ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA SE-PROPINSI LAMPUNG (SKRIPSI) NAMA : HERI ZULFIKRI NPM : 0741031046 EMAIL : [email protected] NO. HP : 081379489991 PEMBIMBING I : SARING SUHENDRO, S.E., M.SI., AKT PEMBIMBING II : SUDRAJAT, S.E., M.ACC., AKT JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG 2012 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 1 ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA SEPROPINSI LAMPUNG Oleh HERI ZULFIKRI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 2 ABSTRAK ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA SE-PROPINSI LAMPUNG Oleh HERI ZULFIKRI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung sebelum dan sesudah otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis rasio pengukuran kinerja keuangan daerah yang terdiri dari rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kapasitas fiskal, dan rasio kebutuhan fiskal. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Untuk derajat desentralisasi fiskal, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat perbedaan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah, sedangkan Kabupaten Lampung Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Barat tidak terdapat perbedaan pada sebelum dan sesudah otonomi daerah. Untuk kapasitas fiskal, dimana Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Utara terdapat perbedaan kinerja keuangan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah, hanya pada Kabupaten Lampung Barat saja yang tidak terdapat perbedaan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah. Sedangkan untuk kebutuhan fiskal, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat perbedaan pada masa sebelum dan sesudah otonomi daerah, sedangkan Kabupaten Lampung Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Barat tidak terdapat perbedaan pada sebelum dan sesudah otonomi daerah. Kata Kunci : Kinerja Keuangan, Otonomi Daerah, Derajat Desentralisasi Fiskal, Kapasitas Fiskal, dan Kebutuhan Fiskal. 3 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan produk. Salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan laba yang maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi, dapat dilakukan dengan mengetahui seberapa besar rasio profitabilitas yang dimiliki. Dengan mengetahui rasio profitabilitas yang dimiliki, perusahaan dapat memonitor perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Agar dapat memaksimalkan laba yang didapat oleh perusahaan, manajer keuangan perlu mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap profitabilitas perusahaan. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing fakor terhadap profitabilitas, perusahaan dapat menentukan langkah untuk mengatasi masalah-masalah dan meminimalisir dampak negatif yang timbul. Penelitian ini menggunakan ROA sebagai alat untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada. Sedangkan menurut Riyanto (2001), Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samiloglu dan Demirgunes (2008) disebutkan bahwa INVP (inventory period) berpengaruh negatif terhadap ROA. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi inventory period yang dimiliki perusahaan, maka semakin rendah ROA. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Padachi (2006) variabel inventory period berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Apabila inventory period mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan peningkatan ROA. Berdasarkan uraian di atas, perlu diteliti mengenai kinerja keuangan daerah di Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, karena masih terdapat perbedaan hasil HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 4 penelitiannya dan menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penulis mengambil judul “ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG ”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 2. Apakah terdapat perbedaan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 3. Apakah terdapat perbedaan kebutuhan fiskal daerah (fiskal need) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah otonomi daerah di kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yang meliputi: 1. Mengetahui perbedaan derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 2. Mengetahui perbedaan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 3. Mengetahui perbedaan kebutuhan fiskal daerah (fiskal need) sebelum dan sesudah otonomi daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi Pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi tentang kebijakan keuangan daerah. 2. Bagi penulis adalah memperoleh tambahan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan dalam mempraktekan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah. HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi daerah 1. Pengertian Otonomi Daerah Menurut Widarta ( 2001:2 ) dijelaskan bahwa otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri, dan Nomos berarti aturan. Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Dasar Hukum Otonomi Daerah Semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UndangUndang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 3. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah Untuk mencapai tujuan otonomi daerah, maka diperlukan prinsip-prinsip dalam pemberian otonomi daerah antara lain, pelaksanaan otonomi harus didasarkan pada otonomi seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab 2.2 Desentralisasi Fiskal Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 7 dan UU No. 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 8, desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 6 oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, penyelenggaraan desentralisasi merupakan urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom, dengan bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penenganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk mewujudkan pembangunan kewenangan yang concurrent secara proporsional antara pemerintah, daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, maka disusunlah kriteria yang meliputi : a. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak atau akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintah tersebut. b. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung atau dekat dengan dampak dari urusan yang ditngani tersebut. c. Kriteria efisien adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapaidalam penyelenggaraan bagian urusan. 2.3 Keuangan Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 7 demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata. Dan Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-undang atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiap program untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim penganggaran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut. 2.4 Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Otonomi Daerah Kewenangan daerah menjalankan pemerintahannya pada masa orde baru didasarkan pada Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah. Di samping mengatur pemerintah daerah, undang-undang itu juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi yang dimiliknya dimana menurut pasal 55 sumber pembiayaan daerah terdiri dari 3 kompenen besar, yaitu : 1) Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber yang harus selalu dan terus menerus dipacu pertumbuhannnya, karena PAD merupakan indikator penting untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah di bidang keuangan. HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 8 Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD maka semakin berhasil usaha pemerintah dan pembangunan daerah. 2) Pendapatan yang berasal dari pusat, meliputi : a) Sumbangan dari pemerintah b) Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangundangan 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. 2.5 Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Daerah Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan untuk menjalankan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertangjung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar provinsi dan kabupaten atau kota yang merupakan prasyarat sistem pemerintahan daerah. PAD merupakan suatu pendapatan yang digali murni dari masing-masing daerah, sebagai sumber keuangan daerah yang digunakan untuk membiayai pengadaan pembelian dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembangunan yang tercermin dalam anggaran pembangunan. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah pasal 5 penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan, dimana sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 9 adalah : a. PAD b. Dana perimbangan c. Pendapatan lain yang sah Sedangkan sumber pembiayaan daerah terdiri dari : a. Sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) b. Penerimaan pinjaman daerah c. Dana cadangan daerah d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan 2.6 Kerangka Penelitian Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya sebagai dasar yang digunakan untuk merumuskan hipotesis berikut ini digambarkan kerangka penelitian yang tersaji. 