1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian “Pergilah, bekerjalah untuk keselamatan orang banyak, untuk kebahagiaan orang banyak, karena belas kasihan pada dunia, untuk kesejahteraan, untuk keselamatan, untuk kebahagiaan dewadewa dan manusia…”1 Perintah ini merupakan salah satu ajaran kasih Sang Buddha kepada sesama mahluk hidup, terutama manusia. Ajaran yang mengajak manusia, khususnya umat Buddhis, untuk hidup demi terciptanya kebahagiaan orang lain. Ajaran tersebut dipahami sebagai jalan hidup yang membutuhkan pengorbanan diri untuk orang lain. Selain ajaran Buddha, sebagaimana diuraikan di atas, kita pun dapat menjumpai ajaran tentang pengorbanan diri untuk kebahagiaan orang lain dalam Kekristenan. Ajaran itu tercermin, misalnya dalam perintah Yesus: “...Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri...” (Matius 22 : 39). Dalam perintah di atas Yesus mengajarkan agar murid-muridNya mengasihi sesama manusia, yatiu siapa saja, atau semua manusia. Contoh yang dikemukakan oleh Yesus adalah perumpamaan tentang seorang Samaria yang baik hati (Lukas 10 : 25-37). Dalam perumpamaan itu diungkapkan bahwa menjadi sesama manusia bagi orang yang dirampok adalah orang yang mau menolong dan berkorban untuk orang lain. Yesus mengumpamakan bahwa korban perampokan tersebut adalah orang Yahudi, yang dalam keadaan terluka parah. Kemudian seorang Samaria memberikan pertolongan dan menyerahkannya ke sebuah penginapan untuk dirawat sampai sembuh, dia juga meninggalkan sejumlah uang untuk perawatan orang Yahudi itu. Sedangkan pada masa itu orang Samaria dan orang Yahudi sedang dalam keadaan tidak rukun. Demikianlah seorang kristen seharsunya bersikap sebagai sesama bagi orang lain. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat adanya kesamaan, yaitu agar manusia, dalam kehidupannya menerapkan kasih. Hal inilah yang akan menjadi pokok bahasan penulis dalam karya ini, yatiu melihat lebih dalam ajaran Buddha yang mengajarkan agar umatnya melakukan banyak kebaikan dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal dengan istilah Sila atau peraturan/disiplin. 1 Honig Jr, Ilmu Agama, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1988, hal. 190. Bdk. S. Tachibana, The Ethics Of Budhhism, New York, Barnes & Noble Book 1975, hal. 96-100; Maha Pandita Sumedha Widyadharma, Dhamma-Sari, Jakarta, Yayasan Kanthaka Kencana, 1991, hal 59-60. Pandita Sumedha berpendapat bahwa Agama Buddha didasarkan pada Cinta Kasih - belas kasihan. Demikian juga etika budhhis diusahakan demi kepentingan/ kebaikan (kebahagiaan) bagi banyak orang. 2 Bhikkhu Jotidhammo menyatakan bahwa, “teori etika Buddhis ditemukan dalam perwujudanperwujudan praktek dari beberapa peraturan/disiplin.”2 Dengan menerapkan ajaran buddha dalam Pancasila atau Sila dalam 8 jalan kebenaran, berarti umat Buddha sudah mempraktekkan peraturan atau disiplin. Dengan demikian mereka telah melakukan etika Buddhis3. B. Pokok Permasalahan Penelitian Apabila kedua ajaran tersebut sama-sama menuntut penerapan etika dalam kehidupan seharihari, apakah keduanya juga mempunyai pokok-pokok ajaran yang sama sehingga menuntut penerapan etika yang sama dalam kehidupan? Pertanyaan ini muncul karena tampak dengan jelas bahwa kedua ajaran di atas muncul dari tokoh yang berbeda, yang hidup dalam zaman dan tempat yang berbeda juga. Sebagai orang Kristen yang melihat adanya persamaan tuntutan penerapan nilai etis dalam kehidupan sehari-hari dari kedua ajaran tersebut, penyusun