analisis perbedaan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah

advertisement
ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH
SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA
KABUPATEN/KOTA SE-PROPINSI LAMPUNG
(SKRIPSI)
NAMA
: HERI ZULFIKRI
NPM
: 0741031046
EMAIL
: [email protected]
NO. HP
: 081379489991
PEMBIMBING I : SARING SUHENDRO, S.E., M.SI., AKT
PEMBIMBING II : SUDRAJAT, S.E., M.ACC., AKT
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
1
ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM
DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA SEPROPINSI LAMPUNG
Oleh
HERI ZULFIKRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
2
ABSTRAK
ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM
DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA
SE-PROPINSI LAMPUNG
Oleh
HERI ZULFIKRI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kinerja
keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung sebelum dan sesudah
otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara dokumentasi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis rasio pengukuran kinerja keuangan daerah yang terdiri dari
rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kapasitas fiskal, dan rasio kebutuhan
fiskal. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Untuk derajat
desentralisasi fiskal, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah
terdapat perbedaan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah, sedangkan
Kabupaten Lampung Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Kabupaten
Lampung Barat tidak terdapat perbedaan pada sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Untuk kapasitas fiskal, dimana Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar
Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Utara terdapat
perbedaan kinerja keuangan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah,
hanya pada Kabupaten Lampung Barat saja yang tidak terdapat perbedaan pada
masa sebelum dan sesudah otonomi daerah. Sedangkan untuk kebutuhan fiskal,
Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat perbedaan pada
masa sebelum dan sesudah otonomi daerah, sedangkan Kabupaten Lampung
Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Barat tidak terdapat
perbedaan pada sebelum dan sesudah otonomi daerah.
Kata Kunci : Kinerja Keuangan, Otonomi Daerah, Derajat Desentralisasi Fiskal,
Kapasitas Fiskal, dan Kebutuhan Fiskal.
3
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan produk. Salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan
laba yang maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan manajemen
dengan tingkat efektifitas yang tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen
yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan
investasi, dapat dilakukan dengan mengetahui seberapa besar rasio profitabilitas
yang dimiliki. Dengan mengetahui rasio profitabilitas yang dimiliki, perusahaan
dapat memonitor perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Agar dapat
memaksimalkan laba yang didapat oleh perusahaan, manajer keuangan perlu
mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap profitabilitas
perusahaan. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing fakor
terhadap profitabilitas, perusahaan dapat menentukan langkah untuk mengatasi
masalah-masalah dan meminimalisir dampak negatif yang timbul.
Penelitian ini menggunakan ROA sebagai alat untuk mengukur
profitabilitas perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio
rentabilitas yang ada. Sedangkan menurut Riyanto (2001), Dalam beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi hasil penelitian.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samiloglu dan Demirgunes (2008)
disebutkan bahwa INVP (inventory period) berpengaruh negatif terhadap ROA.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi inventory period yang dimiliki
perusahaan, maka semakin rendah ROA. Sedangkan dalam penelitian yang
dilakukan Padachi (2006) variabel inventory period berpengaruh positif signifikan
terhadap ROA. Apabila inventory period mengalami peningkatan maka akan
diikuti dengan peningkatan ROA.
Berdasarkan uraian di atas, perlu diteliti mengenai kinerja keuangan daerah
di Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, karena masih terdapat perbedaan hasil
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
4
penelitiannya dan menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penulis mengambil
judul “ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH
SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA
KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG ”.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian
daerah) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung?
2. Apakah terdapat perbedaan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity)
sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung?
3. Apakah terdapat perbedaan kebutuhan fiskal daerah (fiskal need)
sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan sebelum
dan sesudah otonomi daerah di kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yang
meliputi:
1.
Mengetahui perbedaan derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian
daerah) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung?
2.
Mengetahui perbedaan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity) sebelum
dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung?
3.
Mengetahui perbedaan kebutuhan fiskal daerah (fiskal need) sebelum dan
sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung?
1.4
Kegunaan Penelitian
1. Bagi Pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi
tentang kebijakan keuangan daerah.
2. Bagi penulis adalah memperoleh tambahan wawasan, pengalaman, dan
pengetahuan dalam mempraktekan ilmu dan teori yang diperoleh selama
kuliah mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah.
