BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pusat berarti pokok pangkal atau yang menjadi pumpuan (berbagai urusan, hal, dsb.). Dan rehabilitasi berarti perbaikan anggota tubuh yang cacat, dsb. atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat. Menurut WHO, stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak. Selain dapat menyebabkan kematian, ada beberapa akibat yang terjadi pada kondisi pasien setelah mengalami serangan stroke (pascastroke) seperti kelumpuhan, depresi, dan kemunduran fisik. Sehingga pusat rehabilitasi pasca-stroke dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah untuk memberikan perawatan dan pemulihan bagi penderita gangguan fungsi otak sebagai akibat dari gangguan aliran darah. Singkatnya, pusat rehabilitasi pasca-stroke merupakan sebuah pusat rehabilitasi bagi para penderita stroke, yang akan memberikan terapi secara intensif kepada penderita pasca-stroke baik terapi fisik, terapi psikologi, dan terapi pola makan. Rehabilitasi sebaiknya dimulai segera setelah kondisi pasien memungkinkan. Rehabilitasi biasanya dimulai di rumah sakit di unit neurology, setelah keadaan pasien memungkinkan maka pasien akan dibawa ke unit atau pusat rehabilitasi pasca-stroke. Dan setelah pasien memiliki perkembangan yang meningkat, pasien akan dipulangkan dan menjalani perawatan di rumah. Rehabilitasi dapat berawal dari tata ruang yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membawa kesembuhan bagi penderita pasca-stroke. Yang harus diperhatikan adalah hubungan antar ruang yang satu dengan yang lain sehingga penderita pasca-stroke dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara efisien. Perancangan sebuah ruang untuk penderita pasca-stroke harus diperhatikan karena dapat memberikan terapi fisik bagi penderita, sehingga ruang yang memiliki besaran maksimal menjadi penting karena penderita pasca-stroke yang mengalami kelumpuhan cenderung menggunakan alat bantu, seperti kursi roda, tongkat, dan lain-lain. Menurut WHO, tujuan rehabilitasi bagi pasien pasca-stroke antara lain: 1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif, dan fungsi lain yang terganggu. 2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas sosial. 3. Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. 2.1.2 Jenis Terapi Jenis terapi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Berikut adalah beberapa jenis terapi untuk pasien pasca-stroke yang dapat disimpulkan dari berbagai sumber (Janatunnisa, 2005; Kemenkes RI, 2012): 1. Fisioterapi Bertujuan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak. Fisioterapi dapat melatih pasien dengan olahraga khusus, penguluran, dan beragam teknik. Salah satu macam fisioterapi adalah di bidang orthopedic, yang sering dilakukan di luar ruangan dan fokus pada pemulihan otot dan tulang. Kegiatan fisioterapi orthopedic ini melibatkan olahraga dan berbagai kegiatan fisik lain. Satu kali sesi terapi ini berlangsung selama kurang lebih 30-60 menit dengan kegiatan berupa konseling, pemanasan, dan olahraga ringan. 2. pTerapi Okupasi Bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemandirian terutama kemampuan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melatih dan memberikan terapi pada gangguan koordinasi, keseimbangan aktivitas lokomotor dengan memperhatikan efektivitas serta efisiensi. Aktivitas fisik yang terarah dapat menimbulkan respon yang adaptif dan berfungsi untuk menstimulasi, mengintegrasi, dan mengembangkan semua indera baik penglihatan (visual), pendengaran (auditory), perabaan (tactile), penciuman, dan keseimbangan (vestivular), sehingga membantu pasien dalam pengorganisasian semua informasi dan merespon lingkungannya. Berbagai kegiatan dari terapi okupasi ini adalah latihan koordinasi, latihan aktivitas kehidupan seharihari, serta berbagai fasilitas simulasi penyandang cacat. 3. Terapi Wicara (Speech Therapy) Merupakan terapi yang dilakukan untuk membantu pasien menguasai kemampuan komunikasi/bicara dengan lebih baik. Terapi ini dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan dengan fasilitas yang mendukung, misalnya pengaturan kursi secara tertentu dimana pasien bisa bersosialisasi secara berkelompok untuk melatih kemampuan bicara mereka dibantu oleh terapis. 4. Terapi Vokasional atau ADL (Activities of Daily Living) Penekanan terapi ini adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan pasien dalam melakukan suatu tindakan/kegiatan sehari-hari. 5. Hydrotherapy Adalah pengobatan kondisi tertentu dengan menggunakan metode khusus dan menggunakan media air. Biasanya hydrotherapy menggunakan air hangat dengan suhu air berkisar antara 33-36˚C. Hydrotherapy umumnya lebih lambat, gerakan terkontrol, dan relaksasi. Manfaat hydrotherapy antara lain memungkinkan otot menjadi rileks dan meredakan nyeri sendi dengan kehangatan airnya, daya apung air dapat membantu mengurangi tekanan pada permukaan sendi dan meningkatkan lingkup gerak sendi, air dapat digunakan untuk memberi resisten/tahanan untuk melakukan gerakan untuk meningkatkan kekuatan otot tertentu. Namun ada beberapa kontra-indikasi yang tidak dianjurkan untuk mengikuti hydrotherapy yaitu infeksi kulit, gangguan bladder dan bowel, demam, hypertensi dan hypotensi, gagal ginjal, gagal jantung, alergi chlorine, epilepsi, dan diabetes tidak terkontrol. 6. Terapi Psikologi/Sosial Melaksanakan pemeriksaan dan evaluasi psikologis, memberikan bimbingan, dukungan, dan terapi psikis bagi pasien dan keluarganya serta mengupayakan pemeliharaan motivasi pasien menuju tujuan rehabilitasi. 2.1.3 Persyaratan Teknis Bangunan Pusat Rehabilitasi Menurut Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik, setiap bangunan ruang rehabilitasi medik merupakan pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat untuk memulihkan fungsi-fungsi motorik seorang pasien setelah mengalami suatu tindakan medis serta menghilangkan atau mengurangi resiko kecacatan pasien di suatu rumah sakit. Persyaratan kebutuhan ruang pada bangunan rehabilitasi adalah sebagai berikut: Tabel 1 Persyaratan Kebutuhan Ruang Bangunan Rehabilitasi Nama Ruang Fungsi Ruang Loket Pendaftaran dan Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, pendataan awal, dan Pendataan ulang untuk segera mendapat tindakan Ruang Tunggu Pasien Ruang pasien dan pengantar menunggu pasien diberikan pelayanan rehabilitasi medik Ruang Pemeriksaan dan Ruang tempat dokter spesialis melakukan pemeriksaan, diagnosis, Penilaian Dokter prognosis pada pasien, dan tempat pasien melakukan konsultasi Ruang Pemeriksaan dan Ruang tempat psikolog melakukan pemeriksaan, diagnosis, prognosis Penilaian Psikologi pada pasien, dan tempat pasien melakukan konsultasi Ruang Fisioterapi Pasif Untuk memberikan pelayanan medis pada pasien berupa suatu intervensi radiasi/gelombang elektromagnet dan traksi, maupun latihan manipulasi yang diberikan pada pasien Ruang Fisioterapi Aktif terdiri dari: 1) Ruang Senam Ruang tempat pasien melakukan kegiatan senam baik perorangan atau (Gymnasium) kelompok dengan bimbingan terapis 2) Ruang Hidroterapi Ruang berupa satu (atau lebih) kolam renang/bak rendam hidroterapi dilengkapi dengan fasilitas penghangat air (water heater swimming pool) dan (khusus pada kolam renang) pemutar arus (whirpool system) Ruang Pelayanan Ortorik Terdiri dari ruang pengukuran, pengepasan, penyetelan, dan pelatihan Prostetik (OP) OP, dan ruang bengkel OP Ruang Terapi Okupasi Ruang tempat terapis okupasi melakukan terapi secara individual atau kelompok Daerah Okupasi Terapi Suatu daerah berupa daerah terbuka hijau/taman yang juga digunakan Terbuka