Prosiding Seminar Penginderaan Jauh 2014 21 April 2014 IPB

advertisement
Prosiding Seminar Penginderaan Jauh 2014
21 April 2014
IPB International Convention Center
Bogor, Indonesia
Tema: Penguatan kemandirian melalui peningkatan kualitas
penginderaan jauh untuk mendukung Pembangunan Nasional
penyelenggaraan
Prosiding ini berisi makalah-makalah yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional
Penginderaan Jauh yang diselenggarakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional pada tanggal 21 April 2014 di IPB International Convention Center, Bogor,
Indonesia. Prosiding dicetak pada Mei 2014
Dewan Penyunting:
a. Ir. Mahdi Kartasasmita, MS, Ph.D.
b. Dr. Bidawi Hasyim, M.Si
c. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Sc.
d. Dr. Erna Sri Adiningsih, M.Si
e. Dra. Ratih Dewanti, M.Sc
f. Dr. Katmoko Ari Sambodo, M.Eng.
Dipublikasikan oleh
Panitia Seminar Penginderaan Jauh Nasional 2014
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. LAPAN No 70
Pekayon, Pasar Rebo Jakarta 13710
Indonesia
Telephone: 021-8710786, Fax: 021 8717715
Website: http://sinasinderaja.lapan.go.id
ISBN : 978-979-1458-77-1
TIM PENYUSUN PROSIDING
I.
Pengarah
a. Drs. Taufik Mualana, MBA
b. Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc.
c. Ir. Dedi Irawadi
II.
III.
Penanggung Jawab: Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc.
Redatur Pelaksana
a. Dipl.-Ing. Rahmat Arief (Ketua)
b. Yenni Vetrita, S.Hut, M.Sc.
c. Adhi Pratomo, S.Sos
IV.
Editor Pelaksana
a. Syarif Budhiman, S.Pi, M.Sc. (Ketua)
b. Muchammad Soleh, S.T.
c. Emiyati, S.Si, M.Si.
d. Kuncoro Teguh, S.Si, M.Si
e. Dinari Niken Sulastrie Sirin, S.T
V.
Dewan Penyunting
a. Ir. Mahdi Kartasasmita, MS, Ph.D.
b. Dr. Bidawi Hasyim, M.Si
c. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Sc.
d. Dr. Erna Sri Adiningsih, M.Si
e. Dra. Ratih Dewanti, M.Sc
f. Dr. Katmoko Ari Sambodo, M.Eng.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
iii
PANITIA PELAKSANA SEMINAR
I.
Steering Commitee (SC)
a. Pengarah
: Deputi Penginderaan Jauh
b. Penanggung Jawab
: Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh
c. Ketua
: Kepala Pusat Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh
d. Anggota
: Dr.Ir. Erna Sri Adiningsih
Dra. Ratih Dewanti, M.Sc.
II.
Organizing Commitee (OC)
a. Ketua Penyelengara
: Ir. Rubini Jusuf, M.Si
b. Ketua Bidang substansi : Dra. Maryani Hartuti, M.Sc
c. Koordinator Pelaksana : Dipl.-Ing.Rahmat Arief
d. Seksi Keuangan
: Heri Sulyantoro, S.Si, M.Sc
Noer Syamsu, S.Sos
e. Sekretariat& Publikasi : Yenni Vetrita, S.Hut, M.Sc
Dinari Niken Sulastrie Sirin, S.T
Marendra Eko Budiono, S.Si
Faulina, S.T
f. Seksi Makalah
: Muchammad Soleh, S.T
Emiyati, S.Si, M.Si
g. Seksi Acara
: Parwati, S.Si, M.Sc
Fadila Muchsin, S.T, M.Si
h. Seksi Akomodasi & Perlengkapan : Rita Silviana Arlis, S.T
Anang Dwi Purwanto, S.T
Iskandar Syarifudin
III.
Tim Pembahas
a. Ir. Mahdi Kartasasmita, MS, Ph.D.
b. Dr. Bidawi Hasyim, M.Si
c. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Sc.
d. Dr. Erna Sri Adiningsih, M.Si
e. Dra. Ratih Dewanti, M.Sc
f. Dr. Katmoko Ari Sambodo, M.Eng.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
iv
KATA PENGANTAR DARI DEWAN PENYUNTING
Pada 21 April 2014 telah dilaksanakan Sinas Inderaja 2014 di IPB International Convention Center,
Bogor, Indonesia, dengan Tema “Penguatan kemandirian melalui peningkatan kualitas
penyelenggaraan penginderaan jauh untuk mendukung Pembangunan Nasional”. Dibawah ini
disampaikan tinjauan Program Teknis Seminar tersebut di atas.
Tema diatas melandasi Program Teknis Sinas Inderaja 2014 ini yaitu adanya keinginan kuat untuk
meningkatkan kemampuan serta kualitas penyelenggaraan penginderaan jauh (inderaja) dalam
mendukung usaha besar Pembangunan Nasional di Indonesia yang kita cintai ini yang pada
gilirannya sebagai konsekuensinya maka penguatan kemandirian bangsa Indonesia dapat dicapai
khususnya dalam ilmu, teknologi serta ketrampilan dalam penyelenggaraan inderaja.
Penyelenggaraan inderaja dimaksud meliputi kegiatan perolehan (akuisisi) data dengan
menggunakan dan termasuk pengembangan serta pembangunan beberapa jenis wahana
pembawanya seperti satelit, pesawat terbang dan lain-lain serta berjenis-jenis sensor yang
mungkin dapat mengindera bumi. Pembangunan, pengembangan serta pengoperasian ruas
(stasiun) bumi inderaja agar dapat melaksanakan fungsi menangkap data dari sensor yang
dipasang pada wahana inderaja di bumi. Pengembangan serta pelaksanaan pengolahan data yang
secara sederhana dapat dikategorikan dalam koreksi data, baik yang bersifat geometris maupun
radiometris (termasuk koreksi atmosferik yang sangat berdampak dalam cuaca tropis seperti di
Indonesia), pengolahan data untuk mengenali kelas atau pola-pola (pattern recognition) yang
berbeda di bumi secara tepat dalam daerah yang luas pada waktu yang relatif cepat dan
berkesinambungan, pendeteksian atau pengestimasian parameter geobiofisik yang diturunkan dari
data inderaja yang juga meliputi daerah yang luas pada waktu yang relatif cepat dan
berkesinambungan. Yang juga tidak kurang pentingnya adalah pengelolaan yang efisien dan efektif
atas data yang diterima maupun informasi yang telah dapat diturunkan dari data inderaja untuk
dapat didesiminasikan kepada pengguna secara cepat efektif dan efisien.
Kesemua aspek (teknis) penyelenggaraan inderaja yang digambarkan secara singkat di atas pada
ujungnya akan menghasilkan keluaran, yaitu informasi (tentang kelas atau jenis obyek serta
parameter geobiofisik) permukaan bumi yang diturunkan dari data inderaja, yang mempunyai
kualitas yang tinggi ditinjau dari ketepatan dan ketelitiaannya, serta ketepatan waktu dalam
penyampaiannya kepada pengguna dan secara khusus untuk negara kita yang sangat luas dan
berbentuk kepulauan agar dapat mencakup seluruh daerah di Indonesia serta berkesinambungan
mengikuti dinamika (perubahan) muka bumi Indonesia yang kita cintai ini.
Keluaran inderaja yaitu informasi tentang muka bumi (khususnya Indonesia) diperoleh melalui
bermacam-macam metodologi yang padat pengetahuan untuk dapat menghasilkannya dengan
kualitas (ketelitian dan lain-lain) seperti tersebut diparagraf sebelumnya. Oleh sebab itu
penguasaan tentang metodologi yang meliputi dasar pengetahuan (ilmu)nya, teknologi serta teknis
pelaksanaan metodologi tersebut pada seluruh aspek penyelenggaraan inderaja menjadi sangat
penting untuk dapat mencapai kondisi seperti digambarkan pada Tema Seminar yang disebut di
atas.