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Otonomi daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Menurut Widarta ( 2001:2 ) dijelaskan bahwa otonomi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri, dan Nomos berarti aturan.
Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan
langkah-langkah sendiri. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun
2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2. Dasar Hukum Otonomi Daerah
Semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang telah
diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UndangUndang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah, maka diperlukan prinsip-prinsip
dalam pemberian otonomi daerah antara lain, pelaksanaan otonomi harus
didasarkan pada otonomi seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab
2.2
Desentralisasi Fiskal
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 7 dan
UU No. 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah
pasal 1 ayat 8, desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
6
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, penyelenggaraan
desentralisasi merupakan urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan
daerah otonom, dengan bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya
urusan pemerintahan yang penenganannya dalam bagian atau bidang tertentu
dapat dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Untuk mewujudkan pembangunan kewenangan yang concurrent secara
proporsional antara pemerintah, daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, maka
disusunlah kriteria yang meliputi :
a. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak atau akibat yang
ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintah tersebut.
b. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang
menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih
langsung atau dekat dengan dampak dari urusan yang ditngani tersebut.
c. Kriteria efisien adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya
(personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian,
dan kecepatan hasil yang harus dicapaidalam penyelenggaraan bagian
urusan.
2.3
Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan
bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Keuangan daerah senantiasa
diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian
daerah yang mandiri sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
7
demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata. Dan Kinerja adalah
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-undang
atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah
disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi
pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan anggaran
sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan informasi
tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran
pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran
(outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiap program untuk
keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim
penganggaran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut.
2.4
Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Otonomi Daerah
Kewenangan daerah menjalankan pemerintahannya pada masa orde baru
didasarkan pada Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah. Di samping mengatur pemerintah daerah, undang-undang
itu juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,
untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi yang dimiliknya dimana menurut
pasal 55 sumber pembiayaan daerah terdiri dari 3 kompenen besar, yaitu :
1)
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber yang harus selalu dan
terus menerus dipacu pertumbuhannnya, karena PAD merupakan indikator
penting untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah di bidang keuangan.
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
8
Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD maka semakin berhasil usaha
pemerintah dan pembangunan daerah.
2)
Pendapatan yang berasal dari pusat, meliputi :
a) Sumbangan dari pemerintah
b) Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangundangan
3)
Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu
pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
2.5 Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Daerah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menjelaskan untuk menjalankan otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertangjung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali
sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah serta antar provinsi dan kabupaten atau kota yang
merupakan prasyarat sistem pemerintahan daerah. PAD merupakan suatu
pendapatan yang digali murni dari masing-masing daerah, sebagai sumber
keuangan daerah yang digunakan untuk membiayai pengadaan pembelian dan
pemeliharaan sarana dan prasarana pembangunan yang tercermin dalam anggaran
pembangunan. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah pasal 5 penerimaan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan, dimana sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
9
adalah :
a.
PAD
b.
Dana perimbangan
c.
Pendapatan lain yang sah
Sedangkan sumber pembiayaan daerah terdiri dari :
a.
Sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA)
b.
Penerimaan pinjaman daerah
c.
Dana cadangan daerah
d.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
2.6 Kerangka Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya
sebagai dasar yang digunakan untuk merumuskan hipotesis berikut ini
digambarkan kerangka penelitian yang tersaji.
2.7 Hipotesis
1. Derajat desentralisasi fiskal (degree of fiskal)
Derajat desentralisasi fiskal adalah tingkat kemandirian daerah untuk
membiayai kebutuhan daerahnya sendiri tanpa menggantungkan diri dengan
pemerintah pusat.
Hipotesis yang dirumuskan adalah:
Ha.1 : Terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah
otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung.
2. Kapasitas fiskal (fiskal capacity)
Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari
PAD dan dana bagi hasil. Semakin tinggi rata-rata kapasitas fiskal suatu daerah
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
10
maka kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhannya semakin memadai.
Hipotesis yang dirumuskan adalah:
Ha.2 : Terdapat perbedaan kapasitas fiskal daerah sebelum dan sesudah
otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung.
