Dengue dengan Tanda Bahaya Dengue With Warning Sign

advertisement
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
Dengue dengan Tanda Bahaya
Miftah Hasanah
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi yang disebabkan virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
yang terinfeksi virus Dengue. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini terkait dengan
angka morbiditas dan mortalias jika tidak mendapatkan penanganan segera. Pada tahun 2014, tercatat penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orangdan 641 diantaranya meninggal dunia. Dalam kasus ini dilaporkan seorang
perempuan usia 27 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lainnya adalah
mual, muntah, nyeri perut, ,muncul bintik merah pada tangan dan kaki serta perdarahan gusi. Kesadaran pasien compos
o
mentis dengan tanda-tanda vital: tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84x/menit, RR 20x/menit, suhu 38,4 C. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan hemoglobin 13,7 g/dL, Hematokrit39%, LED26 mm/jam, Leukosit4300/uL, dan trombosit
74.000/uL. Serologi dan Hasil serologi imunologi Dengue Fever didapatkan Ig M (+), Ig G (-). Pasien ini didiagnosa dengan
demam dengue dengan tanda bahaya dan diberikan manajemen B sesuai dengan tatalaksana Dengue WHO.
Kata kunci: Demam berdarah dengue, tanda bahaya, virus Dengue.
Dengue With Warning Sign
Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infection disease caused by Dengue virus and transmitted through the bite of
mosquitos infected Dengue virus. This disease is often found in tropical and subtropical regions.This disease is associated
with high morbidity and mortality if it does not get treatment immediately. In 2014has been recorded the amount of DHF
patients in 34 provinces in Indonesia as many as 71.668 peopleand 641 of them died. In this case reportedly a 27-year-old
female presents with fever for 4 days before came to the hospital. Other complaints were nausea, vomiting, abdominal
pain, rash in hands and footalso bleeding gums. Patient awareness was compos mentis and vital signs were blood pressure
o
100/70 mm Hg, pulse 84x / min, 20x RR / min, the temperature 38,4 C. Laboratory tests obtained hemoglobin 13.7 g / dL,
hematocrit 39%, LED 26 mm / h, 4300 leukocytes / uL, and 74,000 platelets / uL. Serology and Imulogi Dengue Fever: Ig M
(+), Ig G (-). This patient was diagnosed with dengue fever with danger signs and appropriate by management B according
to the WHO management and guideline of Dengue.
Keywords: Dengue hemorrhagic fever, Dengue virus, warning sign.
Korespondensi: Miftah Hasanah, alamat Jl. Raden Gunawan II Perum Griya Kencana No. 17E Bandarlampung – Lampung, HP
085658790620, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Penyakit DBD atau Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit infeksi akut. DBD
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus
Dengue penyebab Demam Dengue (DD),
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirusdarifamili
Flaviviridae
dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1,
Den-2, Den-3, Den-4.1-5
Demam Berdarah Dengue banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Penyakit ini merupakan penyebab terbanyak
morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di
beberapa negara Asia dan Amerika Latin.
Tidak ada terapi spesifik pada DBD namun
deteksi dini dan terapi segera dapat
menurunkan angka kematian hingga 1%.Data
dari WHO menunjukkan bahwa Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Diperkirakan
terdapat 390 juta infeksi dengue per tahun
dengan 96 juta yang bermanifestasi secara
klinis (dengan berbagai derajat penyakit).1,6-8
Pada tahun 2014tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak
71.668 orang dan 641orang diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun
2013 dengan jumlah penderita sebanyak
112.511 orang dan jumlah kasus meninggal
sebanyak 871 penderita.9
Kasus
1
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
Pasien perempuan usia 25 tahun
datang dengan keluhan demam yang semakin
tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan tinggi sejak hari
pertama hingga hari ketiga demam. Pasien
mengatakan demam tidak turun dan terasa
semakin tinggi di malam hari. Panas tidak
disertai menggigil ataupun berkeringat
malam. Dua hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengeluh mual serta perasaan
tidak nyaman dan nyeri pada ulu hati, terasa
pedih, tidak menjalar. Pasien mengalami
muntah berupa cairan dan sisa makanan, tidak
disertai lendir dan darah, banyaknya ±1/5
gelas sebanyak 5 kali. Pasien juga
mengeluhkan seluruh badan terasa tidak
nyaman dan terkadang timbul sesak saat
bernafas tetapi tidak dapat menyebutkan
keluhan tersebut secara spesifik. Sesak tidak
disertai nyeri dada dan perasaan berdebardebar. Pasien kemudian berobat ke klinik dan
diberi obat parasetamol, demam turun
kemudian demam kembali. Pasien berobat ke
puskesmas karena muncul bintik-bintik merah
dikedua tangan dan gusi berdarah yang
muncul ketika pasien menyikat gigi, serta
masih terdapat demam. Pasien mengatakan
tidak pernah mimisan. Di puskesmas pasien
diberi obat kembali dan dirujuk ke rumah
sakit.