Kriteria untuk seleksi makalah yang dipresentasikan pada Sinas Inderaja 2014 ini dibangun
berdasarkan pemikiran diatas yaitu dengan urutan dari bobot yang paling tinggi yaitu pertama
dapat mengusulkan suatu metode baru, kedua adaptasi metodologi (relatif baru digunakan di
Indonesia atau digunakan pada data jenis yang baru diperkenalkan Indonesia) yang sudah
dikembangkan di luar negeri dengan berdasarkan analisis ilmiah yang kuat untuk dapat digunakan
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
v
pada keadaan geografis Indonesia, ketiga kajian ilmiah (scientific critical review) yang mendalam
dan rinci dan/atau membandingkan beberapa metodologi yang telah dikembangkan di luar
negeri untuk pada akhirnya dapat diadaptasikan di Indonesia (meningkat menjadi memenuhi
kriteria kedua di atas), selanjutnya keempat adalah validasi metode yang digunakan untuk
mengetahui secara empiris dan eksperimental kualitas dari informasi keluarannya dan yang kelima
adalah implementasi/aplikasi metodologi dimana implementasi/aplikasi metodologi ini telah
(sering, straight implementation with very little analysis toward all aspects of the method) dilakukan
di Indonesia.
Dengan menggunakan urutan kriteria di atas maka telah dilakukan seleksi abstrak/makalah yang
ingin dipresentasikan di Sinas Inderaja 2014, yang hasilnya sebagai berikut. Abstrak yang masuk
berjumlah 85 buah dan setelah seleksi jumlah Makalah Lengkap yang diterima adalah 75 buah.
Dilihat dari institusi sumbernya dari Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN, terdapat
23 makalah, dari Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN terdapat 32 makalah, dari Institusi
di luar LAPAN (IPB, Universitas Brawijaya, UGM, BMKG, APTRG-ITT-TELKOM, Universitas Jendral
Soedirman, ITS, Dinas PU Provinsi Jambi, Balitbang Kem. Kes.) 18 makalah. Dari keseluruhan
makalah yang diterima di atas 36 dipresentasikan secara Lisan (Oral) dengan proporsi 15 makalah
dari Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, 15 makalah dari Pusat Pemanfaatan
Penginderaan Jauh, dan 6 makalah dari Institusi lain serta sisanya dipresentasikan secara Poster.
Adapun pengelompokan presentasi didasarkan tahapan teknis penyelenggaraan Inderaja yaitu
sebagai berikut Sesi Akuisisi dan Koreksi Data Inderaja, Sesi Pengolahan Data dan Pengenalan Pola,
Sesi Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Inderaja, yang kesemuanya telah dilaksanakan
pada 21 April 2014 di IPB International Convention Center, Bogor.
Kesemua usaha di atas dimaksud agar pada waktu yang tidak terlalu lama maka harapan yang di
gambarkan dalam Tema Sinas Inderaja 2014 ini dapat dicapai sehingga penguasaan Ilmu dan
Teknologi dari segala aspek penyelenggaraan Inderaja menjadi bagian yang inherent dan nyata
(real) dari kemandirian masyarakat, bangsa dan budaya Indonesia.
Terima Kasih Atas Partisipasi dan Perhatiannya
Jakarta, 30 Mei 2014
Ketua Dewan Penyunting
Ir. Mahdi Kartasasmita MS, Ph.D
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
vi
SAMBUTAN KEPALA LAPAN
Tiga kata kunci dalam seminar hari ini, kemandirian, penyelenggaraan penginderaan jauh, dan
pembangunan nasional merupakan hal yang sangat penting sekali. Pertama, terkait dengan
kemandirian UU keantariksaan No. 21 tahun 2013 yang menjadi dasar kegiatan keantariksaan di
Indonesia menuju kearah kemandirian. Ini perlu diketahui bersama oleh karena itu, nanti talkshow
ini menjadi sangat penting juga untuk memahami apa sebetulnya UU keantariksaan tersebut.
Yang kedua, terkait dengan penyelenggaraan penginderaan jauh didalam UU keantariksaan
disebutkan bahwa penyelenggaraan penginderaan jauh tersebut, meliputi mulai dari pengumpulan
atau akusisi data pengolahan, penyimpanan, dan distribusi, sampai dengan pemanfaatan dan
diseminasi, luas sekali. Terkait dengan aktifitas penginderaan jauh tersebut, penguatan
kemandirian bermakna bahwa kita semestinya bisa menyediakan secara lengkap kebutuhankebutuhan yang memang kita butuhkan, terkait dengan penginderaan jauh mulai dari sistem untuk
akusisi datanya, pengolahan datanya, penyimpanannya, sampai nanti distribusi, pemanfaatan dan
diseminasi.
Tentu lebih ideal lagi kalau kita juga mandiri sampai dengan wahana dan satelitnya, itu memang
menjadi cita-cita bersama. Lapan dengan UU keantariksaan ini juga dituntut kemandirian dengan
teknologi keantariksaan. Seminar pada hari ini selain kita berupaya untuk memahami amanatamnat yang ada dalam UU keantariksaan khususnya terkait dengan penginderaan jauh, seminar ini
juga sebenarnya membangkitkan impian visi kita ke depan terkait dengan keantariksaan di
Indonesia khususnya dengan penginderaan jauh. Apa yang seharusnya kita siapkan, apa yang
seharusnya kita kejar dan kita wujudkan.
Amanat yang juga penting dalam UU keantariksaan adalah amanat untuk membuat rencana induk
25 tahun ke depan, tentu termasuk di dalamnya itu adalah kegiatan penginderaan jauh. 25 tahun ke
depan kita seperti apa terkait dengan penginderaan jauh, bagaimana sistem penerimaan data kita
pengolahannya, penyimpanannya, sampai dengan pemanfaatan dan diseminasi. Tentu kita
berharap bahwa penginderaan jauh nantinya menjadi suatu bagian dari kehidupan masyarakat
yang memudahkan kita dalam melaksanakan kegiatan keseharian termasuk juga tentu kata kunci
ketiga dari tema ini pembangunan nasional.
Kalau saat ini dianggap data-data dalam penginderaan jauh masih relatif agak sulit, kemudian juga
masih kalangan terbatas yang memanfaatkannya. Nanti kita mencita-citakan teknologi
penginderaan jauh dan pemanfaatannya adalah bagian dari keseharian kita, seperti halnya
sekarang kita memanfaatkan telekomunikasi itu dengan gadget-gadget yang sudah dipegang oleh
masing-masing orang. Teknologi antariksa menjadi bagian keseharian kita apa lagi dengan makin
globalnya aktifitas ekonomi kita.
Tuntutan-tuntutan yang lebih juga akan kita hadapi tahun 2015 ini, sering diingatkan juga sebagai
awal dari masyarakat ekonomi ASEAN, pasar bebas ASEAN, tentu banyak sekali kegiatan-kegiatan
akan terpengaruh disana, SDM kita, infrastuktur kita, dan segala service layanan itu akan
terpengaruh.Bagaimana kita harus mempersiapkan semua itu, penginderaan jauh tidak akan pas
dengan hal-hal yang terkait dengan pasar bebas ASEAN tersebut, dari segi SDM-nya, dari segi
infrastrukturnya, dari segi layanannya, semuanya akan terkait, jadi seminar ini menjadi bagian
yang sangat penting sekali untuk membagun kesadaran bahwa pengindaan jauh bukan hanya
sekedar aspek dari litbang saja, sekarang sudah mengarah bagaimana penginderaan jauh menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia, bagian yang seharusnya mempermudah dan juga membawa kita kepada
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
vii
pengambilan keputusan berdasarkan kepada data, bukan hanya data-data yang sifatnya numerik
tetapi sudah mengarah kepada data-data yang bersifat temporalspasial.
Menjadi kebahagiaan bagi Lapan kalau masyarakat penginderaan jauh juga semakin kuat, bisa
memberikan kontribusi-kontribusi, terobosan-terobosan sehingga amanat yang diberikan dalam
UU keantariksaan yang didalamnya memberikan peran yang lebih besar kepada Lapan untuk
mengumpulkan, mengolah, penyediakandata-data penginderaan jauh, dan mendorong
pemanfaatan dalam aspek yang lebih luas dalam penginderaan jauh. Tentu saja ini juga sekaligus
menjadi tantangan bagi Lapan untuk berkinerja lebih baik lagi.Mudah-mudahan yang kita harapkan
dan kita upayakan dari seminar ini, muncul terobosan-terobosan, gagasan-gagasan yang nanti bisa
menjadi masukan dalam pembuatan rencana induk keantariksaan khususnya terkait dengan aspek
penginderaan jauhnya.
