DAYA HAMBAT EKSTRAK PANDAN WANGI

advertisement
DAYA HAMBAT EKSTRAK PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN
BAKTERI Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi
AISYAH
J111 12 278
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Daya Hambat Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Oleh
: Aisyah / J111 12 278
Telah diperiksa dan disahkan
Pada tanggal 1 September 2015
Oleh:
Pembimbing
drg. Zohra Nazaruddin
NIP. 19500930 197804 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes., Sp.Pros.
NIP. 19640814 199103 1 002
ii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Aisyah
NIM
: J111 12 278
adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yang
telah melakukan penelitian dengan judul “Daya Hambat Ekstrak Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus” dalam rangka menyelesaikan program studi pendidikan strata satu.
Di dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Makassar, September 2015
Nuraeda A., S.Sos.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia–Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul
“Daya Hambat Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus” sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana kedokteran gigi. Atas kehendak-Nya-lah sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Salam dan shalawat semoga selalu tercurah
kepada Baginda Muhammad Rasulullah Saw., keluarga dan sahabat-sahabat beliau
R.hum.
Selesainya skripsi ini tidak luput dari bantuan, doa, dukungan, dan bimbingan
dari berbagai pihak, khususnya dari kedua orangtua tercinta. Oleh karena itu,
penghargaan tinggi dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
yang tercinta dr. Nurul Mukhlisah dan dr. Kaharuddin Munier atas segala doa dan
kasih sayangnya. Semoga keduanya senantiasa dalam lindungan dan keridhoan Allah
SWT.
Dengan hormat penulis sampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada:
1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes., Sp.Pros., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin dan juga sebagai penasihat akademik penulis
selama pendidikan.
iv
2. drg. Zohra Nazaruddin, selaku pembimbing terhormat, pemberi arahan, dan
pendidik penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. drg. Sumintarti, MS; Prof. Dr. drg. Harlina, MS; drg. Ali Yusran,
M.Kes.; drg. Israyani; dan drg. Andi Anggun Mauliana Putri, beserta seluruh
staf di laboratorium ilmu penyakit mulut.
4. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
5. Nuraeda, S.Sos. dan Amiruddin, S.Sos., serta seluruh staf dan pegawai di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
6. Abdul Rahim, S.Si., M.Si., Apt., selaku pendamping penulis selama melakukan
penelitian di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
7. Kak Sadya dan Pak Syafri, selaku pendamping penulis selama melakukan
penelitian di Laboratorium Mikrobiologi RSP Universitas Hasanuddin.
8. Ir. H. Abdul Mannan Wahab dan Hj. Munira Hanafi, kakek dan nenek terhormat
yang senantiasa mendidik dan mendukung penulis sejak kecil.
9. dr. Nurul Hasanah, M.Kes., Sp.PK., Hijrah Mannan, dan Yeny Wijaya, tiga tante
terbaik yang selalu mendukung penulis.
10. Saudara-saudara sekandung penulis (kedua kakak tercinta dan keduabelas adik
tersayang), pemberi semangat dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
11. Sahabat-sahabat dan seluruh teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin, khususnya angkatan 2012 (Mastikasi). Terkhusus lagi
kepada saudari-saudari seperjuangan yang selalu bersemangat dalam kebaikan.
12. Seluruh pihak lainnya yang telah memberi dukungan kepada penulis dan secara
tidak langsung berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini.
v
Demikian penulis sampaikan, hanya Allah SWT yang dapat membalas
seluruhnya dengan sebaik-baik balasan. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak.
Skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat diharapkan. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan
yang tidak disengaja. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya,
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi ilmu kedokteran
gigi. Aamiin.
Makassar, September 2015
Aisyah
vi
Daya Hambat Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Aisyah
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Abstrak
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan tumbuhan yang lazim
digunakan sebagai pewangi dan pewarna makanan. Pandan wangi mengandung
banyak zat/ senyawa bioaktif yang berkhasiat obat sehingga juga digunakan sebagai
obat tradisional. Salah satu khasiat pandan wangi ialah sebagai antimikroba
(antibakteri dan antijamur) yang diduga berasal dari kandungan alkaloid, flavonoid,
fenolik, maupun steroid dan terpenoid. Terdapat penyakit infeksi mukosa rongga
mulut yang juga disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus) yang
merupakan mikroflora normal rongga mulut. S. aureus cepat menjadi resisten
terhadap antibiotik tertentu, sehingga selalu dapat menjadi patogen dalam rongga
mulut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak pandan wangi (EPW)
terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus. Metode uji yang digunakan yaitu metode
difusi agar dengan menggunakan pencadang silinder untuk membentuk sumur-sumur
yang akan diisi dengan larutan yang diuji. Uji daya hambat pertama dilakukan
dengan menggunakan EPW konsentrasi 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Kontrol positif adalah disk vancomycin dan kontrol negatif adalah NaCl. Hasil
penelitian pertama menunjukkan bahwa EPW tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus. Selanjutnya dilakukan partisi EPW menggunakan etil asetat
(membagi dua EPW berdasarkan kepolarannya) dan menguji kembali dengan metode
yang sama dalam dua teknik pengerjaan yaitu dengan sumur pencadang dan paper
disk. EPW yang digunakan adalah EPW konsentrasi 5%, 10%, dan 50%. Untuk EPW
bagian I (larut etil asetat) dan bagian II (tak larut etil asetat) digunakan disk
vancomycin sebagai kontrol positif. Kontrol negatif untuk EPW bagian I digunakan
dimetil sulfoksida (DMSO), untuk EPW bagian II digunakan NaCl. Hasil penelitian
kedua menunjukkan bahwa EPW hasil partisi tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus. Kemudian dilakukan uji kandungan zat yaitu alkaloid, flavonoid,
fenolik, terpenoid dan steroid, dan diperoleh hasil bahwa EPW mengandung kelima
zat tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EPW tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus.
Kata kunci: Ekstrak pandan wangi, Staphylococcus aureus, partisi, zat bioaktif.
vii
Resistivity of Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Extract against
the Growth of Staphylococcus aureus Bacteria
Aisyah
Faculty of Dentistry Universitas Hasanuddin
Abstract
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one kind of plants that commonly
used as caraway and food coloring. It contains such a bio-active substance and used
as traditional dill as usual. One benefit of pandan wangi is an antimicroba which just
about from alkaloid, flavonoid, phenolic, or steroid and terpenoid. There are
infection of oral mucosa that also caused by Staphylococcus aureus (S. aureus)
which is a normal microflora in oral cavity. S. aureus could be a resistance to a
particular antibiotic quickly, in such a way that can be a pathogens in oral cavity.
This research aims to know the resistivity of extract of pandan wangi (EPW) to the
growth rate of S. aureus bacteria. The method of testing that used is agar diffusion
with use of cylinder proposer (pencadang) to shape wells which will fill in with the
EPW. The first testing of resistivity by using EPW with 5%, 10%, 25%, 50%, 75%,
and 100% concentration. The positive control is novobiosin disc and the negative
control is sterilized NaCl. The result of the first research indicated that the EPW
cannot inhibit the growth rate of S. aureus. Furthermore, it was going to do partition
of EPW used ethyl acetate (it was divided into two based on the polarity) and tested
again with the same method in two technic process, by cylinder proposer well and
paper disc. The EPW that used are 5%, 10%, and 50% concentration. For the first
part of EPW (soluble in ethyl acetate) and the second part of EPW (insoluble in ethyl
acetate) both used vancomycin disc as a positive control. The negative control for the
first part was using dimethyl sulfoxide (DMSO), while the second part was using
NaCl. The result of the second research indicated that the both part of EPW cannot
inhibit the growth of S. aureus. However, the test substance of alkaloid, flavonoid,
phenolic, terpenoid and steroid indicated that the EPW contains all the substances.
The research indicated that the extract of pandan wangi cannot inhibit the growth of
S. aureus.
Keywords: Pandan wangi extract, Staphylococcus aureus, partition, bio-active
substance.
