BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timur Tengah dikenal sebagai pusat dari Agama Islam. Hal tersebut dikarenakan Agama Islam lahir dan berkembang dari kota Mekah, yang sekarang terletak di negara Saudi Arabia. Hingga kemudian kekuatan Islam mampu menguasai hampir seluruh daerah di Timur Tengah (Amin, 2009: 65). Abu Bakar (11-13 H / 632-634 M) sebagai Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad, mulai memperluas daerah kekuasaan Islam ke luar Mekah. Daerah kekuasaan Islam terus meluas dari Maroko sampai India, bahkan sampai di Indonesia. Salah satu daerah yang mampu dikuasai Islam dan menjadi pusat peradaban Islam adalah Mesir. Islam masuk ke tanah Mesir pada tahun 18 H atau 639 M, ketika Khalifah Umar bin Khatab berkuasa. Khalifah Umar bin Khatab waktu itu memerintahkan Amr bin Ash sebagai panglima dengan 4000 pasukan untuk menyerbu Mesir. Setelah 7 bulan pengepungan, Mesir mampu dikuasai oleh pasukan Muslim. Kota pertama yang jatuh ke tangan Islam adalah Alexandria yang ketika itu adalah pusat kekuasaan Bizantine di Afrika Utara (Ali, 2003: 163-164). Mesir adalah daerah yang telah memiliki peradaban kuno dan maju, selain itu Mesir adalah daerah yang subur karena keberadaan Sungai Nil, karena kesuburan inilah tanah Mesir disebut sebagai “anugerah sungai Nil” (Ali, 2003: 164). Sejak 4000 tahun sebelum masehi, Mesir telah memiliki peradaban yang tinggi, terbukti dengan adanya kerajaan Mesir Kuno yang dipimpin oleh Raja bergelar Firaun. Setelah Islam masuk dan mampu menguasai tanah Mesir, banyak bermunculan 1 2 kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri dan berpusat di sana, seperti Kerajaan Fatimiyah (969M – 1171M) dan Kerajaan Mamluk (1250M – 1517M) (Amin, 2009:279). Kerajaan Islam yang cukup berpengaruh atas berdirinya Mesir Modern adalah Kerajaan Fatimiyah, yang berpusat di Kairo dan memiliki peninggalan besar yaitu Masjid Al-Azhar yang merupakan awal dari berdirinya Universitas Al-Azhar. Masjid Al-Azhar dibangun oleh Khalifah Mu’idz li Dinilah Ma’ad bin Manshur (931M-975M), khalifah keempat dari Dinasti Fathimiyah yang menguasai Mesir kala itu. Selain untuk tempat ibadah, Masjid Al-Azhar juga berfungsi sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan dari paham Syiah, yang merupakan paham resmi kerajaan. Tetapi sejak Shalahudin Al-Ayyubi menguasai Mesir pada tahun 1711 M, kurikulum pendidikan di Al-Azhar diubah dari paham Syiah menjadi paham Sunni (Al-Kattani, 2009:25). Sampai sekarang Masjid dan Universitas Al-Azhar masih berdiri dan menjadi salah satu pusat pembelajaran Islam terbesar di dunia (Amin, 2009:254). Selain Kairo yang menjadi ibukota Mesir, banyak juga kota lain yang terkenal di Mesir, salah satunya kota Alexandria atau Iskandariyah. Kota Alexandria dibangun oleh Alexander the Great dari Macedonia pada 323 SM (Al-Kattani, 2009:20). Banyak peninggalan sejarah di kota ini. Salah satu peninggalan yang paling menarik adalah Gereja Santo Markus, sebagai pusat Kristen Ortodok Koptik Mesir dan di sana bertahta pemimpin tertinggi dari gereja tersebut yang bergelar Paus. Berbeda dengan Paus yang bertahta di Vatikan, Roma sebagai pemimpin tertinggi pengikut Gereja Katolik Roma, Paus yang berkedudukan di kota Alexandria adalah pemimpin tertinggi dari pengikut Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir (Suleeman, dalam gkiki.com diakses 5 Oktober 2015). 3 Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir memiliki pengikut sekitar 10% dari 83 juta penduduk Mesir yang mayoritas muslim (bbc.com diakses 16 September 2015). Jumlah tersebut adalah jumlah minoritas kristen terbesar di Timur Tengah (bbc.com diakses 5 Oktober 2015). Saat ini pemimpin Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir adalah Paus Tawadros II yang merupakan Paus ke-118. Paus Tawadros II diangkat menjadi pemimpin tertinggi gereja tersebut pada tahun 2012 di Gereja Santo Reweiss di Abbassiya, Kairo, Mesir (copticchurch.net diakses 21 September 2015) yang menggantikan Pemimpin Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir sebelumnya yaitu Paus