tertarik untuk meneliti tentang alasan yang menyebabkan munculnya tuntutan penerapan etika dari Sang Buddha. Mengapa tuntutan penerapan etika dalam kehidupan itu muncul? Hal inilah yang menjadi pergulumulan penyusun, yaitu ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai etika Budhhis. Mengapa etika Buddhis menjadi sesuatu yang menarik dan perlu dijadikan pergumulan? etika Budhhis dikenal sebagai kode moral yang sempurna, menurut Prof. Max Muller, “Kode moral agama Buddha adalah salah satu yang paling sempurna di dunia ini”4. Dan menurut Prof. Rhys Davids mengatakan: ‘Umat Buddha atau bukan umat Buddha, saya telah menguji setiap agama yang paling besar di dunia; dan tak satupun dari mereka saya temukan sesuatu yang melebihi keindahan dan kelengkapan Jalan Mulia Berunsur Delapan Sang Buddha....”5. Etika Budhhis berorientasi pada praktek nyata dalam kehidupan umat, mengedepankan praktek dalam kehidupan sehari-hari. 2 Bhikkhu Joti Dhammo, Pancasila Buddhis dalam Etika-Sejarah, Teologi dan Etika Agama-Agama, Yogyakarta, Interfidei, 2003, hal. 288. 3 Bagi umat Buddhis istilah etika tidak akrab bagi mereka, istilah yang lebih dikenal adalah Sila (kesusilaan, tata susila, tindakan moral). Hal ini penyusun dapatkan dari hasil wawancara dengan samanera...tanggal, ...di Vihara Mendut. Selain itu penyusun juga menemukan istilah sila lebih banyak digunakan dalam literatur atau buku-buku agama Buddha. Sehingga penggunaan etika Buddhis akan dipahami sebagai sila oleh umat Buddhis. Dalam pembahasan selanjutnya kedua istilah ini akan digunakan. 4 Mahathera Ven. NARADA, Sang Buddha dan Ajaran-AjaranNya, Jakarta, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, 1976. hal. 15. 5 Ven. NARADA Mahathera, hal. 15. 3 Berdasarkan alasan di atas, dalam skripsi ini, penyusun akan membahas tentang etika Buddhis. Untuk membahas etika Buddhis kita pun harus berbicara tentang inti dari ajaran Buddha karena inti ajaran Buddha merupakan landasan (dasar) praktek etika Buddhis dan juga penerapannya. Etika Buddhis yang dimaksud (bahkan oleh kita yang bukan umat Buddhis), misalnya perintah jangan membunuh, artinya sama sekali tidak diperbolehkan menyakiti apalagi membunuh mahkluk yang bernyawa yakni tumbuhan, hewan, manusia. Di samping itu, etika Buddhis juga menawarkan hubungan antara manusia yang sangat praktis, yang didasarkan pada filosofi yang dalam. Dalam pandangan tentang materi, Buddha mengajarkan bahwa materi tidak mampu membahagiakan manusia.6 Bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah fana, sehingga tidak dapat memberikan kebahagiaan sejati. Sila atau kesusilaan dalam agama Buddha sangat beragam dan detail. Disebut beragam karena sila tersebut diberikan berbeda-beda untuk tiap pelaksananya, dan dikatakan detail karena sila tersebut disesuaikan dengan kemampuan pelaksaannya. Sila ini terkandung dalam inti ajaran Sang Buddha, yaitu dalam Kebenaran/ Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya Dukkha; Jalan (tengah) Utama beruas 8 ialah: 1.Pengertian Benar, 2.Pikiran Benar, 3.Ucapan Benar, 4.Perbuatan Benar, 5.Pencaharian Benar, 6.Daya-upaya Benar, 7.Perhatian Benar, 8.Konsentrasi Benar. Sila yang dimaksud terdiri dari point 3.Ucapan Benar, 4.Perbuatan Benar, 5.Pencaharian Benar. Selain sila yang terkandung dalam Jalan Utama Beruas 8 ini, terdapat juga Pancasila. Yaitu lima Peraturan Moral, yang berlaku untuk umat awam. Perintah-perintah itu adalah ; 1.Jangan membunuh, 2.Jangan mencuri, 3.Jangan berzinah, 