Aspek yang terkait dengan teknologinya mungkin juga dimasukan, ada gagasan bahwa Lapan
semula sekedar mengembangkan satelit yang terkait dengan eksperimen kemudian mengarah
kepada satelit operasional.Lalu satelit operasional terkait dengan penginderaan jauh, kemudian
terkait dengan telekomunikasi hanya ditangani oleh Lapan tentu itu sangat berat, maka ada
gagasan bahwa ini harus kita mulai membangun suatu konsorsium nasional untuk pengembangan
satelit penginderaan jauh dan satelit telekomunikasi. Tentu dalam kaitanya dengan seminar pada
hari ini, perlu dirumuskan satelit seperti apa yang cocok untuk kita kembangkan dalam konteks
konsorsium satelit nasional tersebut. Dalam konteks seperti itu tahapan-tahapan yang realistis
tentu harus kita siapkan, mimpi boleh tinggi tetapi kita juga harus paham dengan hal hal yang
mungkin menjadi kendala.
Dalam mengembangkan teknologi dan juga pemanfaatan penginderaan jauh, keduanya perlu
bersinergi, juga selaras dengan bagaimana Indonesia menyiapkan program-program perencanaan
pembangunannya sehingga antara mimpi dan upaya untuk merealisasikannya bisa sejalan, itu yang
kami harapkan. Sehingga seminar ini bisa memberikan landasan penguatan kemandirian sesuai
dengan tema agar penyelenggaraan penginderaan jauh betul-betul bisa memberikan kontribusi
yang lebih pada pembangunan nasional.
Kepala LAPAN
Prof Dr. Thomas Djamaludin, M.Sc.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
viii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar dari Dewan Penyunting ........................................................................................................... v
Sambutan Kepala LAPAN........................................................................................................................................vii
Daftar Isi .......................................................................................................................................................................... ix
Topik 1: Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
1.
ANALISIS CARRIER TO INTERFERENCE TRANSMISI GELOMBANG MIKROWAVE LINK X
BAND DENGAN DOWNLINK SATELIT PENGINDERAAN JAUH
Arif Hidayat, Sutan Takdir Ali Munawar, Panji Rachman Ramadhan, Nurmajid Setyasaputra .......................2
2.
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM SENSING DAN GROUND SEGMENT UNTUK
QUADROTOR APTRG
Riyadhi Fernanda, Fajar Septian, Nurmajid Setyasaputra, Burhanuddin Dirgantoro .......................................12
3.
SERTIFIKASI SISTEM STASIUN
PENERIMAAN DATA LANDSAT-8
BUMI
PENGINDERAAN
JAUH
LAPAN
UNTUK
Ali Syahputra Nasution, Dinari Niken Sulastrie Sirin, Hidayat Gunawan, Ayom Widipaminto ....................21
4.
MENENTUKAN SPESIFIKASI SENSOR SATELIT PENGINDERAAN JAUH NASIONAL
BERDASARKAN INFORMASI KEBUTUHAN PENGGUNA
Dony Kushardono, Syarif Budhiman, Bambang Trisakti, Suwarsono, Ahmad Maryanto,
Ayom Widipaminto, M. Rokhis Khomarudin, Winanto ..................................................................................................33
5.
ANALISIS PARAMETER-PARAMETER UTAMA UNTUK DESAIN SENSOR SAR PADA LSA
(LAPAN SURVEILLANCE AIRCRAFT)
Muchammad Soleh, Rahmat Arief ............................................................................................................................................49
6.
PENGEMBANGAN HDRM MODEM UNTUK SISTEM PENERIMAAN DAN PEREKAMAN
SATELIT AQUA
Nurmajid Setyasaputra, Arif Hidayat, Panji Rachman Ramadhan, Sutan Takdir Ali Munawar ....................59
7.
SISTEM PENGOLAHAN DATA PENGINDERAAN JAUH SATELIT SUOMI NPP UNTUK
PRODUKSI CORRECTED REFLECTANCE
Budhi Gustiandi, Andy Indradjad, Islam Widia Bagdja ...................................................................................................70
8.
PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL
DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA
Kustiyo, Ratih Dewanti, Inggit Lolitasari ......................................................................................................................79
9.
KALIBRASI
ARAH
PADA ANTENA 3 SUMBU
ANTENA
DENGAN
METODE
SUN
POINTING
Arif Hidayat, Sutan Takdir Ali Munawar, Ahmad Luthfi Hadiyanto, Panji Rachman Ramadhan .................89
10.
PLATFORM UNMANNED AERIAL VEHICLE UNTUK AERIAL PHOTOGRAPHY
AEROMODELLING AND PAYLOAD TELEMETRY RESEARCH GROUP (APTRG)
Nurmajid Setyasaputra, Fajar Septian, Riyadhi Fernanda, Suharmin Bahri, Ikhsan Dwi Rahmatio,
Burhanuddin Dirgantoro ..............................................................................................................................................................98
11.
FACO (FIRST AID COPTER) AUTONOMOUS AEROROBOT FOR BRING MEDICINE OR FOOD
TO VICTIMS CATASTROPHE WITH PEOPLE DETECTION CAMERA AND STREAMING OVER
IP
Agil Setiawan, Yusfi Florianto, M. Fadhil Abdullah ........................................................................................................ 110
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
ix
Topik 2: Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
12.
KLASIFIKASI HUTAN-NON HUTAN DATA ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE
RANDOM FOREST
Katmoko Ari Sambodo, Mulia Inda Rahayu, Novie Indriasari, M.Natsir ............................................................... 120
13.
KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN BUDURAN,
KABUPATEN SIDOARJO, PROPINSI JAWA TIMUR, DENGAN CITRA TERRASAR-X HIGH
RESOLUTION
Rudi Eko Setyawan, Nining Puspaningsih, Muhammad Buce Saleh ......................................................... 129
14.
PENENTUAN BASE FOREST PROBABILITY BAGI KLASIFIKASI MULTI TEMPORAL HUTAN
DAN NON HUTAN DI PULAU SERAM
Tatik Kartika, Ita Carolita, Salira Vidyan ............................................................................................................................ 142
15.
CUMULONIMBUS PREDICTION USING ARTIFICIAL
PROPAGATION WITH RADIOSONDE INDECES
NEURAL
NETWORK
BACK
Agie Wandala Putra, Chidchanok Lursinsap ..................................................................................................................... 153
16.
PEMANFAATAN CITRA SPARSA BUATAN UNTUK PENAJAMAN CITRA PENGINDERAAN
JAUH
M. Natsir ........................................................................................................................................................................................... 167
17.
ANALISIS PENGARUH WINDOWING DALAM PEMBENTUKAN CITRA SAR TERFOKUS
PADA RAW DATA SAR
Musyarofah, Rahmat Arief, Muchammad Soleh .............................................................................................................. 178
18.
CLOUD MASKING DATA SPOT-6 DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NILAI
REFLEKTANSI DAN GEOMETRI
Danang Surya Candra, Kustiyo, Hedy Ismaya................................................................................................................... 189
19.
METODE PENAJAMAN (PANSHARPEN) CITRA LANDSAT 8
Dianovita, Fadilah Muchsin ...................................................................................................................................................... 199
20.
TINJAUAN METODE
PENGINDERAAN JAUH
DETEKSI
PARAMETER
KEKERINGAN
BERBASIS
DATA
Erna Sri Adiningsih ...................................................................................................................................................................... 210
21.
APLIKASI ALGORITMA VAN HENGEL DAN SPITZER UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI
BATIMETRI MENGGUNAKAN DATA LANDSAT
Kuncoro Teguh Setiawan, Takahiro Osawa , I. Wayan Nuarsa ................................................................................. 222
22.
ANALISIS SEBARAN DAN KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8
DI SEGARA ANAKAN, CILACAP
Anang Dwi Purwanto, Wikanti Asriningrum, Gathot Winarso, Ety Parwati....................................................... 232
23.
STUDI KOMPARASI BEBERAPA TEKNIK ANALISIS CITRA LANDSAT MULTIWAKTU
UNTUK PEMETAAN LAHAN SAWAH (STUDI KASUS TANGGAMUS-LAMPUNG)
I Made Parsa .................................................................................................................................................................................... 243
24.
KAJIAN KETELITIAN GEOMETRI CITRA LANDSAT 8 LEVEL 1T
Dianovita, Riyan Mahendra ...................................................................................................................................................... 254
25.
RANCANG BANGUN PENGOLAHAN DATA LANDSAT BERBASIS PEMROGRAMAN PARALEL
Marendra Eko Budiono, Kustiyo, Yudhi Prabowo .......................................................................................................... 261
26.