3. Kebutuhan fiskal (fiskal need)
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi layanan dasar umum.
Hipotesis yang dirumuskan adalah:
Ha.3 : Terdapat perbedaan kebutuhan fiskal daerah sebelum dan sesudah
otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung.
11
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Sumber Data
Dalam usaha mendapatkan data dalam Penelitian ini penulis menggunakan data
sekunder dimana data yang digunakan adalah Laporan Realisasi APBD
Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung. Propinsi Lampung pada saat sebelum
otonomi daerah yaitu sampai dengan tahun 2000 memiliki 5 kabupaten/kota
yang memiliki laporan APBD dari tahun 1996 yaitu Kota Bandar lampung,
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten
Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Barat. Jadi dalam penelitian ini data
yang digunakan ada 5 kabupaten/kota se- Propinsi Lampung. Lima tahun
sebelum otonomi daerah yaitu dari tahun 1996-2000 dan sepuluh tahun setelah
pemberlakuan otonomi daerah yaitu dari tahun 2000-2010.
3.2 Sampel Penelitian
Untuk mengetahui tingkat kemandirian daerah sebelum dan sesudah otonomi
daerah, dalam penelitian ini peneliti akan mengambil sampel Laporan Realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota se- propinsi
Lampung. Untuk kota, peneliti mengambil sampel Laporan Realisasi APBD
pemerintah kota Bandar Lampung. Sedangkan untuk kabupaten, peneliti
mengambil sampel Laporan Realisasi APBD kabupaten Lampung Utara,
Laporan Realisasi APBD Kabupaten Lampung Tengah, Laporan Realisasi
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
12
APBD kabupaten Lampung Barat, dan Laporan Realisasi APBD kabupaten
Lampung Selatan.
1.2 Alat Analisis
1.2.1
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menghasilkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, analisis ini
didukung dengan studi literatur atau kepustakaan berdasarkan pengalaman
kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami.
3.2.1
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif didasarkan pada analisis variabel–variabel yang dapat
dijelaskan secara terukur dengan rumus atau alat analisis pasti. Menurut Halim
(2004) dalam mengukur kinerja keuangan daerah dapat diukur menggunakan
alat analisa kinerja keuangan daerah meliputi :
1. Derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu :
Rumus 1 =
PAD
TPD
2. Kapasitas Fiskal yaitu dengan formula :
Rumus 2 =
PAD + BHPBP
TKD
3. Kebutuhan fiskal yaitu dengan formula :
Rumus 3 =
PAD
TKD
13
Dimana :
PAD = Pendapatan Asli Daerah
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
TPD = Total penerimaan Daerah
TKD = Total Pengeluaran Daerah
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
3.2.2
Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi
data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diambil adalah data
yang terdistribusi normal. Maksud data yang terdistribusi normal adalah
bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana datanya memusat
pada nilai rata-rata dan median. Alat uji asumsi yang digunakan adalah One
Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Apabila data yang diuji berdistribusi
normal, maka pengujian hipotesa menggunakan alat uji statistik parametrik
yaitu uji t berpasangan (paired sample t-test). Sedangkan apabila data
berdistribusi tidak normal, maka pengujian hipotesa menggunakan alat uji
statistik non parametrik yaitu uji peringkat bertanda wilcoxon (wilcoxon
signed ranks test). Apabila data tidak normal maka teknik statistik parametrik
tidak dapat digunakan untuk alat analisis, Sugiono (2003) dalam Yudisianta
(2007).
1.2.1
Pengujian Hipotesis
Dari alat analisis di atas akan terlihat seberapa besar kemampuan daerah
dalam membiayai kebutuhan daerah dalam membiayai pembangunan didaerah
sebelum dan sesudah otonomi daerah. Secara umum semakin tinggi kontribusi
pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk
membiayai aktivitasnya sendiri akan menunjukan kinerja keuangan daerah
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
14
yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan yang positif dapat diartikan
sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah
dan mendukung pelaksaan otonomi daerah pada daerah tersebut.
Untuk melakukan pengujian hipotesis akan dilakukan dengan uji t
berpasangan (paired sample t test) dengan menggunakan program SPSS versi
17.
Pengujian hipotesis menggunakan tingkat keyakinan 95 % dan tingkat
kesalahan analisis ( α ) 5%.