sebagai daerah latihan terapi okupasi berupa suatu jalur jalan (walking track) dengan fasilitas terapi (seperti Pararell Bar’s) dengan variasi permukaan berbeda (Multidimentional Layer) seperti bebatuan, semen, pasir, dan ubin keramik untuk memberi rangsangan berbeda pada telapak kaki maupun ram untuk latihan pengguna kursi roda dan perancah bantu jalan serta dapat dimanfaatkan pasien untuk meningkatkan kemampuan dalam beradaptsi di alam terbuka atau kehidupan kesehariannya Ruang Terapi Wicara Ruang tempat terapis wicara melakukan terapi pada pasien secara Individual dengan individual, karena pasien membutuhkan pelayanan khusus Operator Audiometer Ruang Terapi Wicara Ruang tempat terapis wicara melakukan terapi pada pasien secara Klasikal kelompok agar dapat bersosialisasi dan berinteraksi Nama Ruang Fungsi Ruang Ruang Kerja Ruang kerja petugas instalasi rehabilitasi yang mengurusi masalah Administrasi, Keuangan, keuangan, administrasi, dan personalia di pelayanan rehabilitasi dan Personalia Ruang Ganti dan Loker Ruang ganti pakaian dan menyimpan barang pribadi untuk petugas Petugas rehabilitasi, yang dibagi untuk pria, wanita, dan petugas bengkel OP Ruang Ganti dan Loker Ruang ganti pakaian dan menyimpan barang pribadi untuk pasien Pasien rehabilitasi, yang dibagi untuk pria, wanita, dan di ruang hidroterapi Gudang, terdiri dari: 1) Gudang Material Ruang penyimpanan material bahan baku maupun peralatan kerja di Bahan dan Alat OP bengkel OP 2) Gudang Peralatan Ruang penyimpanan peralatan rehabilitasi medis yang belum terpakai Medis Rehabilitasi atau sedang tidak terpakai untuk pelayanan pasien 3) Gudang Linen dan Ruang penyimpanan linen bersih dan juga perbekalan farmasi untuk Farmasi Rehabilitasi terapi 4) Gudang Kotor Ruang penyimpanan alat dan perabot yang sudat tidak dapat digunakan tapi belum dapat dihapuskan segera (sebaiknya akses tidak menghadap ke arah koridor/ruang pelayanan pasien) Ruang Perawatan Ruang perawatan rawat inap untuk pasien rehabilitasi Kamar Mandi/Toilet Disediakan untuk petugas rehabilitasi pria dan wanita secara terpisah yang dekat dengan ruang ganti, petugas bengkel OP, pasien dan pengantar pasien pria dan wanita secara terpisah di ruang tunggu dan daerah terapi Daerah Cuci Tangan Daerah untuk cuci tangan bagi tiap orang yang akan masuk dalam ruang pelayanan, antara lain pada ruang tunggu dan daerah terapi Dapur Bersih/Dapur Ruang untuk melakukan kegiatan dapur bersih bagi petugas rehabilitasi Kecil dan Ruang Makan maupun untuk menyantap makanan dan minuman dengan meja makan Kecil kecil untuk kapasitas 4 orang Ruang Kebersihan Ruang tempat petugas kebersihan mempersiapkan peralatan kerja, menyimpan bahan kebutuhan kebersihan, dan membersihkan peralatan kerjanya Ruang Utilitas Ruang-ruang utilitas bangunan rehabilitasi seperti ruang panel, ruang pompa, ruang AHU, ruang mesin lainnya termasuk saf, daerah lift, ram, dan tangga untuk menunjang kegiatan pelayanan Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik Berikut adalah contoh denah ruang rehabilitasi medik berdasarkan Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik. Gambar 1 Contoh Denah Rehabilitasi Medik Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik 2.1.4 Alur Kegiatan Berikut adalah alur kegiatan pengguna bangunan pusat rehabilitasi medik menurut Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik. Gambar 2 Alur Kegiatan pada Bangunan Pusat Rehabilitasi Medik Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik 2.2 Tinjauan Khusus 2.2.1 Healing Environment Menurut Malkin dalam Montague (2009), healing environment adalah pengaturan fisik yang mendukung pasien dan keluarga untuk menghilangkan stres yang disebabkan oleh penyakit, rawat inap, kunjungan medis, pemulihan, dan berkabung. Secara umum healing environment adalah suatu desain lingkungan terapi yang dirancang untuk membantu proses pemulihan pasien secara psikologis. Lingkungan fisik mempunyai potensi menjadi healing environment jika dapat mencapai hal-hal berikut (Malkin, 2003): 1. Mengurangi faktor lingkungan yang menimbulkan stres, seperti kebisingan, cahaya yang berlebihan, kurangnya privasi, kondisi udara yang buruk, dll. 2. Menghubungkan pasien dengan alam, dengan view ke luar ruangan, taman, aquarium, elemen air, dll. 3. Memberikan opsi dan pilihan pada pasien sehingga pasien merasa memiliki kontrol. 4. Menyediakan fasilitas dalam dukungan sosial pasien, seperti akomodasi untuk keluarga atau sahabat dalam treatment pasien, akomodasi untuk menginap bagi keluarga pasien, dll. 5. Menyediakan fasilitas yang positif untuk pasien. 6. Menimbulkan perasaan tenang, harapan, refleksi, dan hubungan spiritual dan memberikan kesempatan untuk relaksasi, edukasi, hiburan, dan imajinasi. 2.2.2 Desain Healing Environment Menurut Murphy (2008) ada tiga unsur yang saling mempengaruhi yang digunakan dalam mendesain healing environment, yaitu unsur alam, indera, dan psikologis, yang diuraikan sebagai berikut. 1. Alam (Nature) Alam merupakan sesuatu yang mudah diakses dan melibatkan panca indera, memiliki efek restoratif seperti menurunkan tekanan darah, memberikan kontribusi bagi keadaan emosi yang positif, menurunkan kadar hormon stres dan meningkatkan energi. Unsur alam yang ditempatkan dalam pengobatan pasien dapat membantu menghilangkan stres yang diderita pasien. Salah satu contoh unsur alam adalah taman. Berikut beberapa jenis taman di dalam rumah sakit (Kochnitzki, 2011): a. Contemplative garden, bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan memperbaiki semangat. b. Restorative garden, bermanfaat untuk kesehatan dan membuat perasaan orang yang sakit menjadi lebih baik. c. Healing garden, mengacu pada berbagai fitur taman yang memiliki kesamaan dalam mendorong pemulihan stres dan memiliki pengaruh positif pada pasien, pengunjung, dan staf rumah sakit. d. Enabling garden, adalah taman yang memungkinkan semua orang dari berbagai usia dan kemampuan dapat saling menikmati dan berinteraksi. e. Therapeutic garden, adalah taman yang menerapkan terapi medis lingkungan di dalam kondisi pengobatan medis. 2. Indera (Senses) Indera (senses) terdiri dari penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba yang akan dijabarkan sebagai berikut: a. Indera penglihatan, dalam penerapan desainnya dibutuhkan sesuatu yang dapat membuat mata merasa santai, seperti pemandangan, cahaya alami, karya seni, dan penggunaan warna tertentu. b. Indera pendengaran, suara yang menyenangkan dan menenangkan dapat membantu mengurangi tekanan darah dan detak jantung yang mempengaruhi sistem saraf. Suara yang menenangkan antara lain, suara musik, suara hujan, angin, air yang bergerak, dan burung, serta suara air mancur. c. Indera penciuman, bau yang menyenangkan dapat mengurangi tekanan darah dan detak jantung. Sedangkan bau yang tidak menyenangkan akan meningkatkan detak jantung dan pernapasan. d. Indera perasa, mudah terganggu saat pasien mengalami sakit atau menerima pengobatan. Biasanya ditunjukkan dengan berubahnya rasa makanan atau minuman saat dikonsumsi. Karena itu kualitas makanan dan minuman harus diperhatikan. e. Indera peraba, sentuhan merupakan mekanisme dasar dalam indra, karena sentuhan menegaskan apa yang kita lihat, dengar, cium, dan rasakan. 