2.7 Hipotesis 1. Derajat desentralisasi fiskal (degree of fiskal) Derajat desentralisasi fiskal adalah tingkat kemandirian daerah untuk membiayai kebutuhan daerahnya sendiri tanpa menggantungkan diri dengan pemerintah pusat. Hipotesis yang dirumuskan adalah: Ha.1 : Terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung. 2. Kapasitas fiskal (fiskal capacity) Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil. Semakin tinggi rata-rata kapasitas fiskal suatu daerah HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 10 maka kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhannya semakin memadai. Hipotesis yang dirumuskan adalah: Ha.2 : Terdapat perbedaan kapasitas fiskal daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung. 3. Kebutuhan fiskal (fiskal need) Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Hipotesis yang dirumuskan adalah: Ha.3 : Terdapat perbedaan kebutuhan fiskal daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung. 11 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Dan Sumber Data Dalam usaha mendapatkan data dalam Penelitian ini penulis menggunakan data sekunder dimana data yang digunakan adalah Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung. Propinsi Lampung pada saat sebelum otonomi daerah yaitu sampai dengan tahun 2000 memiliki 5 kabupaten/kota yang memiliki laporan APBD dari tahun 1996 yaitu Kota Bandar lampung, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Barat. Jadi dalam penelitian ini data yang digunakan ada 5 kabupaten/kota se- Propinsi Lampung. Lima tahun sebelum otonomi daerah yaitu dari tahun 1996-2000 dan sepuluh tahun setelah pemberlakuan otonomi daerah yaitu dari tahun 2000-2010. 3.2 Sampel Penelitian Untuk mengetahui tingkat kemandirian daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah, dalam penelitian ini peneliti akan mengambil sampel Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota se- propinsi Lampung. Untuk kota, peneliti mengambil sampel Laporan Realisasi APBD pemerintah kota Bandar Lampung. Sedangkan untuk kabupaten, peneliti mengambil sampel Laporan Realisasi APBD kabupaten Lampung Utara, Laporan Realisasi APBD Kabupaten Lampung Tengah, Laporan Realisasi HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 12 APBD kabupaten Lampung Barat, dan Laporan Realisasi APBD kabupaten Lampung Selatan. 1.2 Alat Analisis 1.2.1 Analisis Kualitatif Analisis kualitatif menghasilkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, analisis ini didukung dengan studi literatur atau kepustakaan berdasarkan pengalaman kajian pustaka berupa data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami. 3.2.1 Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif didasarkan pada analisis variabel–variabel yang dapat dijelaskan secara terukur dengan rumus atau alat analisis pasti. Menurut Halim (2004) dalam mengukur kinerja keuangan daerah dapat diukur menggunakan alat analisa kinerja keuangan daerah meliputi : 1. Derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu : Rumus 1 = PAD TPD 2. Kapasitas Fiskal yaitu dengan formula : Rumus 2 = PAD + BHPBP TKD 3. Kebutuhan fiskal yaitu dengan formula : Rumus 3 = PAD TKD 13 Dimana : PAD = Pendapatan Asli Daerah HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG TPD = Total penerimaan Daerah TKD = Total Pengeluaran Daerah BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 3.2.2 Uji Normalitas Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diambil adalah data yang terdistribusi normal. Maksud data yang terdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana datanya memusat pada nilai rata-rata dan median. Alat uji asumsi yang digunakan adalah One Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Apabila data yang diuji berdistribusi normal, maka pengujian hipotesa menggunakan alat uji statistik parametrik yaitu uji t berpasangan (paired sample t-test). Sedangkan apabila data berdistribusi tidak normal, maka pengujian hipotesa menggunakan alat uji statistik non parametrik yaitu uji peringkat bertanda wilcoxon (wilcoxon signed ranks test). Apabila data tidak normal maka teknik statistik parametrik tidak dapat digunakan untuk alat analisis, Sugiono (2003) dalam Yudisianta (2007). 1.2.1 Pengujian Hipotesis Dari alat analisis di atas akan terlihat seberapa besar kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dalam membiayai pembangunan didaerah sebelum dan sesudah otonomi daerah. Secara umum semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai aktivitasnya sendiri akan menunjukan kinerja keuangan daerah HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 14 yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan yang positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksaan otonomi daerah pada daerah tersebut. Untuk melakukan pengujian hipotesis akan dilakukan dengan uji t berpasangan (paired sample t test) dengan menggunakan program SPSS versi 17. Pengujian hipotesis menggunakan tingkat keyakinan 95 % dan tingkat kesalahan analisis ( α ) 5%. Uji t berpasangan merupakan salah satu dari statistik parametrik maka sebelum melakukan uji t perlu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji t berpasangan dilakukan secara dua sisi (two tailed test) karena ingin diketahui apakah rata-rata sebelum berbeda dengan sesudah ataukah tidak, sehingga daerah kritis penelitian ini adalah t <- t α/2 dan t > t α/2. Untuk menguji signifikansi yaitu dengan membandingkan nilai t di tabel, jika t hitung lebih besar dari t di tabel maka signifikan. Dalam pengujian ini kriteria penerimaan/penolakan hipotesis adalah : Ha diterima jika t < - tα/2 atau t > tα/2 Ha ditolak jika - tα/2 < t < tα/2 t : t hitung tα/2 : t tabel 15 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskripsi Statistik Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa perbedaan tingkat kemandirian daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung sebelum dan sesudah otonomi daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung dan situs internet. Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh hasil dsekripsi statistik sebagai berikut : 1. Derajat desentralisasi fiskal Tabel 8. Deskripsi statistik derajat desentralisasi fiskal Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Desentralisasi_Fiskal_Sebelum 25 .01 .21 .0557 .06170 Desentralisasi_Fiskal_Sesudah 50 .01 .90 .0856 .15784 Valid N (listwise) 25 Sumber : Lampiran 1 a 16 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG Tabel 9. Deskripsi statistik derajat desentralisasi fiskal per Kabupaten/Kota Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah 5 .01 .04 .0234 .01165 Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah 5 .12 .21 .1720 .03538 Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah 5 .03 .04 .0368 .00701 Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah 5 .02 .03 .0182 .00466 Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah 5 .02 .03 .0282 .00466 Valid N (listwise) 5 Sumber : Lampiran 1 b Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah 10 .03 .26 .0563 .07234 Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah 10 .08 .90 .1759 .25577 Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah 10 .02 .52 .1204 .20231 Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah 10 .01 .03 .0234 .00624 Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah 10 .02 .29 .0522 .08446 Valid N (listwise) 10 Sumber : Lampiran 1 c Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh derajat desentralisasi fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi daerah adalah sebesar 0,01 yaitu pada tahun 1998 di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan nilai maksimum adalah 0,21 yaitu pada tahun 1996. 2. Kapasitas fiskal Tabel 10. Deskripsi statistik kapasitas fiskal Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kapasitas Fiskal Sebelum 25 .07 .36 .1572 .08274 Kapasitas Fiskal Sesudah 50 .09 2.12 .7124 .52102 Valid N (listwise) 25 17 Sumber : Lampiran 2 a HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG Tabel 11. Deskripsi statistik kapasitas fiskal per Kabupaten/Kota Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah 5 .08 .18 .1100 .04062 Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah 5 .24 .36 .2960 .05030 Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah 5 .11 .20 .1340 .03782 Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah 5 .12 .24 .1540 .04879 Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah 5 .07 .11 .0920 .01483 Valid N (listwise) 5 Sumber : Lampiran 2 b Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah 10 .75 1.12 .9670 .12676 Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah 10 .89 1.67 1.1140 .23272 Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah 10 .94 2.12 1.2030 .39432 Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah 10 .10 .20 .1540 .04033 Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah 10 .09 .17 .1240 .02875 Valid N (listwise) 10 Sumber : Lampiran 2 c Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh kapasitas fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi daerah adalah sebesar 0,07 yaitu pada tahun 1999 di Kabupaten Lampung Utara, sedangkan nilai maksimum adalah 0,36 yaitu pada tahun 1996 di Kota Bandar Lampung. 3. Kebutuhan fiskal Tabel 12. Deskripsi statistik kebutuhan fiskal Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kebutuhan Fiskal Sebelum 25 .01 .22 .0584 .06338 Kebutuhan Fiskal Sesudah Valid N (listwise) 50 25 .01 1.11 .0989 .22515 Sumber : Lampiran 3 a 18 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG Tabel 13. Deskripsi statistik kebutuhan fiskal per Kabupaten/Kota Descriptive Statistics N Min Max Mean Std. Deviation Lampung Selatan Sebelum Otonomi Daerah 5 .01 .04 .0268 .01342 Bandar Lampung Sebelum Otonomi Daerah 5 .13 .22 .1776 .03610 Lampung Tengah Sebelum Otonomi Daerah 5 .03 .05 .0398 .00876 Lampung Barat SebelumOtonomi Daerah 5 .02 .03 .0190 .00469 Lampung Utara Sebelum Otonomi Daerah 5 .02 .04 .0286 .00532 Valid N (listwise) 5 Sumber : Lampiran 3 b Descriptive Statistics N Min Max Lampung Selatan Sesudah Otonomi Daerah 10 .02 Bandar Lampung SesudahOtonomi Daerah 10 Lampung Tengah Sesudah Otonomi Daerah 10 Lampung Barat Sesudah Otonomi Daerah Mean Std. Deviation .06 .0365 .00911 .08 .94 .1908 .26347 .02 1.11 .2174 .40600 10 .01 .03 .0233 .00546 Lampung Utara Sesudah Otonomi Daerah 10 .02 .05 .0263 .00968 Valid N (listwise) 10 Sumber : Lampiran 3 c Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio kemandirian daerah yang diukur oleh kebutuhan fiskal, nilai minimum untuk periode sebelum otonomi daerah adalah sebesar 0,01 yaitu pada tahun 1998 di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan nilai maksimum adalah 0,22 yaitu pada tahun 1996 di Kota Bandar Lampung. 