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
PERNYATAAN.....................................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan masalah....................................................................................... 5
1.3. Tujuan penelitian ........................................................................................ 5
1.4. Hipotesis penelitian .................................................................................... 5
1.5. Manfaat penelitian ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 6
2.1. Staphylococcus aureus (S. aureus)............................................................. 6
2.1.1. Sistematika taksonomi ........................................................................ 6
2.1.2. Karakteristik dan morfologi................................................................ 6
ix
2.1.3. Patogenisitas ....................................................................................... 8
2.1.4. Pengobatan dan pencegahan .............................................................. 10
2.2. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)....................................... 11
2.2.1. Sistematika taksonomi ....................................................................... 11
2.2.2. Nama ilmiah dan nama lain ............................................................... 12
2.2.3. Karakteristik umum dan habitat......................................................... 12
2.2.4. Kandungan kimia dan khasiat............................................................ 15
2.2.5. Zat antibakteri.................................................................................... 21
2.3. Ekstraksi kandungan kimia pada tumbuhan .............................................. 22
2.4. Uji daya hambat antibakteri ...................................................................... 22
2.4.1. Metode difusi ..................................................................................... 22
2.4.2. Metode dilusi ..................................................................................... 23
BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 24
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
4.1. Jenis penelitian .......................................................................................... 25
4.2. Desain penelitian ....................................................................................... 25
4.3. Tempat dan waktu penelitian .................................................................... 25
4.3.1. Tempat penelitian .............................................................................. 25
4.3.2. Waktu penelitian................................................................................ 25
4.4. Variabel penelitian .................................................................................... 25
4.4.1. Variabel independen .......................................................................... 25
4.4.2. Variabel dependen ............................................................................. 25
4.5. Definisi operasional variabel..................................................................... 26
x
4.6. Sampel penelitian ...................................................................................... 26
4.7. Alat dan bahan penelitian .......................................................................... 27
4.7.1. Alat .................................................................................................... 27
4.7.2. Bahan ................................................................................................. 28
4.8. Prosedur penelitian .................................................................................... 28
4.9. Alat ukur dan pengukuran ......................................................................... 34
4.10. Alur penelitian ......................................................................................... 35
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 36
BAB VI PEMBAHASAN..................................................................................... 41
BAB VII PENUTUP ............................................................................................. 45
7.1. Kesimpulan................................................................................................ 45
7.2. Saran .......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
LAMPIRAN.......................................................................................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. S. aureus secara mikroskopik pada pewarnaan Gram....................... 7
Gambar 2.2. Koloni S. aureus................................................................................ 8
Gambar 2.3. Tumbuhan pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) ........... 13
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Hasil uji daya hambat EPW terhadap pertumbuhan S. aureus ............ 37
Tabel 5.2. Hasil uji daya hambat EPW partisi terhadap pertumbuhan S. aureus . 38
Tabel 5.3. Hasil uji kandungan zat dalam EPW.................................................... 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi penelitian..................................................................................... 49
2. Surat-surat ......................................................................................................... 52
3. Kartu kontrol skripsi ......................................................................................... 60
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Flora
rongga
mulut
(oral)
terdiri
dari
bermacam-macam
kumpulan
mikrorganisme yaitu eubacteria, archaea, fungi, mycoplasma, protozoa dan mungkin
juga virus, yang menetap dari waktu ke waktu. Mikroorganisme ini disebut juga
dengan mikroba oral, dan hidup bersama dalam rongga mulut dan tersebar pada gigi,
sulkus gingiva, lidah, mukosa pipi, palatum keras dan lunak, serta tonsil. Bakteri
merupakan kelompok mikroba oral yang utama. Terdapat sekitar 500 sampai 700
jenis bakteri dalam rongga mulut tetapi hanya 50 – 60% yang dapat dikultur. Salah
satu di antaranya adalah Staphylococcus aureus.1
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri Gram positif yang dapat
bertahan hidup pada temperatur yang cukup tinggi (temperatur 50 oC selama 30
menit) dan tumbuh dengan baik dalam berbagai media. Penyebarannya melalui udara
dan debu, atau melalui kulit tangan dan ujung-ujung jari. S. aureus merupakan flora
normal kulit dan mukosa manusia jika dalam jumlah yang normal. Sebaliknya, jika
jumlahnya berlebihan maka S. aureus dapat menjadi patogen. Terdapat faktor-faktor
yang memicu berkembangnya suatu mikroba dalam jumlah yang berlebihan, antara
lain penggunaan antibiotika dosis tinggi dalam jangka panjang, serta kondisi dalam
rongga mulut yang mendukung berkembangnya mikroba tersebut. Penggunaan
antibiotika dosis tinggi dalam jangka panjang dapat menyebabkan mikroba resisten
terhadap antibiotik. Genus stafilokokus cepat menjadi resisten terhadap beberapa
antimikroba. Hal ini merupakan masalah besar pada terapi/ pengobatan penyakit
infeksi, terutama infeksi stafilokokus. Jika terjadi infeksi yang disebabkan oleh
patogenisitas flora normal rongga mulut, maka yang perlu diperhatikan adalah
menghilangkan penyebab infeksi dan faktor-faktor penyebab pendukung lainnya.2,3
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang cukup penting dalam rongga
mulut, sebagai lapisan sebagian besar rongga mulut, sehingga mudah mengalami
berbagai infeksi, salah satunya adalah infeksi oleh S. aureus.1
S. aureus dapat menyebabkan berbagai macam infeksi, baik infeksi yang ringan
maupun yang berat hingga infeksi yang tidak dapat disembuhkan. Abses merupakan
gambaran khas dari infeksi stafilokokus. Seringkali sulit untuk menentukan satu
organisme yang spesifik bertanggung jawab terhadap suatu lesi progresif, karena
terdapat banyak organisme yang berperan. Dalam menyebabkan suatu infeksi
mukosa rongga mulut, S. aureus berperan sebagai bakteri patogen bersama dengan
mikroorganisme patogen lainnya (misalnya jamur/ Candida). Hal ini seringkali
menyebabkan suatu lesi infeksi jamur tidak dapat disembuhkan dengan pemberian
obat antifungi karena adanya patogen lain yaitu S. aureus.1,2
Infeksi S. aureus dalam rongga mulut bukan merupakan infeksi yang sering
terjadi. Akan tetapi, jika S. aureus menyebar dan terjadi bakteremia, maka dapat
terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenus akut, meningitis, atau infeksi paruparu. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka sangat penting untuk melakukan
pengobatan infeksi dengan cara memberi obat antimikroba/ antibiotik yang tepat
guna mengurangi tingkat resistensi S. aureus.2,3
2
Saat ini, resistensi S. aureus terhadap antbiotik semakin meningkat. Hal ini tentu
menjadi masalah klinis dalam pengobatan infeksi S. aureus. Jika keadaan ini
dibiarkan, maka S. aureus dapat menjadi ganas dan berakibat kepada kematian.3
Oleh karena itu, sangat penting untuk menemukan agen-agen antibakteri baru
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus. Hal ini dapat dilakukan
dengan meneliti tanaman tertentu yang diketahui mengandung zat antibakteri
(antimikroba nonantibiotik).
Penggunaan tanaman (tumbuhan) untuk pengobatan telah lama dikenal oleh
masyarakat. Usaha pengembangan tumbuhan untuk pengobatan perlu dilakukan
mengingat bahwa tumbuhan mudah diperoleh dan murah, selain itu tidak
menimbulkan efek samping. Tetapi penggunaan tumbuhan untuk pengobatan perlu
ditunjang oleh data-data penelitian sehingga khasiatnya secara ilmiah tidak diragukan
dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu akan lebih mendorong masyarakat
untuk menggunakan tumbuhan atau tanaman sebagai obat.
Salah satu tumbuhan yang diketahui memiliki khasiat sebagai antimikroba adalah
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Sejak dahulu tumbuhan ini
digunakan sebagai obat tradisional, yaitu sebagai obat ketombe, obat lemah syaraf
(neurasthenia), tidak nafsu makan, rematik, pegal linu, sakit disertai gelisah, rambut
rontok, serta sebagai penghitam rambut. Selain itu, tumbuhan ini digunakan sebagai
antidiabetik, antioksidan, analgetik (obat sakit gigi), antibakteri, pewangi dan
pewarna makanan. Senyawa yang diketahui terkandung dalam pandan wangi adalah
senyawa fenolik, alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, minyak atsiri, terpenoid, dan
steroid.4-6
3
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa ekstrak etil asetat dan campuran
etanol-etil asetat dari pandan wangi berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri S.
aureus dan Escherichia coli (E. coli). Hal ini disebabkan oleh senyawa-senyawa aktif
yang terekstraksi dari pandan wangi yang menggunakan pelarut etil asetat maupun
campuran etanol-etil asetat (1:1 v/v). Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa
ekstrak air dan etanol pandan wangi tidak berpotensi sebagai antibakteri terhadap S.
aureus dan E. coli.6 Hal ini mengindikasikan bahwa pemilihan pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi senyawa aktif dari daun pandan wangi merupakan faktor
penting yang menentukan potensi terapi tumbuhan pandan wangi. Penelitianpenelitian mengungkapkan bahwa kandungan senyawa kimia berupa flavonoid,
alkaloid, fenolik, terpenoid maupun steroid pada tumbuhan memiliki aktivitas
antibakteri.4-6
Berdasarkan kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak pandan wangi dan
sifat bahan tersebut yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan E.
coli, maka diketahui ekstrak pandan wangi memiliki efek antibakteri. Oleh karena
itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hambat ekstrak pandan wangi
terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.
4
1.2.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: apakah ekstrak pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus secara in vitro?
1.3.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus
secara in vitro.
1.4.
Hipotesis penelitian
Ekstrak pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus secara in vitro.
1.5.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan informasi ilmiah tentang uji daya hambat ekstrak pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.
2. Memberikan informasi ilmiah tentang zat antibakteri yang terkandung dalam
tumbuhan pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
3. Sebagai bahan penelitian selanjutnya tentang penggunaan ekstrak pandan
wangi dalam pengobatan infeksi bakteri S. aureus.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Staphylococcus aureus (S. aureus)
2.1.1. Sistematika taksonomi
Berdasarkan
sistem
hierarki
dalam
klasifikasi
organisme,
taksonomi
Staphylococcus aureus yaitu7:
Domain
: Bacteria
Kingdom
: Eubacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Bacillales
Family
: Staphylococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Species
: Staphylococcus aureus (S. aureus)
2.1.2. Karakteristik dan morfologi
S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat (kokus) yang tersusun
dalam bentuk tandan (kelompok-kelompok) tidak teratur seperti anggur. Bentuk
tandan ini berkaitan dengan kemampuannya untuk berkembang dalam beberapa
media. Pada biakan cair kadang berbentuk kokus tunggal, berpasangan, tetrad, atau
rantai. S. aureus tidak membentuk spora, tidak bergerak, dan beberapa strain
memiliki kapsul.1
Habitat S. aureus adalah kulit manusia, terutama di nares anterior dan perineum.