Uji t berpasangan merupakan salah satu dari statistik parametrik maka
sebelum melakukan uji t perlu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui
apakah data terdistribusi secara normal atau tidak.
Uji t berpasangan dilakukan secara dua sisi (two tailed test) karena ingin
diketahui apakah rata-rata sebelum berbeda dengan sesudah ataukah tidak,
sehingga daerah kritis penelitian ini adalah t <- t α/2 dan t > t α/2. Untuk menguji
signifikansi yaitu dengan membandingkan nilai t di tabel, jika t hitung lebih
besar dari t di tabel maka signifikan.
Dalam pengujian ini kriteria penerimaan/penolakan hipotesis adalah :
Ha diterima jika t < - tα/2 atau t > tα/2
Ha ditolak jika - tα/2 < t < tα/2
t : t hitung
tα/2 : t tabel
15
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Analisis Deskripsi Statistik
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa perbedaan tingkat kemandirian
daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung dan situs internet.
Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh hasil dsekripsi statistik sebagai
berikut :
1. Derajat desentralisasi fiskal
Tabel 8. Deskripsi statistik derajat desentralisasi fiskal
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Desentralisasi_Fiskal_Sebelum
25
.01
.21
.0557
.06170
Desentralisasi_Fiskal_Sesudah
50
.01
.90
.0856
.15784
Valid N (listwise)
25
Sumber : Lampiran 1 a
16
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
Tabel 9. Deskripsi statistik derajat desentralisasi fiskal per Kabupaten/Kota
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah
5
.01
.04
.0234
.01165
Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah
5
.12
.21
.1720
.03538
Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah
5
.03
.04
.0368
.00701
Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah
5
.02
.03
.0182
.00466
Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah
5
.02
.03
.0282
.00466
Valid N (listwise)
5
Sumber : Lampiran 1 b
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah
10
.03
.26
.0563
.07234
Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah
10
.08
.90
.1759
.25577
Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah
10
.02
.52
.1204
.20231
Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah
10
.01
.03
.0234
.00624
Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah
10
.02
.29
.0522
.08446
Valid N (listwise)
10
Sumber : Lampiran 1 c
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh
derajat desentralisasi fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi
daerah adalah sebesar 0,01 yaitu pada tahun 1998 di Kabupaten Lampung Selatan,
sedangkan nilai maksimum adalah 0,21 yaitu pada tahun 1996.
2. Kapasitas fiskal
Tabel 10. Deskripsi statistik kapasitas fiskal
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Kapasitas Fiskal Sebelum
25
.07
.36
.1572
.08274
Kapasitas Fiskal Sesudah
50
.09
2.12
.7124
.52102
Valid N (listwise)
25
17
Sumber : Lampiran 2 a
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
Tabel 11. Deskripsi statistik kapasitas fiskal per Kabupaten/Kota
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah
5
.08
.18
.1100
.04062
Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah
5
.24
.36
.2960
.05030
Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah
5
.11
.20
.1340
.03782
Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah
5
.12
.24
.1540
.04879
Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah
5
.07
.11
.0920
.01483
Valid N (listwise)
5
Sumber : Lampiran 2 b
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah
10
.75
1.12
.9670
.12676
Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah
10
.89
1.67 1.1140
.23272
Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah
10
.94
2.12 1.2030
.39432
Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah
10
.10
.20
.1540
.04033
Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah
10
.09
.17
.1240
.02875
Valid N (listwise)
10
Sumber : Lampiran 2 c
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh
kapasitas fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi daerah adalah
sebesar 0,07 yaitu pada tahun 1999 di Kabupaten Lampung Utara, sedangkan nilai
maksimum adalah 0,36 yaitu pada tahun 1996 di Kota Bandar Lampung.