Shenouda III, yang memimpin sejak tahun 1971 sampai tahun 2012. Paus Shenouda III dilahirkan di Desa Salam, Provinsi Asiut di daerah Mesir Utara dari keluarga Kristen yang religius dengan nama Nazer Gayed. Sejak berumur 16 tahun, Nazer Gayed muda telah aktif di Sekolah Minggu untuk memperdalam pengetahuan tentang agama Kristen. Sejak lulus dari Cairo University, Nazer Gayed muda bergabung ke Seminari dan menjadi biarawan. Pada 18 Juli 1954 Nazer Gayed diangkat menjadi Frather dengan gelar Fr. Antonius ElSriyani. Kemudian pada 30 September 1962, Fr. Antonius El-Sriyani diangkat oleh Paus Kyrillos VI sebagai Bishop dengan gelar Bishop Shenouda sekaligus diberi kepercayaan menjadi Bishop Pendidikan Kristen dan Presiden Seminari Theologi Kristen Koptik. Sejak menjabat menjadi kepala seminari, jumlah murid terus bertambah hingga tiga kali lipat. Kemudian pada 14 November 1971, Bishop Shenouda diangkat menjadi Paus ke-117 dari Gereja Kristen Ortodok Koptik dengan gelar Paus Shenouda III. Selain menjadi pemimpin tertinggi Gereja Kristen Ortodok Koptik, Paus Shenouda III masih aktif menjadi editor untuk majalah El- 4 Keraza dan menjadi pengajar pada Seminari di Kairo, Alexandria dan Institusi Pendidikan Tinggi Koptik di seluruh dunia. Paus Shenouda III juga mendirikan Seminari di berbagai negara selain Mesir, seperti di Amerika, Australia dan negaranegara persemakmuran Inggris. Selama hidup, Paus Shenouda III telah mengarang 101 buku dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Itali dan bahasa-bahasa lainya. Paus Shenouda III juga Paus Kristen Ortodok Koptik pertama yang melakukan kunjungan ke Vatikan, Roma setelah 1500 tahun hal itu tidak dilakukan. Dalam kunjungannya ke Vatikan, Paus Shenouda III bertemu dengan Paus Paulus VI untuk membicarakan isu kekristenan, juga membuat persetujuan dalam membangun persatuan diantara umat (Mikhail, dalam copticchurch.net diakses 21 September 2015). Selama sekitar 41 tahun masa kepemimpinannya di Gereja Orthodok Koptik, banyak yang telah dilakukan Paus Shenouda III. Terutama tentang toleransi di Mesir, terbukti ketika Paus Shenouda III meninggal di tahun 2012, ucapan duka dan rasa kehilangan tidak hanya datang dari pemeluk Kristen saja, tetapi juga datang dari kaum Muslim yang diwakili Syeikh Agung Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed AlTayeb dan Pemimpin Tertinggi (Mursyid) Ikhwanul Muslimin, Mohamed Badie yang mengatakan bahwa kematian Paus Shenouda III adalah sebuah kehilangan besar bagi Mesir, karena Paus Shenouda III adalah bapak toleransi bagi Mesir (antaranews.com diakses 17 September 2015) Banyak buku yang dikarang Paus Shenouda III selama 41 tahun memimpin Gereja Ortodok Koptik, ada sekitar 101 buku dan banyak diantaranya telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, buku-buku tersebut antara lain berisi tentang 5 pemikiran, nasehat dan sebagian yang lain tentang tafsir dari Bible atau Alkitab. Salah satu bukunya yang berisi tentang tentang pemikiran dan ajaran mengenai kehidupan adalah buku berjudul “Ten Concepts” atau Sepuluh Konsep, dalam buku itu Paus Shenouda III menuangkan pemikirannya tentang konsep kehidupan mulai dari konsep ketuhanan, manusia, kehidupan sosial serta kehidupan yang diajarkan oleh Gereja. Salah satunya adalah konsep tentang “Cinta dan Persahabatan”. Konsep Cinta dan Persahabatan ini erat pengaruhnya dengan hubungan sosial manusia di tengah banyaknya perbedaan. Dalam hal ini toleransi beragama yang terjadi di Mesir antara penganut Kristen Koptik sebagai minoritas dan Islam sebagai agama mayoritas, juga hubungan dengan agama-agama lain yang hidup di Mesir. Hal unik dari toleransi beragama di Mesir inilah yang menarik penulis untuk membuat penelitian tentang minoritas Kristen Ortodok Koptik Mesir, yang diwakili tokoh utama sekaligus pemimpin tertinggi yaitu Paus Shenouda III. Selama kurang lebih 41 tahun menjabat dalam tahta suci sebagai Paus Gereja Kristen Orthodok Koptik ke-117 tahun 1971-2012, pemikiran serta kontribusinya terhadap kerukunan beragama di Mesir sangatlah menarik untuk dikaji. Maka tidak