Volume 8, Nomor 5, Oktober 2012 Halaman 151-154 ISSN: 0215-7950 TEMUAN PENYAKIT BARU Laporan Pertama tentang Infeksi Polerovirus pada Tanaman Cabai di Daerah Bali, Indonesia First Report on Polerovirus Infection on Chilipepper in Bali, Indonesia Gede Suastika1*, Sedyo Hartono2, I Dewa Nyoman Nyana3, Tomohide Natsuaki4 1 Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 2 Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 55281 3 Universitas Udayana, Denpasar 80364 4 Utsunomiya University, Utsunomiya 321-8505, Japan ABSTRAK Tanaman cabai dengan gejala daun menguning dan klorosis antar tulang daun ditemukan di Desa Kertha, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali pada bulan September 2011. Gejala tersebut menyerupai gejala infeksi Pepper yellow leaf curl virus yang dilaporkan di Israel dan Jepang tetapi tanaman tidak memperlihatkan pemendekan internoda atau daun menggulung. Deteksi virus dilakukan dengan metode reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan pasangan primer spesifik untuk anggota genus Polerovirus, famili Luteoviridae. Fragmen DNA berukuran 650 bp berhasil diperoleh dari tanaman yang menunjukkan gejala, dan tidak diperoleh fragmen DNA dari tanaman yang tidak memperlihatkan gejala. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa penyakit klorosis pada tanaman cabai yang ditemukan di daerah Payangan, Gianyar, Bali berasosiasi dengan infeksi virus yang termasuk dalam genus Polerovirus. Ini merupakan laporan pertama keberadaan Polerovirus pada tanaman cabai di Indonesia. Identifikasi spesies virus dan karakterisasi biologi maupun molekulernya sedang dilakukan. Kata kunci: cabai, Indonesia, Polerovirus ABSTRACT During a visit to Bali Island in September 2011, we found chilipepper plants exhibiting yellowing symptoms. The infected plants showed quite similar symptom to those of the recently reported Pepper yellow leaf curl virus from Israel and Japan, but there was no shortening of internodes or leaf rolling. We have ampliļ¬ed part of the genome of a virus associated with this disease using degenerate primers for members of the genus Polerovirus. The reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) from symptom-bearing samples resulted in the amplification of a 650 bp band which is the expected size. RT-PCR from healthy samples did not produce an amplicon. Based on our results, we concluded that yellowing disease on chilipepper observed in Payangan, Gianyar, Bali is associated with a virus belonging to the genus Polerovirus. This is the first report on Polerovirus infection in chilipepper in Indonesia. Some researches for elucidation of the virus species and biological/molecular characters are being conducted. Key word: chilipepper, Indonesia, Polerovirus *Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jalan Kamper, Kampus Darmaga, Bogor 16680 Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected] 151 J Fitopatol Indones Penyakit baru dengan gejala klorosis di antara tulang daun (Gambar 1) ditemukan di pertanaman cabai di Desa Kertha, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali pada bulan September 2011. Gejala klorosis tersebut berbeda dengan gejala penyakit kuning yang disebabkan oleh Geminivirus atau penyakit mosaik yang disebabkan oleh Potyvirus maupun Cucumovirus yang telah dilaporkan sebelumnya menginfeksi tanaman cabai di Indonesia (De Barro et al. 2008; Nyana et al. 2012). Diagnosis dilakukan terhadap beberapa sampel tanaman cabai bergejala klorosis dengan teknik reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) ataupun PCR menggunakan primer spesifk Potyvirus, Cucumovirus, dan Geminivirus. Fragmen DNA tidak teramplifikasi (data tidak diperlihatkan) sehingga meniadakan kemungkinan gejala klorosis berasosiasi dengan infeksi salah satu virus tersebut. Beberapa anggota famili Luteovirus telah dilaporkan menyebabkan gejala daun menguning pada tanaman cabai di beberapa belahan lain dunia. Pepper vein yellows virus (PeVYV), menyebabkan gejala menguning dan daun menggulung pada tanaman paprika, dilaporkan sejak 1981 di Okinawa, Jepang (Yonaha et al. 1995). Pepper yellow vein virus (PYVA) yang menginduksi gejala tulang daun kuning (yellow vein) pada cabai telah dilaporkan dari Inggris. Kedua virus, PeVYV dan PYVA, memiliki sifat berbeda dalam hal penularan dengan serangga vektor (Fletcher et al. 1987). Dua Luteovirus yang lain, Beet western yellows virus (BWYV) (Timmerman et al. 1985) dan Capsicum yellow virus (CYV) (Gunn and Pares 1990) telah diisolasi dari tanaman cabai masing-masing di Amerika dan Australia, dan keduanya memperlihatkan reaksi serologi yang berbeda dengan PeYV. Barubaru ini tanaman cabai di Israel dilaporkan menunjukkan gejala klorosis antartulang daun (inter veinal chlorosis) dan pemendekan internoda serta penurunan kualitas buah dan diketahui terinfeksi oleh anggota Polerovirus, yaitu Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) (Dombrovsky et al. 2010). 