Penularannya melalui udara dan debu, terutama pada lingkungan rumah sakit,
sehingga pasien-pasien dan staf di rumah sakit sering menjadi karier (carrier) utama
S. aureus. Selain itu, dapat bertransmisi melalui tangan dan ujung-ujung jari.1
Gambar 2.1. Staphylococcus aureus secara mikroskopik pada pewarnaan Gram
(Sumber: http://isi_Buku_MRSA_2012_OK.pdf)
S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteri dalam suasana
aerobik atau mikroaerofilik. Genus stafilokokus tahan terhadap kondisi kering, panas
(dapat tahan pada temperatur 50 oC selama 30 menit), tumbuh dengan cepat pada
temperatur 37 oC. Namun, pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur
kamar (20 – 35 oC). Pada media padat, koloni berbentuk bulat, lembut, dan
mengilat.2
Stafilokokus aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat,
menghasilkan asam laktat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna
putih, abu-abu, kuning gelap, atau keemasan, serta tidak menghasilkan gas. Beberapa
merupakan anggota flora normal kulit dan mukosa manusia. Stafilokokus yang
7
patogen sering menghemolisis darah, mengoagulasi plasma dan menghasilkan
berbagai enzim ekstraseluler dan toksin. Akibat pengaruh obat seperti penisilin,
stafilokokus mengalami lisis.2
Gambar 2.2. Koloni S. aureus
(Sumber: Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry 4th ed. China: Elsevier; 2012, p. 125)
S. aureus biasanya tumbuh dalam bentuk koloni warna abu-abu atau kuning
hingga keemasan. Berbagai macam tingkat hemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan
kadang oleh spesies lain. S. aureus menghasilkan katalase positif sehingga
membedakannya dengan streptokokus yang menghasilkan katalase negatif. Selain
itu, S. aureus menghasilkan koagulase positif sehingga membedakannya dari spesies
lain.1,2
2.1.3. Patogenisitas
Stafilokokus dapat menyebabkan berbagai macam infeksi biasa dan yang tidak
biasa (luar biasa), seperti abses-abses pada organ, endokarditis, gastroenteritis
(keracunan makanan) dan sindrom syok toksik. Stafilokokus tidak jarang terpisah
8
dari rongga mulut. S. aureus dalam jumlah yang banyak ditemukan dalam saliva
orang dewasa sehat usia di atas 70 tahun.1
S. aureus adalah patogen utama pada manusia. Hampir setiap orang pernah
mengalami berbagai infeksi S. aureus dalam hidupnya, dari keracunan makanan yang
berat atau infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan.1
Berbagai macam enzim dan toksin dihasilkan oleh S. aureus, tetapi tak ada
satupun strain yang menghasilkan susunan lengkap. Dua yang penting di antaranya
ialah koagulasi dan enterotoksin, dimana koagulasi merupakan faktor utama dalam
patogenisitas S. aureus. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh S. aureus di
antaranya1:
a. Infeksi-infeksi superfisial; S. aureus menjadi penyebab umum bisul, borok,
pustula, abses, konjungtivitis dan infeksi luka. Jarang menyebabkan infeksi
oral, dapat menyebabkan angular cheilitis (bersama dengan Candida
albicans) pada sudut-sudut bibir.
b. Keracunan makanan (muntah dan diare); disebabkan oleh enterotoksin.
c. Sindrom syok toksik; disebabkan oleh enterotoksin.
d. Infeksi-infeksi dalam; seperti osteomielitis, endokarditis, septikemia, dan
pneumonia.
S. aureus merupakan bakteri patogen yang umumnya menyebabkan infeksiinfeksi kulit lokal maupun infeksi sistemik yang berbahaya. S. aureus menghasilkan
sejumlah toksin dan enzim sebagai faktor virulensinya, antara lain dalam Tabel 2.1.
9
Tabel 2.1. Toksin dan enzim yang dihasilkan oleh S. aureus1
Toksin/ Enzim
Aktivitas
Toksin
Sitotoksin (α,β,γ,δ)
Lisis sel
Leukosidin
Membunuh leukosit
Toksin epidermolitik
Eksfoliasi dan pemecahan epidermis
Toksin sindrom syok toksik
Syok, rash, deskuamasi
Enterotoksin (A-E)
Merangsang muntah dan diare
Enzim
Koagulasi
Pembekuan plasma
Katalase
Aktivitas bakterisidal polimorfis
Hyaluronidase
Kerusakan jaringan ikat
DNAase (Nuklease)
Hidrolisis DNA
Lipase
Memecah lipid membran sel
Penisilinase
Menghancurkan obat-obat β-lactam
Protein A
Antifagositik
(Sumber: Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry 4th ed. China: Elsevier; 2012, p. 126)
Terdapat beberapa jenis lesi infeksi dalam rongga mulut yang juga disebabkan
oleh S. aureus, di antaranya adalah angular cheilitis dan pembesaran jaringan
mukosa (pustula, abses, dan lain-lain). Pada angular cheilitis (perleche, angular
stomatitis), mikroba patogen yang berperan adalah Candida albicans (C. albicans)
bersama atau tanpa S. aureus. Adanya lapisan kulit (kerak) yang kekuningan pada
lesi dapat menunjukkan infeksi stafilokokus.1
2.1.4. Pengobatan dan pencegahan
Sebagian besar (>80%) strain S. aureus resisten terhadap obat-obat β-laktam dan
beberapa antibiotik tertentu. Fenomena terakhir yaitu multiresisten S. aureus adalah
10
umum diketahui, terutama strain yang diisolasi dari rumah sakit; ini menyebabkan
infeksi nosokomial. Resistensi penisilin adalah karena produksi β-laktamase
dikodekan oleh plasmid. Enzim menghancurkan khasiat antibiotik dengan cincin βlaktam (yaitu obat golongan penisilin). Antibiotik yang aktif terhadap S. aureus
adalah golongan penisilin untuk isolat sensitif, flukloksasilin (stabil terhadap βlaktamase), eritromisin, asam fusidic (untuk infeksi kulit), sefalosporin, dan
vancomisin. Kebersihan, cuci tangan dan manajemen aseptik lesi dapat mencegah
penyebaran S. aureus.1
2.2. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
2.2.1. Sistematika taksonomi
Sistematika taksonomi pandan wangi sebagai berikut.8
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Pandanales
Famili
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Spesies
: Pandanus amaryllifolius Roxb.
11
2.2.2. Nama ilmiah dan nama lain9
2.2.2.1. Nama ilmiah
Nama ilmiah pandan wangi adalah Pandanus amaryllifolius Roxb. Sinonim
dengan Pandanus odorus Ridl., Pandanus latifolius Hassk., Pandanus hasskarlii
Merr..
2.2.2.2. Nama daerah
Nama daerah pandan wangi adalah pandan harum, pandan rempai, pandan wangi
(Sumatera); pandan rampe (Sunda); pandan wangi (Jawa); pondang, pondago
(Sulawesi); kelamoni, pondaki (Maluku); pandan arum (Bali); bonak (Nusa
tenggara).
2.2.2.3. Nama asing
Nama asing pandan wangi adalah fragrant screw pine, fragrant pandan,
Indonesian screw pine, scented pandan, umbrella tree (Inggris); lu eou su, ban lan ye
(Cina); pandano (Italia); pandan (Belanda); schraubenbaum, schraubenpalme
(Jerman); pandanasu (Korea); kenr (Hindi); nioi tako no ki (Jepang); pandan
jelingkeh, pandan bau (Malaysia); bai toey, bai toey hom (Thai); skruepalme
(Denmark).
2.2.3. Karakteristik umum dan habitat
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) atau biasa disebut pandan saja
adalah jenis tumbuhan monokotil dari famili Pandanaceae. Daunnya merupakan
komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia
Tenggara lainnya. Pandanus amaryllifolius Roxb. merupakan satu-satunya spesies
12
Pandanus yang memiliki daun yang wangi. Tumbuhan ini dikenal dengan bau wangi
yang khas, sehingga disebut fragrant screw pine.10
Gambar 2.3. Tumbuhan pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
(Sumber: Gambar daun pandan wangi [internet]. Available from: URL: http://bahanmembuat.com/wp-content/uploads/2012/11/1102.jpg. Accessed: 30/01/2015)
Terdapat dua jenis spesies pandan wangi, yaitu kecil dan besar.11
1. Pandan wangi kecil
Batang jenis ini tingginya mencapai 1 – 1,6 m, berbentuk tirus, dengan
diameter 2 – 5 cm. Daunnya panjang, berbau wangi, bujur memanjang, dengan
panjang 25 – 75 cm dan lebar 2 – 5 cm. Daun berwarna hijau pudar, tipis dan
lembut, serta tidak pernah berbunga atau berbuah.
2. Pandan wangi besar
Tinggi batang jenis ini mencapai 2 – 4,5 m, diameter hingga 15 cm, ditunjang
oleh akar tunggang yang besar. Daunnya panjang membujur, dengan ukuran
panjang 1,5 – 2,2 m dan lebar 7 – 9 cm, dengan permukaan atas hijau tua,
13
umumnya tidak berbunga. Di Maluku, dilaporkan bahwa hanya yang jantan yang
berbunga.