salah jika julukan “bapak toleransi Mesir” disematkan padanya dan merupakan suatu kehilangan besar bagi Mesir setelah meninggalnya Sang Paus pada tahun 2012. Penelitian tentang Paus Shenouda III atau tentang Kristen Koptik Mesir sampai saat ini belum dilakukan di Program Pendidikan Sastra Arab UNS begitu juga yang berkaitan tentang toleransi beragama. Maka dari itu sebagai tinjauan pustaka ada beberapa tulisan terkait Paus Shenouda III, antara lain: 6 Pertama, Artikel berjudul “Pope Kyrillos VI and the Spiritual Leadership” karya Father Raphael Ava Mina (1986). Artikel ini membahas tentang Paus Kyrillos VI yang merupakan Paus Gereja Orthodok Koptik Mesir ke-116 tahun 1959-1971. Dalam buku ini dipaparkan tentang biografi Paus Kyrillos VI sejak lahir, proses menjadi seorang biarawan, hingga mendapatkan jabatan spiritual sebagai Paus. Dijelaskan bahwa pada masa Paus Kyrillos VI bertahta, Katedral Santo Markus di Alexandria direnovasi, selain itu dibangun sebuah gereja baru di Anba Rouis dan Biara Santo Mina di Mariout, Mesir sehingga Paus Kyrillos VI juga mendapat julukan “Bapa Mina”. Selain itu dijelaskan tentang prestasi-prestasi Paus Kyrillos VI dalam menyebarkan Gereja Orthodok Koptik ke seluruh dunia, seperti Asia, Eropa dan Amerika. Hal ini merupakan sebuah sejarah karena untuk pertama kalinya, Gereja Orthodok Koptik dibangun di luar Mesir. Buku ini juga memaparkan tentang kepemimpinan spiritual Paus Kyrillos VI dalam Gereja Orthodok Koptik yang penuh dengan pengabdian dan kebijaksanaan. Buku ini memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Perbedaanya adalah pada tokoh yang dikaji sebagai objek penelitian, pada buku ini membahas Paus Kyrillos VI sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah tentang Paus Shenouda III. Tetapi dua hal ini memiliki kesamaan, yaitu kedua tokoh ini adalah Paus dari Gereja Orthodok Koptik Mesir, Paus Kyrillos VI adalah Paus ke-116 dan Paus Shenouda III adalah penggantinya. Dua tokoh ini sama-sama tokoh yang peduli terhadap toleransi beragama dan tokoh yang pluralis dari Mesir. Penelitian yang dilakukan penulis akan membahas tentang toleransi menurut Paus Shenouda III berdasarkan pemikiran beliau yang tertuang dalam buku “Ten Concepts”. 7 Kedua, Buku berjudul “Abba Kyrillos Patriach and Solitary” karya John Watson (1996). Buku ini membahas tentang Paus Kyrillos VI sebagai Pemimpin Gereja Orthodok Koptik ke-116. Buku ini menjelaskan tentang biografi Paus Kyrillos VI mulai dari lahir dengan nama Azer Youssef Atta, dan kemudian mendapat pendidikan agama yang kuat hingga akhirnya menjadi seorang biarawan. Paus Kyrillos VI diangkat menjadi Paus pada 10 Mei 1959 dan memimpin Gereja Koptik lebih dari 10 tahun, prestasi dan capaian atas kebijakannya sangatlah banyak terutama dalam penyebaran Gereja Koptik di seluruh dunia. Paus Kyrillos VI adalah pemimpin yang bijak, cerdas dan merupakan tokoh yang cukup berpengaruh dalam Mesir Modern. Paus Kyrillos juga merupakan tokoh yang dekat dengan mayoritas Muslim di Mesir. Paus Kyrillos VI hidup pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser, keduanya diceritakan sebagai dua sosok yang saling menghormati dan sangat menghindari terjadinya konfrontasi. Perbedaan mendasar antara buku ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pada objek kajian, yaitu antara Paus Kyrillos VI yang bertahta pada 1959-1971 dan Paus Shenouda III yang bertahta setelahnya yaitu tahun 1971-2012 pada Gereja Koptik Mesir. Buku ini membahas tentang masa bertahta Paus Kyrillos VI dan kebijakannya selama menjabat dalam Gereja Koptik. Sedangkan, penelitian yang akan dilakukan penulis adalah membahas tentang toleransi menurut Paus Shenouda III berdasarkan pemikiran beliau yang tertuang dalam buku “Ten Concepts”. Ketiga, Buku berjudul “The 30th Anniversary Of The Enthronement Of His Holiness Pope Shenouda III : To The Apostolic Throne Of St. Mark 1971-2001” karya Maged Attia, BA LLB (2001) dari Sydney, Australia. Buku ini diterbitkan sebagai peringatan 30 tahun bertahta Paus Shenouda III sebagai pemimpin Gereja 8 Orthodok Koptik. Dalam