4.2 Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif didasarkan pada analisis variable-variabel yang dapat dijelaskan secara terukur dengan rumus atau alat analisis pasti. Pada penelitian ini untuk mengukur tingkat kemandirian daerah digunakan alat analisis yaitu rasio keuangan daerah. Hasil penelitian rasio-rasio tersebut yaitu : 19 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 1. Derajat desentralisasi fiskal Tabel 14. Perhitungan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung N o Kabupaten/Kota 1 Lampung Selatan Rumus: PAD TPD 2 Hasil Sesudah Otonomi Daerah Hasil 1996 1997 1998 1999 2000 0.024 0.042 0.013 0.014 0.024 2001 2002 2003 2004 2005 0.034 0.028 0.029 0.031 0.033 2006 2007 2008 2009 2010 0.261 0.028 0.029 0.036 0.054 1996 1997 1998 1999 2000 0.208 0.201 0.178 0.149 0.124 2001 2002 2003 2004 2005 0.102 0.106 0.096 0.099 0.118 2006 2007 2008 2009 2010 0.077 0.080 0.090 0.088 0.903 1996 1997 1998 1999 2000 0.043 0.041 0.037 0.025 0.038 2001 2002 2003 2004 2005 0.022 0.024 0.02 0.024 0.025 2006 2007 2008 2009 2010 0.02 0.491 0.517 0.027 0.034 1996 1997 1998 1999 2000 0.019 0.015 0.016 0.026 0.015 2001 2002 2003 2004 2005 0.015 0.025 0.023 0.023 0.025 2006 2007 2008 2009 2010 0.011 0.027 0.033 0.025 0.027 1996 1997 1998 1999 2000 0.034 0.029 0.031 0.024 0.023 2001 2002 2003 2004 2005 0.019 0.024 0.051 0.291 0.026 2006 2007 2008 2009 2010 0.021 0.028 0.026 0.019 0.017 Lampung Barat Rumus: PAD TPD 5 Sesudah Otonomi Daerah Lampung Tengah Rumus: PAD TPD 4 Hasil Bandar Lampung Rumus: PAD TPD 3 Sebelum Otonomi Daerah Lampung Utara Rumus: PAD TPD Sumber : Lampiran 11 20 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 2. Kapasitas fiskal Tabel 15. Perhitungan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung N o Kabupaten/Kota 1 Lampung Selatan Hasil Sesudah Otonomi Daerah Hasil 2001 2002 2003 2004 2005 0.78 1.11 0.98 1.08 0.97 2006 2007 2008 2009 2010 1.12 0.75 1.02 0.92 0.94 0.36 0.32 0.31 0.24 0.25 2001 2002 2003 2004 2005 1.21 1.18 1.23 1.02 0.92 2006 2007 2008 2009 2010 1.11 0.89 1 0.91 1.67 1996 1997 1998 1999 2000 0.11 0.11 0.13 0.12 0.2 2001 2002 2003 2004 2005 1.04 1.16 1.06 1.01 0.94 2006 2007 2008 2009 2010 0.99 1.72 2.12 1.04 0.95 1996 1997 1998 1999 2000 0.14 0.12 0.14 0.24 0.13 2001 2002 2003 2004 2005 0.2 0.19 0.17 0.19 0.19 2006 2007 2008 2009 2010 0.16 0.13 0.1 0.1 0.11 1996 Rumus: 1997 PAD + BHPBP 1998 TKD 1999 2000 Sumber : Lampiran 12 0.1 0.09 0.11 0.07 0.09 2001 2002 2003 2004 2005 0.11 0.13 0.15 0.16 0.17 2006 2007 2008 2009 2010 0.13 0.1 0.11 0.09 0.09 Rumus: PAD + BHPBP TKD 2 0.09 0.11 0.09 0.08 0.18 1996 1997 1998 1999 2000 Lampung Barat Rumus: PAD + BHPBP TKD 5 1996 1997 1998 1999 2000 Lampung Tengah Rumus: PAD + BHPBP TKD 4 Hasil Sesudah Otonomi Daerah Bandar Lampung Rumus: PAD + BHPBP TKD 3 Sebelum Otonomi Daerah Lampung Utara 21 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 3. Kebutuhan fiskal Tabel 16. Perhitungan kebutuhan fiskal Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung N o Kabupaten/Kota 1 Lampung Selatan Hasil Sesudah Otonomi Daerah Hasil 2001 2002 2003 2004 2005 0.038 0.042 0.039 0.034 0.034 2006 2007 2008 2009 2010 0.029 0.024 0.029 0.039 0.057 0.216 0.205 0.187 0.146 0.134 2001 2002 2003 2004 2005 0.133 0.137 0.136 0.107 0.113 2006 2007 2008 2009 2010 0.085 0.076 0.096 0.087 0.938 1996 1997 1998 1999 2000 0.043 0.041 0.039 0.026 0.05 2001 2002 2003 2004 2005 0.024 0.03 0.025 0.026 0.024 2006 2007 2008 2009 2010 0.02 0.85 1.108 0.03 0.037 1996 1997 1998 1999 2000 0.019 0.015 0.017 0.027 0.017 2001 2002 2003 2004 2005 0.016 0.029 0.026 0.026 0.027 2006 2007 2008 2009 2010 0.012 0.027 0.023 0.021 0.026 1996 Rumus: 1997 PAD 1998 TKD 1999 2000 Sumber : Lampiran 13 0.036 0.029 0.031 0.024 0.023 2001 2002 2003 2004 2005 0.019 0.024 0.051 0.032 0.027 2006 2007 2008 2009 2010 0.022 0.026 0.025 0.019 0.018 Rumus: PAD TKD 2 0.025 0.043 0.013 0.015 0.038 1996 1997 1998 1999 2000 Lampung Barat Rumus: PAD TKD 5 1996 1997 1998 1999 2000 Lampung Tengah Rumus: PAD TKD 4 Hasil Sesudah Otonomi Daerah Bandar Lampung Rumus: PAD TKD 3 Sebelum Otonomi Daerah Lampung Utara 22 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 4.3 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Dimana nilai Asymp.sig (2-tailed) dibandingkan keputusan dengan tingkat kesalahan analisis (α) 5%. Dasar pengambilan keputusan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test adalah : a. Jika nilai Sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Jika nilai sig. < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. a. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan uji t berpasangan (paired sample t-test) dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (α) 5%. Uji berpasangan dilakukan secara dua sisi (two tailed test) karena ingin diketahui apakah rata-rata sebelum berbeda dengan sesudah atau tidak, sehingga daerah kritis penelitian ini adalah t < - t α/2 atau t > t α/2. Dalam pengujian ini, kriteria pengujian hipotesis apabila : Ha diterima jika t < - tα/2 atau t > tα/2 Ha ditolak jika - tα/2 < t < tα/2 Cara lain yang dapat digunakan adalah melihat nilai Sig. (2-tailed). Hasil pengujian ini akan menunjukan diterima atau ditolaknya Ha apabila : Sig. (2-tailed)/2 ≤ 0.025, maka Ha diterima Sig. (2-tailed)/2 ≥ 0.025, maka Ha ditolak. HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 23 a). Pengujian Hipotesis Alternatif Pertama (Ha.1) Hipotesis alternatif pertama (Ha.1) yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung. b). Pengujian Hipotesis Alternatif Kedua (Ha.2) Hipotesis Alternatif Kedua (Ha.2) yang diujikan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kapasitas fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung. c). Pengujian Hipotesis Alternatif Ketiga (Ha.3) Hipotesis Alternatif Ketiga (Ha.3) yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kebutuhan fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung. 24 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai perbedaan tingkat kemandirian daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, maka simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan derajat desentralisasi fiskal anatara periode sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung pada Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Lampung Utara. Hal ini disebabkan karena sebelum dan sesudah otonomi daerah, BHPBP (Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak) mengalami kenaikan yang cukup besar dibanding dengan PAD Kabupaten/Kota masing-masing dari tahun ketahunnya, sehingga penerimaan dari pemerintah pusat pada Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung mengalami peningkatan yang lebih besar dari pada penerimaan yang berasal dari PAD daerah itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa kabupaten/kota masih sangat bergantung kepada pemerintah pusat. Dimana masih tingginya transfer dana dari pusat justru menyebabkan rendahnya inisiatif pemda untuk meningkatkan dan menggali potensi yang ada didaerah itu sendiri. Dan juga terdapat pemekaran wilayah yang 25 mengurangi PAD kabupaten induk itu sendri. Sedangkan untuk Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat terdapat HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG perbedaan derajat desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua daerah tersebut dapat menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di daerah itu dengan baik. 2. Terdapat perdebaan kapasitas fiskal antara periode sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung, hanya Kabupaten Lampung Barat saja yang tidak terdapat perbedaan kapasitas fiskal sebelum dan sesudah otonomi daerah. Secara rata-rata terdapat peningkatan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung sebelum dan sesudah otonomi daerah, namun bila dilihat dari dari perkembangan pertahunnya terlihat bahwa perbedaan kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung itu tidak terlalu besar. 3. Tidak terdapat perbedaan kebutuhan fiskal antara periode sebelum dan sesudah otonomi daerah pada Kabupaten/Kota se- Propinsi Lampung pada Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Lampung Utara. Tidak terdapatnya perbedaan kebutuhan fiskal itu disebabkan dimana belanja pelayanan publik tidak mengalami kenaikan yang cukup berarti sehingga dalam melaksanakan aktifitas pelayanan publik masih belum dilaksanakan dengan baik. Menurut sangjaya (2007), peningkatan kebutuhan fiskal sesudah otonomi daerah lebih dikarenakan terdapat beberapa kewenangan dan kebutuhan daerah yang sebelum otonomi daerah ditangani oleh pemerintah pusat, setelah otonomi daerah harus ditangani oleh pemerintah daerah, seperti pengalihan gaji pegawai negeri yang pada saat sebelum otonomi daerah dibebankan oleh APBD, sedangkan belanja layanan publik pemerintah daerah cendrung tidak HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 26 mengalami kenaikan yang berarti. Hal ini mengidentifikasikan bahwa setelah otonomi daerah masih belum bisa meningkatkan kinerja dalam melaksanakan berbagai aktifitas pelayanan publik. Sedangkan untuk Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah terdapat terdapat perbedaan kebutuhan fiskal sebelum dan sesudah otonomi. Hal ini menandakan bahwa otonomi daerah telah berjalan dengan cukup baik di kedua daerah itu. 5.