3. Psikologis Secara psikologis, healing environment dapat membantu proses pemulihan penyakit pasien menjadi lebih cepat, mengurangi stres dan rasa sakit. Perawatan pasien yang diberikan sebaiknya dengan memperhatikan pilihan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang mengarah pada keputusan klinis pasien. Ada enam dimensi untuk perawatan pasien (Department of Health, 2001), antara lain: rasa kasih sayang, empati, dan tanggapan kebutuhan; koordinasi dan integrasi; informasi dan komunikasi; kenyamanan fisik; dukungan emosional; dan keterlibatan keluarga dan teman-teman. Unsur alam dapat dirasakan langsung dengan indera yang secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologis pasien. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi dalam merancang lingkungan terapi. Dari ketiga unsur di atas, diperoleh komponen yang dapat diterapkan dalam desain ruang dan lingkungan bangunan, yaitu pada eksterior dan interior bangunan sebagai berikut. 1. Eksterior Pada eksterior bangunan kesehatan dengan penerapan healing environment, dari beberapa jenis taman therapeutic garden dipilih menjadi jenis taman yang akan digunakan sebagai ruang luar pada bangunan pusat rehabilitasi pasca-stroke, karena taman yang bersifat memberikan terapi medis dibutuhkan oleh pasien pasca-stroke untuk membantu penyembuhan dan pemulihannya. 2. Interior Untuk interior pada bangunan pusat rehabilitasi dengan penerapan healing environment, hal-hal yang harus diperhatikan adalah: a. Bukaan, Pencahayaan Alami, Sirkulasi Udara Banyak penelitian yang menyatakan dan menyarankan bahwa adanya bukaan yang memasukkan cahaya alami yang memadai dan sesuai akan memberikan dampak positif pada kesehatan pasien dan staf medis/non-medis. Penataan cahaya alami yang baik dapat menghindari penggunaan cahaya buatan yang berlebihan. Dan dapat membantu penghematan energi. Pada tahun 1994, Roger Ulrich menguji dampak adanya bukaan pada kamar pasien yang secara tidak langsung memberikan akses kepada alam (nature), dan mendapatkan hasil klinis pasien sebagai berikut. - Jangka waktu rawat inap yang relatif sebentar - Evaluasi negatif dari perawat relatif sedikit - Membutuhkan obat-obatan analgesik yang lebih sedikit Udara yang bersih dan sirkulasi udara yang baik dapat mengurangi tingkat polusi udara dalam ruang yang merupakan satu dari lima bahaya kesehatan publik. Oleh karena itu penting untuk setiap ruangan memiliki jendela yang bisa dibuka untuk berelaksasi dengan hawa alami. b. Pengaturan Ruang, Sirkulasi, dan Furniture Pengaturan sirkulasi dalam bangunan dan tapak dapat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi penggunaan antar ruang. Dalam beberapa penelitian pada healing environment, hal yang disarankan adalah penyediaan private room atau single bed room untuk pasien, karena terbukti dapat membantu pasien untuk beristirahat lebih baik. Selain itu juga komunikasi dengan keluarga atau pengunjung dan tenaga medis yang menangani pasien juga lebih baik, sehingga dapat membuat psikologi pasien lebih baik lagi. Pengaturan furniture perlu diperhatikan terutama untuk ruang-ruang bagi pasien dengan disabilitas, yang juga akan berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi ruang dan sirkulasi. Sirkulasi yang baik juga memudahkan pasien untuk beraktivitas dalam bangunan secara mandiri yang sekaligus sebagai latihan fisik untuk pasien. 2.2.3 Therapeutic Garden Therapeutic garden adalah taman yang diciptakan dengan menambah terapi lingkungan medis yang bertujuan untuk menyembuhkan suatu kondisi pengobatan medis tertentu. Therapeutic berarti sebuah pemahaman suatu kondisi medis, perilakunya, dan gejalanya (Gerlach-Spriggs, Weisen, 2002). Berikut adalah kriteria desain therapeutic garden menurut beberapa ahli: 1. Kriteria desain menurut Marcus (dalam Hidayah, 2010:7-10): a. Kesempatan untuk mendapatkan ruang privasi Hal ini dapat membantu dalam menurunkan tingkat stres dan menciptakan pengalaman dalam perbedaan susunan elemen taman. b. Kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi Dapat ditingkatkan dengan menyediakan sub ruang dengan susunan tempat duduk bagi pengunjung yang mendukung terjadinya sosialisasi c. Kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh Dapat dibuat dengan sistem sirkulasi loop/melingkar dengan beragam jalur, yang dilengkapi dengan pemandangan alami sehingga menarik minat pengunjung untuk masuk ke dalam taman. Jalur pedestrian dan jalur ruang rehabilitasi harus dilengkapi dengan standard keamanan yang baik. d. Berinteraksi dengan alam Taman memiliki beraneka ragam tanaman yang dapat menarik satwa liar. Selain itu taman juga menghadirkan unsur alam lain seperti angin dan pemandangan alami. e. Menyediakan jarak penglihatan taman yang jelas Ada dua jenis visibilitas, yaitu pergerakan pengunjung selama memasuki jalur utama baik pada ruang terbuka atau tertutup sehingga dapat melihat ke arah taman/alam dan akses visual dari ruang pasien, ruang tunggu, dsb. f. Menyediakan kenyamanan fisiologis Kenyamanan dalam pemanfaatan ruang yang disediakan seperti ruang taman dengan cahaya matahari penuh, atau ruang taman dengan shading. g. Menciptakan ketenangan dan keakraban Dapat ditunjang dari keamanan fasilitas taman. h. Menyediakan kemudahan aksesibilitas Kemudahan dalam mencapai taman dan bergerak/beraktivitas dalam taman. Dilengkapi dengan kondisi akses/jalur pencapaian yang nyaman dengan lebar dan panjang jalur yang sesuai dengan kebutuhan pengunjung. i. Menyediakan desain yang jelas dan tidak abstrak Desain yang abstrak dapat menyebabkan ambiguitas dan tidak membantu dalam mengurangi stres. 2. Kriteria desain menurut Stigsdotter dan Grahn (dalam Hidayah, 2010:7): a. Mempertimbangkan pengguna utama dan tingkat kekuatan mentalnya. b. Dapat menstimulasi panca indera. c. Mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif. d. Menciptakan komunikasi pengguna dengan elemen taman. e. Mengakomodasi akses yang mudah dicapai. 3. Kriteria desain menurut Marcus dan Barnes (Koschnitzky, 2011): a. Variasi tanaman yang rimbun dan beragam warna yang menarik yang menguatkan image taman. b. Penggunaan tanaman atau bunga yang bersifat musiman dapat membantu pengguna memahami ritme siklus tahunan. c. Penggunaan pohon yang memiliki dedaunan yang bergerak dengan mudah dan menghasilkan suara walau anginnya kecil. Penempatan pohon sebagai permainan cahaya dan bayangan, warna, dan pergerakan. Pohon juga dapat membantu meredam kebisingan. d. Penggunaan tanaman, birdbaths, feeders, untuk menarik burung dan kupu-kupu. Hindari penggunaan tanaman yang memikat lebah. e. Penggunaan variasi tekstur, bentuk, dan warna tanaman yang harmonis. Hal-hal ini dapat membantu pasien yang penglihatannya lemah dan menstimulasi indera peraba. f. Penggunaan elemen air karena bersifat menenangkan baik secara pendengaran maupun penglihatan. Selain dapat membantu proses pemulihan juga membantu mengurangi kebisingan. g. Menciptakan batas tanaman antara public garden dan kantor atau kamar pasien. h. Menyediakan jalan untuk melatih gerak jalan dan observasi objek di dalam taman dan menyediakan variasi pemandangan, level shading, dan tekstur tanaman. i. Material paving cocok untuk dilalui kursi roda dan lebar jalan cukup untuk pasien yang menggunakan kursi roda saling melewati satu sama lain. j. Memberikan pencahayaan buatan sehingga taman tetap dapat digunakan pada malam hari. Gunakan pencahayaan yang rendah sehingga cahaya tidak mengganggu kamar pasien atau menyilaukan mata. k. Menyediakan banyak bangku taman. Kursi yang dapat dipindah atau peletakan bangku taman yang tepat dapat memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Penempatan bangku taman di dekat entrance taman untuk pengguna dengan batas waktu tertentu seperti pegawai atau staf. Tempat duduk harus memiliki sandaran punggung, serta warnanya tidak menimbulkan panas saat terkena matahari. l. Menyediakan naungan sehingga taman dapat digunakan dalam