buku ini dibahas tentang biografi Paus Shenouda III, diawali dari kelahiran, pendidikan dan proses ia menjadi seorang Paus, pemimpin tertinggi Gereja Orthodok Koptik. Selain itu, buku ini membahas tentang prestasi dan hal-hal yang telah dilakukan Paus Shenouda III selama 30 tahun bertahta dalam Gereja Koptik antara lain, upaya perluasan Gereja Koptik di seluruh dunia, dan kunjungan ke gereja-gereja lain seperti di Kepausan Katolik di Vatikan Roma, dan gereja-gereja Orthodok Timur tengah lain seperti Palestina dan Suriah. Buku ini juga menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan Paus Shenouda III dalam internal Gereja Koptik seperti kebijakan membuat instansi khusus dibawah pengawasan Gereja Koptik untuk pendidikan, wanita dan pemuda, hal ini merupakan bukti kepedulian Paus Shenouda III terhadap hal tersebut. Buku ini dan penelitian yang akan dilakukan penulis memiliki kesamaan, yaitu Paus Shenouda III sebagai objek kajian. Tetapi, dalam buku ini hanya menjelaskan biografi dan hal-hal yang dilakukan Paus Shenouda III selama 30 tahun menjabat dari tahun 1971-2001. Penelitian yang akan dilakukan penulis adalah tentang pemikiran Paus Shenouda III yang tertuang dalam buku “Ten Concepts” serta implikasinya terhadap toleransi beragama di Mesir. Keempat, Artikel yang ditulis oleh Fabian Weinert dari Arab-West Report (30 Juni 2014) yang merupakan review dari sebuah thesis yang ditulis oleh Matthias Gillé berjudul “The Coptic Orthodox Church under Pope Shenouda III Observation about this Theologhy and Biography”. Tulisan ini membahas tentang Gereja Orthodok Koptik selama kepemimpinan Paus Shenouda III selama 40 tahun dan kebijakan-kebijakan internal yang ia lakukan. Dalam tulisan ini, kehidupan Gereja Orthodok Koptik didasarkan pada biografi Paus Shenouda III dan kehidupan 9 theologi yang berpengaruh terhadap kehidupan gereja. Artikel ini lebih membahas Paus Shenouda III dalam kehidupan internal gereja, seperti ajaran-ajaran dan tata ibadah menurut Paus Shenouda III sebagai pemimpin gereja. Artikel ini juga menulis tentang kehidupan Paus Shenouda III dibawah kepemimpinan Presiden Anwar Sadad dan Hosni Mubarak, hal ini juga dianggap mempengaruhi kebijakan Paus Shenouda III terhadap kehidupan gereja. Kebijakan lain yang dilakukan Paus Shenouda III adalah pada reformasi gereja dan membuat kebijakan untuk mewadahi pemuda dan wanita dengan membuat instansi kepemudaan dan kewanitaan dibawah Gereja Koptik. Kebijakan Paus Shenouda III lain yang ditulis dalam artikel ini adalah tentang kehidupan beragama dan dominasi Muslim yang kuat sebagai minoritas di Mesir. Banyak ditemukan kesamaan artikel ini dengan penelitian ytang akan dilakukan penulis, tetapi perbedaan mendasar adalah pada cara pandang melihat pemikiran dan kebijakan Paus Shenouda III. Artikel ini adalah sebuah review dari sebuah thesis yang mendasarkan kebijakan Paus Shenouda III berdasar biografi dan theologinya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pemikiran Paus Shenouda III berdasar buku yang ia tulis berjudul “Ten Concepts”. Kelima, Artikel tentang Paus Shenouda III yang ditulis oleh Fr. Mikhail E. Mikhail dari Gereja Santo Markus di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam situs resmi Gereja Orthodok Koptik, Coptic Church (www.copticchurch.org, diakses pada 28 September 2014 pukul 20.39 wib). Artikel ini menceritakan tentang biografi Paus Shenouda III mulai kelahiran, pendidikan dan proses menjadi biarawan, hingga ia mendapat jabatan spiritual sebagai Paus Gereja Orthodok Koptik. Selain itu, artikel ini menyebutkan tentang prestasi Paus Shenouda III dalam perluasan Gereja Orthodok Koptik ke seluruh dunia, kunjungan 10 Paus Shenouda III ke pusat Gereja Katolik Roma di Vatikan, Roma yang merupakan hal bersejarah karena kunjungan pertama kali dilakukan setelah 1500 tahun. Artikel ini juga menjelaskan tentang Paus Shenouda III sebagai sosok yang menjunjung persatuan dan toleransi beragama antara Muslim dan Kristen di Mesir. Diceritakan pula wafatnya Paus Shenouda III di tanggal 17 Maret 2012 setelah kurang lebih 