Riwayat BAK tidak ada keluhan, warna
kencing kuning jernih dan tidak nyeri. Riwayat
BAB hitam tidak ada, BAB pasien masih seperti
biasanya dan tidak ada keluhan.Pasien masih
mau makan dan minum, namun hanya sedikit.
Pasien mengatakan mulutnya terasa pahit.
Pasien tidak pernah mengeluhkan adanya
keringat dingin ataupun bertambah pucat.
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang
mengalami hal serupa, namun adik pasien
juga mengalami demam sejak 2 hari lalu.
Riwayat alergi obat (-), riwayat penyakit lain
yang diderita (-), riwayat keluar kota/keluar
negeri (-).
Pasien datang dengan keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital: tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 84x/menit, RR
20x/menit, suhu 38,4oC. Berat badan pasien
58 kg. Pada status generalis didapatkan
kepala, leher dan toraks dalam batas normal.
Pada abdomen didapatkan nyeri tekan
epigastrium saat dilakukan palpasi, hepar dan
lien tidak terdapat pembesaran, bising usus 3-
5 kali/menit. Pada keempat ekstremitas
tampak petekie. Rumple Leed (+).
Pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 13,7 g/dL, Hematokrit 39%, LED
26 mm/jam, Leukosit 4300/uL, Hitung Jenis
0/0/0/70/18/12, dan trombosit 74.000/uL.
Serologi dan Imulogi Dengue Fever: Ig M (+), Ig
G (-).
Pasien ini didiagnosis Dengue
Haemorhagic Fever Grade II. Pada pasien
diberikan terapi IVFD Ringer Lactate 500 cc
setiap 8 jam, Paracetamol 3x500 mg dan
Ceftriaxon IV 1g/ 12 jam. Terapi non
medikamentosa berupa tirah baring dan
pemantauan input dan ouput cairan dengan
edukasi pada pasien untuk banyak minum.
Prognosis pasien ini adalah ad bonam.
Setelah 1 hari dirawat, pasien
mengalami penurunan suhu tubuh menjadi
35oC. Keluhan lain juga sudah berkurang. Hasil
laboratorium
menunjukkan
peningkatan
hemoglobin menjadi 13,9g/dL, peningkatan
hematokrit menjadi 42% dan penurunan
Trombosit menjadi 66.000 uL.
Di hari
berikutnya, pasien meminta pulang paksa
karena alasan pribadi.
Pembahasan
Demam berdarah dengue memiliki 3
fase klinis, yaitu fase demam, fase kritis dan
fase konvalesen. Fase demam umumnya
berlangsung 2-7 hari yang ditandai dengan
kemerahan dan rasa panas di wajah (flushing),
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan nyeri kepala. Pada beberapa
pasien, dapat disertai nyeri tenggorokan,
faring hiperemi dan injeksi konjungtiva.
Anoreksi, mual dan muntah sering ditemukan.
Perdarahan ringan seperti petekie dan
perdarahan membran mukosa (seperti hidung
dan gusi) dapat ditemukan. Abnormalitas
seperti penurunan jumlah leukosit total
menunjukkan kemungkinan besar dengue.10
Fase kedua adalah fase kritis dimana
suhu tubuh turun hingga <37,5oC dan terjadi
pada hari ketiga hingga ketujuh onset. Pada
fase ini terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler yang diikuti peningkatan kadar
hematokrit. Hal ini menunjukkan awal dari
fase kritis. Periode kebocoran plasma akan
terjadi dalam 24-48 jam setelahnya. Pada fase
ini dapat terjadi syok akibat kebocoran plasma
dan pada pasien yang mengalami perbaikan
akan langsung menuju fase konvalesen.6,11,12
2
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
Pada fase konvalesen atau recovery
terjadi reabsorpsi cairan ekstravaskular dalam
48-72 jam. Terjadi perbaikan kondisi umum,
kembalinya nafsu makan, perbaikan gejala
gastroinstestinal, status hemodinamik stabil
dan diuresis kembali normal. Hematokrit stabil
atau menurun karena efek dilusi. Jumlah
leukosit mulai meningkat namun peningkatan
jumlah trombosit lebih lambat dibandingkan
peningkatan jumlah leukosit.6,13,14
Dari anamnesis diketahui bahwa
pasien telah mengalami demam selama 4 hari,
secara terus menerus sepanjang hari dengan
peningkatan suhu lebih terasa di malam hari
disertai bintik pada tangan dan kaki serta
perdarahan gusi saat menyikat gigi. Semua
gejala ini menunjukkan bahwa pasien sedang
berada dalam fase demam.