Pandan wangi memiliki dua bentuk pertumbuhan yang berbeda. Jika
pertumbuhan terganggu, maka pohon tumbuh menjadi pohon kecil dan biasanya
tidak bercabang. Batang menyerupai palm (palm-like) dan daun panjang (hingga 2
m). Jika daun terus dipanen, maka akan diperoleh bentuk pohon yang rendah, lebih
semak dengan daun yang lebih kecil (hingga 75 cm) dan batang tidak terlihat. Bentuk
pertumbuhan kecil ini senang tumbuh pada iklim tropis yang selalu basah, namun
perlahan-lahan dapat kembali ke bentuk pertumbuhan yang besar jika dibiarkan
tanpa gangguan. Dua bentuk pertumbuhan yang cukup berbeda ini pernah dianggap
sebagai dua spesies pandan yang berbeda di masa lalu.11,12
Pandan wangi tumbuh dengan tinggi antara 0,5 – 1 m, tetapi dapat meninggi
hingga 2 m. Batang berbentuk bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar,
serta akar tunggang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal,
duduk dengan pangkal memeluk batang, dan tersusun berbaris tiga dalam garis
spiral. Daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar,
panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm, berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan
bawah bagian ujung-ujungnya, dan berwarna hijau. Buah batu, berbentuk bola,
menggantung dan berwarna jingga, diameter 4 – 7,5 cm. Beberapa varietas memiliki
daun bergerigi.12,13
Pandan wangi dipercaya berasal dari pulau Maluku di Indonesia. Selanjutnya
banyak ditanam di negara-negara subtropis dan tropis lainnya, paling banyak di Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Tumbuhan ini banyak ditanam di halaman atau di kebun14
kebun, terkadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa, atau di tempat-tempat yang
agak lembap.11
Saat ini, pandan wangi tumbuh tersebar hingga daerah India Selatan, Sri Lanka,
semenanjung Asia Tenggara, Indonesia dan New Guinea Barat.11
2.2.4. Kandungan senyawa kimia dan khasiat
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam pandan wangi diantaranya
alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna.8
2.2.4.1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di
alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas
dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada
tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung
alkaloid dengan kadar yang sedikit.14
Pada pandan wangi, terdapat kandungan senyawa alkaloid tipe piperidine, yaitu
pandamarine, pandamarilectones, dengan struktur pyrroline.15
2.2.4.2.
Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau
triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya
immunomodulator, antitumor, antiinflamasi, antivirus, antijamur, dapat membunuh
kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hipokolesterol. Saponin mempunyai sifat
bermacam-macam, yaitu memiliki rasa manis atau pahit, dapat membentuk buih,
dapat menstabilkan emulsi, dan dapat menyebabkan hemolisis. Saponin dapat
15
digunakan antara lain untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian
dan kosmetik, dalam membuat obat-obatan, serta sebagai obat tradisional.16
Saponin ditemukan terutama dalam tumbuh-tumbuhan. Namanya diambil dari
genus suatu tumbuhan yaitu saponaria, akar dari famili Caryophyllaceae yang dapat
dibuat sabun. Saponin juga dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan famili lain.16
Saponin berfungsi sebagai antibakteri dan antimikroba. Hal ini didasarkan pada
sifat sitotoksik dari saponin dan kemampuannya dalam mempengaruhi permeabilitas
membran sitoplasma sehingga sel mikroba menjadi lisis.17
Pemakaian herbal yang mengandung saponin memiliki efek samping sehingga
harus berhati-hati. Orang hamil sebaiknya tidak mengonsumsi herbal yang
mengandung saponin. Selain itu, dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, dan pada
orang dengan gagal ginjal sebaiknya menghindarinya, karena sebagian saponin dapat
menyebabkan retensi air dan kalium.16
2.2.4.3. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa golongan fenolik. Senyawa fenol dapat mengikat
protein. Keberadaan flavonoid pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses
fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid.18
Flavonoid dikenal sebagai salah satu substansi antioksidan yang sangat kuat
sehingga dapat menghilangkan efek merusak yang terjadi pada oksigen dalam tubuh
manusia. Senyawa ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar
dapat ditemukan dalam kandungan tumbuhan. Saat ini lebih dari 6.000 senyawa
berbeda masuk ke dalam golongan flavonoid.18
16
Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki
hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C),
antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik.18
Fungsi flavonoid sebagai antivirus telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk
virus HIV (AIDS) dan virus herpes. Selain itu, flavonoid juga dilaporkan berperan
dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma, katarak,
diabetes, encok/ rematik, migrain, wasir, dan periodontitis.18
2.2.4.4. Tanin
Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering ditemukan pada
tanaman. Tanin merupakan astrigen, polifenol, memiliki rasa pahit, dapat mengikat
dan mengendapkan protein serta larut dalam air (terutama air panas). Umumnya
tanin digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, tetapi tanin
juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan
pendarahan) dan wasir.17
Tanin terdapat luas pada tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus di jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer
yang kuat dan tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang
berasal dari tuumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi
kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Tanin
mempunyai mekanisme mempresipitasi protein bakteri sehingga terjadi inaktivasi
enzim yang diproduksi bakteri dan menginaktivasi protein transport dinding sel
bakteri sehingga merusak dinding sel bakteri.17
17
Secara fisika, tanin memiliki sifat antara lain akan membentuk koloid jika
dilarutkan ke dalam air, memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid
dan gelatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan
protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim proteolitik.17
2.2.4.5. Polifenol
Polifenol atau senyawa phenolic merupakan senyawa antioksidan alami pada
tumbuhan, dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,
tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Antioksidan alami yang berasal
dari tumbuhan memiliki gugus hidroksil pada struktur molekulnya. Jumlah gugus
hidroksil inilah yang mempengaruhi aktivitas antioksidan senyawa phenolic pada
tumbuhan. Jika gugus hidroksil yang dimiliki lebih dari satu, maka aktivitas
antioksidannya akan meningkat.8
Aktivitas antioksidan dari polifenol berperan penting dalam penyerapan dan
penetralan radikal bebas atau penguraian peroksida. Antioksidan polifenol biasanya
digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan,
kosmetik, farmasi, dan plastik. Antioksidan polifenol juga dapat mengurangi risiko
penyakit jantung dan kanker.8
Polifenol pada pandan wangi dapat diperoleh dari daun melalui proses ekstraksi
menggunakan pelarut etanol 96%. Zat yang dihasilkan dapat dijadikan alternatif
pengganti antioksidan sintetik dalam industri pangan.8
18
2.2.4.6. Zat warna dan minyak atsiri
Daun pandan wangi mengandung zat warna dan minyak atsiri. Senyawa
penyusun absolute minyak atsiri daun pandan wangi terdiri atas golongan senyawa
alkana, alkena, benzena, alkohol, fenol, terpen, dan ester. Komponen penyusun
aroma pada pandan wangi berwarna kuning sebagai hasil oksidasi pigmen
karotenoid.5
Pada daun, terdapat kandungan minyak esensial yang terdiri dari asetilpirolin,
linalool, pandamarilakton, dan seskuitperen hidrokarbon. Pada akar, terdapat asam 4hidrobenzoik.11
Khasiat pandan wangi terutama pada daunnya. Daun pandan wangi merupakan
komponen cukup penting dalam tradisi boga Indonesia dan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, yaitu digunakan sebagai pewangi makanan karena aroma yang
dihasilkannya. Selain sebagai pewangi makanan, daun pandan juga dipakai sebagai
sumber warna hijau bagi makanan, sebagai komponen hiasan penyajian makanan,
dan juga sebagai bagian dalam rangkaian bunga di pesta perkawinan untuk
mengharumkan ruangan. Oleh karena aroma yang dihasilkannya, pandan wangi
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan minyak wangi. Alkaloid 2-acetyl-1pyrroline merupakan zat yang memberi rasa harum.5
Pandan wangi juga memiliki khasiat sebagai obat. Pengertian berkhasiat obat
adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika
tidak mengandung zat aktif tertentu tetapi mengandung efek yang sinergis dari
berbagai zat yang berfungsi mengobati. Berdasarkan beberapa literatur, tumbuhan
19
pandan wangi mengandung zat bioaktif yang memiliki khasiat sebagai antidiabetes,
analgesik, antioksidan, antibakteri dan antijamur.4,5,8,9
Dalam bidang pengobatan di Asia Tenggara, daun pandan digunakan untuk
menyegarkan badan, menurunkan demam, mengobati gangguan pencernaan dan
masuk angin. Minyak dari daun pandan berfungsi sebagai obat pencuci perut,
mengobati penyakit kusta, dan sebagai penambah nafsu makan. Juga dilaporkan
bahwa daun pandan efektif mengobati sakit kepala, rematik, epilepsi, dan sebagai
obat untuk sakit tenggorokan. Bijinya dapat memperkuat jantung dan hati, sedangkan
akarnya digunakan sebagai diuretik dan perangsang nafsu. Di Indonesia, minyak
atsiri (volatile oil) pandan wangi digunakan sebagai obat sakit gigi, rematik, dan
penenang. Ekstrak air panas dari akar pandan wangi memiliki aktivitas hipoglikemik,
yang diketahui berasal dari kandungan 4-hydroxybenzoic acid.10
Secara tradisional pandan wangi digunakan dengan cara diminum hasil perasan
air daunnya yang segar yang telah direbus atau diseduh atau ditumbuk. Untuk
pemakaian luar, daun pandan wangi dicuci bersih dan digiling halus, kemudian
diturapkan pada luka atau kulit kepala yang berketombe.5
Daun pandan wangi juga mengandung carotenoids, tocopherols dan tecotrienols,
quercetin, dan protein lemak transfer non spesifik. Pandanin, yang merupakan isolat
dari ekstrak saline pandan wangi memiliki aktivitas antiviral terhadap virus herpes
simpleks tipe-1 (HSV-1) dan virus influenza (H1N1).13 Daunnya yang mengkilat dan
harum dapat dijadikan tanaman hias di dalam rumah.13
20
2.2.5. Zat antibakteri
Zat antibakteri pada tumbuhan merupakan zat-zat aktif pada tumbuhan yang
berpotensi sebagai antibakteri. Zat aktif dalam pandan wangi yang berpotensi sebagai
antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, fenolik, steroid, dan terpenoid.6,8 Zatzat aktif ini pada tumbuhan bekerja sebagai zat antibakteri dengan mekanisme kerja
yang belum diketahui secara pasti. Secara umum, mekanisme penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat berlangsung dalam
beberapa cara, yaitu19:
1. Mengganggu pembentukan dinding sel, dengan adanya akumulasi komponen
lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel akan menyebabkan
perubahan komposisi penyusun dinding sel.