40 tahun bertahta sebagai Paus. Keenam, Artikel berjudul His Holiness Pope Shenouda III yang ditulis Carolyn M Ramzi dan dipublikasikan dalam situs “Library of Congres” (www.memory.loc.gov diakses pada 24 Februari 2016 pukul 14.50). Artikel ini menjelaskan tentang biografi Paus Shenouda III mulai dari kelahiran, pendidikan dan proses ia menjadi seorang Paus Gereja Orthodok Koptik ke-117 menggantikan Paus Kyrillos VI. Artikel ini juga menceritakan tentang sosok Paus Shenouda III yang merupakan tokoh karismatik Mesir, yang mampu mendamaikan hubungan anatara Muslim dan Kristen di Mesir dan merupakan tokoh pelindung minoritas Kristen di Mesir pada masa Presiden Anwar Sadad (1970-1981), Paus Shenouda III pernah diasingkan di Anba Bishoy atau Biara Santo Bishoy di Mesir dan dibebaskan ketika Presiden Hosni Mubarak berkuasa setelah terbunuhnya Presiden Anwar Sadad oleh Ekstrimis Muslim pada 6 Oktober 1981. Selain itu, Paus Shenouda III juga membuktikan jiwa toleransinya dengan mengunjungi Gereja Santo Petrus di Vatikan, Roma bertemu Paus Paulus VI setelah 1500 tahun hal itu tidak pernah dilakukan. Artikel ini membahas tentang biografi Paus Shenouda III, sehingga memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Jika artikel ini hanya membahas secara singkat biografi Paus Shenouda III sekaligus kehidupannya pada masa Presiden Anwar Sadad, maka penelitian yang dilakukan penulis akan 11 dibuat lebih luas karena membahas tentang pemikiran Paus Shenouda III dalam buku “Ten Concept” serta implikasinya terhadap toleransi kehidupan beragama di Mesir. Ketujuh, Artikel berjudul “His Holiness Pope Shenouda III - 117th Pope of Alexandria and Patriarch of the See of St. Mark” yang ditulis Bishop Youssef, seorang Bishop dari Keuskupan Gereja Orthodox Koptik, Amerika Serikat bagian Selatan dalam situs resmi Coptic Orthodox Diocese of the Southern United States (www.suscop.org diakses pada 8 Maret 2016 pada 12.09). Artikel ini menjelaskan tentang biografi dan kehidupan Paus Shenouda III dalam Gereja Orthodok Koptik Mesir. Dijelaskan pula tentang doktrin Paus Shenouda III yang terkenal yaitu “Pengetahuan yang Benar dan Cinta” yaitu doktrin yang mengajarkan manusia untuk belajar dari sesuatu yang benar dan untuk saling berkasih sayang dan menabur cinta terhadap sesama. Selain itu, artikel ini juga membahas tentang kepemimpinan Paus Shenouda III dan kehidupannya sebagai seorang pengajar dan pengkhotbah yang sangat karismatik. Dipaparkan pula bahwa Paus Shenouda III melakukan banyak kunjungan terhadap Gereja lain seperti Katolik Roma di Vatikan, Orthodok Rusia, dan Patriak Konstantinopel di Turki sebagai bentuk perdamaian antar gereja. Selain itu Paus Shenouda III telah membangun banyak gereja dan biara di Mesir dan luar negeri seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa dan Asia. Penelitian yang akan dilakukan penulis memiliki kesamaan dengan artikel ini dengan membahas doktrin dan pemikiran Paus Shenouda III. Penelitian yang akan dilakukan penulis akan membahas tentang pemikiran Paus Shenouda III dalam buku “Ten Concepts” sehingga akan dipaparkan lebih luas tentang pemikiran tersebut. Dalam penelitian ini, penulis juga akan 12 mengungkapkan tentang implikasi pemikiran tersebut terhadap toleransi beragama di Mesir. Kedelapan, Artikel berjudul Pope Shenouda, The Arab World’s Most Influential Cristian Leader has Passed Away yang ditulis Drs. Cornelis Hulsman, dipublikasikan pada situs www.arabwestrepost.info pada17 Maret 2012 (diakses pada 23 Maret 2016 pukul 07.28). Artikel ini membahas tentang biografi Paus Shenouda III dan kehidupan Paus Shenouda III ketika masa kepemimpinan Paus Kyrillos VI (1959-1971) yang ketika itu masih menjadi seorang Bishop Pendidikan dan bergelar Bishop Shenouda. Selain itu, artikel ini juga menunjukan kehidupan Paus Shenouda III dibawah kekuasaan Presiden Anwar Sadad (1971-1981) dan sempat mengalami pengasingan karena mengkritik kebijakan pemerintah. Terakhir, artikel ini menunjukan kehidupan Paus Shenouda III dibawah kepemimpinan Presiden Hosni Mubarak (1981-2011) yang pada masa