semua musim. m. Memanfaatkan view alam pada tapak. n. Menyediakan satu atau dua fitur taman yang menarik yang menjadikan taman tersebut mudah diingat. Berdasarkan ketiga kriteria desain therapeutic garden di atas dapat disimpulkan kriteria desain therapeutic garden sebagai berikut: 1. Variasi Ruang Menyediakan ruang baik untuk kebutuhan seorang diri atau untuk kelompok. Dapat dilakukan salah satunya dengan penyusunan tempat duduk dalam taman. Menurut Susanto (2011), ruang pada taman dapat dibagi menjadi ruang penerimaan, ruang transisi, ruang interaksi sosial, ruang terapi, dan ruang meditasi. Tabel 2 Ruang pada Taman No. Ruang Aktivitas Fasilitas 1 Penerimaan Melihat papan informasi (signage) Papan informasi (signage) 2 Transisi Berjalan Paving block Koridor No. Ruang 3 Interaksi Sosial 4 Terapi Aktivitas Fasilitas Duduk-duduk/beristirahat Gazebo Berbincang dengan keluarga Kolam air Makan makanan ringan Bangku taman Pertemuan antar staf Tempat sampah Refleksiologi Jalur terapi kaki Fisioterapi (outdoor gym, hidroterapi) Handrail Kolam air dan hidroterapi Lawn 5 Meditasi Duduk dan beristirahat Tempat duduk Bangku taman Sumber: Susanto, 2011 2. Penggunaan Material Terdiri dari hardscape dan softscape. Area hardscape setidaknya sepertiga dari total area taman. Area softscape terdiri dari berbagai jenis tanaman seperti pohon, semak, lawn, dsb. Area hardscape termasuk jalur sirkulasi, jalur refleksi, jalur latihan, dan berbagai sarana taman lainnya. Material untuk jalur-jalur tersebut harus diperhatikan, supaya dapat digunakan baik untuk orang normal, dan orang dengan cacat tertentu seperti pengguna tongkat dan kursi roda. Untuk sirkulasi dapat menggunakan material conblock, keuntungannya adalah mudah dalam pemasangan, tersedia dalam berbagai warna dan tekstur, awet, kuat, biaya pemeliharaan rendah, penyerapan panasnya rendah (Harris dan Dines, 1996). Penggunaan warna conblock yaitu warna yang tidak memantulkan cahaya, misalnya abu-abu atau dapat dikombinasikan dengan warna teduh lainnya. Beberapa contoh pola conblock dan warnanya yaitu sebagai berikut. Gambar 3 Jenis dan Pola Pemasangan Conblock Sumber: Harris dan Dines, 1996 Gambar 4 Contoh Paving dan Penggunaan Handrail Sumber: www.lefrank.ca, diakses Maret 2015 Untuk jalur refleksi, rute lintasan didesain dengan tekstur yang beragam kualitas permukaannya. Pembuatan jalur refleksi dilengkapi dengan handrail, kombinasi batuan, dan papan petunjuk penggunaan dan manfaatnya. Secara sekuensi jalur refleksi dimulai dengan kolam untuk cuci kaki, kemudian susunan kerikil tumpul dan rapat, susunan kerikil runcing dan rapat, susunan kerikil renggang, kerakal, koral, blok-blok beton, potongan memanjang log kayu, dan susunan variasi kerikil dan koral. Gambar 5 Contoh Paving Block Refleksi Sumber: Susanto, 2011; Hidayah, 2010 Gambar 6 Variasi Jenis Paving untuk Jalur Sirkulasi Refleksi Sumber: Pramukanto, 2006 3. Jalur Sirkulasi Pedestrian Memungkinkan pasien untuk melatih gerak dan fisiknya. Dapat dibuat dengan pola sirkulasi linier, yaitu dapat berbentuk lengkung atau berbelok arah, memotong jalan lain, bercabang, dan loop/melingkar (Sofyan, 2010; Tofani, 2011; Yadnya, 2012). Yang direkomendasikan adalah dengan bentuk loop/melingkar dengan beragam jalur, variasi pemandangan, shading. Lebar jalan harus memperhatikan penggunanya, terutama cukup untuk dua kursi roda saling melewati satu sama lain. Selain itu jalur sirkulasi ada yang menggunakan naungan, dan ada yang tanpa menggunakan naungan. Tujuan adanya naungan adalah agar taman dapat digunakan dalam berbagai cuaca. Gambar 7 Contoh Jalur Sirkulasi dalam Taman Sumber: www.lefrank.ca diakses Maret 2015 4. Penggunaan Tanaman Dengan variasi tanaman yang rimbun, variasi tekstur, bentuk, dan warna tanaman, serta penggunaan tanaman yang bersifat musiman. Hal-hal ini dapat membantu pasien yang penglihatannya lemah dan menstimulasi indera peraba. Namun tanaman yang dapat menarik perhatian lebah perlu dihindari. Penempatan pohon juga perlu diperhatikan sebagai permainan cahaya dan bayangan, serta sebagai peredam kebisingan. Vegetasi yang diterapkan disesuaikan dengan ruang dan fungsi vegetasi, yang akan dijabarkan sebagai berikut. Tabel 3 Konsep Vegetasi No. 1 Ruang Fungsi Tanaman Penerimaan Estetika Fungsi Spesifik Pembentuk identitas: warna bunga menarik dan semak 2 3 Transisi Interaksi Sosial Estetika dan tanaman Estetika: pohon rendah pengarah berbunga pembatas dan semak Estetika dan peneduh Penyegar suasana, pohon tinggi, semak berbunga 4 5 Terapi Meditasi Aromaterapi Tanaman berbau segar dan berwarna cerah Holtikultura Tanaman pertanian dan buah Estetika, aromaterapi, Pemberi efek hening, tenang, dan dan peneduh menyejukkan Sumber: Susanto, 2011 Gambar 8 Ilustrasi Penggunaan Tanaman pada Taman Sumber: www.worldatlas.com, www.runningmaps.eu, diakses Maret 2015 Contoh tanaman yang memiliki daya tarik perubahan warna bunga yaitu Wera (Hibiscus mutabilis) yang berubah warna pada pagi hari (Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti, 2008). Aroma yang dihasilkan tanaman dapat berasal dari daun, bunga, dan batang. Contoh tanaman aroma yang berasal dari bunga yaitu tanaman Cempaka (Michelia champaca), berasal dari daun yaitu tanaman Pala (Ministica fragraus), dan berasal dari batang yaitu tanaman Kayu Manis (Cinnamon burmanii). Contoh lainnya adalah Pandan Wangi (Pandanus odorus). Tanaman estetika yang dapat memberi kesan nyaman, diantaranya Chrysanthemum sp, Celosia sp, Cycas revoluta. Pohon selain untuk meredam kebisingan juga untuk memberi kesejukkan, sebagai peneduh, sebagai pembatas, dan sebagai pengarah. Penanamannya dilakukan secara campuran dari berbagai spesies. Beberapa tanaman penaung contohnya Swietenia mahogani, Michelia champaca L., dan Pinus merkusii. Beberapa tanaman pengarah contohnya, Agathis dammara, Pinus merkusii, dan Roystonea regia. Tanaman pembatas contohnya Euphorbia pulcherrima, Ixora sp, dan Ptychospermae macarturii. Tanaman yang digunakan sebagai peneduh seperti Pinus (Pinus merkusii), Beringin (Ficus benjamina). Penggunaan tanaman yang tumbuh sepanjang tahun dan tidak banyak menggugurkan daun pada musim kemarau dapat menjadi alternatif dan daya tarik, contohnya seperti Cemara (Casuarina sumatrana), Jakaranda (Jacaranda filicifolia) dan tanaman Saputangan (Maniltoa gemmiara). Tanaman holtikultura yang digunakan sebaiknya merupakan tanaman yang sesuai dengan iklim mikro setempat, contohnya Tomat (Solanum lycopersicum), Cabai (Capsium annum), Bayam (Amaranthus), Pisang (Musa paradica), Mangga (Mangifera indica). 