3. Kebutuhan fiskal
Tabel 12. Deskripsi statistik kebutuhan fiskal
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Kebutuhan Fiskal Sebelum
25
.01
.22
.0584
.06338
Kebutuhan Fiskal Sesudah
Valid N (listwise)
50
25
.01
1.11
.0989
.22515
Sumber : Lampiran 3 a
18
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
Tabel 13. Deskripsi statistik kebutuhan fiskal per Kabupaten/Kota
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah
5
.01
.04
.0268
.01342
Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah
5
.13
.22
.1776
.03610
Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah
5
.03
.05
.0398
.00876
Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah
5
.02
.03
.0190
.00469
Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah
5
.02
.04
.0286
.00532
Valid N (listwise)
5
Sumber : Lampiran 3 b
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah
10
.02
Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah
10
Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah
10
Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah
Mean
Std. Deviation
.06
.0365
.00911
.08
.94
.1908
.26347
.02
1.11
.2174
.40600
10
.01
.03
.0233
.00546
Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah
10
.02
.05
.0263
.00968
Valid N (listwise)
10
Sumber : Lampiran 3 c
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh
kebutuhan fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi daerah adalah
sebesar 0,01 yaitu pada tahun 1998 di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan
nilai maksimum adalah 0,22 yaitu pada tahun 1996 di Kota Bandar Lampung.
4.2
Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif didasarkan pada analisis variable-variabel yang dapat
dijelaskan secara terukur dengan rumus atau alat analisis pasti. Pada penelitian
ini untuk mengukur tingkat kemandirian daerah digunakan alat analisis yaitu
rasio keuangan daerah. Hasil penelitian rasio-rasio tersebut yaitu :
19
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
1. Derajat desentralisasi fiskal
Tabel 14. Perhitungan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung
N
o
Kabupaten/Kota
1
Lampung Selatan
Rumus:
PAD
TPD
2
Hasil
Sesudah
Otonomi
Daerah
Hasil
1996
1997
1998
1999
2000
0.024
0.042
0.013
0.014
0.024
2001
2002
2003
2004
2005
0.034
0.028
0.029
0.031
0.033
2006
2007
2008
2009
2010
0.261
0.028
0.029
0.036
0.054
1996
1997
1998
1999
2000
0.208
0.201
0.178
0.149
0.124
2001
2002
2003
2004
2005
0.102
0.106
0.096
0.099
0.118
2006
2007
2008
2009
2010
0.077
0.080
0.090
0.088
0.903
1996
1997
1998
1999
2000
0.043
0.041
0.037
0.025
0.038
2001
2002
2003
2004
2005
0.022
0.024
0.02
0.024
0.025
2006
2007
2008
2009
2010
0.02
0.491
0.517
0.027
0.034
1996
1997
1998
1999
2000
0.019
0.015
0.016
0.026
0.015
2001
2002
2003
2004
2005
0.015
0.025
0.023
0.023
0.025
2006
2007
2008
2009
2010
0.011
0.027
0.033
0.025
0.027
1996
1997
1998
1999
2000
0.034
0.029
0.031
0.024
0.023
2001
2002
2003
2004
2005
0.019
0.024
0.051
0.291
0.026
2006
2007
2008
2009
2010
0.021
0.028
0.026
0.019
0.017
Lampung Barat
Rumus:
PAD
TPD
5
Sesudah
Otonomi
Daerah
Lampung Tengah
Rumus:
PAD
TPD
4
Hasil
Bandar Lampung
Rumus:
PAD
TPD
3
Sebelum
Otonomi
Daerah
Lampung Utara
Rumus:
PAD
TPD
Sumber : Lampiran 11
20
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
2. Kapasitas fiskal
Tabel 15. Perhitungan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung
N
o
Kabupaten/Kota
1
Lampung Selatan
Hasil
Sesudah
Otonomi
Daerah
Hasil
2001
2002