kekuasaannya, Paus Shenouda III dibebaskan dari pengasingan dan sama-sama berjuang untuk kemakmuran Mesir. Keduanya pun menjadi sahabat baik dan saling mendukung, hingga lengsernya Hosni Mubarak pada Revolusi Mesir 2011, Paus Shenouda III tetap memberikan dukungan kepada Hosni Mubarak sampai akhir hayat. Artikel ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis tentang kehidupan Paus Shenouda III, tetapi yang menjadi perbedaan adalah penelitian yang akan dilakukan penulis tentang pemikiran Paus Shenouda III dalam buku “Ten Consepts”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 13 1. Bagaimanakah pemikiran humanisme Paus Shenouda III? 2. Bagaimanakah pengaruh pemikiran humanisme Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama di Mesir? C. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah, 1. Mendiskripsikan pemikiran humanisme Paus Shenouda III yang berkenaan tentang toleransi beragama. 2. Mendiskripsikan pengaruh dari pemikiran humanisme Paus Shenouda III terhadap perwujudan toleransi beragama di Mesir. Selain tujuan penelitian yang mengacu pada rumusan masalah, Pertama hal ini untuk membuka wawasan tentang Timur Tengah secara lebih luas. Kedua memberikan pengetahuan tentang agama-agama minoritas dan juga tokoh-tokoh yang berpengaruh di Timur Tengah serta memberikan pengetahuan tentang toleransi beragama yang ada di Timur Tengah terutama Mesir. D. Manfaat Penelitian Dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Timur Tengah secara lebih luas, terutama tentang minoritas dan toleransi beragama disana. Hasil dari penelitian ini dapat membuka wawasan tentang Timur Tengah yang ternyata banyak minoritas ditengah mayoritas pemeluk Islam sebagai mayoritas, salah satunya Kristen 14 Ortodok Koptik Mesir yang telah hidup lebih dari 2000 tahun yang lalu di Mesir. Serta menambah pengetahuan tentang tokoh-tokoh minoritas yang cukup berpengaruh di Timur Tengah, salah satunya Paus Shenouda III. Manfaat lain dari penelitian ini adalah untuk lebih mengenal tentang kehidupan di Timur Tengah yang majemuk. Serta akan menambah wawasan tentang kehidupan Kristen Ortodok Koptik Mesir sebagai minoritas kristen terbesar di Timur Tengah, tentang kehidupan pemimpinnya ke-117 yaitu Paus Shenouda III, pemikiran dan pengaruhnya bagi pemeluk Kristen Koptik dan rakyat Mesir, juga tentang toleransi beragama yang ada di Mesir. E. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan yang dikaji pada kehidupan dan pemikiran Paus Shenouda III sebagai pemimpin tertinggi Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir pada tahun 1971-2012. Masalah yang dikaji antara lain tentang biografi Paus Shenouda III yang terdiri dari latar belakang pendidikan dan proses ia mendapatkan jabatan spiritual, kemudian pemikiran humanis Paus Shenouda III yang tertuang dalam buku ”Ten Concepts”, dan pengaruhnya terhadap kehidupan toleransi beragama di Mesir. F. Landasan Teori Penelitian ini merupakan penelitian kajian Timur Tengah yang berusaha mengungkapkan pengaruh pemikiran dari objek kajian yaitu Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama di Mesir. Penelitian ini dijabarkan dengan cara deskriptif analitik yang diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang pengaruh 15 Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama yang ada di Mesir. Maka, sebagai landasan penelitian digunakan dua teori, yaitu Teori Humanisme untuk menganalisa tentang pemikiran humanisme Paus Shenouda III dan Teori Difusi untuk menganalisa pengaruh pemikiran tersebut terhadap toleransi antar umat beragama di Mesir. Menurut kamus bahasa Inggris Oxford (dalam Pickels, 2014:18) kata humanism dapat bermakna: (1) keyakinan manusia terhadap Kristus; (2) karakter atau kualitas menjadi seorang manusia; (3) suatu sistem atas pemikiran dan tindakan berdasarkan minat seseorang atau umat manusia secara umum; agama kemanusiaan; (4) hasrat tentang studi kebudayaan manusia, budaya tulisan, secara sistem kaum humanis, studi tentang bangsa Roma dan Yunani yang juga hadir di masa Renaisans. Proses Difusi adalah tersebarnya unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi (Koentjaraningrat, 1990: 244) Menurut pemikiran difusionisme bahwa kebudayaan itu berasal dari pangkal yang satu dan disuatu tempat tertentu, saat manusia baru saja muncul ke dunia. Kemudian kebudayaan induk itu menyebar dan berkembang ke banyak kebudayaan baru karena lingkungan hidup, alam dan waktu (Sulasman & Gumilar, 2013: 155156) G. Elliot Smith (1871-1937) dan W.J. Perry (1887-1949) berpendapat bahwa peradaban besar yang pernah ada pada masa lampau merupakan hasil persebaran yang berasal dari Mesir. Teori ini muncul setelah penelitian dua tokoh ini setelah 16 melakukan kajian arkeologis di Mesir. Teori dari dua tokoh ini disebut juga Heliolithic Theory (Sulasman & Gumilar, 2013: 156). Fritz Graebner dan Pater Wilhelm Schmidt, pendiri aliran difusi Jerman-Austria berpendapat bahwa manusia lebih suka meminjam kebudayaan lain, karena pada dasarnya manusia itu bukan pencipta ide baru. Mereka juga mengemukakan bahwa unsur-unsur kebudayaan dapat menyebar secara berkelompok atau secara satu-satu dan melalui jarak yang jauh (Ihromi, 2006: 58) Franz Boas (1858-1942) juga berpendapat bahwa, unsur-unsur persamaan yang dimiliki oleh sebuah kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat untuk kemudian dimasukkan dalam kategori kulturkreis atau daerah atau lingkungan dan kulturschuichten atau lapisan kebudayaan. Dengan cara ini, maka akan diketahui unsur-unsur kebudayaan yang ada dalam beragam kebudayaan dunia (Sulasman & Gumilar, 2013: 157). Clark Wissler (1870-1947) menyatakan bahwa, ada konsep yang disebut culture area yang merupakan pembagian dari kebudayaan Indian di Amerika ke dalam daerah-daerah yang merupakan kesatuan mengenai corak kebudayaan di dalamnya (Sulasman & Gumilar, 2013: 158). Kaplan & Manners (dalam Sulasman & Gumilar, 2013:159-160) mengatakan, bahwa dua kebudayaan dalam lingkungan yang sama, salah satunya mampu melebarkan sayap dengan merugikan budaya lain. Hal ini berarti, budaya pertama dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkunganya dibandingkan dengan budaya yang digusurnya. 17 Menurut Maurice Merleau-Ponty, bahwa pada tingkat individu, pembentukan identitas seseorang selalu dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya tempat ia berlokasi, melalui proses adaptasi dan pembelajaran, baik secara alamiah maupun yang berkonstruksi. Selain itu, seseorang harus membangun eksistensinya sebagai seorang individu atau sebagai bagian dari suatu komunitas yang lebih besar, seperti sosial, etnik, dan budaya. Keberadaan seseorang di tengah komunitasnya dibangun salah satunya melalui proses perbandingan seseorang dengan orang lain (atau sejumlah orang) dan memunculkan perbedaan yang unik satu sama lain (Sulasman & Gumilar, 2013: 160) Dari berbagai teori difusi menurut beberapa tokoh diatas, penelitian ini akan menggunakan teori difusi menurut Maurice Merleau-Ponty, yang menjelaskan tentang peran individu dan eksistensinya terhadap suatu kelompok seperti dalam bidang sosial, etnik, dan budaya, serta peran seorang individu dalam memunculkan perbedaan unik antara satu dengan yang lain. Teori ini sesuai dengan peran Paus Shenouda III sebagai pemimpin tertinggi dari Gereja Kristen Ortodok Koptik sekaligus tokoh perdamaian dan “bapak toleransi Mesir” yang berperan dalam kerukunan beragama di Mesir. G. Sumber Data Objek kajian yang difokuskan dalam penelitian ini adalah tentang pemikiran humanisme Paus Shenouda III sebagai pemimpin tertinggi dari Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir yang terdapat pada buku “Ten Concepts” serta pengaruhnya terhadap toleransi beragama di Mesir. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber data primer dan sekunder. 18 1. Sumber Data Primer Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah referensi yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu pemikiran Paus Shenouda III selama menjadi pemimpin tertinggi Gereja Kristen Ortodok Koptik Mesir ke-117 tahun 1971 – 2012 yang dituangkan dalam buku “Ten Concepts” (1994). 