PENGEMBANGAN MODUL KONVERSI METADATA LDCM/LANDSAT-8 SESUAI FORMAT
ISO 19115/19139
Ogi Gumelar ..................................................................................................................................................................................... 271
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
x
27.
KLASIFIKASI PALSAR MULTI-POLARISASI DI DAERAH ACEH
M. Natsir ............................................................................................................................................................................................ 280
28.
PENGEMBANGAN MODUL OTOMATISASI PRODUKSI DATA PADA APLIKASI BROWSE
KATALOG BDPJN
Riyan Mahendra Saputra ........................................................................................................................................................... 289
Topik 3: Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh
29.
PENGKAJIAN PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH MULTI SKALA/RESOLUSI
UNTUK KEGIATAN MITIGASI BENCANA
M. Rokhis Khomarudin, Dedi Irawadi, Suwarsono, Parwati ...................................................................................... 301
30.
VALIDASI HOTSPOT MODIS DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN BERDASARKAN
DATA PENGINDERAAN JAUH SPOT-4 TAHUN 201
Any Zubaidah, Yenni Vetrita, M. Rokhis Khomarudin .................................................................................................. 310
31.
PEMETAAN PERUBAHAN KERAPATAN KANOPI HUTAN DI HUTAN RAKYAT, KABUPATEN
KUNINGAN, JAWA BARAT
Nugrahadi Ramadhan Tohir, Lilik Budi Prasetyo, Agus Priyono Kartono ........................................................... 322
32.
MODEL PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DI PULAU SUMATERA MENGGUNAKAN DATA
EVI MODIS MULTITEMPORAL
Dede Dirgahayu, Heru Noviar, Silvia Anwar ..................................................................................................................... 333
33.
DETEKSI WILAYAH PERMUKIMAN PADA BENTUKLAHAN VULKANIK MENGGUNAKAN
CITRA LANDSAT-8 OLI BERDASARKAN PARAMETER NORMALIZED DIFFERENCE BUILDUP INDEX (NDBI)
Suwarsono, M. Rokhis Khomarudin ..................................................................................................................................... 345
34.
DISEMINASI INFORMASI GEOSPASIAL SUMBER DAYA ALAM WILAYAH PULAU
SULAWESI BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN PEMETAAN WEB
Sarno ................................................................................................................................................................................................... 358
35.
PENDEKATAN BARU INDEKS KERUSAKAN
PENGINDERAAN JAUH
MANGROVE MENGGUNAKAN DATA
Gathot Winarso, Anang Dwi Purwanto ............................................................................................................................... 368
36.
PENGEMBANGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH TERGENANG (INUNDATED AREA)
MENGGUNAKAN DATA LANDSAT-8
Wiweka, Suwarsono, Jalu T Nugroho ................................................................................................................................... 381
37.
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAN JAUH UNTUK MEMANTAU PARAMETER STATUS
EKOSISTEM PERAIRAN DANAU (STUDI KASUS: DANAU RAWA PENING)
Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Joko Santo Cahyono ................................................................................. 393
38.
KAJIAN E-FORM UNTUK MENDUKUNG PROSES BISNIS PELAYANAN DATA BDPJN
Andie Setiyoko, Rubini Jusuf .................................................................................................................................................... 404
39.
PENGEMBANGAN MODUL KONVERSI METADATA SPOT 5 VIRTUAL RECEPTION SESUAI
FORMAT ISO 19115/19139
Rita Silviana Arlis, Riyan Mahendra Saputra .................................................................................................................... 414
40.
DESAIN KONSOLIDASI SAN DAN NAS SISTEM BDPJN MENGGUNAKAN STORAGE
DYNAMIC PROVISIONING
Babag Purbantoro, Yayat Hidayat ......................................................................................................................................... 422
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
xi
41.
PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT DI PERAIRAN INDONESIA UNTUK
MENDUKUNG “ONE MAP POLICY”
Jonson Lumban Gaol, Risti Endriyani Arhatin, Marisa Mei Ling .............................................................................. 433
42.
ANALISA SEDIMEN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI PERAIRAN TIMUR
SIDOARJO MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT
Rashita Megah Putra.M, Bambang Semedi, M.Arif Zainul Fuad, Syarif Budhiman........................................... 444
43.
EOMAP SATELLITE-DERIVED BATHYMETRY (SDB)
Abhay S Mittal................................................................................................................................................................................. 456
44.
IMPLEMENTASI KATALOG PARAMETER KELAUTAN UNTUK SUHU PERMUKAAN LAUT
DAN KLOROFIL-A DARI DATA SATELIT TERRA/AQUA MODIS DAN NOAA AVHRR
Rossi Hamzah ................................................................................................................................................................................. 462
45.
ANALISIS MULTITEMPORAL SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LOMBOK
MENGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MODIS
Emiyati, Kuncoro Teguh Setiawan, Anneke KS. Manopo, Syarif Budhiman, Bidawi Hasyim ...................... 470
46.
ANALISIS PANSHARPENING CITRA SPOT 5
Sukentyas Estuti Siwi, Hendayani Yusuf............................................................................................................................. 480
47.
VALIDASI HOTSPOT DI WILAYAH RAWAN KEBAKARAN TAHUN 2012: KASUS LAHAN
GAMBUT DAN KEBAKARAN KECIL
Yenni Vetrita, Any Zubaidah, M. Priyatna,Kusumaning D.A.Sukowati .................................................................. 491
48.
RUANG TERBUKA HIJAU DI DKI JAKARTA BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL DAN
SPEKTRAL DATA LANDSAT 8
Nur Febrianti, Parwati Sofan ................................................................................................................................................... 498
49.
PERBANDINGAN METODE KLASIFIKASI SUPERVISED MAXIMUM LIKELIHOOD DENGAN
KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK UNTUK INVENTARISASI LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN
MAROS
Yennie Marini, Emiyati, Siti Hawariyah, Maryani Hartuti ........................................................................................... 505
50.
ANALISIS ALGORITMA EKSTRAKSI INFORMASI TSS MENGGUNAKAN DATA LANDSAT 8
DI PERAIRAN BERAU
Ety Parwati, Anang Dwi Purwanto ........................................................................................................................................ 518
51.
PEMETAAN INDEKS RESIKO GERAKAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA DEM SRTM DAN
DATA GEOLOGI DI KECAMATAN PEJAWARAN, KABUPATEN BANJARNEGARA
Udhi Catur Nugroho, Fahrudin, Suwarsono ...................................................................................................................... 529
52.
KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN
PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN
Mukhoriyah, Bambang Trisakti .............................................................................................................................................. 543
53.
IDENTIFIKASI THERMAL FRONT DARI DATA SATELIT TERRA/AQUA MODIS
MENGGUNAKAN METODE SINGLE IMAGE EDGE DETECTION (SIED)(STUDI KASUS:
PERAIRAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA)
Rossi Hamzah, Teguh Prayogo, Wawan K. Harsanugraha .......................................................................................... 552
54.
ANALISIS ARUS GEOSTROPIK PERMUKAAN LAUT BERDASARKAN DATA SATELIT
ALTIMETRI
Sartono Marpaung, Teguh Prayogo ...................................................................................................................................... 561
55.
KARAKTERISTIK SEBARAN ANOMALI TINGGI MUKA LAUT DI PERAIRAN BAGIAN
SELATAN DAN UTARA PULAU JAWA
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
xii
Sartono Marpaung, Wawan K. Harsanugraha .................................................................................................................. 569
56.
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN
LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SPASIAL DAERAH BAHAYA BANJIR DI DKI JAKARTA DAN
KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN
Indah Prasasti, Parwati Sofan, Nur Febrianti, Totok Suprapto ................................................................................ 577
57.
ANALISIS CITRA ALOS AVNIR-2 UNTUK PEMETAAN TERUMBU KARANG (STUDI KASUS:
BANYUPUTIH, KABUPATEN SITUBONDO)
Nana Suwargana ............................................................................................................................................................................ 588
58.
EKSTRAKSI INFORMASI KETERLINDUNGAN PERAIRAN DARI DATA PENGINDERAAN
JAUH UNTUK KESESUAIAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAU LOMBOK
Anneke K S Manoppo, Emiyati, Syarif Budhiman, Bidawi Hasyim .......................................................................... 598
59.