2003
2004
2005
0.78
1.11
0.98
1.08
0.97
2006
2007
2008
2009
2010
1.12
0.75
1.02
0.92
0.94
0.36
0.32
0.31
0.24
0.25
2001
2002
2003
2004
2005
1.21
1.18
1.23
1.02
0.92
2006
2007
2008
2009
2010
1.11
0.89
1
0.91
1.67
1996
1997
1998
1999
2000
0.11
0.11
0.13
0.12
0.2
2001
2002
2003
2004
2005
1.04
1.16
1.06
1.01
0.94
2006
2007
2008
2009
2010
0.99
1.72
2.12
1.04
0.95
1996
1997
1998
1999
2000
0.14
0.12
0.14
0.24
0.13
2001
2002
2003
2004
2005
0.2
0.19
0.17
0.19
0.19
2006
2007
2008
2009
2010
0.16
0.13
0.1
0.1
0.11
1996
Rumus:
1997
PAD + BHPBP
1998
TKD
1999
2000
Sumber : Lampiran 12
0.1
0.09
0.11
0.07
0.09
2001
2002
2003
2004
2005
0.11
0.13
0.15
0.16
0.17
2006
2007
2008
2009
2010
0.13
0.1
0.11
0.09
0.09
Rumus:
PAD + BHPBP
TKD
2
0.09
0.11
0.09
0.08
0.18
1996
1997
1998
1999
2000
Lampung Barat
Rumus:
PAD + BHPBP
TKD
5
1996
1997
1998
1999
2000
Lampung Tengah
Rumus:
PAD + BHPBP
TKD
4
Hasil
Sesudah
Otonomi
Daerah
Bandar Lampung
Rumus:
PAD + BHPBP
TKD
3
Sebelum
Otonomi
Daerah
Lampung Utara
21
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
3. Kebutuhan fiskal
Tabel 16. Perhitungan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung
N
o
Kabupaten/Kota
1
Lampung Selatan
Hasil
Sesudah
Otonomi
Daerah
Hasil
2001
2002
2003
2004
2005
0.038
0.042
0.039
0.034
0.034
2006
2007
2008
2009
2010
0.029
0.024
0.029
0.039
0.057
0.216
0.205
0.187
0.146
0.134
2001
2002
2003
2004
2005
0.133
0.137
0.136
0.107
0.113
2006
2007
2008
2009
2010
0.085
0.076
0.096
0.087
0.938
1996
1997
1998
1999
2000
0.043
0.041
0.039
0.026
0.05
2001
2002
2003
2004
2005
0.024
0.03
0.025
0.026
0.024
2006
2007
2008
2009
2010
0.02
0.85
1.108
0.03
0.037
1996
1997
1998
1999
2000
0.019
0.015
0.017
0.027
0.017
2001
2002
2003
2004
2005
0.016
0.029
0.026
0.026
0.027
2006
2007
2008
2009
2010
0.012
0.027
0.023
0.021
0.026
1996
Rumus:
1997
PAD
1998
TKD
1999
2000
Sumber : Lampiran 13
0.036
0.029
0.031
0.024
0.023
2001
2002
2003
2004
2005
0.019
0.024
0.051
0.032
0.027
2006
2007
2008
2009
2010
0.022
0.026
0.025
0.019
0.018
Rumus:
PAD
TKD
2
0.025
0.043
0.013
0.015
0.038
1996
1997
1998
1999
2000
Lampung Barat
Rumus:
PAD
TKD
5
1996
1997
1998
1999
2000
Lampung Tengah
Rumus:
PAD
TKD
4
Hasil
Sesudah
Otonomi
Daerah
Bandar Lampung
Rumus:
PAD
TKD
3
Sebelum
Otonomi
Daerah
Lampung Utara
22
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
4.3
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test. Dimana nilai Asymp.sig (2-tailed) dibandingkan
keputusan dengan tingkat kesalahan analisis (α) 5%.
Dasar pengambilan keputusan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test adalah :
a. Jika nilai Sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal.
b. Jika nilai sig. < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
a.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan uji t berpasangan (paired sample t-test)
dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (α)
5%. Uji berpasangan dilakukan secara dua sisi (two tailed test) karena ingin
diketahui apakah rata-rata sebelum berbeda dengan sesudah atau tidak, sehingga
daerah kritis penelitian ini adalah t < - t α/2 atau t > t α/2.
Dalam pengujian ini, kriteria pengujian hipotesis apabila :
Ha diterima jika t < - tα/2 atau t > tα/2
Ha ditolak jika - tα/2 < t < tα/2
Cara lain yang dapat digunakan adalah melihat nilai Sig. (2-tailed). Hasil
pengujian ini akan menunjukan diterima atau ditolaknya Ha apabila :
Sig. (2-tailed)/2 ≤ 0.025, maka Ha diterima
Sig. (2-tailed)/2 ≥ 0.025, maka Ha ditolak.