2. Penghambatan fungsi membran plasma. Beberapa antimikroba merusak
permeabilitas membran, akibatnya terjadinya kebocoran materi intraseluler,
seperti senyawa fenol yang dapat mengakibatkan lisis sel dan denaturasi protein,
serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Penghambatan sintesa protein, asam nukleat dan aktivitas enzim. Efek senyawa
antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika senyawa antimikroba
mempunyai spesifitas yang sama dengan ikatan kompleks yang menyusun
struktur
enzim.
Penghambatan
ini
dapat
mengakibatkan
terganggunya
metabolisme sel, seperti sintesa protein dan asam nukleat.
21
2.3.
Ekstraksi kandungan kimia pada tumbuhan
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat/ senyawa kimia dari bagian/ organ tumbuhan
(simplisia). Ekstraksi kandungan kimia pada tumbuhan dilakukan dengan tujuan
menarik zat-zat kimia yang terdapat dalam simplisia. Tumbuhan pandan wangi
mengandung beberapa zat aktif yang khasiatnya bergantung pada jenis pelarut yang
digunakan untuk mengekstraksi daunnya. Pandan wangi memiliki aktivitas
antibakteri pada ekstrak etanol dan etil asetat. Etanol dapat melarutkan senyawa
alkaloid, flavonoid, diglikosida, flavonoid, dan sedikit minyak atsiri. Sedangkan etil
asetat dapat melarutkan senyawa golongan alkaloid, aglikon, monoglikosida,
terpenoid, dan steroid.6
2.4.
Uji daya hambat antibakteri
Kegunaan dari uji daya hambat antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem
pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat bermacam-macam metode uji
antimikroba, antara lain.19
2.4.1. Metode difusi
Metode difusi terbagi menjadi lima, yaitu disc diffusion (tes Kirby & Bauer), ETest, ditch-plate technique, gradient-plate technique, dan cup-plate technique.
Metode yang umum digunakan ialah metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer).
Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada medium agar yang telah
ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada medium agar tersebut. Area
22
jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan medium agar.
2.4.2. Metode dilusi
2.4.2.1. Metode dilusi cair (broth dilution test)
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration) atau kadar
hambat minimum (KHM), dan MBC (minimum bactericidal concentration) atau
kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba
uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa
adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan
sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada medium cair tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18 – 24
jam. Medium cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
KBM.
2.4.2.2. Metode dilusi padat (solid dilution test)
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan medium padat
(solid). Keuntungan metode ini adalah salah satu konsentrasi agen antimikroba yang
diuji dapat dipergunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium.
4.2. Desain penelitian
Desain penelitian ini adalah post test only control group design.
4.3. Tempat dan waktu penelitian
4.3.1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Pendidikan (RSP)
Universitas Hasanuddin.
4.3.2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2015.
4.4.
Variabel penelitian
4.4.1
Variabel independen : Ekstrak pandan wangi (EPW)
4.4.2. Variabel dependen
: Pertumbuhan bakteri S. aureus
4.5.
Definisi operasional variabel
1.
Ekstrak pandan wangi (EPW), yaitu hasil penyarian pandan wangi dengan
pelarut metanol. Sebagian EPW kemudian diencerkan dengan NaCl steril
untuk membuat beberapa konsentrasi (5%, 10%, 25%, 50%, dan 75%).
2.
S. aureus, merupakan bakteri S. aureus sediaan yang diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi RSP UNHAS.
3.
Pertumbuhan S. aureus, yaitu bakteri S. aureus yang dibiakkan selama 24 jam
pada suhu 34 oC, dan telah disetarakan tingkat kekeruhannya dengan Mc.
Farlands 0,5 – 0,65.
4.
Daya hambat ekstrak pandan wangi yaitu adanya kemampuan ekstrak pandan
wangi dalam beberapa konsentrasi untuk menghambat pertumbuhan/
membunuh S. aureus, dilihat dari luasnya zona inhibisi (zona bening) yang
terbentuk pada medium agar setelah inkubasi.
5.
Zona inhibisi adalah luas daerah bening pada medium agar setelah di inkubasi
yang diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong (mm).
4.6.
Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah suspensi bakteri S. aureus yang telah
disetarakan tingkat kekeruhannya dengan Mc. Farlands 0,5 – 0, 65 dan ditanam di
medium MHA. Biakan murni S. aureus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
RSP UNHAS. Ekstrak pandan wangi yang digunakan terdiri dari enam konsentrasi
yaitu 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100%.
26
4.7.
Alat dan bahan penelitian
4.7.1. Alat:
1. Cawan petri
19. Kertas label, spidol permanen
2. Tabung reaksi dan rak
20. Batang pengaduk
3. Labu erlenmeyer
21. Sendok tanduk besi
4. Inkubator
22. Pinset
5. Autoklaf
23. Botol fial/ botol kaca
6. Ose bulat
24. Mikropipet
7. Gelas ukur
25. Jangka sorong
8. Rotavapor
26. Kapas
9. Kertas saring
27. Aluminium foil
10. Corong saringan
28. Masker dan handscoon
11. Timbangan analitik
29. Cotton swab steril
12. Gunting
30. Densimeter/ densicheck
13. Toples kaca
31. Alat mix (vortex)
14. Mangkuk capor
32. Lemari pendingin
15. Oven simplisia
33. Lempeng KLT
16. Blender
34. Penyemprot larutan pereaksi
17. Paper disc
35. Bunsen dan korek api
18. Pencadang silinder
36. Kamera digital
27
4.7.2. Bahan:
1. Isolat murni S. aureus dari laboratorium Mikrobiologi RSP Universitas
Hasanuddin.
2. Daun pandan wangi yang diperoleh dari Desa Pallangga Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan.
3. MHA (Mueller Hinton Agar)
4. NaCl steril
5. Disk novobiosin dan disk vancomycin
6. Metanol
7. Etil asetat
8. Pereaksi untuk uji zat (Dragendrof, AlCl3, FeCl3, Libermann-Burchard)
4.8.
Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat daya hambat EPW terhadap pertumbuhan
S. aureus. Metode uji daya hambat yang digunakan adalah metode difusi agar (tes
Kirby & Bauer).
a. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang digunakan yaitu metode sterilisasi panas basah dengan
menggunakan autoklaf. Sterilisasi dilakukan pada alat-alat yang akan digunakan dan
medium pembenihan. Semua alat yang resisten kelembapan disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121 oC selama 20 menit. Medium MHA dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit pada suhu 121
o
C.
28
b. Persiapan suspensi bakteri S. aureus
Biakan murni S. aureus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi RSP Unhas.
Suspensi bakteri dibuat dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9% dengan cara
menyetarakan kekeruhannya dengan Mc. Farlands 0,5 – 0,65 menggunakan alat
penyetaraan kekeruhan densicheck.
c. Pembuatan ekstrak pandan wangi
Pembuatan ekstrak pandan wangi dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas
Farmasi Unhas. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Daun pandan wangi
dicuci bersih di bawah air mengalir lalu dikering-anginkan. Daun pandan wangi yang
telah kering airnya dipotong kecil-kecil (ukuran ± 1×1cm) dan dimasukkan ke dalam
oven simplisia suhu 50 – 60 oC untuk dikeringkan (hilang kandungan airnya). Setelah
kering daun dihaluskan dengan cara diremas-remas, digerus dan diblender sampai
menjadi potongan yang lebih kecil. Kemudian ditimbang sebanyak 100 gram,
dimasukkan ke dalam toples kaca dan direndam dalam metanol selama tiga hari.
Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring dan corong saringan. Hasil
penyaringan diuapkan dalam rotary evaporator (rotavapor) hingga kental kemudian
ditaruh dalam wadah kaca steril dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin sampai
akan digunakan.
d. Pengenceran
Pengenceran dilakukan untuk menghasilkan beberapa konsentrasi EPW yang
akan digunakan untuk melihat daya hambat EPW tehadap pertumbuhan bakteri S.
aureus. Pengenceran dilakukan dengan cara menambahkan NaCl steril ke dalam
29
ekstrak pandan wangi 100% sebanyak jumlah perbandingan yang sesuai dengan
konsentrasi yang diinginkan. Dalam penelitian ini dibuat lima kali pengenceran
untuk mendapatkan konsentrasi EPW 5%, 10%, 25%, 50%, dan 75%. Untuk
konsentrasi 100%, EPW tidak ditambahkan NaCl.
i)
EPW 75%; sebanyak 0,3 ml EPW dimasukkan ke dalam botol fial ditambah
0,1 ml NaCl kemudian di mix dan diberi tanda “EPW 75%” di botol tersebut.
ii)
EPW 50%; sebanyak 0,5 ml EPW dimasukkan ke dalam botol fial ditambah
0,5 ml NaCl kemudian di mix dan diberi tanda “EPW 50%” di botol tersebut.
iii)
EPW 25%; sebanyak 0,5 ml EPW 50% dimasukkan ke dalam botol fial
ditambah 0,5 ml NaCl kemudian di mix dan diberi tanda “EPW 25%” di botol
tersebut.
iv)
EPW 10%; sebanyak 0,1 ml EPW dimasukkan ke dalam botol fial ditambah
0,9 ml NaCl kemudian di mix dan diberi tanda “EPW 10%” di botol tersebut.
v)
EPW 5%; sebanyak 0,05 ml EPW dimasukkan ke dalam botol fial ditambah
0,95 ml NaCl kemudian di mix dan diberi tanda “EPW 5%” di botol tersebut.
e. Uji daya hambat EPW terhadap pertumbuhan S. aureus
Prosedur uji daya hambat EPW terhadap pertumbuhan S. aureus adalah sebagai
berikut.