Namun, setelah 1 hari dirawat di
rumah sakit (demam hari kelima) pasien sudah
tidak demam. Penurunan suhu tubuh ini
disertai dengan peningkatan kadar hematokrit
menunjukkan gejala dan tanda khas bahwa
pasien memasuki fase kritis. Pada saat inilah
perlu pemantauan khusus pada pasien untuk
mencegah terjadinya DSS.
Pada pasien ini, terdapat gejala
probable dengue berupa tinggal di daerah
endemis, demam, mual, muntah, rash,
tourniquet test positive dan leukopenia. Selain
itu, terdapat juga warning sign berupa nyeri
epigastrium, perdarahan mukosa dan
peningkatan hematokrit dengan penurunan
jumlah
trombosit.
Hasil
pemeriksaan
seroimunologi juga menunjukkan IgM dengue
positif dan IgG dengue negatif yang
menyatakan infeksi primer dari dengue yang
sedang dialami oleh pasien. Dengan hasil klinis
tersebut, maka pada pasien ditegakkan
diagnosis demam berdarah dengue dengan
tanda bahaya atau warning sign.
Virus dengue yang dibawa oleh
nyamuk Aedes sp. akan masuk ke tubuh
melalui gigitan dikulit. Selama fase akut virus
akan ada di darah dan timbul respon imun
humoral dan seluler yang bertujuan untuk
membuang virus dari dalam tubuh melalui
aktivasi CD4 dan CD8 limfosit T. Kebocoran
plasma diakibatkan oleh kerusakan sel endotel
dan trombositopenia dihubungkan dengan
perubahan megakariositopoesis oleh infeksi
sel hematopoietik dan kerusakan progenitor
cell growth yang mengakibatkan disfungsi
platelet (aktivasi dan agregasi platelet) dan
berakibat meningkatnya pemecahan dan
konsumsi platelet. Perdarahan yang terjadi
diakibatkan oleh trombositopenia dan
disfungsi
platelet.
Ketidakseimbangan
mediator inflamasi, sitokin dan kemokin yang
terjadi selama fase akut bisa menyebabkan
difsungsi endotel vascular, kekacauan sistem
hemokoagulasi akan berakibat kebocoran
plasma, syok dan perdarahan. Warning sign
merupakan tanda peringatan akan bahayanya
DBD. Sehingga membutuhkan observasi ketat
dan intervensi medis segera.4-6
Klasifikasi dengue berdasarkan derajat
keparahan penyakit dibagi menjadi dengue
(dengan atau tanpa tanda bahaya) dan dengue
berat atau severe dengue. Kriteria probable
dengue, tanda bahaya dan dengue berat
terdapat pada Gambar 1. Klasifikasi ini
berguna untuk menentukan tatalaksana.15-18
3
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
Gambar 1. Klasifikasi dengue berdasarkan derajat keparahannya.
Derajat keparahan pada pasien ini
(dengue
dengan
tanda
bahaya)
menentukan manajemen yang akan
diberikan. Sesuai algoritma manajemen
dengue yang dikeluarkan WHO tahun 2012,
pada
pasien
ini
telah
dilakukan
pengelolaan
dengan
tepat
karena
seharusnya sudah mendapatkan terapi
kelompok B dimana pasien dirawat di
rumah sakit.15
Pemberian cairan isotonik seperti
salin 0,9% atau Ringer laktat, dimulai
.
15
dengan 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian dikurangi menjadi 3-5ml/kg/jam
selama 2-4 jam berikutnya dan kurangi
menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang
berdasarkan respon klinis.15,18-20 Pada
pasien ini diberikan cairan Ringer Lactate
500ml tiap 8 jam. Pemberian ini kurang
tepat karena dengan berat badan pasien
yang 58 kg maka seharusnya pemberian
untuk 1-2 jam pertama sebanyak 290-406
ml/jam, untuk 2-4 jam berikutnya sebanyak
174-290 ml/jam dan 116-174 ml/jam.
4
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
Gambar 2. Algoritma Manajemen pasien dengue dengan tanda bahaya.
Antibiotik merupakan obat untuk
menghentikan
atau
menekan
pertumbuhan kuman
atau bakteri.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan
pada beberapa kasus yang tidak tepat
guna, dapat menyebabkan masalah
kekebalan antimikrobial. Penggunaan
antibiotik yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan
peningkatan
biaya
pengobatan dan efek samping dari
pemberian antibiotika.22
Menurut penelitian Rohmani dan
Anggraini pada tahun 2010, pemberian
antibiotik pada penderita DBD anak masih
cukup besar. Dari 84 anak, sebanyak
88,10% tanpa komplikasi infeksi sekunder.
