menjadi asam laktat yang
berakumulasi didalam medium sebagai produk fermentasi satu-satunya (Pelczar,
2008).
Pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang
kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim
dan mikroba dalam keadaan yang terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen
yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk. Fermentasi
adalah suatu proses penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol atau
teratur. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan,
perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi buruk (Timoryana, 2007).
Beberapa asam organik seperti asam asetat, asam glukonat, asam sitrat,
asam itakonat, asam giberelat dan asam laktat dihasilkan melalui fermentasi
mikroorganisme. Asam organik antara lain digunakan dalam industri makanan
misalnya sebagai pengawet makanan (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka
fermentasi makanan dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu fermentasi spontan
dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang
pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba
yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan
karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya.
29
Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam
pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, dimana
mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang
difermentasi menjadi produk yang diinginkan.
Menurut suriawiria (1980) dalam Timoryana (2007), proses fermentasi
merupakan proses biokimia dengan menggunakan kelompok bakteri asam laktat
sehingga hasilnya bukan saja dapat dijadikan sebagai salah satu cara pemanfaatan
sumber bahan makanan tetapi juga sebagai usaha pengawetan bahan makanan
yang sampai saat ini dianggap paling murah, mudah sederhana serta tidak
tergantung pada tempat dan musim. Selain itu fermentasi juga memberikan sifatsifat tertentu yang khas, seperti bau spesifik yang dapat menjadi daya tarik bagi
konsumen.
2.4.1 Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang
2.4.1.1 Pengertian Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang
Fermentasi jeroan ikan cakalang (bakasang) adalah produk fermentasi ikan
yang dihasilkan menggunakan metode konvensional pada industri rumah tangga.
Ijong dan Ohta (1996) dalam Lawalata (2012), menyatakan cara pengolahannya
yaitu memanfaatkan ikan-ikan kecil dari jenis sardin atau isi perut ikan cakalang
yang didapatkan dari pengolahan ikan asap.
Fermentasi yang dilakukan secara tradisional berlangsung secara spontan
yaitu dengan melibatkan mikroba yang ada di dalam bahan mentah sehingga
terdapat berbagai jenis mikroba yang tumbuh sesuai dengan perubahan
30
lingkungannya. Dengan demikian, tumbuhnya mikroba yang tidak diharapkan
akan dapat menyebabkan kegagalan dalam proses fementasi.
Ouwehand (1998) dalam Lawalata (2012) menyatakan pada proses
fermentasi ikan, Bakteri Asam Laktat (BAL) akan menghasilkan asam organik
sebagai produk metabolisme karbohidrat dan asam organik tersebut akan
menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang hidup
pada kondisi netral. Di samping asam organik, Bakteri Asam Laktat (BAL) juga
menghasilkan berbagai komponen yang bersifat antagonistik yaitu hidrogen
peroksida, diasetil, dan bakteriosin.
Tabel 2.3 Karakteristik kimia jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis Linn)
Komposisi
Nilai
Kadar air (%)
70,38
Kadar protein (% bk)
52,23
Nilai pH
6,02
TVB (mg N/100 g)
22,61
Histamin
17,10
(Lawalata, 2012).
Umumnya derajat kesegaran bahan pangan mempunyai hubungan dengan
air yang dikandungnya. Sebagian besar bahan pangan segar mengandung air
sebesar 70% atau lebih. Nilai pH yang didapatkan dari pengukuran jeroan ikan
cakalang masing berada pada kisaran pH ikan segar dimana ikan yang baru saja
mati memiliki pH netral mendekati basa dan mencapai nilai pH terendah sekitar
5,8-6,2. Berdasarkan tingkat kesegarannya, jeroan ikan cakalang tergolong segar.
Nilai Total Volatile Bases (TVB) < 30 mg N/100 g (Lawalata, 2012).
31
Tabel 2.4 Persyaratan mutu dan keamanan pangan
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
a. Organoleptik
Angka (1-9)
b. Cemaran mikroba
- ALT
Koloni/g
Maksimal 5,0 x 105
- Esherichia coli
APM/g
Maksimal < 2
- Salmonela
APM/25 g
Negatif
- Vibrio cholerae
APM/25 g
Negatif
c. Cemaran kimia
- Raksa (Hg)
Mg/kg
Maksimal 0,5
- Timbal (Pb)
Mg/kg
Maksimal 0.4
- Histamin
Mg/kg
Maksimal 100
- Cadmiun (Cd)
Mg/kg
Maksimal0,1
d. Parasit*
Ekor
Maksimal 0
* bila diperlukan
SNI (2009)
Produk fermentasi menggunakan bakteri asam laktat merupakan cara
fermentasi yang relatif mudah, murah, dan aman. Dalam pembuatan produkproduk fermentasi ikan semacam ini juga ditambahkan garam dalam jumlah yang
optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Oleh karena itu
fermentasi laktat pada ikan seringkali merupakan gabungan antara fermentasi
garam dengan fermentasi laktat. Garam dalam fermentasi ikan disamping untuk
meningkatkan citra rasa juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan patogen (Timoryana, 2007).
2.4.1.2 Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang
Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang (Bakasang) di industri
rumah tangga dapat dilihat di bawah ini (Lawalata, 2012):
32
Bahan mentah ikan
cakalang
Pemisahan bagian isi perut
dari daging ikan cakalang
Pencucian jeroan ikan cakalang
dalam wadah
Penirisan dalam ayakan sampai
agak kering
Pemberian garam sebanyak 20%
dari berat jeroan
Pemeraman selama 5 hari pada
suhu 34 0C
Pemasakan pada suhu 104 0C
selama 12 menit
Pembotolan
Bakasang
Skema 1.
Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang
Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus.
Prinsip pengawetan pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya penurunan aktifitas air oleh garam, gula, pengeringan dan
dikombinasikan dengan penurunan pH karena pembentukan asam oleh bakteri
pembentuk asam. Hasil fermentasi ikan dapat dibedakan oleh golongan yang
33
menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai kemampuan
mengawet seperti pada pengolahan bekasem. Proses fermentasi lainnya terjadi
banyak penguraian atau transformasi yang menghasilkan produk-produk yang
mempunyai sifat sama sekali berbeda, misalnya pada terasi, kecap ikan, dan peda
(Timoryana, 2007).
Download