5. Penggunaan Elemen Air Penggunaan elemen air bersifat menenangkan baik secara pendengaran atau penglihatan, dan dapat membantu mengurangi kebisingan. Contohnya adalah kolam, dan air mancur. Kemudian juga dengan penambahan elemen tanaman dan hewan air, seperti kelompok tanaman water lily dan ikan. Gambar 9 Contoh Elemen Air pada Taman Sumber: Hidayah, 2010 dan www.lefrank.ca, diakses Maret 2015 Gambar 10 Penyusunan Tanaman pada Kolam dan Contoh Tanaman Air Sumber: Buku Data Arsitek, Neufert, 1996 6. Penggunaan Naungan Dengan mempertimbangkan ruang dengan cahaya matahari penuh dan ruang dengan shading, agar bisa digunakan juga dalam berbagai musim. Contohnya dapat menggunakan pergola, gazebo atau paviliun untuk bersantai, dll. Gambar 11 Contoh Penggunaan Naungan pada Taman Sumber: www.lefrank.ca, diakses Maret 2015 7. Penggunaan Pencahayaan Buatan Dengan menggunakan low light dan tidak mengganggu atau menyilaukan. Tujuannya agar dapat digunakan pada malam hari. Dapat menggunakan lampu lentera taman, lampu sorot, dan lampu tanam. Gambar 12 Ilustrasi Penggunaan Pencahayaan Buatan Sumber: www.desainic.com, www.germes-online.com, www.lefrank.ca, diakses Maret 2015 8. Aksesibilitas Dengan memperhatikan kebutuhan pengguna taman, akses/jalur pencapaian yang mudah dan nyaman, lebar dan panjang yang sesuai. Pengguna therapeutic garden yang harus diperhatikan dalam kasus ini antara lain pasien dengan kemungkinan cacat tubuh yang memakai bantuan tongkat, kursi roda, dan orang lain disekitarnya. Untuk memudahkan, jalur sirkulasi dibuat datar dan untuk perbedaan ketinggian dapat menggunakan ramp. Selain itu juga menyediakan handrail untuk berpegangan. Lebar jalur harus menyediakan setidaknya untuk dua kursi roda untuk dapat saling melewati. Persyaratan jalur pedestrian sebagai berikut (Janatunnisa, 2005): a. Permukaan harus stabil, kuat, tahan cuaca, tekstur halus dan tidak licin. b. Kemiringan maks. 7˚ dan pada setiap 9 m terdapat pemberhentian untuk istirahat. c. Lebar minimum jalur 136 cm untuk jalur satu arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. d. Tepi pengaman setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur. Gambar 13 Standard Kebutuhan Pengguna Tongkat dan Kursi Roda Sumber: Janatunnisa, 2005 9. Visibilitas Dapat dinikmati baik di dalam taman atau dari luar taman. 2.3 Studi Literatur Proyek dan Tema Sejenis 2.3.1 Woy Woy Rehabilitation Unit, Australia Woy Woy Rehabilitation Unit adalah bangunan rehabilitasi yang terintegrasi dengan Woy Woy Hospital, yang berlokasi di Woy Woy, New South Wales, Australia. Memiliki area seluas 2.200 m2. Unit rehabilitasi ini adalah perluasan dari program klinik rumah sakit yang mengakomodir pasien yang membutuhkan perawatan restoratif bagi pasien pasca kecelakaan, operasi, atau pasien penyakit tertentu. “Homes in the park” adalah tema dari desain bangunan ini. Tujuannya untuk membuat sebuah healing environment melalui ketersediaan pelimpahan cahaya alami, landscape, dan therapeutic garden. Menggunakan ide “the garden” pada skema desain, pengalaman ruang pasien diperluas dengan memanfaatkan eksisting tanaman eukaliptus dan lawn di sekitar site. Landscape sebagai halaman yang menenangkan ditambahkan di tengah ruang, membingkai ruang dalam dengan ruang hijau di sekitarnya. Atap bangunan memungkinkan cahaya untuk masuk ke koridor dalam bangunan, memainkan perubahan warna material batu bata dari biru menjadi abu-abu dan coklat tua. Sebagai tambahan selain menambahkan 30 tempat tidur pada unit rehabilitasi, proyek ini juga mencakup upgrade pada back of house servis rumah sakit dan tempat parkir mobil sebagai servis pada unit rehabilitasi. Gambar 14 Site Plan Woy Woy Rehabilitation Unit Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 Gambar 15 Eksterior dan Interior Bangunan Woy Woy Rehabilitation Unit Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 2.3.2 St. Johns Rehab, Kanada Berlokasi di Toronto, Kanada dengan luas lahan sebesar 23 hektar dan luas bangunan sebesar 48.300 sf. Penambahan dan renovasi besar pada St. John’s Rehab Hospital mendapat keuntungan besar pada lahannya yang mengkoneksikan ruang publik dalam bangunan dengan natural landscape di sekitarnya, yang merupakan bagian dari Toronto ravine system. Lingkungan klinis internal telah berubah menjadi ruang yang fresh dan mengundang yang akan berkontribusi pada rehabilitasi dan pemulihan pasien. Ketika memasuki bangunan, akan terlihat secara langsung pemandangan ke arah sudut tepi jurang yang menjadi view menarik dari rumah sakit. Penambahan terdiri dari dua gimnastik besar untuk rehabilitasi, kantor klinik, kolam terapi, dan relokasi central drop off dan pintu masuk. Koridor single-loaded menjadi sirkulasi utama pada kedua lantai, berfungsi memberikan jarak yang lebar dari ruang-ruang treatment, selain itu juga menawarkan view ke taman terapi dan landscape, serta memicu pasien untuk bergerak secara independen dalam perawatan rehabilitasi mereka dan membantu memulihkan mobilitas dan kepercayaan diri. Gambar 16 Site Plan (kiri) dan First Floor Plan (kanan) St Johns Rehab Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 Proyek ini menggambarkan potensi rumah sakit untuk menjadi lebih dari sekedar klinik. St. John’s memberi contoh ide holistik mengenai kesehatan, yaitu: memberikan kenyamanan, kesejahteraan, dan inspirasi, berafiliasi dengan ravine system yang memberikan ekosistem natural pada kota yang sehat. Gambar 17 Interior Bangunan St. Johns Rehab Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 Gambar 18 Eksterior Bangunan St. Johns Rehab Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 2.3.3 Lanserhof Tegernsee, Jerman Berlokasi di Marienstein, Jerman dengan luas area sebesar 21.000 m2 dan selesai dibangun tahun 2014. Lanserhof Tegernsee fokus pada kebutuhan kesehatan personal pengunjung, waktu untuk pencegahan dan regenerasi. Oleh karena itu, diperlukan desain yang cocok untuk pengunjung yang mencari ketenangan dan pengasingan untuk memulihkan kesehatan dan mengumpulkan energi positif. Gambar 19 Lanserhof Tegernsee Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 Di tengah lahan Lanserhof Tegernsee ini adalah treatment area seluas 5.000 m2, menyediakan program diagnostik, therapeutic, dan cosmetic. Dilengkapi dengan area treatment, konsultasi, dan ruang latihan dengan standard modern, area sauna, kolam renang outdoor, ruang latihan dan yoga, inner garden sebagai area relaksasi dan menenangkan. Terdiri dari 70 kamar, didesain dengan ruang yang memberikan ketenangan dan privasi. Desain ruang kamar dengan luas terkecil adalah 50 m2 berorientasi pada kepentingan kesehatan, memiliki view panorama ke arah pegunungan dan sungai, memiliki cahaya alami dan cahaya buatan dalam ruang kamar memberikan suasana privasi. Gambar 20 Ground Floor Plan (kiri) dan Second Floor Plan (kanan) Lanserhof Tegernsee Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 Gambar 21 Eksterior dan Interior Bangunan Lanserhof Tegernsee Sumber: www.archdaily.com, diakses Februari 2015 2.4 Studi Banding Proyek Sejenis Berikut adalah hasil studi banding pusat rehabilitasi pasca-stroke dengan proyek sejenis, dengan kriteria healing environment. Tabel 4 Hasil Studi Banding Proyek Sejenis No Kriteria Klinik Wijaya, Klinik Karmel, Klinik Velda, Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Utara 1 Bangunan 2 Ruang Terbuka Hanya ada pool sebagai Ada, hanya sebagai Hijau hydro therapy innercourt dan tidak Tidak ada berfungsi sebagai therapeutic garden 3 Single Bedroom Tersedia Tidak memiliki Tidak tersedia fasilitas rawat inap 4 5 Wewangian Suara Tidak ada wewangian Tidak ada wewangian Tidak ada wewangian alami atau buatan alami atau buatan alami atau buatan Cukup, karena Cukup, karena zoning Kebisingan berasal walaupun berada di atau letak bangunan dari arah jalan raya di jalan utama, lalu yang cukup jauh dari depan klinik yang lintasnya tidak begitu jalan raya lalu lintasnya sangat padat 6 Suhu Nyaman padat Kurang nyaman Kurang nyaman No 7 Kriteria Sirkulasi Udara Klinik Wijaya, Klinik Karmel, Klinik Velda, Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Utara Cukup Cukup, karena masih Kurang baik, karena mendapat penghawaan penghawaan alami alami dari bukaan yang sangat kurang dan mengarah pada keberadaan ruang innercourt terbuka hijau tidak ada 8 Pencahayaan Cukup, namun ruang Kurang, meskipun Kurang, kamar-kamar Alami dokter, ruang speech mendapat cahaya dari rawat inap hanya therapy, ruang staf, bukaan yang mengarah memiliki bukaan toilet tidak mendapat pada innercourt, tapi yang mengarah pada cahaya alami masih menggunakan koridor dan void, lampu pada siang hari cahaya alami yang masuk terbatas 9 10 Penggunaan Menggunakan warna Menggunakan warna Menggunakan warna Warna terang terang terang Fasilitas Ruang dokter, R. Ruang dokter, Ruang dokter, Electro therapy, R. Fisioterapi, Terapi Fisioterapy, Speech therapy, R. Okupasi, Speech Akupunktur, Terapi Robotic therapy, Pool therapy, Apotek, Inner jalan, R. Rawat Inap, (Hydro therapy), Gym, court, R. Staf, Pantry, Apotek, R. Staf, R. Makan Pasien, R. Toilet, Parkir Pantry, Toilet Rawat Inap, R. Staf, Pantry, Toilet, Resepsionis, Parkir Sumber: Hasil Olahan Pribadi 2.5 Studi Banding Therapeutic Garden Saat ini belum ada yang secara spesifik membahas therapeutic garden pada bangunan pusat rehabilitasi pasca stroke. Sehingga mengambil contoh sesama therapeutic garden namun dengan perbedaan fungsi atau peruntukan. 