2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder diambil dari beberapa buku yang mendukung dan dari beberapa situs resmi Kristen Ortodok Koptik, juga portal berita online. H. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, presepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6). Metode kualitatif adalah penelitian melalui pengamatan, atau penelaahan dokumen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena data yang digunakan berupa kepustakaan yang diperoleh melalui buku referensi dan bukan data yang berbentuk angka. Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif yaitu, penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu fenomena/peristiwa secara sistematis sesuai dengan apa adanya untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini (Dantes, 2012:51). Namun dalam penelitian ini lebih kepada penelitian yang 19 menggunakan metode penelitian deskriptif analitik yang merupakan metode dengan cara menguraikan sekaligus mengalanisis (Ratna, 2010:335). Penelitian ini menggunakan analisis fungsional, bahwa data yang dikumpulkan atau yang diperoleh berisi analisis data yang bersifat menjelaskan, menuturkan, memaparkan, menguraikan dan menganalisa pemikiran Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama di Mesir. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisis psikologis untuk mendeskripsikan tentang pemikiran tokoh yang menjadi objek penelitian yaitu Paus Shenouda III. Penelitian juga menggunakan teknik analisis sosiologis untuk mendiskripsikan sosiologi masyarakat objek penelitian yaitu masyarakat Mesir. Terdapat beberapa tahapan dalam penelitian ini, yaitu: Tahap pertama, pemilihan topik. Topik pada penelitian ini adalah pemikiran tokoh Kristen Koptik dan pengaruhnya terhadap toleransi beragama di Mesir. Tahap kedua, teknik pengumpulan data dan sumber data yang berhubungan dengan objek kajian. Teknik pengumpilan data pada penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka (library research). Pengumpulan data dengan teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek penelitian melalui buku, jurnal, internet yang mendukung penelitian ini, selain itu studi pustaka dilakukan ke berbagai perpustakaan untuk mendukung penelitian ini, antara lain: Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta Perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 20 Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta Perpustakaan Ignatius Yogyakarta Perpustakaan Ganesha Surakarta Tahap ketiga, teknik analisis data. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis. Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka peneliti membagi analisa awal terdiri dari pemikiran Paus Shenouda III, kemudian analisa tentang pengaruh pemikiran Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama di Mesir. Dari analisa tersebut maka akan dapat diambil kesimpulan. Tahap keempat, mendeskripsikan hasil dari analisa ke dalam bentuk laporan tertulis maupun gambar yang kemudian ditambahkan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang berguna bagi peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian tersebut. I. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bab yang terdiri dari beberapa sub-bab, dengan rincian sebagai berikut: Bab I adalah gambaran formal penelitian yang terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, sumber data, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan konsep material penelitian berisi pembahasan, yang terdiri dari deskripsi tentang biografi Paus Shenouda III, deskripsi pemikiran humanis Paus Shenouda III dalam kepemimpinannya di Gereja Kristen Ortodok Koptik 21 Mesir, dan disajikan pula pengaruh pemikiran Paus Shenouda III terhadap toleransi beragama yang ada di Mesir dalam hubungan sosial, politik dan keberagamaan. Semua disajikan dalam bentuk deskripsi dan analisa. Bab III adalah penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan ringkasan jawaban dari rumusan masalah dan saran untuk peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan pada objek yang sama. Terakhir terdapat daftar pustaka dan lampiran.