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : 1. Dalam memperoleh data, sampel yang diambil hanya pada kabupaten/kota yang telah berdiri atau sudah ada sebelum otonomi daerah yaitu 1 kota dan 4 kabupaten, mengingat berjalannya waktu sampai saat ini di Propinsi Lampung setelah otonomi daerah terjadi pemekaran wilayah sehingga sudah terdapat 2 kota dan 12 kabupaten sehingga dalam mengambil sampel keseluruhan mengalami keterbatasan. 2. Sedikitnya teori yang dapat dijadikan bahan acuan untuk memperkuat hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian ini. 3. Masih sedikit penelitian yang membahas tentang kinerja keuangan pemerintah daerah khususnya tentang rasio kemandirian daerah, sehingga peneliti mengalami cukup kesulitan dalam mencari jurnal-jurnal penelitian dan literatus yang membahas tentang otonomi daearah. 27 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 5.3 Saran 1. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan dapat menggalali potensi-potensi yang ada didaerah tersebut sehingga dapat meningkatkan PAD itu sendiri dan mampu meningkatkan kapasitas fiskal daerah dengan meningkatkan sumber-sumber keuangan daerah, serta perlu dilakukan manajemen pengeluaran daerah secara komprehensif untuk mengatur kebutuhan fiskal daerah, salah satunya yaitu dengan membuat standar biaya dan pemerintah daerah seharusnya menguji belanja dan biaya-biaya yang terjadi sehingga belanja yang tidak penting dapat dihindari guna pengeluaran-pengeluaran dana itu tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. 2. Perlu melakukan pembenahan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah, sehingga nantinya peraturan tersebut tidak tumpang tindih. 3. Perlu dilakukan pelatihan dan pembenahan atas sumber daya manusia pada semua pemerintah kabupaten/kota agar nantinya seluruh program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dapat diikuti dan kinerjanya menjadi lebih baik. 4. Perlu dilakukan penerapan kebijakan yang tepat guna dan sesuai dengan keadaan daerahnya. 5. Penelitian selanjutnya agar dapat mempertimbnagkan kabupaten/kota yang baru terbentuk pada era otonomi daerah, karena ini menjadi salah satu faktor turunnya kinerja keuangan tersebut. 28 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG DAFTAR PUSTAKA Brata Kusumah, Deddy. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Gramedia. Jakarta. Djohan, Charles. 2010. Perbandingan Kinerja Kauangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 1994-2000 dan 2001-2007. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Universitas Lampung. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat Patria. Jakarta. -------------------, 2004. Bunga Rampai Menajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi. UPP UPM YKPN. Yogyakarta. Haryati, Sri. 2006. Perbandingan Kinerja Kauangan Daerah Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000 dan 2001-2003. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Islam Indonesia. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Karya, Satya. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Pada Kabupaten dan Kota Di Proponsi Nangroe Aceh Darusalam dan Sumatra Utara Tahun 1998-2005. Tesis Jurusan Akuntansi Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta. Nordiawan, Deedi dan Ayuningtyas Hertianti. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Republik Indonesia.1974 Pemerintah Daerah. .Undang-undang No.5 Tentang Pokok-pokok Republik Indonesia.1997. Undang-undang No.18 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Republik Indonesia.2004 .Undang-undang No.32 Tentang Pemerintahan Daerah. HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG 29 Republik Indonesia.2004. Undang-undang No.33 Tentang Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perimbangan Republik Indonesia.2009. Undang-undang No.28 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Republik Indonesia.2005. Peraturan Pemerintah No. 58 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia.2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sangjaya, Beny. 2007. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah sebelum dan sesudah Penerapan Desentralisasi Fiskal. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Universitas Lampung. Suprapto, Tri. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Pada Kabupaten Sleman Tahun 2001-2004. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Islam Indonesia. Taufiq Ritonga, Irwan. 2010. Pascasarjana UGM Akuntansi Pemerintah Daerah. Sekolah Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 30 HERI ZULFIKRI | UNIVERSITAS LAMPUNG