2.5.1 Taman Cilaki Atas, Bandung Taman Cilaki Atas berlokasi di Kecamatan Bandung Wetan, Wilayah Pengembangan Cibeunying, Kota Bandung, Jawa Barat. Secara keseluruhan memiliki luas 16.620 m2. Bentuk taman ini memanjang organik dengan sungai kecil yang membelah taman menjadi bagian barat dan timur. Taman ini didominasi oleh pohon-pohon besar. Batas Taman Cilaki Atas yaitu utara dengan jalan Diponegoro, timur dengan jalan Cisangkuy, selatan dengan jalan Cimaruk, dan barat dengan jalan Cilaki. Daerah sekitar taman adalah permukiman penduduk serta beberapa gedung pemerintahan dan perkantoran. Berdasarkan kesimpulan kriteria desain therapeutic garden pada sub bab 2.2.3, berikut pembahasannya pada Taman Cilaki Atas. 1. Variasi Ruang Ruang-ruang pada taman ini yaitu ruang penerimaan; ruang utama utara sebagai ruang aktif untuk pengunjung beraktivitas olahraga seperti jogging, jalan santai, dan area piknik keluarga; ruang transisi sebagai titik akses pemandangan taman dan aktivitas peregangan otot; ruang Gambar 22 Ruang pada Taman Cilaki Atas Sumber: Hidayah, 2010 utama selatan banyak dimanfaatkan untuk aktivitas pasif seperti diskusi dan berfoto; dan ruang refleksi sebagai ruang terapi refleksi pijat kaki. 2. Penggunaan Material Elemen softscape memiliki tingkat keteduhan yang tinggi, terutama karena didominasi oleh pepohonan. Selain itu juga terdapat jenis tanaman lain seperti semak, rumput, dan penutup tanah. Elemen hardscape dilengkapi berbagai elemen yang cukup berfungsi dengan baik, seperti paving block pada jalur sirkulasi/jogging dengan menggunakan conblock, jalur refleksi dengan perpaduan kerikil dan koral, serta fasilitas taman lain seperti bangku taman dengan material besi dan tembok, planter box, pagar, jembatan, tangga, dll. Selain itu material atau bahan yang digunakan secara umum adalah batu dan beton, serta besi yang dicaat dengan warna lembut sehingga tidak menimbulkan cahaya panas. 3. Jalur Sirkulasi Pedestrian Jalur sirkulasi pada Taman Cilaki Atas menggunakan pola sirkulasi linier dengan bentuk loop/melingkar dan memotong di bagian ruang transisi. Jalur sirkulasi terbagi menjadi jalur pedestrian dan jalur refleksi. Lebar jalur ini sebesar 120 cm. 4. Penggunaan Tanaman Terdapat berbagai macam tanaman pada taman ini, seperti penutup tanah (contohnya Kacang-kacangan atau Arachis pintoii), pepohonan (contohnya Sukun, Nangka, Bambu, Kananga, Mangga, Kayu Manis, Kelapa, Flamboyan, Lengkeng, Salam, Krei Payung, Melinjo, Alpukat, Angsana, Mahoni, Ketapang, dll.), dan semak (contohnya Bougenville, Hanjuang, Salak). Namun tanaman bunga/aromatik yang dapat memberikan aroma wangi pada taman tidak tersedia. 5. Penggunaan Elemen Air Memanfaatkan Kali Cilaki sebagai elemen air yang membelah taman ini. Namun efek suara air tertutup oleh suara bising dari jalan perkotaan di sekitar taman. 6. Penggunaan Naungan Pada Taman Cilaki Atas tidak menggunakan naungan buatan sebagai elemen tamannya. Naungan yang tersedia hanya naungan alami dari pohon-pohon besar di dalam taman. 7. Penggunaan Pencahayaan Buatan Kondisi pencahayaan pada malam hari sangat kurang, terdapat lampu taman dengan tiang tinggi di dalam taman, namun pencahayaannya kurang sehingga pencahayaan yang memadai hanya terdapat dari penerangan lampu jalan. 8. Aksesibilitas Akses menuju taman terdiri dari dua entrance utama dan dua entrance alternatif. Namun semua entrance ini tidak dapat digunakan oleh pengguna dengan kebutuhan pengguna kursi khusus roda, terutama karena tidak tersedianya ramp dan entrance dibatasi Gambar 23 Akses Taman Cilaki Atas Sumber: Hidayah, 2010 oleh bollard. sirkulasi dan Kemudian jalur pada refleksi jalur tidak menyediakan handrail yang memungkinkan pengguna dengan keterbatasan fisik untuk memakai jalur tersebut. Bollard pada akses masuk taman Gambar 24 Akses Masuk Taman Cilaki Atas Sumber: Hasil Olahan Pribadi 9. Visibilitas Kualitas pandangan taman secara umum mempunyai jarak pandang yang jelas. View yang baik terlihat di seluruh sudut taman, sedangkan view yang kurang menarik terlihat di sepanjang Kali Cilaki yang membelah taman dikarenakan kurangnya kesadaran pengguna akan membuang sampah pada tempatnya. 2.5.2 Taman Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor Taman therapeutic garden di dalam Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi yang berlokasi di Jalan Dr. Sumeru No. 114, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat ini memiliki luas sebesar 18.000 m2. Batas bangunan rumah sakit ini yaitu sebelah utara dengan area permukiman, sebelah timur dengan Jalan Merdeka (area perdagangan dan jasa), sebelah selatan dengan lapangan golf, dan sebelah barat dengan RS Karya Bhakti Bogor. Sedangkan batas taman rumah sakit yaitu sebelah utara dengan ruang pasien sakit jiwa, sebelah timur dengan ruang pasien napza, sebelah selatan dengan ruang kebidanan dan perinatologi, dan sebelah barat dengan ruang penerimaan utama RSMM. Berdasarkan kesimpulan kriteria desain therapeutic garden pada sub bab 2.2.3, berikut pembahasannya pada taman RS Dr. H. Marzoeki Mahdi. 1. Variasi Ruang Ruang-ruang pada taman ini yaitu ruang penerimaan sebagai ruang pertama pengunjung masuk area taman; ruang transisi sebagai akses antar ruang dalam taman; ruang interaksi sosial sebagai akomodasi pertemuan antar pengunjung; ruang terapi sebagai fasilitas pasien melakukan terapi dengan kegiatan aktif; ruang meditasi sebagai akomodasi pengguna untuk beristirahat; ruang ekspresi dan seni sebagai akodomasi khususnya untuk pasien mengekpresikan bakat dan kemampuannya melalui seni. Gambar 25 Ruang pada Taman RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Sumber: Susanto, 2011 2. Penggunaan Material Untuk hardscape, pada jalur sirkulasinya menggunakan paving conblock, selain itu juga menggunakan semen. Sedangkan untuk softscape, banyak terdapat lawn di area taman. Selain itu taman ini juga menyediakan beragam tanaman seperti pohon, semak, dan penutup tanah. 3. Jalur Sirkulasi Pedestrian Pola sirkulasi pada taman rumah sakit ini menggunakan pola linier. Lebar jalurnya adalah 1 m dan 1,5 m. Gambar 26 Jalur Sirkulasi Taman RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Sumber: Susanto, 2011 4. Penggunaan Tanaman Terdapat tiga klasifikasi tanaman, yaitu pohon penaung, tanaman hias, dan tanaman holtikultura. Ketiganya terdiri dari pohon, semak, dan penutup tanah. Tanaman pohonnya misalnya Mahoni, Mangga, Durian, Bambu Jepang, Palem Hijau, Palem Putri, Akasia, Pinang, Palem Raja. Tanaman penutup tanah misalnya rumput paetan. Tanaman semak misalnya Soka, Pandan Wangi, Walisongo, Hanjuang. 5. Penggunaan Elemen Air Saat ini belum ada penggunaan elemen air baik alami maupun buatan dalam taman ini. 6. Penggunaan Naungan Saat ini belum ada penggunaan naungan buatan dalam taman ini. Hanya terdapat naungan alami dari pepohonan. 