1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dengan rentang umur 11-14 tahun termasuk remaja awal. Pada masa ini, remaja sedang berusaha untuk mencari jati dirinya. Proses pencarian jati diri dilakukan oleh siswa dengan melibatkan teman sebaya sebagai sumber informasi yang dipercayai. Siswa sering berinteraksi dengan teman sebaya untuk mencari tahu bagaimana dan seperti apa jati dirinya. Salah satu fungsi teman sebaya adalah memberikan informasi dan sejatinya siswa sangat mudah terpengaruh oleh segala perkataan dan tingkah laku teman sebayanya. Condry et al (dalam Santrock, 2003) menyatakan selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada waktu dengan orangtuanya. Siswa sering menempatkan teman sebaya dalam posisi prioritas apabila dibandingkan dengan orangtua atau guru dalam menyatakan kesetiaannya. Siswa sangat sering menghabiskan waktu bersama temantemannya dengan bermain bersama dan mengerjakan tugas sekolah bersama. Santrock (2003) menyatakan bahwa teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa akan melakukan apapun agar mereka dapat dimasukkan sebagai anggota kelompok teman sebaya. Untuk mereka, dikucilkan berarti stress, frustasi dan kesedihan. Keadaan ini mendorong siswa untuk melakukan hal-hal yang sama dengan teman-temannya. Hal ini dilakukan agar siswa merasa diterima dalam lingkungan teman sebayanya. Myers (2012) menyatakan konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan agar sesuai dengan orang lain. Konformitas muncul ketika seseorang 1 2 meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Adanya konformitas yang kuat terhadap teman sebaya dapat menyebabkan remaja cenderung melakukan hal-hal yang negatif seperti menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret mencoret dan mempermainkan orangtua dan guru. Myers (2012) menyatakan konformitas terjadi agar seseorang diterima dan menghindari penolakan serta untuk memperoleh informasi. Konformitas membuat siswa mengikuti perilaku dan sikap orang lain tanpa pertimbangan. Siswa yang melakukan konformitas adalah siswa yang tidak menggunakan pertimbangan kognitif karena dilandasi perasaan takut akan adanya penolakan. Hal tersebut membuat siswa mengikuti sikap dan perilaku teman sebaya serta adanya keragu-raguan mengenai sesuatu yang benar atau tepat membuat siswa bergantung kepada teman sebaya sebagai sumber informasi. Konformitas terhadap teman sebaya sering membuat siswa ikut terlibat di dalam tindakan yang menyimpang, akibat adanya tekanan yang dirasakan siswa untuk sama dengan teman yang lain membuat siswa sulit menolak. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 17 Surakarta, ditemukan banyak para siswa memiliki konformitas teman sebaya rendah. Mereka tidak mudah terpengaruh terhadap hal-hal yang umum/biasa dilakukan oleh teman sebayanya. Siswa lebih memilih melakukan hal-hal yang membuat diri mereka nyaman. Contoh dari hal-hal yang membuat siswa nyaman atas dirinya adalah cara berpakaian, cara berpikir, dan cara berbicara. Hal-hal yang membuat siswa nyaman atas dirinya tersebut ternyata dipengaruhi oleh rasa harga diri tinggi yang dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki harga diri tinggi adalah siswa yang memiliki rasa percaya diri tinggi. Dengan dimilikinya rasa percaya diri yang tinggi siswa lebih memilih untuk mempertahankan segala sesuatu yang sudah diyakini tanpa adanya rasa ragu sedikitpun dan tidak mengikuti tingkah laku yang dilakukan oleh kebanyaka teman sebayanya. Harga diri tinggi merupakan tolak ukur bahwa seorang siswa memiliki 3 kestabilan emosi yang baik, dengan tidak mudahnya terpengaruh oleh hal-hal yang dilakukan teman sebayanya. Siswa yang memiliki harga diri tinggi termasuk siswa yang mandiri dan memiliki prinsip-prinsip hidup yang pasti. Harga diri (self esteem) adalah bagian yang meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan mengenai pantas diri. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya (Suliswati, 2005). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hal yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mengenai diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama dalam harga diri adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain, manusia cenderung bersifat negatif walaupun ia cinta dan mengakui kemampuan orang lain namun jarang mengekspresikan. Siswa yang menghargai dirinya secara umum-mereka yang memiliki harga diri tinggi-cenderung menghargai penampilan, kemampuan, dan domain mereka yang lain. Tingkat harga diri dipengaruhi oleh gambaran diri dan cita-cita diri. Semakin tinggi kesenjangan antara gambaran diri dan cita-cita diri maka semakin rendah harga diri. Salah satu usaha siswa untuk meningkatkan harga dirinya adalah dengan menutupi kekurangannya dengan penampilan diri yang semenarik mungkin. Untuk usaha tersebut siswa berusaha mengikuti tingkah laku teman sebayanya atau kelompok yang dianggapnya dapat menumbuhkan harga diri yang tinggi. Tingkat harga diri dan sikap konformitas teman sebaya akan menghasilkan suatu dampak perilaku yang positif atau negatif. Harga diri rendah pada siswa sering kali dikaitkan dengan berbagai tingkah laku khas siswa, seperti penyalahgunaan obatobatan, perilaku konsumtif, tawuran, pacaran, sampai prestasi olahraga. Remaja dengan harga diri rendah akan lebih rentan berperilaku negatif dan bermacam-macam bentuk perilaku negatif yang akan dilakukan siswa karena harga diri dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Clemes, 1995), sehingga di sekolah secara tidak langsung siswa akan menghadapi masalah-masalah karena perilaku negatif akibat harga diri rendah. 4 Setiap siswa memiliki harga diri yang berbeda-beda yang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu harga diri tinggi, harga diri sedang, dan harga diri rendah dan itu tergantung bagaimana siswa tersebut menyikapi dan mengevaluasi tindakan yang dilakukannya sendiri. Menurut pendapat Rosenberg dalam (Burn, 1993) bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi maka akan dapat menghormati dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sebaliknya individu yang memiliki harga diri rendah tidak dapat menerima dirinya dan menganggap bahwa dirinya tidak berguna dan memiliki banyak kekurangan. Setiap remaja seharusnya memiliki harga diri yang tinggi agar dapat memahami kelebihan serta kekurangan pada dirinya. Berdasarkan wawancara pada tanggal 30 Maret 2015 dengan guru BK dan beberapa siswa kelas VIII di SMP Negeri 17 Surakarta, hampir seluruh siswa tidak berkelompok secara permanen. Menurut informasi yang diberikan guru BK bahwa banyak siswa yang tidak memiliki gang, kebanyakan mereka berkumpul bersama dalam jumlah yang banyak, mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan memiliki prinsip yang mereka yakini. Sejatinya para siswa yang termasuk remaja awal lebih rentang melakukan konformitas. Sehingga konformitas siswa SMP Kelas VIII biasanya berada dalam tingkat yang tinggi. Berdasarkan kesenjangan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan antara harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah, kemudian diidentifikasi permasalahan yang muncul dan akan diteliti, yaitu: 1. Terdapat banyak siswa di SMP Negeri 17 Surakarta yang masih memiliki harga diri tinggi dengan ciri sebagai berikut: a. Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik. b. Percaya terhadap presepsi dan dirinya sendiri. 5 c. Mampu menerima kritikan dengan baik. d. Mampu menyesuaikan diri dengan mudah pada lingkungan baru. 2. Siswa SMP Negeri 17 Surakarta yang masih tergolong remaja awal memiliki tingkat konformitas yang rendah. Hal tersebut terbukti tidak banyaknya siswa yang ikut-ikutan pada teman sebayanya. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian hasil identifikasi masalah, selanjutnya dibatasi permasalahan penelitian ini untuk menjawab masalah: Hubungan antara harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang dirumuskan peneliti ini sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016? E. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Tujuan Umum a. Mengetahui adanya hubungan antara harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat harga diri b. Mengidentifikasi tingkat konformitas teman sebaya 6 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Apabila hasil penelitian ini berhasil maka dapat menjadi sumbangan penambah wawasan bagi guru BK tentang bermacam harga diri dan konformitas teman sebaya pada siswa SMP Negeri 17 Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling (BK) Memberikan masukan kepada guru BK dalam memberikan bimbingan terkait dengan bermacam-macam harga diri dan konformitas teman sebaya. b. Bagi siswa Menambah wawasan pemahaman tentang pentingnya harga diri yang dimiliki siswa, sebagai upaya untuk meningkatkan demi kesuksesan dirinya di masa depan. c. Bagi penelitian lanjutan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang mendukung terkait variabel yang sama, dan sebagai referensi untuk mengadakan penelitian yang sama pada subjek yang berbeda.