4.Jangan mengucapkan yang tidak benar, 5.Jangan minum-minuman yang memabukkan atau menikmati makanan secara berlehihan.7 Kedua Sila ini berlaku baik untuk umat awam, untuk para samenera (calon Bhikkhu), dan Bhikkhu. Namun untuk kedua golongan terakhir ada tambahan sila, dalam kitab Vinaya, mereka mempunyai sekitar 227 sila untuk Bhikku dan 300 sila untuk Bhikkuni.8 Penerapan etika Buddhis diharapkan akan menjadikan manusia yang lebih baik dan berbudi luhur. Seseorang yang taat dalam agamanya akan ditunjukkan lewat sikap dan tingkah laku orang itu. Sebab seseorang yang mengaku taat beragama, tidak tega merusak dan menghancurkan barang 6 Pandangan bahwa segala sesuatu yang ada didalam dunia ini tidak kekal (anicca), dan setiap yang tidak kekal akan menimbulkan penderitaan. Lebih jauh lagi hal ini diterapkan dalam menilai setiap benda dan materi bahkan mahkluk hidup yang ada disekitar kita. Bahwa segala sesuatu itu harus dilihat dari sudut pandang yang benar dan apa adanya (realitas) sesungguhnya. 7 Larangan-larangan tersebut kita dapat lihat tertulis dalam Keluaran 20: 1-17, Ulangan 5: 1-22. 8 S. Tachibana,.hal, 80. 4 milik orang lain, apalagi kehidupan sesama. Buddha menolak secara tegas cara-cara yang penuh kekerasan (ahimsa). Dalam agama Buddha seseorang semakin mendalami ajaran Buddha, maka orang itu semakin bijak dalam pikiran dan perbuatan. Oleh sebab itu Jalan Utama beruas 8 dan Lima Perintah Moral adalah etika (petunjuk moral dalam membangun hubungan baik dengan manusia dan alam) bagi pemeluk agama Buddha.9 Demikian halnya apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus, kasih kepada sesama manusia, menjadi dasar dari sikap dan tingkah laku sehari-hari. Mengasihi manusia bukanlah sesuatu yang hanya ada di dalam hati, tetapi secara nyata diwujudkan dalam hubungan dengan sesama dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ajaran dari Yesus didasarkan pada kasih dan anugerah Allah. Di mana peranan Allah adalah yang utama, baik dalam penciptaan maupun dalam menyelamatkan manusia. Selain itu Yesus juga mengajarkan tentang Kerajaan Allah (adanya syalom) yang dinyatakan dalam dunia. Sedangkan pengajaran Buddha didasarkan pada pencapaian pencerahan sempurna. Lalu apa yang dapat diteliti dari kedua hal di atas? Adakah relevansi pengajaran Etika Buddhis bagi kehidupan umat Kristen? Artinya, apakah Etika Buddhis dapat memberikan makna baru dan penghayatan yang lebih dalam bagi umat Kristen untuk mengahayati iman dan ajaran Yesus lebih dalam lagi? Berdasarkan seluruh uraian tentang pokok permasalahan tersebut, penyusun ingin meneliti beberapa pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi. Berikut pertanyaanpertanyaan yang akan dijawab dalam skripsi ini: 1. Apakah inti ajaran agama Buddha (sebagai pemandu untuk memahami etika budhhis)? 2. Apakah etika Buddha itu? 3. Apakah dasar dan tujuan (yang ingin dicapai) dari penerapan etika budhhis bagi pelaksananya? 4. Apakah relevansi Etika Buddhis bagi kehidupan umat Kristen? Judul Skripsi yang diajukan penyusun adalah : Etika Budhhis (Relevansinya bagi umat Kristen ) 9 Dikutip oleh Honig Jr, hal. 196-200. Bdk Bhikkhu Joti Dhammo, hal. 59-62. Lih. Bikkhu Jotidhammo, hal. 287-303. 