BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan bentuk coccus dan susunan berkelompok seperti anggur. Bakteri ini secara normal dapat kita dapatkan pada kulit dan mukosa manusia. S. aureus sering menyebabkan banyak penyakit seperti infeksi kulit, jerawat atau acne vulgaris, sindrom syok toksik, food poisoning, dan infeksi lainnya. Dalam penelitian beberapa tahun terakhir, infeksi kulit akibat Staphylococcus aureus dan komplikasinya mulai meningkat terutama pada anak - anak (Saxena et al., 2010). Pada suatu waktu, S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap berbagai jenis antibiotik tapi karena kemampuannya untuk beradaptasi dengan pengobatan yang diberikan, mulai terjadi kasus resistensi S. aureus. Penggunaan antibiotik seperti golongan makrolide dan tetrasiklin yang telah menjadi pilihan utama untuk pengobatan infeksi akibat Staphylococcus sejak 15 tahun yang lalu, baik secara oral maupun topikal. Namun, hal ini menjadi tidak efektif lagi dikarenakan adanya peningkatan resistensi S. aureus terhadap beberapa antibiotik terutama terhadap eritromisin di Amerika, Inggris dan Australia (Fanelli et al., 2011). Banyak usaha sudah dikembangkan dalam upaya mencari komponen antimikrobial dari berbagai macam sumber seperti mikroorganisme, hewan dan tanaman herbal. Penggunaan tanaman herbal sebagai pengobatan alternatif telah menjadi hal yang sering kita jumpai sehari – hari, terutama untuk penyakit yang mempunyai resistensi terhadap antibiotik yang digunakan. Ekstrak berbagai tanaman telah dibuktikan mengandung molekul bioaktif tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur. Tanaman mengandung banyak metabolit sekunder seperti tanin, terpenoide, coumarin, alkaloid, dan flavonoid yang memiliki efek antimikrobial. (Shukla et al., 2011; Ahmad et al., 2012). Lobak (Raphanus sativus) merupakan tanaman yang populer dikonsumsi di Indonesia sebagai makanan seperti soto dan acar. Panjangnya dapat mencapai 30 1 Universitas Kristen Maranatha – 90 cm dan memiliki akar yang tebal dengan ukuran yang beragam. Efek lobak sebagai tanaman obat menyebabkan konsumsi lobak sebagai makanan sehari hari semakin meningkat. Konsumsi lobak sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti keluhan gastrointestinal, kantung empedu, gangguan hepar, infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan, dan penyakit cardiovaskular (Blažević et al., 2009). Salah satu fungsi lobak yang telah diteliti adalah fungsi antibakterial dan antifungal karena mengandung senyawa aktif yang bersifat antibakterial seperti raphanin, senyawa fenolik dan metabolit sekunder. Berdasarkan hal – hal yang telah disebutkan diatas, diperlukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antibakterial dari lobak terhadap bakteri Staphylococcus aureus. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah Ektstrak Etanol Lobak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian adalah untuk mengetahui efek Ekstrak Etanol Lobak sebagai tanaman obat yang memiliki efek anti bakterial. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur zona inhibisi dari Ekstrak Etanol Lobak terhadap bakteri Staphylococcus aureus. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis adalah menambah wawasan dan memberikan informasi tentang lobak sebagai tanaman obat. Manfaat praktis adalah untuk memberikan informasi bahwa lobak dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk infeksi akibat Staphylococcus aureus. 2 Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang merupakan flora normal kulit dan mukosa bersifat fakultatif anaerob, berbentuk coccus, tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. S. aureus sering menyebabkan infeksi terutama pada kulit dengan cara menghindari mekanisme pertahanan sel inang dengan adanya banyak faktor virulensi. S. aureus dapat menyebabkan infeksi pada kulit yang terlokalisir seperti abses karena adanyan pembentukan dinding pada sekitar proses. S. aureus juga dapat menyebabkan endokartitis dan sepsis jika mikroorganisme ini terbawa ke aliran darah (Jawetz et al., 2010). Antibiotik golongan tetrasiklin dan makrolide seperti eritromisin merupakan pilihan utama pengobatan infeksi akibat S. aureus dengan efektivitas yang cukup baik. Mekanisme kerja dari eritromisin adalah dengan blokade subunit ribosomal 50S dan menghambat translokasi dalam sintesis protein. Namun pengobatan dengan eritromisin sudah menjadi tidak efektif lagi karena meningkatnya kasus resistensi. Resistensi yang terjadi diakibatkan modifikasi reseptor rRNA bakteri dan ekspresi peptida yang spesifik (Webster dan Graber, 2008). Lobak memiliki banyak efek farmakologi yang telah banyak diteliti sebelumnya. Salah satu efeknya adalah antibakterial dan antifungi. Hal ini disebabkan adanya kandungan seperti raphanin, senyawa fenolik dan metabolit sekunder. Raphanin, enzim yang aktif pada pH 6,5 - 7, merupakan substansi aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Raphanin banyak ditemukan di daun, kulit dan akar dari lobak (Sanaa T, 2001). Raphanin bekerja aktif pada Eschericia coli, Pseudomonas pyocyaneus, Salmonella typhi, Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus dan Pneumococci (Shukla et al., 2011). Pada beberapa penelitian lainnya, dikemukakan juga bahwa senyawa fenolik seperti ferulic acid dan caffeic acid dapat menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif (Pérez Gutiérrez dan Perez, 2004). 3 Universitas Kristen Maranatha Kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid dan tanin juga bersifat antibakterial (Shukla et al., 2011; Ahmad et al., 2012). 1.5.2 Hipotesis Ekstrak Etanol Lobak memliki efek antibakterial terhadap bakteri Staphylococcus aureus. 4 Universitas Kristen Maranatha