EVALUASI KEJADIAN BANJIR KAMPUNG PULO DKI JAKARTA DAN ANALISIS
PENGURANGAN RESIKONYA BERBASIS DATA UNMANNED AIR VEHICLE (UAV) DAN
PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI
M. Rokhis Khomarudin, Suwarsono, Dini Oktavia Ambarwati, Gunawan Prabowo ....................................... 611
60.
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR INFORMASI SISTEM
NASIONAL PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
PEMANTAUAN
BUMI
Sarno ................................................................................................................................................................................................... 621
61.
DETEKSI LIMBAH ACID SLUDGE MENGGUNAKAN METODE RED EDGE BERBASIS DATA
PENGINDERAAN JAUH
Nanik Suryo Haryani, Hidayat, Sayidah Sulma, Junita Monika Pasaribu.............................................................. 632
62.
KAJIAN KRITERIA STANDAR PENGOLAHAN KLASIFIKASI VISUAL BERBASIS DATA
INDERAJA MULTISPEKTRAL UNTUK INFORMASI SPASIAL PENUTUP LAHAN
Samsul Arifin, Taufik Hidayat .................................................................................................................................................. 642
63.
PEMETAAN PERUBAHAN FOREST CANOPY DENSITY DI KPH KUNINGAN
Ardhianto Muhammad, Lilik Budi Prasetyo, Agus Priyono Kartono ...................................................................... 652
64.
ANALISIS DINAMIKA FLUKTUASI TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) SEPANJANG DASMUARA-LAUT DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR
Ety Parwati ...................................................................................................................................................................................... 662
65.
PENILAIAN PERUNTUKAN RUANG DI KABUPATEN SAROLANGUN MELALUI APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BERDASARKAN PENGKELASAN KEMAMPUAN
LAHAN
Syahru Ramadhan, Yudhi Achnova, Mohd.Zuhdi ............................................................................................................ 672
66.
ANALISIS MEKANISME PEMBENTUKKAN LAHAR BERDASARKAN KAJIAN RETENSI AIR
DI SUB DAS OPAK, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Ahmad Cahyadi, Henky Nugraha, Anggit Priadmodjo .................................................................................................. 682
67.
PEMETAAN ZONASI RUANG SEBAGIAN KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN CITRA
QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
Dwi Santy Ratnasari, Puspa Kusumawardani .................................................................................................................. 693
68.
KARAKTERISTIK SPEKTRAL ENDAPAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI
2010
Seftiawan Samsu Rijal, Henky Nugraha .............................................................................................................................. 701
69.
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
UNTUK PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN TELUK GERUPUK,
PULAU LOMBOK, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
xiii
Arlina Ratnasari, Kukuh Nirmala, Syarif Budhiman, Emiyati, Bidawi Hasyim .................................................. 710
70.
PENGOLAHAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN TOTAL SUSPENDED
SOLID (TSS) DI DANAU RAWA PENING PROVINSI JAWA TENGAH
Pinastika Nurandani .................................................................................................................................................................... 722
71.
PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM
IDENTIFIKASI FOKUS BARU SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN
POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH
Mujiyanto, Jastal ............................................................................................................................................................................ 732
72.
ANALISIS PERUBAHAN POLA DAN PENUTUP LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO DENGAN
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL
Fidiyawati, Danang Surya Candra.......................................................................................................................................... 740
73.
SISTEM MENEJEMEN DATA CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI
UNTUK KEBUTUHAN NASIONAL
Jakondar Bakara ............................................................................................................................................................................ 751
74.
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN
TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
Rahayu, Danang Surya Candra ................................................................................................................................................ 763
75.
IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA WAKTU
TERJADI EL NINO BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH
Bidawi Hasyim ............................................................................................................................................................................... 770
Lampiran 1. Jadwal Acara ........................................................................................................................................................... 785
Lampiran 2. Daftar Peserta ....................................................................................................................................................... 788
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
xiv
TOPIK 1: AKUSISI DAN KOREKSI DATA PENGINDERAAN JAUH
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
1
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
ANALISIS CARRIER TO INTERFERENCE TRANSMISI GELOMBANG
MIKROWAVE LINK X BAND DENGAN DOWNLINK SATELIT
PENGINDERAAN JAUH
Arif Hidayat*), Sutan Takdir Ali Munawar*), Panji Rachman Ramadhan*), Nurmajid Setyasaputra*)
*)
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
e-mail: [email protected]
Abstract
Ideal communication systems required low noise. Remote sensing satellite transmitter has been designed to
have sufficient power to be able transmit signal remote sensing data from satellites to ground station. Ground Station
satellite receives transmission electromagnet waves assuming no external noise interference in addition to the noise
of nature and the internal noise of the device. Interference is main signal disruption by noise signals from other
transmitters. Remote sensing satellite using X- band frequencies, the frequency used are from 7.8 to 8.5 GHz. To
obtain the appropriate data as standart quality processes from satellite to earth transmissions should not be disturbed
. Base Transceiver Station (BTS) send information from the mobile phone to MSC (Mobile Switching Center)
using mikrowave transmission media or using fiber optics . The problem occurs when the microwave frequency
used is equal to the frequency of remote sensing satellite. This paper analyzes the Carrier to Noise (C / N) ideal
when no interference and C / I satellites when exposed to interference , and microwave power received at the ground
station antenna.
Key Words: Carrier to Interference (C/I), Carrier to Noise (C/N), BER, Microwave Link
Abstrak
Sistem komunikasi yang ideal membutuhkan noise yang rendah. Pemancar satelit penginderaan jauh telah di
desain untuk memiliki power yang mencukupi untuk dapat mememancarkan data hasil penginderaan jauh dari satelit
ke stasiun bumi. Stasiun bumi menerima pancaran gelombang electromagnet dari satelit dengan asumsi tanpa ada
gangguan noise external selain noise dari alam dan noise dari perangkat internal. Interferensi adalah proses
terganggunya sinyal utama oleh sinyal noise dari pemancar lain. Satelit penginderaan jauh menggunakan frekuensi
X Band 7.8 sampai dengan 8.5 Ghz. Untuk mendapatkan data yang sesuai kualitas proses transmisi dari satelit ke
bumi tidak boleh terganggu. Base Transceiver Stasiun (BTS) mengirimkan informasi dari telepon seluler ke
penyambungan MSC (Mobile Switching Center) menggunakan media transmisi mikrowave atau menggunakan
serat optik. Masalah terjadi apabila frekuensi mikrowave yang digunakan sama dengan frekuensi satelit
penginderaan jauh.Pada tulisan ini dilakukan analisis mengenai Carrier to Noise (C/N) ideal satelit saat tidak
terkena interference dan C/I Satelit saat terkena interference, serta power mikrowave yang diterima di antenna
stasiun bumi.
Kata Kunci: Carrier to Interference (C/I), Carrier to Noise (C/N), BER, Mikrowave Link
1. Pendahuluan
Base Transceiver Stasiun (BTS) mengirimkan informasi dari telepon seluler ke penyambungan
MSC (Mobile Switching Center) menggunakan media transmisi mikrowave atau menggunakan serat
optik.
Gambar 1-1. Ilustrasi Penggunaan Mikrowave Link Basestasion
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
2
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
Interferensi pada sistem komunikasi satelit ialah diterimanya sinyal yang tidak diinginkan oleh
sistem penerima stasiun bumi, yang berasal dari sistem lain dan mempunyai frekwensi yang sama.
Standar frekuensi ITU (International Telecommunication Union) yang mendekati frekuensi kerja satelit
adalah standart ITU-R 386 anex 1 dan ITU-R 2 anex 3. Apabila standart ITU-R 386 annex 1 dan atau ITU
R annex 3 digunakan di sekitar stasiun bumi satelit penginderaan jauh maka mikrowave itu akan menjadi
sumber interference bagi stasiun bumi
Gambar 1-2. Ilustrasi Proses Interference Mikrowave Link
Satelit penginderaan jauh yang menggunakan frekuensi X Band yang di rekam di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2-1
2. Parameter Satelit dan Standar ITU
ITU merekomendasikan frekuensi X Band sebagai frekuensi mikrowave link. Berdasarkan
rekomendasi dari ITU, frekuensi mikrowave point to point menggunakan channel dari 7747.7 Mhz
sampai dengan 8412 dengan bandwidth sebesar 29.65 Mhz dan 28 Mhz. Alokasi kanal frekuensi dan
pengkanalannya dapat dilihat pada table berikut. Sebagai ilustrasi kanal frekuensi mikrowave ITU R 386
Annex 1 dapat dilihat pada Gambar 1-2 Komunikasi yang dilakukan dengan 2 arah sehingga diperlukan
frekuensi pengirim dan penerima.