5 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penyusun dari penelitian ini adalah untuk memahami pokokpokok ajaran agama Buddha, khususnya etika Budhhis. Dengan mengenal nilai-nilai etika yang dimikili oleh umat Budhhis dengan benar. Dengan begitu sebagai umat Kristen kita dapat bersikap dengan benar terhadap umat Buddhis, selain itu penyusun telah meneliti relevansi dari etika Buddhis bagi kehidupan umat Kristen, sehingga dengan demikian kita (umat Kristen) dapat diperkaya10, dan dapat memaknai keimanan kita dalam Yesus Kristus lebih dalam lagi. . D. Metode Penelitian Dalam penyusunan karya ini penyusun menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode deskripsi digunakan untuk memaparkan atau menguraikan pokok-pokok ajaran Buddha dan etika Buddhis. Penyusun menggunakan metode ini karena pokok-pokok ajaran Buddha dan etika Buddhis akan lebih mudah dipahami dengan cara dijelaskan atau diuraikan. Sedangkan penggunaan metode analisa adalah untuk menemukan melihat relevansi etika Buddhis bagi umat Kristen. Untuk mendapatkan data, penyusun mengadakan penelitian yang sifatnya observasi dan juga melakukan studi kepustakaan. Penelitian yang sifatnya observasi ini dilakukan bertujuan untuk mengenal dan mengetahui langsung dari umat Buddhis sendiri dan dari samanera atau bhikkhu, yang sehari-hari menerapkan etika tesebut. Caranya adalah dengan tinggal bersama dengan mereka di Vihara Mendut, mengadakan wawancara, atau bentuk dialog ringan. Sedangkan tujuan dari studi kepustakaan adalah untuk mengumpulkan data yang akurat dari sumber-sumber tertulis atau bukubuku agama Buddha. Karena data yang dibutuhkan adalah mengenai konsep-konsep dan teori-teori baik inti ajaran Buddha maupun teori dari etika buddhis sendiri. Data-data berupa teori dan konsep seperti di atas banyak ditemukan dalam buku-buku atau sumber tertulis agama Buddha. 10 Lih. Eka Darmaputera, Seri Etika sederhana untuk semua-Perkenalan pertama, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1987. hal. 96. ”Bahwa belajar etika, harus menyadari bahwa etika itu sendiri harus merupakan sesuatu yang terbuka dan dinamis. Analisa etis harus merupakan interaksi antar disiplin ilmu, dengan konteks budaya sekitar, berorientasi pada masalah-masalah kongkret, dan peka terhadap perkembangan….” 6 E. Sistematika Penulisan Berdasarkan pertimbangan dalam pembahasan sebelumnya, mengenai latar belakang, pokok pembahasan, tujuan dan metode penelitian maka untuk memudahan pembahasan karya ini penyusun akan menulisnya dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Bab II Membahas Inti agama Buddha. Dalam bab ini penyusun akan menguraikan riwayat hidup Sang Buddha dan pokok-pokok ajaranNya. Di antaranya adalah : 1. Empat Kesunyataan Mulia, 2. Kamma,3. Tilakhana, 4. Paticcasamuppada, 5. Nibbana. Bab III Membahas Etika Buddhis dan penerapannya dalam kehidupan umat Buddha. Penyusun akan menguraikan tentang Etika Buddha dan penerapannya. Baik dalam kehidupan umat, mau pun yang biasa dipraktekkan oleh para samanera dan para bhikkhu. Bab IV Relevansi dan sumbangan bagi kehidupan umat Kristen. Penyusun akan meneliti relevansi dari etika Buddhis bagi kehidupan umat Kristen. Sebagai karya teologi maka karya ini akan memuat pembahasan Etika Kristen dengan nilai-nilai kekristenan yang terkandung di dalamnya. Yaitu dalam hal ini peraturan-peraturan moral, yang diteladankan Yesus, dan diperintahkan kepada para pengikutnya. Pada akhirnya penyusun akan membuktikkan bahwa etika buddhis memberikan makna atau penghayatan lebih dalam bagi umat Kristen dalam memahami ajaran dan perintah Yesus. Bab V Kesimpulan dan saran. Sebagai penutup karya ini, penyusun akan mencoba membuat kesimpulan dan berusaha memberikan saran sesuai dengan pembahasan.