7. Penggunaan Pencahayaan Buatan Menggunakan lampu taman jenis lentera dengan tiang yang tinggi. Namun pencahayaannya masih kurang karena jumlahnya yang sedikit. 8. Aksesibilitas Terdapat beberapa entrance, antara lain bagian depan, samping, dan belakang. Beberapa di antaranya adalah entrance khusus bagi staf. Entrance yang biasa digunakan oleh pengunjung dan pasien adalah entrance bagian depan. Taman ini terletak di bagian tengah rumah sakit, sehingga mudah ditemukan dan diakses. 9. Visibilitas View yang baik berada di sekitar masjid dan di samping ruang medical check up. Sedangkan view yang buruk terjadi karena pembuangan sampah sembarangan oleh penggunanya. Dari kedua studi banding di atas didapat kesimpulan sebagai berikut: No Kriteria Tabel 5 Kesimpulan Studi Banding Therapeutic Garden Taman Cilaki Atas Taman RS Dr. H. Desain 1 Kesimpulan Marzoeki Mahdi Variasi Memiliki beragam ruang: Memiliki beragam Menggunakan beragam Ruang Ruang penerimaan, ruang: ruang: ruang utama utara, ruang Ruang penerimaan, Ruang penerimaan, transisi, ruang utama ruang transisi, ruang ruang transisi, ruang selatan, ruang refleksi interaksi, ruang terapi, terapi, ruang interaksi, ruang meditasi, ruang ruang meditasi ekspresi dan seni 2 Penggunaan Hardscape: paving Hardscape: paving Hardscape: paving Material conblock, perpaduan conblock dan semen conblock dan semen, kerikil dank oral pada Softscape: beragam perpaduan kerikil dank jalur refleksi tanaman, didominasi oral pada jalur refleksi Softscape: beragam lawn Softscape: beragam tanaman, didominasi jenis tanaman pepohonan tinggi 3 Jalur Pola sirkulasi linier, Pola sirkulasi linier, Pola sirkulasi linier, Sirkulasi lebar jalur 120 cm lebar jalur 100-150 cm lebar jalur min. 150 cm Pedestrian untuk pengguna disable 4 5 Penggunaan Jenis pohon, semak, dan Jenis pohon, semak, Menggunakan tana- Tanaman penutup tanah, sebagai dan penutup tanah, man jenis pohon, peneduh dan tanaman sebagai peneduh, tana- semak, dan penutup hias. Belum terdapat man hias, dan holti- tanah, sebagai pene- tanaman aromatik kultura. Belum terda- duh, tanaman hias, dan pat tanaman aromatik tanaman aromatik Penggunaan Memanfaatkan aliran Tidak terdapat Menggunakan elemen Elemen Air Kali Cilaki penggunaan elemen air air buatan No Kriteria Taman Cilaki Atas Desain 6 Taman RS Dr. H. Kesimpulan Marzoeki Mahdi Penggunaan Hanya memanfaatkan Hanya memanfaatkan Selain memanfaatkan Naungan naungan alami dari naungan alami dari naungan alami, pepohonan pepohonan menyediakan juga naungan buatan seperti paviliun 7 8 9 Penggunaan Menggunakan lampu Menggunakan lampu Menggunakan lampu Pencahayaan lentera dengan tiang lentera dengan tiang jenis lentera berukuran Buatan tinggi tinggi ±150 cm Aksesibilitas Memiliki 4 pintu masuk, Memiliki 3 pintu Memiliki beberapa tidak dapat digunakan masuk, dapat dilalui pintu masuk orang disable, tidak orang disable, tidak (disesuaikan dengan terdapat handrail di terdapat handrail di ruang dalam), sepan-jang jalur, lebar sepanjang jalur, lebar menyediakan handrail, jalur 120 cm jalur 100-150 cm lebar jalur min. 150 cm View terbilang baik View terbilang baik Membuat view yang Visibilitas baik, baik dari dalam maupun luar taman Sumber: Hasil Olahan Pribadi 2.6 Jurnal Pendukung 1. Judul Jurnal Judul Artikel : The Journal of Alternative and Complementary Medicine : Healing Spaces: Elements of Environmental Design That Make An Impact on Health Penulis : Marc Schweitzer, Laura Gilpin, dan Susan Frampton Tahun : 2004 Kesimpulan : The Role of Environment Tempat yang aman dan mendukung secara natural atau buatan untuk mengoptimalkan proses penyembuhan sangatlah vital. Lingkungan dalam hubungannya dengan proses penyembuhan pasien sangat berpengaruh terhadap tiga hal, tingkah laku, tindakan dan interaksi antara pasien dengan keluarga dan staf rumah sakit. Studi menunjukan bahwa stres, kecemasan, depresi, dan kehilangan kontrol diri sangat menentukan tingkat kesehatan. Sebaliknya optimisme, ketabahan, koherensi, self-efficacy, dan kontrol diri sangat terkait dengan kesehatan badan. Dan terbukti menurunkan masa waktu rawat inap di rumah sakit. Perawatan sangat dikaitkan dengan kerohanian, namun sebagian besar rumah sakit masa kini lebih dirancang untuk kebutuhan teknologi dari pada kebutuhan spiritual dari pasien, keluarga, dan staf rumah sakit. Dukungan sosial sangat penting, namun banyak rumah sakit yang memisahkan antara pasien dan keluarganya. Selain keluarga, hubungan dengan staf rumah sakit juga dipengaruhi oleh desain. Karena hubungan yang baik antara pasien, keluarga, dan staf rumah sakit, membantu percepatan tingkat kesembuhan pasien. Physical Parameter Single-bedroom sangat mempengaruhi kemudahan operasional staf kesehatan, karena mengurangi tingkat kepindahan pasien yang tidak cocok dengan teman sekamar, meningkatkan komunikasi antara pasien dan staf, mengurangi kesalahan dalam pengobatan, mengurangi tingkat penularan, dan memberi kenyamanan untuk pihak keluarga dalam kunjungan. Wewangian dapat mengurangi tekanan darah, membuat pernafasan lebih tenang, dan mengurangi kesakitan. Sementara bau bisa meningkatkan stres, ketakutan, dan kecemasan. Suara yang terlalu berisik menciptakan suasana yang buruk, bisa membuat pasien menjadi sulit untuk beristirahat, meningkatkan rasa sakit, dan meningkatkan rasa stres. Perabotan dengan bahan metal yang menyebabkan suara juga sangat mengganggu. Level kebisingan untuk rumah sakit adalah 45 dB ketika siang, dan 38 dB untuk malam. Untuk ruang dengan pasien dengan penyakit akut tingkat kebisingan suaranya 40 dB untuk siang dan 20 dB untuk malam. Suara seperti suara alam dan musik sebaliknya mampu membuat pasien lebih santai. Suhu kamar sangat berpengaruh terhadap keadaan kesehatan pasien. Suhu yang tidak nyaman, baik terlalu dingin atau terlalu panas sangat mengganggu kebutuhan tidur pasien. Udara yang bersih dan sirkulasi udara yang baik bisa mengurangi tingkat polusi udara dalam ruangan. Menurut EPA, terbukti bahwa polusi udara dalam ruangan merupakan satu dari lima bahaya kesehatan publik, karena bisa menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorokan, menyebabkan pusing, nausea, kanker, dan kerusakan pada hati, ginjal, dan syaraf utama. Oleh karena itu penting untuk setiap ruangan memilik jendela yang bisa dibuka, karena bisa juga memberi relaksasi dengan aroma alam. Namun pada kasus tertentu seperti ruang isolasi pasien yang membutuhkan isolasi pasien, tidak dianjurkan untuk memiliki jendela terbuka. Pencahaayan alami sangat dianjurkan karena dapat mengurangi sulit tidur dan mengurangi depresi. Warna-warna yang ringan dan nyata dapat membantu pasien untuk lebih rileks dan nyaman, meningkatan energi otak, membuka jalur saraf, meningkatkan kepandaian pikiran dan emosi. Bahkan terapi warna sudah digunakan oleh ahli akupunktur. Esogetic Colorpuncture adalah sistem terapi yang dikembangkan oleh Mandel untuk pengobatan migrain, attention-defisit disorder (ADD), learning disorder, dan uterine fibroids. Pemandangan alam sangat membantu dalam mengurangi tingkat stres, depresi dan kecemasan, mengurangi tekanan darah, dan detak jantung lebih lambat, dan dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan staf. Merasakan alam dengan mengatur kamar sealami mungkin dan membuat "hijau" ruangan, mampu mengurangi tingkat ADD pada anak-anak, mengurangi stres dan ketegangan pada otot. Tanaman dalam ruangan bisa mengurangi stres dan mengurangi tekanan darah, serta mengurangi ketidaknyamanan dalam ruangan. 