Tabel 2-1. Parameter Satelit Penginderaan Jauh
Satelit
Frequency
Bandwidth (MHz)
EIRP (dBW)
Jarak Orbit Apogee (Km)
Spot-5
8253
50
19
826
Spot-5
8365
50
19
826
Spot-6
8150.00
300
26
695
Terra
8212.50
60
17.6
705
Aqua
8160.00
40
19.2
705
NPP
7812.00
30
17
824
LANDSAT 7
8342.5
150
21.2
704
8150
374
20.5
718
LDCM
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
3
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
Standart ITU (International Telecommunication Union) Frekuensi Mikrowave
Tabel 2-2. Alokasi Frekuensi ITU-R 386 Annex1
Tabel 2-3. ITU-R 386 Annex-3 Dengan Kanal Spasi
Dengan Kanal Spasi 29.65
28MHz
Channel
Fn (MHz)
F’n (MHz)
Channel
Fn (MHz)
F’n (MHz)
1
7747.7
8059.02
1
8293
8412
2
7777.35
8088.67
2
8307
8426
3
7807
8118.32
3
8321
8440
4
7836.65
8147.97
4
8335
8454
5
7866.3
8177.62
5
8349
8468
6
7895.95
8207.27
6
8363
8482
7
7925.6
8236.92
8
7955.25
8266.57
Kanal tersebut memiliki bandwidth 29.65 pada setiap kanal frekuensinya. Standar ITU R 386
Annex1 memiliki 8 kanal, terdiri dari 1 kanal uplink dan 1 kanal downlink.
Tabel 2-4. Perbandingan Standar ITU R 386 Annex
Tabel 2-5. Perbandingan Standar ITU R 386 Annex 2
1 Dengan Frekuensi Downlink Satelit
Dengan Frekuensi Downlink Satelit
ITU-R 386 Annex 1
ITU-R 386 Annex 2
F'n
(Mhz)
No
Fn (Mhz)
Frekuensi Satelit
No
Fn (Mhz)
F'n (Mhz)
Frekuensi Satelit
1
7747.7
8059.2
1
8293
8412
SPOT 5
2
7777.35
8088.67
2
8307
8426
LANDSAT-7, SPOT-5
3
7807
8118.32
SPOT-6, AQUA, NPP
3
8321
8440
LANDSAT-7, SPOT-5
4
7836.65
8147.97
SPOT-6, AQUA, NPP
4
8335
8454
LANDSAT-7, SPOT-5
5
7866.3
8177.62
SPOT-6, AQUA, NPP
5
8349
8468
LANDSAT-7, SPOT-5
6
7895.95
8207.27
LDCM, AQUA
6
8363
8482
LANDSAT-7, SPOT-5
7
7925.6
8236.92
LDCM, AQUA, TERRA
8
7955.25
8266.57
LDCM, AQUA, TERRA
Jika diamati lebih jauh terlihat beberapa frekuensi mikrowave link tersebut berada di bandwidth
frekuensi downlink satelit penginderaan jauh.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
4
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
Gambar 2-1. Standart ITU R 386 Annex1
3. Energi Bit Per Noise Dan Bit Error Rate
Agar informasi diterima dengan benar di sisi penerima (demodulator), maka demulator harus mampu
menterjemahkan setiap kode yang dikirimkan oleh pemancar.
Gambar 3-1. Perbandingan Power Terhadap Noise Dalam 1 Hertz
Parameter untuk mengetahui kemampuan tersebut adalah EB/No. Eb/No didefinisikan sebagai rasio
Energi bit (Eb) dengan Noise Spektral Densiti (No). Secara harafiah Noise (No) adalah perbandingan
noise yang ada dengan bandwidth (Hz) satuannya adalah watt/hz. No dapat didekati dengan mengalikan
konstanta bolzmant dengan suhu dalam Kelvin (No = kT).
Gambar 3-2. EB/No Dibandingkan Dengan Modulasi
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
5
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
Eb/No digunakan sebagai pengukuran sinyal to noise rasio pada komunikasi digital. Eb/No diukur di
input receiver dan digunakan sebagai basic pengukuran besaran sinyal. Jenis modulasi berbeda
membutuhkan nilai EB/No yang berbeda pada nilai BER yang sama. Persamaan untuk mendapatkan BER
pada nilai EB/No tertentu adalah
ଵ
ଶ
‫ ܿݎ݂݁ = ܴܧܤ‬ඥ‫ܾܧ‬/ܰ‫݋‬
(3-1)
Gambar 3-2 menunjukkan modulasi dengan nilai BER dan EB/No yang dibutuhkan. BPSK, QPSK,
QAM memiliki nilai EB/No sendiri. Semakin tinggi nilai modulasi yang digunakan pada BER yang sama
maka nilai EB/No semakin tinggi. Tingginya nilai EB/No ini menyebabkan power pada sisi pemancar
harus dinaikkan. Demikian juga redaman dari pemancar sampai penerima harus diminimalkan. Sebagai
contoh sebuah satelit mensyaratkan BER yang boleh diterima adalah 10 E -6, dengan menggunakan
modulasi QPSK. Maka nilai EB/No yang di syaratkan adalah 11.5 dB. EB/No
4. Carrier To Noise Rasio
Salah satu parameter kualitas signal adalah carrier to noise rasio (C/N) Carrier to Noise adalah
perbandingan power sinyal informasi dengan noise yang dihasilkan oleh internal perangkat. Untuk
membandingang keseluruhan Noise terhadap setiap symbol informasi dalam bandwidth tertentu
digunakan Carrier to noise. Secara analitik carrier to noise dapat dihitung menggunakan formula :
஼
ே
ா௕ ௙௕
= ே௢ . ஻௪ ,
(4-1)
fb adalah bit rate total yang dibawa oleh pemancar tersebut sedangkan Bw adalah bandwidth
frekuensi kerja dari sistem.
Gambar 4-1. Ilustrasi Carrier To Noise Rasio (C/N)
Carrier to noise ini menunjukkan perbandingan kuat sinyal radio dan noise yang ditimbulkan oleh
perangkat internal. Semakin tinggi nilai carrier to noise semakin bagus sistem itu dalam menerima
informasi. Carrier to noise yang bagus menghindari kerusakan sinyal sehingga BER (Bit Error Rate) atau
probabiltias kerusakan bit rendah.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
6
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
5. Carrier to Interference
Carrier to Interference adalah perbandingan antara power sinyal informasi (carrier) dengan rata rata
co-channe interference power I atau cross- talk, dari transmitter lain. Sinyal interference ini menjadi noise
bagi sinyal satelit penginderaan jauh. Carrier to interference ini menunjukkan kualitas BER (Bit Error
Rate). Semakin tinggi nilai carrier to interference nilai BER semakin rendah. Sebaliknya apabila nilai
carrier to rendah semakin besar nilai maka bit error rate semakin tinggi.
Gambar 5-1. Ilustrasi Inteference Pada Channel Frekuensi
Carrier to Interterference ini menjadi parameter kualitas selain C/N. Semakin tinggi nilai C/I maka
semakin bagus. Dengan demikian nilai C/I satelit dapat diderinisikan sebagai berikut
C/I = Power Satelit/Power Interference
(5-1)
disisi penerima. Jika kita hitung dalam logaritmik (dB), maka nilai C/I adalah power satelit dikurangi
power interference. Apabila nilai carrier terhadap interference mencapai negatif, maka power satelit sama
sekali tidak diterima oleh demodulator. Untuk mendapatkan nilai carrier to interference dapat dilakukan
dengan menghitung power satelit dibandingkan dengan power interference.
6. Pengukuran C/N dan C/I Pada Satelit AQUA
Satelit Aqua memilki bandwith 40 MHz dan bekerja di frekuensi 8160, noise yang terukur di
perangkat penerima adalah -56 dBm, pada saat carrier Aqua diterima oleh antenna power yang terukur
diperangkat menunjukkan nilai -30 dBm. Sehingga nilai C/N terukur adalah mendekati -26 dB.