1. Menyiapkan 3 buah cawan petri steril.
2. Mengisi cawan petri dengan medium MHA steril (hingga setengah tinggi
cawan) dan didiamkan hingga memadat sebagai lapisan dasar (based layer).
3. Pencadang diletakkan di atas lapisan dasar medium sesuai jumlah larutan yang
akan diuji. Tiap cawan petri diletakkan tiga pencadang dengan saling berjarak
30
satu sama lain. Selanjutnya dituangkan lagi medium MHA steril di atas
medium tersebut dan didiamkan hingga memadat sebagai lapisan pembenihan
(seed layer).
4. Pencadang dilepas dari medium sehingga terbentuk sumur-sumur untuk larutan
yang akan diuji.
5. Cotton swab steril dicelup ke dalam suspensi bakteri S. aureus yang telah
disetarakan dan digoreskan di atas medium MHA dalam cawan petri dengan
teknik spreading.
6. Dengan menggunakan pipet mikro sumur-sumur pada medium MHA diisi
dengan larutan yang akan diuji, yaitu EPW 100%, 75%, 50%, 25%, 10%, dan
5%, serta kontrol positif yaitu disk novobiosin dan kontrol negatif yaitu NaCl.
Untuk sumur pada cawan petri pertama diisi dengan EPW 100%, EPW 25%,
dan kontrol negatif (NaCl) masing-masing 200 μl. Untuk sumur pada cawan
petri kedua diisi dengan EPW 5%, EPW 10%, dan disk novobiosin sebagai
kontrol positif. Sedangkan pada cawan petri ketiga diisi EPW 50%, EPW 75%,
dan kontrol negatif (NaCl) masing-masing 200 μl.
7. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37 oC dan diinkubasi selama
24 jam.
8. Mengukur diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur pencadang
yang berisi EPW yang diuji menggunakan jangka sorong.
f. Partisi EPW menggunakan etil asetat
EPW yang menggunakan pelarut metanol yang telah jadi dilarutkan
menggunakan etil asetat kemudian diuapkan dalam rotavapor hingga kental dan
31
diperoleh dua bagian ekstrak, yaitu ekstrak pandan wangi bagian larut etil asetat dan
ekstrak pandan wangi bagian tak larut etil asetat. Partisi dilakukan dengan tujuan
memisahkan senyawa yang terlarut dalam ekstrak berdasarkan kepolarannya. EPW
bagian larut etil asetat melarutkan senyawa yang non polar, sedangkan EPW bagian
tak larut etil asetat melarutkan senyawa- senyawa polar.
g. Uji daya hambat EPW hasil partisi terhadap pertumbuhan S. aureus
Uji daya hambat EPW hasil partisi dilakukan untuk melihat daya hambat EPW
yang mengandung senyawa bersifat nonpolar saja atau polar saja. Prosedur uji daya
hambat EPW hasil partisi terhadap pertumbuhan S. aureus adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan 4 buah cawan petri steril.
2. Mengisi cawan petri dengan medium MHA steril (dua cawan petri diisi hingga
hampir penuh dan dua lainnya hingga hampir setengah tinggi cawan) dan
didiamkan hingga memadat sebagai lapisan dasar (based layer).
3. Pencadang diletakkan di atas lapisan dasar medium pada dua cawan petri
sesuai jumlah larutan yang akan diuji. Tiap cawan petri diletakkan empat
pencadang dengan saling berjarak satu sama lain. Selanjutnya dituangkan lagi
medium MHA steril di atas medium tersebut dan didiamkan hingga memadat
sebagai lapisan pembenihan (seed layer). Kemudian pencadang dilepas dari
medium sehingga terbentuk sumur-sumur untuk larutan yang akan diuji.
4. Cotton swab steril dicelup ke dalam suspensi bakteri S. aureus yang telah
disetarakan dan digoreskan di atas medium MHA dalam cawan petri dengan
teknik spreading.
32
5. Dengan menggunakan pipet mikro sumur-sumur pada medium MHA diisi
dengan larutan yang akan diuji, yaitu EPW 5%, 10%, dan 50% serta kontrol
negatif yaitu NaCl dan kontrol positif yaitu disk vancomycin. Cawan petri
pertama untuk uji EPW bagian larut etil asetat, dan cawan petri kedua untuk uji
EPW bagian tak larut etil asetat.
6. Pada cawan petri yang diisi dengan MHA hingga hampir penuh, diletakkan
paper disc yang telah dicelup EPW bagian larut dan tak larut etil asetat dalam
konsentrasi yang sama dengan yang diuji dengan menggunakan pencadang.
7. Cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37 oC dan diinkubasi selama
24 jam.
8. Mengukur diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur pencadang
yang berisi EPW yang diuji menggunakan jangka sorong.
h. Uji kandungan zat dalam EPW
Uji kandungan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya zat
tertentu dalam suatu ekstrak. Metode yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis
(KLT). Zat yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, fenolik, steroid, dan terpenoid.
Disiapkan empat lempeng lapis tipis (lempeng KLT) untuk uji keempat zat tersebut.
Lempeng KLT diteteskan EPW dan disemprot dengan pereaksi yang sesuai
kemudian dikeringkan dan dilihat warna yang timbul di bawah sinar UV 366. Untuk
uji alkaloid digunakan pereaksi Dragendrof, untuk uji flavonoid digunakan AlCl3,
fenolik digunakan FeCl3, dan untuk uji terpenoid dan steroid digunakan pereaksi
Libermann-Burchard.
33
4.9.
Alat ukur dan pengukuran
Parameter uji daya hambat EPW dalam penelitian ini adalah besarnya diameter
zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitar sumur pencadang yang berisi
EPW beberapa konsentrasi dan zona bening di sekitar paper disc yang berisi EPW
beberapa konsentrasi. Selanjutnya diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Paremeter uji kandungan zat yaitu fluorosensi warna tertentu yang timbul di bawah
sinar UV setelah disemprot pereaksi yang sesuai untuk zat yang diuji. Pada uji
alkaloid, fluorosensi warna jingga/ oranye menunjukkan adanya alkaloid. Pada uji
flavonoid, fluorosensi warna kuning menunjukkan adanya kandungan flavonoid.
Pada uji kandungan fenolik, fluorosensi hitam/ biru tua menunjukkan adanya
kandungan fenolik, dan pada uji terpenoid/ steroid, fluorosensi merah menunjukkan
adanya kandungan terpenoid sedangkan hijau-biru menunjukkan adanya steroid.
34
4.10. Alur penelitian
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin dan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Pendidikan (RSP)
Universitas Hasanuddin. Penelitian diawali dengan pembuatan ekstrak pandan wangi
konsentrasi 100% di Laboratorium Fitokimia, selanjutnya dilakukan penelitian uji
daya hambat ekstrak pandan wangi terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus (S. aureus) secara in vitro di Laboratorium Mikrobiologi RSP.
Ekstrak pandan wangi (EPW) yang diuji yaitu EPW konsentrasi 5%, 10%, 25%,
50%, 75%, dan 100%, sehingga dilakukan pengenceran EPW dengan NaCl steril
untuk konsentrasi 5%, 10%, 25%, 50%, dan 75%. EPW dalam enam konsentrasi
tersebut kemudian dilakukan uji daya hambat (uji antibakteri) terhadap pertumbuhan
S. aureus pada tiga cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Pada
tiap cawan petri dibuat tiga sumur pencadang untuk meletakkan ekstrak yang akan
diuji. Cawan petri pertama untuk uji ekstrak konsentrasi 100% dan 25%, serta
kontrol negatif (NaCl). Cawan petri kedua untuk uji ekstrak konsentrasi 5% dan
10%, serta disk novobiosin sebagai kontrol positif. Sedangkan pada cawan petri
ketiga untuk uji ekstrak konsentrasi 50% dan 75%, serta kontrol negatif (NaCl).
Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam, diperoleh hasil bahwa ekstrak pandan
wangi tidak dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Hal ini diketahui dari tidak
terbentuknya zona bening (inhibisi) pada medium pembenihan di sekitar sumur
pencadang yang mengandung EPW konsentrasi berbeda. Keenam konsentrasi EPW
36
tidak ada yang membentuk zona bening pada medium pembenihan. Kontrol negatif
yaitu NaCl yang diletakkan di medium cawan petri pertama dan ketiga juga tidak
membentuk zona bening pada medium pembenihan sekitarnya. Sedangkan pada
medium di sekitar kontrol positif (disk novobiosin) terdapat zona bening yang cukup
luas (± 23 mm).
Tabel 5.1. Hasil uji daya hambat EPW terhadap pertumbuhan S. aureus
Kontrol
Zona hambat EPW (mm)
Pengerjaan
(mm)
5%
10%
25%
50%
75%
100%
+
-
I
0
0
0
0
0
0
24
0
II
0
0
0
0
0
0
22
0
Rata-rata
0
0
0
0
0
0
23
0
(Sumber: data primer)
Setelah diperoleh hasil tersebut, dilakukan partisi ekstrak pandan wangi dengan
menggunakan pelarut etil asetat dan diperoleh dua bagian ekstrak yaitu bagian larut
etil asetat dan bagian tak larut etil asetat. Kedua bagian ini kemudian digunakan
untuk uji daya hambat terhadap pertumbuhan S. aureus.