2. Judul Jurnal Judul Artikel : Jurnal Untan : Konsep dan Aplikasi Healing Environment dalam Fasilitas Rumah Sakit Penulis : Vidra Lidayana, M. Ridha Alhamdani, dan Valentinus Pebriano Tahun : 2013 Kesimpulan : Healing environment adalah desain lingkungan terapi yang memadukan unsur alam, indra, dan psikologis. Murphy (2008) membagi tiga pendekatan dalam desain healing environment, yaitu: 1. Alam (Nature) Merupakan alat yang mudah diakses panca indra, memiliki efek restoratif seperti menurunkan tekanan darah, memberi kontribusi bagi keadaan emosi yang positif, menurunkan kadar hormon stres, dan meningkatkan energi. Unsur alam yang ditempatkan dalam pengobatan pasien dapat membantu menghilangkan stres pasien. Salah satu contoh unsur alam adalah taman. Kochnitzki (2011) mengklasifikasikan taman dalam rumah sakit menjadi: contemplative garden, restorative garden, healing garden, enabling garden, dan therapeutic garden. 2. Indra (Senses) Meliputi masing-masing indra sebagai berikut: - Pendengaran. Suara yang menyenangkan dapat mengurangi tekanan darah dan detak jantung yang dapat mempengaruhi sistem saraf. - Penglihatan. Dapat membuat mata menjadi santai sehingga membuat hati menjadi tenang. - Peraba - Penciuman. Bau yang menyenangkan dapat menurunkan tekanan darah dan detak jantung, sedangkan bau yang tidak menyenangkan dapat meningkatkan detak jantung dan mengganggu pernapasan. - Perasa 3. Psikologis Secara psikologis, healing environment membantu proses pemulihan menjadi lebih cepat. Ada enam dimensi untuk perawatan pasien (Department of Health, 2001), yaitu rasa kasih sayang, empati, dan tanggapan terhadap kebutuhan; koordinasi dan integrasi; informasi dan komunikasi; kenyamanan fisik; dukungan emosional; keterlibatan keluarga dan teman. Unsur alam dapat dirasakan dengan indra yang secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologis pasien. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi dalam merancang lingkungan terapi. Desain healing environment dapat diterapkan pada eksterior dan interior rumah sakit. Pada eksterior dapat diaplikasikan pada penataan taman yang biasa disebut healing garden. Pada interior dapat diaplikasikan dengan penataan cahaya alami yang masuk pada bangunan, penggunaan elemen warna, pengaturan sirkulasi dan furniture pada ruangan. 3. Judul Jurnal : Eco-Art LLC: Landscape Architecture Judul Artikel : Healing Gardens Penulis : Ken Koschnitzky Tahun : 2011 Kesimpulan : Teori Mengenai Efek Alam (Nature) Taman memiliki berbagai kemampuan untuk pemulihan. Berada di lingkungan alam dalam waktu yang singkat dapat menurunkan detak jantung. Ketegangan otot dan tekanan darah juga dapat berkurang. Rodger Ulrich menjelaskan, adalah hal yang dapat dibenarkan bahwa taman dalam kondisi pelayanan kesehatan adalah sumber pengurang stres yang penting untuk pasien dan staf sejauh mereka mengembangkan: rasa kendali dan akses terhadap privasi, dukungan sosial, gerakan dan latihan fisik, dan akses terhadap alam dan pengalihan/aktivitas positif lainnya (Cooper-Marcus, 36). Ulrich menjelaskan dalam artikel lain berjudul View Through a Window may Influence Recovery from Surgery, bahwa pasien yang mendapat view terhadap alam (nature) memiliki waktu rawat inap yang lebih pendek, dosis penggunaan analgesik yang lebih rendah, dan keluhan penyembuhan yang lebih sedikit (Gerlach-Spriggs, 35). Hasil wawancara yang dilakukan Steven Verderber terhadap pasien rawat inap menyarankan bahwa jendela di kamar pasien yang menghubungkan mereka dengan dunia luar, mempermudah rawat inap mereka (Gerlach-Spriggs, 35). Penelitian lain oleh Dr. Joanne Westphal, seorang dokter praktek dan arsitek lanskap, mengevaluasi efek keberadaan di taman pada pasien Alzeimer. Ia menemukan bahwa pasien yang menghabiskan nol hingga lima menit di taman per kunjungan menunjukkan sedikit perubahan pada tingkah laku, penggunaan obat, denyut nadi, tekanan darah, dan berat badan. Pasien yang menghabiskan lebih dari sepuluh menit per kunjungan menunjukkan peningkatan pesat dalam semua kategori kecuali penggunaan dosis obat yang tetap sama (Westphal, 2002). Jenis-Jenis Taman Ada beberapa variasi taman yang telah diperkenalkan dalam lingkungan kesehatan, yaitu contemplative garden, restorative garden, healing garden, enabling garden, dan therapeutic garden. Contemplative garden, bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan memperbaiki semangat. Restorative garden, bermanfaat untuk kesehatan dan membuat perasaan orang yang sakit menjadi lebih baik. Healing garden, mengacu pada berbagai variasi fitur taman yang memiliki kesamaan dalam mendorong pemulihan stres dan memiliki pengaruh positif pada pasien, pengunjung, dan staf rumah sakit (Marcus dan Barnes, 30). Enabling garden, memungkinkan semua tingkatan usia dan kemampuan untuk menikmati, bekerja, dan berinteraksi dengan taman dalam keterbatasan mereka. Khususnya dibuat untuk usia lanjut dan penyandang cacat. Therapeutic garden, adalah taman yang diciptakan dengan menambah terapi lingkungan medis yang bertujuan untuk menyembuhkan suatu kondisi pengobatan medis tertentu. Therapeutic berarti sebuah pemahaman suatu kondisi medis, perilakunya, dan gejalanya (Gerlach-Spriggs, Weisen, 2002). Tujuan Banyak tujuan untuk dipertimbangkan dalam taman terapi. Hal pertama adalah untuk mengidentifikasi pengguna taman dan bagaimana mereka akan menggunakannya. Ruang yang akan digunakan untuk terapi pasien harus didesain berbeda dengan taman yang akan digunakan hanya untuk relaksasi. Taman yang didesain untuk usia lanjut harus mempertimbangkan seberapa baik ruang akan dirancang, serta seberapa nyaman dan aman ruangan tersebut. Taman yang digunakan oleh penyandang cacat fisik untuk beraktivitas seperti berkebun dan lain-lain memungkinkan pasien ini untuk meningkatkan keterampilan motorik, fleksibilitas, keseimbangan, dan koordinasi mata/tangan. Jalan setapak harus dapat diakomodasi oleh kursi roda dan dapat memudahkan penggunanya untuk berputar dengan mudah. Material yang digunakan harus dipilih secara hati-hati agar tidak membahayakan, namun dapat menstimulasi (Rothert, 2006). Therapeutic garden berfungsi untuk meningkatkan kondisi fisik, mental, dan hubungan sosial. Beraktivitas di taman dapat memberikan pasien tambahan olahraga/latihan dan mempertemukan pasien dengan therapeutic alami yang ada di alam. Beberapa acuan yang direkomendasikan oleh Clare Cooper Marcus dan Marni Barnes dapat digunakan dalam mendesain healing dan therapeutic garden. 2.7 Kerangka Berpikir TOPIK Environmentally Sustainable, Healthy, and Livable Human Settlement JUDUL PENELITIAN Penerapan “Therapeutic Garden” pada Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke di Jakarta Timur LATAR BELAKANG Penyakit stroke yang terus meningkat dan mengakibatkan kecacatan pada pasien pasca-stroke tidak diimbangi dengan keberadaan pusat rehabilitasi pasca-stroke. FEE DBA CK TUJUAN Mendesain bangunan pusat rehabilitasi pasca-stroke yang dapat membantu proses penyembuhan dan pemulihan pasien pasca-stroke dengan menerapkan therapeutic garden sebagai lingkungan yang positif. PERMASALAHAN Kurangnya lingkungan yang positif dalam membantu proses penyembuhan dan pemulihan pasien pasca-stroke. ANALISA Analisa permasalahan dari aspek manusia, lingkungan, dan bangunan, serta melengkapinya dengan solusi. KONSEP PERENCANAAN SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN Gambar 27 Skema Kerangka Penelitian Sumber: Hasil Olahan Pribadi Tinjauan Umum Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke Tinjauan Khusus Healing Environment Therapeutic Garden