Sinyal satelit Aqua tidak mengalami gangguan interference dari sinyal mikrowave. Pengukuran
carrier to interference dilakukan dengan mengukur power interference dibandingkan dengan power
satelit. Sinyal mikrowave link terdeteksi di elevasi rendah di bawah 3 derajat, pada azimuth tertentu
muncul carrier mikrowave. Dengan demikian dapat diukur power mikrowave link yang menjadi
interference downlink frekuensi AQUA.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
7
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
Gambar 6-1 Noise Floor
Gambar 6-2 Carrier Maksimum
Gambar 6-1 menunjukkan noise floor di penerima. Gambar 6-2 menunjukkan sinyal satelit Aqua
pada transmisi penuh dengan elevasi tinggi. Dalam perhitungan logaritmik didapat dapat di terjemahkan
menjadi sinyal carrier to noise adalah:
C/I= Sinyal Carrier Satelit- Sinyal Interference
(a)
(6-1)
(b)
Gambar 6-3. (a). Menunjukkan Satelit Pada Elevasi Rendah (dibawah 3 derajat), (b) Satelit Bekerja Pada
Elevasi Tinggi.
Dengan demikian besaran nilai C/I untuk satelit AQUA adalah -39-(-44)= 5 dB. Sedangkan channel
yang menggangu adalah ch 4 dengan frekuensi uplink 7836.65 dan frekuensi downlink 8147.97. Pada
elevasi rendah sinyal interference terukur di penerima tinggi semakin tinggi elevasi semakin rendah sinyal
interference.
7. C/I Dan C/N Minimum Studi Kasus AQUA
BER satelit AQUA adalah 10
-3
dengan demikian EB/No yang dipersyaratkan adalah 6.8 dB sesuai
dengan grafik pada Gambar 3-2 nilai ini juga sesuai dengan dokumen ground station satelit AQUA.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
8
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
C/N minimum dapat dianalisis dari persamaan (4-1).
C/N= 6.8 +10log(15.000.000/15000.000)
=6.8 dB+0
Sehingga pada pengukuran di lapangan perbandingan antara sinyal carrier dan sinyal noise
maupun interference adalah 6.8 dB. Pada hasil pengukuran diatas didapat nilai C/N 5 dB hal ini
mempengaruhi kualitas citra yang diterima.
8. Analisis Jarak Isolasi dan Daya Pancar Pada Satelit AQUA
Hasil pertemuan dengan depkominfo dilakukan kebijakan melakukan isolasi pada radius 6
kilometer pada jarak ini dilarang menggunakan frekuensi X Band pada frekuensi 7.5 GHz sd 8.5
GHz. EIRP 1 Watt (30 dBm) menjadi simulasi acuan dalam melakukan perhitungan. Besarnya
power 1 Watt dibandingkan dengan jarak minimum yang diperbolehkan pemancar dan C/N
standart 6.8 dB agar tidak mengganggu. Pada simulasi grafik di bawah menunjukkan pada EIRP 1
Watt 30 dBm, masih mengganggu. Elevasi interference di bawah 3 derajat tidak mengganggu dalam
proses tracking. Karena daerah lintasan satelit masih di luar Indonesia, elevasi interference diatas 3
derajat akan mengganggu penerimaan karena diatas 3 derajat sudah meliput wilayah Indonesia.
Power dB
40
Perbandingan C/N Microwave dengan C/I Pada
Elevasi Maksimum
30
20
C/N
Microwave
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
C/I Pada
Elevasi Max
Jarak Km
Gambar 8-1. Grafik Simulasi Power EIRP 1 Watt (30 dBm) dengan C/I
9. Kesimpulan dan Saran
Frekuensi mikrowave standart ITU-R 386 anex 1 dan ITU-R 2 anex 3, sama dengan frekuensi
yang digunakan satelit penginderaan jauh. Untuk menghindari interference dengan mikrowave
perlu dilakukan isolasi area sehingga satelit penginderaan jauh tidak terganggu penerimaannya.
Dari hasil analisis Jarak Isolasi 6 km belum bisa menghilangkan interference pada EIRP mikrowave
30 dBm. Pengukuran dan analisis pada satelit dengan bandwidth lebar dan bit rate tinggi.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
9
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
10. Daftar Rujukan
Alaydrus, Mudrik.2011. Antena Prinsip Dan Aplikasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Earth Observation Center Japan Aerospace Exploration Agency, 2006 . AMSR-E Data Users Handbook..
Japan Aerospace Exploration Agency
Freeman, Roger R. 1998. Telecommunication Transmission Handbook. JHON WILEY & SONS. New
York
Goddard Space Flight Center. 2003. Interface Description Document For Eos Aqua X-Band Direct
Broadcast. Greenbelt, Maryland
Goddard Space Flight Center. 2003. Eos Pm-1 Spacecraft To Eos Ground SystemInterface Control
Document Eos Pm Project. Greenbelt, Maryland
Mainil, Anil K. 2011. Satellite Technology. Jhon Wiley & Sons, New York.
Maral, G. 1986. Satellite Communication System. Jhon Wiley & Sons, New York
Seaspace, 2009.Axyom Model 50antenna Positioning System Operations And Maintenance Manual.
Seaspace, Sand Diego Ca.
Simanjuntak,T.L.H. 2004. Sistem Komunikasi Satelit. Pt Alumni, Bandung, London, Pp.48.
Setiawan, Deni.2010. Alokasi Frekuensi Kebijakan Dan PerencanaanSpektrum Indonesia. Departemen
Komunikasi Dan Informatika
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
10
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
ANALISIS CARIER TO INTERFERENCE TRANSMISI GELOMBANG MICROWAVE
LINK X-BAND DENGAN DOWNLINK SATELIT PENGINDERAAN JAUH
Presenter: Arif Hidayat
Pertanyaan dan saran:
a. Mahdi Kartasasmita, LAPAN: bagaimana dengan simulasi yang menggunakan asumsi daya 1
watt, apakah dalam perhitungan internal antenanya? Berapa watt kondisi dari antenna?
b. Winanto, LAPAN: apakah masih diperlukan atau masih dilakukan koordinasi lebih lanjut terkait
gangguan frekuensi setelah sertifikasi?
c. Suhermanto, LAPAN: terkait dengan interferensi bahwa band frekuensi X-band yang digunakan
berdasarkan ITU merupakan sharing antara Space to earth dan earth to earth. Di dalam negeri
pengaturan tentang frekuensi ini dilakukan oleh kementrian Kominfo. Untuk proses perlindungan
terhadap stasiun bumi perlu adanya pengurusan ijin penggunaan radio dan harus sudah
tersertifikasi di dalam negeri. Pada kasus LAPAN stasiun bumi kita tidak ada ISR (ijin), maka
pada tahun 2012 ada pembuatan ijin yang dilakukan LAPAN untuk perlindungan frekuensi dalam
jarak 5 km tidak ada microwave yang menggunakan semua frekuensi. Karena perlu adanya ijin
(ISR) ini maka vendor alat yang digunakan LAPAN juga harus memiliki sertifikasi yang
dikeluarkan di Indonesia. LAPAN merupakan sebagai operator stasiun bumi penginderaan jauh
hanya saja tetap membutuhkan ijin ISR sehingga ini menjadi masalah utama. Tidak adanya berita
acara untuk kondisi setelah perlindungan frekuensi, apakah tidak ada gangguan lagi sehingga ISR
bisa segera terbit. Karena hanya dengan cara itu bisa melindungi stasiun bumi, sehingga
permasalahan bisa selesai. Kedepan ada wacana di ITU untuk memperluas frekuensi space to
earth 7.7-8.6 GHz, apakah memang perlu diperluas.
Jawaban:
a. Dalam perhitungan sudah diperhitungkan pada saat tertentu bisa sekitar 30 dBm. Pada saat
sertifikasi karena hanya 1 titik dan sudah ada koordinasi dengan Balmon. Terkadang 1 tower ada
banyak antenna dari berbagai perusahaan sehingga sulit untuk mengetahui provider mana yang
menjadi masalah.
b. Koordinasi memang masih terus dilakukan selain itu juga sudah ada sosialisasi dengan seluruh
operator, tetapi masih ada saja yang menggunakan frekuensi tanpa ijin.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
11
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM SENSING DAN
GROUND SEGMENT UNTUK QUADROTOR APTRG
*)
Riyadhi Fernanda*), Fajar Septian*), Nurmajid Setyasaputra**), Burhanuddin Dirgantoro*)
Aeromodelling and Payload Telemetry Research Group (APTRG) Universitas Telkom
**)
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN
e-mail: [email protected]
Abstract
This paper describes the design and realization of the Sensing System Ground Segment for AMUAS. In
Quadrotor Test contains various sensors for monitoring and surveillance of a particular place. The sensors will
measure parameters such as compass, accelerometer, temperature, pressure, altitude, and also visualization place
monitored. Sensing system is controlled using a microcontroller and delivery of data using the XBee-PRO, so that
the sensing system can be used to obtain the data in real time in the Ground Segment (GS).