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
23
a). Pengujian Hipotesis Alternatif Pertama (Ha.1)
Hipotesis alternatif pertama (Ha.1) yang diajukan dalam penelitian ini adalah
terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah otonomi
daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung.
b). Pengujian Hipotesis Alternatif Kedua (Ha.2)
Hipotesis Alternatif Kedua (Ha.2) yang diujikan dalam penelitian ini adalah
terdapat perbedaan kapasitas fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada
Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung.
c). Pengujian Hipotesis Alternatif Ketiga (Ha.3)
Hipotesis Alternatif Ketiga (Ha.3) yang diajukan dalam penelitian ini adalah
terdapat perbedaan kebutuhan fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada
Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung.
24
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Penelitian
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai
perbedaan tingkat kemandirian daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada
Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, maka simpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal anatara periode
sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi
Lampung pada Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Barat,
dan Kabupaten Lampung Utara. Hal ini disebabkan karena sebelum dan
sesudah otonomi daerah, BHPBP (Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak)
mengalami kenaikan yang cukup besar dibanding dengan PAD
Kabupaten/Kota masing-masing dari tahun ketahunnya, sehingga
penerimaan dari pemerintah pusat pada Kabupaten/Kota di Propinsi
Lampung mengalami peningkatan yang lebih besar dari pada penerimaan
yang berasal dari PAD daerah itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa
kabupaten/kota masih sangat bergantung kepada pemerintah pusat.
Dimana masih tingginya transfer dana dari pusat justru menyebabkan
rendahnya inisiatif pemda untuk meningkatkan dan menggali potensi yang
ada didaerah itu sendiri. Dan juga terdapat pemekaran wilayah yang
25
mengurangi PAD kabupaten induk itu sendri. Sedangkan untuk Kota
Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat terdapat
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua daerah tersebut dapat menggali
dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di daerah itu dengan baik.
2. Terdapat perdebaan kapasitas fiskal antara periode sebelum dan sesudah
otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung, hanya
Kabupaten Lampung Barat saja yang tidak terdapat perbedaan kapasitas
fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah. Secara rata-rata terdapat
peningkatan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung
sebelum dan sesudah otonomi daerah, namun bila dilihat dari dari
perkembangan pertahunnya terlihat bahwa perbedaan kapasitas fiskal
Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung itu tidak terlalu besar.
3. Tidak terdapat perbedaan kebutuhan fiskal antara periode sebelum dan
sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung pada
Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten
Lampung Utara. Tidak terdapatnya perbedaan kebutuhan fiskal itu
disebabkan dimana belanja pelayanan publik tidak mengalami kenaikan
yang cukup berarti sehingga dalam melaksanakan aktifitas pelayanan
publik masih belum dilaksanakan dengan baik. Menurut sangjaya (2007),
peningkatan kebutuhan fiskal sesudah otonomi daerah lebih dikarenakan
terdapat beberapa kewenangan dan kebutuhan daerah yang sebelum
otonomi daerah ditangani oleh pemerintah pusat, setelah otonomi daerah
harus ditangani oleh pemerintah daerah, seperti pengalihan gaji pegawai
negeri yang pada saat sebelum otonomi daerah dibebankan oleh APBD,
sedangkan belanja layanan publik pemerintah daerah cendrung tidak
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
26
mengalami kenaikan yang berarti. Hal ini mengidentifikasikan bahwa
setelah otonomi daerah masih belum bisa meningkatkan kinerja dalam
melaksanakan berbagai aktifitas pelayanan publik. Sedangkan untuk Kota
Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat terdapat
perbedaan kebutuhan fiskal sebelum dan sesudah otonomi. Hal ini
menandakan bahwa otonomi daerah telah berjalan dengan cukup baik di
kedua daerah itu.
5.2
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Dalam memperoleh data, sampel yang diambil hanya pada kabupaten/kota
yang telah berdiri atau sudah ada sebelum otonomi daerah yaitu 1 kota dan
4 kabupaten, mengingat berjalannya waktu sampai saat ini di Propinsi
Lampung setelah otonomi daerah terjadi pemekaran wilayah sehingga
sudah terdapat 2 kota dan 12 kabupaten sehingga dalam mengambil
sampel keseluruhan mengalami keterbatasan.