Ekstrak pandan wangi bagian larut dan tak larut etil asetat dibuat dalam
konsentrasi 5%, 10%, dan 50% dan dilakukan pengujian dengan dua teknik
pengerjaan metode difusi agar, yaitu dengan menggunakan kertas cakram dan sumur
pencadang. Setiap bagian ekstrak dilakukan pengujian dalam dua cawan petri.
Cawan petri pertama untuk pengerjaan dengan sumur pencadang dan cawan petri
kedua untuk pengerjaan dengan kertas cakram. Untuk pengerjaan dengan sumur
37
pencadang, pada medium MHA diletakkan empat pencadang untuk tiga konsentrasi
EPW (5%, 10%, 50%) dan kontrol negatif. Sedangkan untuk pengerjaan dengan
kertas cakram, pada medium diletakkan empat kertas cakram yang telah direndam di
dalam tiga konsentrasi EPW (5%, 10%, 50%) dan kontrol negatif. Untuk medium
pengujian ekstrak bagian larut etil asetat digunakan kontrol negatif yaitu DMSO
(dimetil sulfoksida) yang juga digunakan untuk mengencerkan ekstrak bagian larut
etil asetat. Sedangkan untuk medium pengujian ekstrak bagian tak larut etil asetat
digunakan kontrol negatif yaitu NaCl yang juga digunakan untuk membuat
konsentrasi ekstrak bagian tak larut etil asetat. Semua medium menggunakan kontrol
positif berupa disk vancomycin. Hasil yang diperoleh setelah inkubasi 24 jam yaitu
tidak menunjukkan adanya zona bening di sekitar sumur maupun kertas cakram yang
mengandung ekstrak pandan wangi bagian larut maupun tak larut etil asetat. Hal ini
berarti bahwa ekstrak pandan wangi tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
S.aureus secara in vitro.
Tabel 5.2. Hasil uji daya hambat ekstrak pandan wangi hasil partisi menggunakan
etil asetat terhadap pertumbuhan S. aureus
Zona hambat ekstrak pandan wangi (mm)
Pengerjaan
Bagian I (larut etil asetat)
Bagian II (tak larut etil asetat)
5%
10%
50%
K+
K–
5%
10%
50%
K+
K–
I
0
0
0
18
0
0
0
0
18
0
II
0
0
0
18
0
0
0
0
18
0
(Sumber: data primer)
38
Uji daya hambat ekstrak pandan wangi bagian larut etil asetat dan bagian tak
larut etil asetat menunjukkan tidak adanya daya hambat terhadap pertumbuhan S.
aureus. Kemudian dilakukan uji kandungan zat aktif dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) pada ekstrak hasil partisi tersebut untuk melihat ada tidaknya kandungan zat
aktif tertentu dalam ekstrak pandan wangi.
Zat aktif yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, fenolik, dan terpenoid/ steroid.
Ekstrak pandan wangi bagian larut dan tak larut etil asetat diteteskan pada lempeng
lapis tipis silika gel (TLC silika gel Go F254) kemudian disemprot dengan pereaksi
sesuai dengan zat yang diuji. Pereaksi yang digunakan untuk uji alkaloid adalah
pereaksi Dragendrof, untuk uji flavonoid adalah aluminium klorida (AlCl3), untuk uji
fenolik adalah besi klorida (FeCl3), dan untuk uji terpenoid/ steroid adalah pereaksi
Libermann-Burchard. Selanjutnya dilakukan
identifikasi noda dengan cara
mengeringkan hasil semprotan dalam ruang asam dan melihat fluorosensi yang
ditimbulkan di bawah cahaya lampu UV 366. Pada uji alkaloid, timbul fluorosensi
warna jingga/ oranye menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak pandan wangi
hasil partisi, yaitu ekstrak bagian larut etil asetat dan bagian tak larut etil asetat. Pada
uji flavonoid, timbul fluorosensi warna kuning pada ekstrak bagian tak larut etil
asetat dan tidak ada warna kuning pada ekstrak bagian larut etil asetat. Hal ini
menunjukkan adanya kandungan flavonoid dalam ekstrak pandan wangi bagian tak
larut etil asetat, sedangkan dalam ekstrak bagian larut etil asetat tidak mengandung
flavonoid. Pada uji kandungan fenolik, diketahui terdapat kandungan fenolik dalam
kedua bagian ekstrak pandan wangi dari adanya fluorosensi hitam/ biru tua, dan pada
uji terpenoid/ steroid, diketahui terdapat kandungan terpenoid/ steroid dalam kedua
39
bagian ekstrak pandan wangi dari adanya fluorosensi merah (menunjukkan
kandungan terpenoid) dan hijau-biru (steroid).
Tabel 5.3. Hasil uji kandungan alkaloid, flavonoid, fenolik, dan terpenoid/ steroid
dalam ekstrak pandan wangi
Uji kandungan
Ekstrak
pandan wangi
Bagian I (larut
etil asetat)
Bagian II (tak
larut etil asetat)
Terpenoid/
Alkaloid
Flavonoid
Fenolik
+
–
+
+
+
+
+
+
Steroid
(Sumber: data primer)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ekstrak pandan wangi hasil partisi
(bagian larut etil asetat dan tak larut etil asetat) yang digunakan dalam penelitian
mengandung alkaloid, fenolik, terpenoid dan steroid. Hanya ekstrak bagian tak larut
etil asetat yang mengandung flavonoid.
40
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan tujuan
untuk mengetahui daya hambat ekstrak pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak pandan wangi tidak dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus (S. aureus).
Ekstrak pandan wangi dibuat dengan menggunakan pelarut metanol. Metanol
dengan polaritas yang sama dengan etanol dan lebih rendah daripada air digunakan
dengan tujuan dapat melarutkan senyawa yang relatif polar pada daun pandan yaitu
alkaloid, flavonoid, dan fenolik yang berpotensi sebagai antibakteri dan antijamur.
Ekstrak pandan wangi yang diuji sebanyak enam konsentrasi, yaitu konsentrasi 5%,
10%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Keenam konsentrasi ekstrak pandan wangi tidak
ada yang membentuk zona bening (zona hambat) pada medium di sekitarnya.
Kontrol negatif (NaCl) tidak membentuk zona bening pada medium, sebaliknya
kontrol positif (disk novobiosin) membentuk zona bening sekitar 23 mm. Hal ini
menunjukkan bahwa pengerjaan uji daya hambat telah dilakukan dengan benar dan
ekstrak pandan wangi tidak dapat menghambat pertumbuhan S. aureus bahkan dalam
konsentrasi 100%. Hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa ekstrak etanol pandan wangi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.
aureus.6
Menurut Mardiyaningsih A dan Aini R (2014)6, pemilihan pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi senyawa bioaktif dari daun pandan merupakan faktor
penting yang berpengaruh terhadap potensi terapi ekstrak daun pandan wangi.
Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa ekstrak pandan wangi yang
menggunakan pelarut etanol 96% tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Escherichia coli (E. coli). Sedangkan
ekstrak pandan wangi yang menggunakan pelarut etil asetat dan campuran etanol-etil
asetat (1:1 v/v) memiliki aktivitas antibakteri terhadap kedua jenis bakteri tersebut.
Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan partisi ekstrak pandan wangi menggunakan
etil asetat dan diuji daya hambatnya terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.
Partisi EPW menggunakan etil asetat dilakukan dengan tujuan membagi EPW
berdasarkan sifat kepolarannya, yaitu EPW bagian larut etil asetat (non polar) dan
EPW bagian tak larut etil asetat (polar). Kedua bagian ekstrak pandan wangi ini
selanjutnya dilakukan uji daya hambat terhadap pertumbuhan S. aureus, masingmasing dibuat dalam tiga konsentrasi yaitu konsentrasi 5%, 10%, dan 50%. Hasil uji
daya hambat ekstrak pandan wangi hasil partisi menunjukkan bahwa ekstrak pandan
wangi tidak dapat menghambat pertumbuhan S. aureus, baik ekstrak bagian larut etil
asetat maupun ekstrak bagian tak larut etil asetat. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini tidak sejalan dengan Mardiyaningsih A dan Aini R (2014)6, yang
menunujukkan bahwa ekstrak pandan wangi yang menggunakan pelarut etil asetat
dan campuran etanol-etil asetat (1:1 v/v) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli, dengan potensi antibakteri terhadap S. aureus terbesar
adalah ekstrak yang menggunakan pelarut campuran etanol-etil asetat (1:1 v/v).
42
Penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji kandungan zat/ senyawa aktif untuk
melihat ada tidaknya zat yang diketahui terkandung dalam ekstrak pandan wangi
yang digunakan dalam penelitian. Zat yang diuji kandungannya dalam ekstrak
pandan wangi hanya lima yaitu alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid dan steroid.
Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak pandan wangi yang larut etil asetat
mengandung alkaloid, fenolik, terpenoid, dan steroid. Sedangkan ekstrak pandan
wangi yang tak larut etil asetat mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik,
steroid, dan terpenoid. Kadar zat tersebut dalam ekstrak pandan wangi tidak dapat
diketahui dari hasil uji ini. Sehingga kedua bagian ekstrak meskipun hampir
memiliki kandungan yang sama (hanya satu kandungan yang berbeda yaitu
flavonoid), tetapi kemungkinan memiliki kadar zat yang berbeda-beda karena sifat
kepolarannya berbeda. Selain itu, tidak mutlak bahwa suatu ekstrak yang
menggunakan pelarut yang sama akan mengandung zat/ senyawa yang sama pula,
begitupun sebaliknya.