Key Words: APTRG Quadrotor, System Sensing, Telemetry
Abstrak
Paper ini menjelaskan tentang perancangan realisasi Sistem Sensing dan Ground Segment untuk AMUAS.
Pada Quadrotor Test berisi berbagai macam sensor untuk melakukan pemantauan dan pengawasan pada suatu
tempat. Sensor tersebut akan mengukur parameter seperti kompas, akselerometer, suhu, tekanan, ketinggian, dan
juga visualisasi tempat yang dipantau. Sistem sensing dikendalikan dengan menggunakan mikrokontroler dan
pengiriman datanya menggunakan Xbee-PRO, sehingga sistem sensing tersebut dapat digunakan untuk
mendapatkan data secara real time di Ground Segment (GS).
Kata Kunci: APTRG Quadrotor, System Sensing, Telemetry
1. Pendahuluan
Pemantauan dan pengukuran sebenarnya cukup mudah untuk dilakukan, dengan membawa alat ke
lokasi, melakukan pengukuran, dan mendapatkan hasil dari pemantauan dan pengukuran tersebut. Data
yang didapat pada umumnya dianalisa untuk mendapatkan informasi dan bahan penelitian, yang nantinya
akan berguna bagi kepentingan masyarakat. Tetapi bagaimana jika lokasi yang akan dituju sulit untuk
dijangkau dan rawan bencana, maka hal tersebut dapat jadi penghambat yang berarti dan akan
mengeluarkan dana yang tidak sedikit bila harus pergi ke tempat tersebut untuk melakukan pengukuran
dan pemantauan langsung di sana.
Ada alternatif lain untuk memudahkan mencapai tempat yang sulit dijangkau, dan tetap bisa
melakukan pemantauan dan pengukuran. Yaitu dengan menggunakan sebuah alat yang dikendalikan dari
jauh, dan berisi sensor-sensor yang dibutuhkan untuk pengukuran sehingga dapat mengukur parameterparameter yang ingin diketahui dari tempat berbeda. Alat ini memuat sistem pengukuran menggunakan
sensor yang dapat mengukur suhu, tekanan, ketinggian dan melakukan pemantauan dengan menggunakan
kamera .
Sistem sensing yang dibuat ditempatkan pada quadcopter. Alat ini terdiri dari sensor CMPS10 untuk
mendapatkan data kompas, sikap alat, dan akselerometer. Sensor HP03S untuk mendapatkan data suhu
dan tekanan. Sensor ultrasonic untuk pengukur ketinggian dan juga kamera wireless untuk memantau
tempat yang sulit dijangkau. Setiap sensor akan dikendalikan menggunakan mikrokontroler ATMega16
dan semua data dari sensor yang terhubung pada mikrokontroler akan diproses secara otomatis sesuai
dengan program yang dibuat. Data yang telah didapat dikumpulkan dan akan langsung dikirimkan kesisi
ground segment menggunakan wireless module.
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
12
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
2. Fungsi Utama Sistem
Sistem sensing yang digunakan untuk mengawasi dan memantau keadaan suatu tempat yang
nantinya akan menghasilkan data suhu, tekanan, ketinggian, kemiringan, dan juga data gambar ini
memiliki beberapa bagian, yaitu:
a. Parameter,
b. Sensor,
c. ATmega16,
d. Xbee-PRO,
e. Receiver kamera, dan
f. Computer.
Sensor HP03S akan mengukur suhu, tekanan dan juga ketinggian dari permukaan laut, lalu CMPS10
mengukur kemiringan dataran yang diamati, juga akan
menunjukkan arah hadap dari quadcopter.
Ultrasonic range sensor akan mengukur ketinggian dari tempat terdekat yang ada di bawah quadcopter.
Dan yang terakhir kamera wireless akan mengirimkan video ke komputer. Spesifikasi dari sistem sensing
yang dibuat ini adalah sebagai berikut:
1. Mikrokontroler ATmega 16 sebagai antarmuka dari sensor ke wireless module Xbee-PRO.
2. Sensor CMPS10
3. Sensor suhu dan tekanan DT-Sense Barometric Pressure & Temperature Sensor.
4. Sensor jarak HC-SR04.
5. Catu Daya berupa baterai dengan keluaran 5 Volt.
6. wireless module Xbee-PRO.
Sistem sensing dimuat pada quadcopter yang berukuran 45cm x 45 cm (Gambar 2-1 dan 2-2),
diletakkan di tengah dan di dalam chasing berbentuk bulat berdiameter 10cm.
Gambar 2-1 Sistem Sensing pada Quadcopter
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
Gambar 2-2 Sistem Keseluruhan pada Quadcopter
13
Akusisi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh
2.1 Perancangan dan Realisasi Hardware
Pada perancangan hardware sistem sensing untuk pengawasan dan pemantauan ini dilakukan dalam
enam langkah yaitu perancangan alat ukur akselero dan kompas, perancangan alat ukur ketinggian,
perancangan alat ukur suhu dan tekanan udara, perancangan sismin dan catu daya, koneksi kamera ke
receiver yang terhubung pada komputer serta perancangan koneksi perangkat wireless module dari
perangkat ke komputer.
2.1.1 Perancangan Alat Ukur Akselerometer, pitch, roll, dan Kompas
Menggunakan sensor CMPS10, berkomunikasi dengan mikrokontroler melalui jalur I2C, yaitu
menggunakan 2 pin pada mikrokontroler (Gambar 2-3). Pin yang digunakan pada ATmega16 untuk
komunikasi I2C yaitu SDA PINC.1 dan SCL PINC.0. Alamat device adalah 0xC0 dalam bentuk hexa.
Pemilihan sensor CMPS 10 dikarenakan sensor ini dapat digunakan untuk kompas, kemiringan, dan
akselerometer sekaligus. Lebih unggul dibanding pendahulunya yang hanya bisa untuk kompas yaitu
sensor CMPS03
CMPS10 dapat mengeluarkan data kompas, roll, pitch, yaw, kselerometer, dan magnetometer. Pada
proyek akhir ini data yang dipakai adalah kompas, roll, pitch, dan akselerometer, yaw tidak diperlukan
karena nilainya sama dengan data kompas, sedangkan magnetometer tidak digunakan. Nilai roll dan pitch
memiliki rentang dari 0-255, dan akan dikonversi menjadi ± 0-85 di sisi ground segment. Nilai kompas
adalah 0-359 yang merupakan satu putaran penuh. Dan terakhir adalah nilai akselerometer, memiliki
rentang dari 0-300, yang merepresentasikan nilai 3g, dimana 1 g adalah perpindahan data setiap bernilai
100.
2.1.2 Perancangan Alat Ukur Suhu dan Tekanan Udara
HP03S adalah sebuah modul sensor digital untuk mengukur tekanan relatif dan suhu yang memiliki
keluaran digital dan telah terkalibrasi. Sensor ini menggunakan interface I2C ke mikrokontroler yaitu
menggunakan 2 pin pada mikrokontroler. Pin yang digunakan pada ATmega16 untuk komunikasi I2C
yaitu SDA PINC.1 dan SCL PINC.0. Alamat device yang digunakan adalah 0xE4 dalam bentuk hexa.
Pada Proyek akhir ini digunakan modul sensor DT-Sense Barometric Pressure & Temperature Sensor
yang berisikan sensor HP03S. Sensor ini dipilih karena bisa mengukur tekanan yang nantinya akan
dikonversi ke dalam ketinggian, sehinnga dapat mengetahui seberapa tinggi dataran yang diukur.
݈ܽ‫ݎ݁ݐ݁݉݅ݐ‬௞௔௟௜௕௥௔௦௜ = ൫76 − ሺ‫ ∗ ݁ݎݑݏݏ݁ݎ݌‬0.075ሻ൯ ∗ 100
Gambar 2-3 Konfigurasi Pin pada CMPS10
(2-1)
Gambar 2-4 DT-Sense Barometric Pressure &
Temperature Sensor
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
14
Download