152 Suastika et al. Gambar 1 Gejala klorosis pada tanaman cabai di daerah Payangan, Gianyar, Bali. Seluruh daun memperlihatkan gejala klorosis, menguning di antara tulang daun. Tulang daun dan jaringan di sekitarnya tetap hijau sehingga tampak menyirip. Anggota famili Luteoviridae dapat dibedakan menjadi 3 genus, yaitu Luteovirus, Enamovirus, dan Polerovirus (King et al. 2012). Luteovirus dan Polerovirus ditularkan hanya melalui kutudaun secara persisten sirkulatif, namun tidak propagatif dalam tubuh serangga (Raccah dan Fereres 2009), sedangkan Enamovirus dapat ditularkan melalui inokulasi mekanik (King et al. 2012). Virus-virus anggota famili ini mempunyai partikel berbentuk bulat berukuran diameter 25 sampai 30 nm dengan genom berupa RNA utas tunggal, orientasi positif yang diekspresikan dalam 5 sampai 6 open reading frame (ORF) (D’Arcy et al. 2000). Tanaman cabai yang ditemukan di Bali memperlihatkan gejala klorosis antartulang daun yang sangat mirip dengan gejala yang diinduksi oleh PYLCV dari Israel (Dombrovsky et al. 2010), tetapi tidak memperlihatkan pemendekan internoda J Fitopatol Indones ataupun daun menggulung seperti virus yang dilaporkan dari Israel atau Jepang (Murakami et al. 2011). Diagnosis penyebab penyakit dilakukan dengan teknik deteksi reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Ekstraksi RNA dari sampel daun cabai (100 mg) menggunakan RNeasy Mini kit (Qiagen, USA). RT-PCR dilakukan menggunakan Qiagen One Step RT-PCR kit (Qiagen, USA) dengan primer spesifik yang akan mengamplifikasi bagian gen protein selubung anggota genus Polerovirus dengan ukuran 650 pb (Correˆa et al. 2005). Amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi denaturasi pada 94 °C selama 45 detik, primer annealing pada 55 °C selama 45 detik, ekstensi 72 °C selama 90 detik, dilanjutkan dengan ekstensi final pada 72 °C selama 10 menit. Fragmen DNA berukuran 650 pb berhasil diamplifikasi dari sampel tanaman cabai yang bergejala (Gambar 2), tetapi tidak diperoleh fragmen DNA dari sampel tanaman cabai yang tidak bergejala (data tidak diperlihatkan). Dengan demikian, disimpulkan bahwa tanaman cabai yang memperlihatkan gejala menguning karena klorosis antartulang daun yang banyak ditemukan di daerah Payangan, Bali berasosiasi dengan infeksi Polerovirus. Tulisan ini merupakan laporan pertama infeksi Polerovirus pada tanaman cabai di Indonesia. Penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi spesies virus dan mempelajari karakter biologi maupun molekulernya sedang dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Correˆa RL, Silva TF, Simo˜es-Ara´ujo JL, Barroso PAV, Vidal MS, Vaslin MFS. 2005. Molecular characterization of a virus from the family Luteoviridae associated with cotton blue disease. Arch Virol. 150(7):1357-1367. D’Arcy CJ, Domier LL, Mayo MA. 2000. Family Luteoviridae. Di dalam: van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, editor. Virus Taxonomy, Seventh Suastika et al. 650 pb Gambar 2 Visualisasi fragmen DNA hasil reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan primer spesifik untuk Luteovirus dari sampel tanaman cabai yang memperlihatkan gejala klorosis yang diambil dari daerah Payangan, Gianyar, Bali (kolom 1 s/d 3). M,1 kb penanda DNA (Promega, USA). Report of the International committee of Taxonomy of Viruses. San Diego (CA): Academic Pr. hlm 775-784. De Barro P, Hidayat S, Frohlich D, Subandiyah S, Ueda S. 2008. A virus and its vector, Pepper yellow leaf curl virus and Bemisia tabaci, two new invaders of Indonesia. Biol Invasions. 10(4):411-433. doi: 10.1007/s10530-007-9141-x. Dombrovsky A, Glanz E, Pearlsman M, Lachman O, Antignus Y. 2010. Characterization of Pepper yellow leaf curl virus, a tentative new Polerovirus species causing a yellowing disease of pepper. Phytoparasitica. 38(5):477-486. doi: 10. 1007/s12600-010-0120-x. Fletcher JT, Wallis WA, Davenport F. 1987. Pepper yellow vein, a new disease of sweet peppers. Plant Pathol. 36(2):180184. doi: 10.1111/j.1365-3059.1987.tb02 219.x. Gunn LV, Pares RD. 1990. Capsicum yellows – a disease induced by a Luteovirus in glasshouse peppers (Capsicum annuum) in 153 J Fitopatol Indones Suastika et al. Australia. J Phytopathol. 129(3):210-216. Raccah B, Fereres A. 2009. Plant virus doi: 10.1111/j.1439-0434.1990.tb04587.x. transmission by insects. Di dalam: King AMQ, Adams MJ, Carstens EB, Encyclopedia of Life Sciences. John Wiley (US): Chichester. doi: Lefkowitz EJ. 2012. Virus taxonomy, 10.1002/9780470015902.A0021525. Ninth Report of The International Committee of Taxonomy of Viruses. San a0000760.pub2. Diego (CA): Academic Pr. Timmerman EL, D’Arcy CJ, Splittstoesser Murakami R, Nakashima N, Hinomoto N, WE. 1985. Beet western yellows virus in Illinois vegetable crops and weeds. Kawano S, Toyosato T . 2011. The genome Plant Dis. 69(11):933-936. sequence of Pepper vein yellows virus (family Luteoviridae, genus Polerovirus). Yonaha T, Toyosato T, Kawano S, Osaki T. 1995. Pepper vein yellows virus, a Arch Virol. 156(5):921-923. doi: 10.1007/ s00705-011-0956-5. novel Luteovirus from bell pepper plants Nyana DN, Suastika G, Temaja IGRM, in Japan. Ann Phytopathol Soc Jpn. Suprapta DN. 2012. Protective mild 61(3):178-184. doi: 10.3186/jjphytopath. 61.178. isolates of Cucumber mosaic virus obtained from chilipepper in Bali. Agric Sci Res J. 2(6):280-284. 154