Menurut Sukandar dkk (2014) dalam Mardiyaningsih A6, senyawa yang mungkin
terlarut dalam ekstrak yang menggunakan pelarut etil asetat adalah senyawa yang
relatif non polar, seperti golongan alkaloid, aglikon, monoglikosida, terpenoid, dan
steroid. Sedangkan ekstrak dengan pelarut etanol dapat melarutkan senyawa alkaloid,
flavonoid, diglikosida, dan sedikit minyak atsiri.
Penelitian sebelumnya oleh Sukandar dkk., menyebutkan bahwa ekstrak etil
asetat negatif terhadap alkaloid pada uji tabung dengan pengendapan Dragendrof,
Mayer, dan Burchardat. Alkaloid-alkaloid tersebut bahkan diduga tidak memberikan
kontribusi terhadap aktivitas antibakteri.20
43
Hasil penelitian sebelumnya tentang skrining fitokimia dengan GC MS terhadap
ekstrak etil asetat daun pandan wangi menunjukkan adanya empat golongan utama
yaitu asam lemak, terpenoid, steroid, dan vitamin. Senyawa terpenoid utama yang
diduga bersifat toksik pada BSLT adalah skualena, sedangkan senyawa steroid utama
yang diduga toksik adalah gamma-sitosterol. Kedua senyawa tersebut yang diduga
memberikan efek baktersid pada S. aureus.20
Ekstrak pandan wangi yang digunakan dari awal penelitian ini adalah ekstrak
pandan wangi yang menggunakan pelarut metanol, yang memiliki sifat kepolaran
yang sama dengan etanol. Kemudian dilakukan partisi menggunakan etil asetat dan
menghasilkan dua bagian ekstrak. Hasil uji ekstrak bagian larut etil asetat yang
diduga akan melarutkan senyawa yang hampir sama dengan eksrak etil asetat yang
dapat menghambat pertumbuhan S. aureus pada penelitian sebelumnya, ternyata
tidak dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Hal ini diduga disebabkan oleh
adanya perbedaan kandungan yang signifikan antara ekstrak pandan wangi yang
menggunakan pelarut metanol kemudian dipartisi menggunakan etil asetat dengan
ekstrak pandan wangi yang menggunakan pelarut etil asetat. Sebagaimana menurut
Mardiyaningsih A dan Aini R, pemilihan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
senyawa bioaktif dari daun pandan merupakan faktor penting yang berpengaruh
terhadap potensi terapi ekstrak daun pandan wangi.
44
BAB VII
PENUTUP
7.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang menggunakan
pelarut metanol tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus.
2. Faktor yang mungkin menyebabkan ekstrak pandan wangi tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus adalah pelarut yang digunakan
untuk mengekstraksi, dan/ atau kadar zat aktif dalam ekstrak pandan wangi
yang digunakan tidak mencukupi untuk dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus.
3. Tumbuhan pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan satusatunya spesies Pandanus yang memiliki daun wangi tetapi bentuk tumbuhnya
dapat bervariasi yang disebabkan oleh lingkungan tempat tumbuh yang
berbeda. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan kandungan zat aktif dalam
tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri/ antimikroba.
7.2. Saran
Setelah menyelesaikan penelitian, saran-saran yang dapat disampaikan peneliti
mengenai uji daya hambat suatu ekstrak tumbuhan antara lain:
1. Mencari referensi sebanyak-banyaknya mengenai tumbuhan yang akan diteliti,
pembuatan
ekstrak,
penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukan,
serta
mempelajari tentang uji daya hambat suatu ekstrak tumbuhan terhadap
pertumbuhan bakteri tertentu.
2. Melakukan determinasi spesies tumbuhan yang akan digunakan.
3. Membuat ekstrak dengan kualitas yang baik dan menggunakan pelarut yang
telah ditentukan.
4. Melakukan uji kandungan zat dalam ekstrak untuk melihat zat yang terdapat
dalam ekstrak yang akan diuji, yaitu membuktikan adanya zat-zat aktif yang
berpotensi sebagai antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
uji. Jika memungkinkan, dapat dilanjutkan penelitian untuk melihat kadar
senyawa yang terkandung dalam ekstrak.
5. Melakukan proses uji daya hambat secara hati-hati dan steril.
6. Melakukan penelitian selanjutnya mengenai daya hambat ekstrak daun pandan
wangi yang menggunakan pelarut berbeda terhadap bakteri S. aureus maupun
mikroba lainnya (bakteri Gram negatif dan fungi) seperti Escherichia coli dan
Candida albicans. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
potensi antibakteri dan antijamur tumbuhan-tumbuhan pandan wangi yang
tersebar di Indonesia.
46
DAFTAR PUSTAKA
1.
Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry 4th ed. China: Elsevier;
2012, pp. 125-7, 265
2.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran buku 1. Alih bahasa:
Mudihardi E, dkk, editor. Jakarta: Salemba medika; 2005, hal. 317-22
3.
Brooks GF, Carroll C, Butel JS, Morse SA, Mietzner A. Melnick & adelberg’s
medical microbiology 25th ed. USA: Mc Graw Hill; 2010, pp. 617
4.
Muttolifah R. Efek berbagai konsentrasi infus dan jenis organ tumbuhan pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap diameter zona hambat
Pityrosporum ovale secara in vitro [internet]. 2007. Available from: URL:
eprints.umm.ac.id. Accessed: 7/12/2014
5.
Tasia WRN, Widyaningsih TD. Jurnal review: potensi cincau hitam (Mesona
palustris BI.), daun pandan (Pandanus amaryllifolius) dan kayu manis
(Cinnamon burmanii) sebagai bahan baku minuman herbal fungsional. JPA;
2014; 2(4): 128-31
6.
Mardiyaningsih A, Aini A. Pengembangan potensi ekstrak daun pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai agen antibakteri. Pharmaciana; 2014;
4(2): 185-91
7.
Anonim. A microbial biorealm page on the genus Staphylococcus aureus.
Curated page from microbewiki [internet]. 2011. Available from: URL:
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Staphylococcus_aureus.
Accessed:
12/8/2015
8.
Margaretta S, Handayani SD, Indraswati N, Hindarso H. Ekstraksi senyawa
phenolic Pandanus amaryllifolius Roxb. sebagai antioksidan alami. J Widya
Teknik; 2011; 10(1): 21-4
9.
Porcher MH. Multilingual multiscript plant name database, sorting pandanus
names [internet]. The University of Melbourne; 2005. Available from: URL:
http://www.plantnames.unimelb.edu.au/Sorting/Pandanus.html.
Accessed:
21/12/2014.
10. Nonato MG, Takayama H, Garson MJ. Pandanus alkaloid: chemistry and
biology. In: Cordell GA, The alkaloids: chemistry and biology. Academic Press;
2008, pp. 215-7
11. Hean Chooi Ong. Rempah-ratus: khasiat makanan & ubatan. Malaysia: Utusan
Publications; 2008, hal. 176-7
12. Jacqueline. The splendid aroma of Pandanus amaryllifolius (pandan leaf).
[internet]. 2011. Availble from: URL: http://www.jaycjayc.com/pandanusamaryllifolius-odorus/. Accessed: 21/12/2014
13. Hidayat S, Wahyuni S, Anda S. Seri tumbuhan obat berpotensi hias. Jakarta:
Elex Media Komputindo, hal. 71
14. Lopez DC, Nonato MG. 2012. Alkaloid from Pandanus amaryllifolius collected
from marikina, Philippines. Phil J of Sci; 2005; 134(1): 39-44.
15. Katzer G. Spice Pages: Pandan leaves (Pandanus amaryllifolius Roxb.).
[internet]. 2012. Available from: URL: http://gernot-katzers-spicepages.com/engl/Pand_ama.html. Accessed: 21/12/2014
16. Soekamto NH. Aktivitas antibakteri dan antijamur ekstrak dan senyawa dari
Kleinhovia hospita dan Pterospermum subpeltatum (Sterculiaceae). Makalah
Simnas KBA XIX; 2011.
17. Setiorini HE. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan Propionibacterium
acnes dan Pseudomonas aeruginosa serta skrining fitokimia. Skripsi tesis.
Univeristas Muhammadiyah Surakarta; 2011
18. Mulyaningsih S. Analisis pemanfaatan daun binahong (Andredera cordifolia,
Steenis.) sebagai antimikroba. Jurnal Dikbio; 2014
19. Pratiwi ST. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga; 2008, hal. 42-3, 188-91
20. Sukandar D, Hermanto S, Lestari E. Uji toksisitas ekstrak daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) dengan metode brine shrimp lethality test
(BSLT).
Available
from:
URL:
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/
valensi/article/viewfile/217/135. Accessed: 7/12/2014. Hal. 63-70
48
LAMPIRAN
1. Dokumentasi penelitian
Tumbuhan pandan wangi
yang digunakan dalam penelitian
Ekstrak metanol pandan wangi (EPW) 100%
NaCl steril untuk mengencerkan EPW 100%
dan membuat EPW dalam beberapa konsentrasi
Proses pembuatan ekstrak pandan wangi
dalam rotavapor
EPW hasil partisi menggunakan etil asetat
EPW yang telah diencerkan sesuai dengan
konsentrasi yang akan digunakan
50
Beberapa alat dan bahan yang digunakan
dalam proses uji daya hambat
Proses uji daya hambat EPW terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus
Proses uji daya hambat EPW hasil partisi menggunakan etil asetat
terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus
Uji kandungan zat alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid dan steroid dalam EPW
51
2. Surat-surat
52
53
Bakteri Staphylococcus aureus”
54
55
56
57
58
59
3. Kartu kontrol skripsi
60
61
Download