2. Sedikitnya teori yang dapat dijadikan bahan acuan untuk memperkuat
hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian ini.
3. Masih sedikit penelitian yang membahas tentang kinerja keuangan
pemerintah daerah khususnya tentang rasio kemandirian daerah, sehingga
peneliti mengalami cukup kesulitan dalam mencari jurnal-jurnal penelitian
dan literatus yang membahas tentang otonomi daearah.
27
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
5.3 Saran
1. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat mengurangi ketergantungan
terhadap pemerintah pusat dan dapat menggalali potensi-potensi yang ada
didaerah tersebut sehingga dapat meningkatkan PAD itu sendiri dan
mampu meningkatkan kapasitas fiskal daerah dengan meningkatkan
sumber-sumber keuangan daerah, serta perlu dilakukan manajemen
pengeluaran daerah secara komprehensif untuk mengatur kebutuhan fiskal
daerah, salah satunya yaitu dengan membuat standar biaya dan pemerintah
daerah seharusnya menguji belanja dan biaya-biaya yang terjadi sehingga
belanja yang tidak penting dapat dihindari guna pengeluaran-pengeluaran
dana itu tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
2. Perlu melakukan pembenahan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
pemerintah, sehingga nantinya peraturan tersebut tidak tumpang tindih.
3.
Perlu dilakukan pelatihan dan pembenahan atas sumber daya manusia
pada semua pemerintah kabupaten/kota agar nantinya seluruh program
yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dapat diikuti dan kinerjanya
menjadi lebih baik.
4. Perlu dilakukan penerapan kebijakan yang tepat guna dan sesuai dengan
keadaan daerahnya.
5. Penelitian selanjutnya agar dapat mempertimbnagkan kabupaten/kota yang
baru terbentuk pada era otonomi daerah, karena ini menjadi salah satu
faktor turunnya kinerja keuangan tersebut.
28
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR PUSTAKA
Brata Kusumah, Deddy. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Gramedia. Jakarta.
Djohan, Charles. 2010. Perbandingan Kinerja Kauangan Daerah Sebelum dan
Sesudah Otonomi Daerah Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Tahun 1994-2000 dan 2001-2007. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Universitas
Lampung.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah.
Salemba Empat Patria. Jakarta.
-------------------, 2004. Bunga Rampai Menajemen Keuangan Daerah Edisi
Revisi. UPP UPM YKPN. Yogyakarta.
Haryati, Sri. 2006. Perbandingan Kinerja Kauangan Daerah Sebelum dan
Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000
dan 2001-2003. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Islam
Indonesia.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE. Yogyakarta.
Karya, Satya. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Otonomi
Daerah Pada Kabupaten dan Kota Di Proponsi Nangroe Aceh Darusalam
dan Sumatra Utara Tahun 1998-2005.
Tesis Jurusan Akuntansi
Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi.
Yogyakarta.
Nordiawan, Deedi dan Ayuningtyas Hertianti. Akuntansi Sektor Publik. Salemba
Empat. Jakarta.
Republik Indonesia.1974
Pemerintah Daerah.
.Undang-undang
No.5
Tentang
Pokok-pokok
Republik Indonesia.1997. Undang-undang No.18 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Republik Indonesia.2004 .Undang-undang No.32 Tentang Pemerintahan Daerah.
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
29
Republik Indonesia.2004. Undang-undang No.33 Tentang
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Perimbangan
Republik Indonesia.2009. Undang-undang No.28 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Republik Indonesia.2005. Peraturan Pemerintah No. 58 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Republik Indonesia.2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sangjaya, Beny. 2007. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Pemerintahan
Daerah sebelum dan sesudah Penerapan Desentralisasi Fiskal. Skripsi.
Jurusan Akuntansi. Universitas Lampung.
Suprapto, Tri. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Otonomi
Daerah Pada Kabupaten Sleman Tahun 2001-2004. Skripsi. Jurusan
Ekonomi Pembangunan. Universitas Islam Indonesia.
Taufiq Ritonga, Irwan. 2010.
Pascasarjana UGM
Akuntansi Pemerintah Daerah.
Sekolah
Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Keuangan Pemerintah Pusat
dan Daerah di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
30
HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG
Download