21
Pemberian antibiotik paling banyak adalah
golongan sefalosporin yaitu cefadroxil
sebesar 33,3% dan cefotaxim sebesar
25,0% dengan lama pemberian berkisar 4 –
6 hari.23Sesuai dengan pedoman terapi
DBD disarankan pemakaian antibiotik
dibatasi
penggunaanya
dan
hanya
digunakan pada kasus yang benar-benar
membutuhkan antibiotik misalnya ada
komplikasi infeksi bakterial. Pemberian
antibiotik pada pasien ini kurang tepat
karena tidak adanya tanda-tanda infeksi
sekunder
Pemberian antipiretik berupa
paracetamol 3 x 500 mg per oral sudah
tepat pada pasien ini. Peningkatan suhu
5
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
badan hingga mencapai antara 38-39oC
disebut demam sedang dan di atas 39oC
disebut demam tinggi. Suhu tubuh ini
merupakan indikasi pemberian antipiretik
yang umumnya ditemukan pada kasus
infeksi.24 Demam memang dimungkinkan
dapat memperkuat kemampuan melawan
infeksi karena pertumbuhan dan virulensi
beberapa spesies bakteri terganggu pada
temperatur tinggi. Akan tetapi, pasien akan
merasakan ketidaknyamanan dari setiap
peningkatan 1 °C suhu tubuh, terdapat
peningkatan konsumsi O2 sebanyak 13 %
dan kebutuhan kalori dan cairan yang
meningkat.25
Pemakaian
analgesik
antipiretik sebaiknya dihentikan bila pasien
sudah tidak menderita demam lagi.26,27
Vaksin untuk pencegahan terhadap
infeksi virus dan obat untuk penyakit
DB/DBD belum ada dan masih dalam
proses
penelitian,
sehingga
pengendaliannya terutama ditujukan untuk
memutus rantai penularan, yaitu dengan
pengendalian vektornya. Pengendalian
vektor DBD dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu : (1) Manajemen
lingkungan. Hal ini merupakan upaya
pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
bahkan
menghilangkan
habitat
perkembangbiakan
nyamuk
vektor
sehingga akan mengurangi kepadatan
populasi. (2) Pengendalian biologis dengan
memanfaatkan agen biologi untuk
pengendalian vektor DBD seperti ikan
pemakan jentik dan cyclop (Copepoda). (3)
Pengendalian
kimiawi
dengan
menggunakan insektisida. (4) Partisipasi
masyarakat dengan melakukan 3M plus
(menguras, mengubur dan menutup) atau
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). (5)
Perlindungan individu dengan pemakaian
repellent, pakaian yang mengurangi gigitan
nyamuk, memasang kelambu pada waktu
tidur dan kasa anti nyamuk. (6) Peraturan
perundangan
diperlukan
untuk
memberikan
payung
hukum
dan
melindungi
masyarakat
dari
risiko
penularan DB/DBD.28-32
Simpulan
1. Demam Berdarah Dengue adalah
penyakit
infeksi
akut
yang
disebabkan virus Dengue dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
DBD ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes sp. yang
terinfeksi virus Dengue.
2. DBD memiliki 3 fase gejala klinis,
yaitu fase demam, fase kritis dan
fase konvalesen.
3. Klasifikasi dengue berdasarkan
derajat keparahan penyakit dibagi
menjadi dengue (dengan atau
tanpa tanda bahaya) dan dengue
berat atau severe dengue.
4. Pada kasus ini penegakkan
diagnosis sudah cukup tepat
karena didapatkan adanya warning
signs. Manajemen yang dilakukan
juga sudah tepat sesuai dengan
pedoman tatalaksana dari WHO
namun,
pemberian
medikamentosa belum tepat.
5. Manajemen dengue dilakukan
sesuai dengan derajat keparahan
penyakit.
6. Pencegahan penyakit demam
dengue dapat dilakukan melalui
pengendalian vektor.
Daftar Pustaka
1. Sambo F, Ishak H, Bintara A.
Implementasi
Program
Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue
Dalam
Menurunkan
Insiden DBD Berbasis Kelurahan Di
Kota Makassar Periode 2010-2012.
Makasar: Universitas Hasanudin;
2013.
2. Wahyono TYM, Haryanto B,
Mulyono S, Adiwibowo A. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Demam Berdarah dan
Upaya Penanggulangannya di
Kecamatan Cimanggis, Depok,
Jawa Barat. Buletin Jendela
Epidemiologi. 2010; 2(1):31-43.
6
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
3. Simmons CP, Farrar JJ, Chau NV,
Wills B. Dengue. N Eng J Med.
2012; 366(1):1423-32.
4. WHO. Dengue and dengue
haemorrhagic fever. Factsheet No
117, revised May 2008 [internet].
Geneva:
World
Health
Organization; 2008 [diakses tanggal
17 April 2015]. Tersedia dari:
http://www.wh
o.int/mediacentre/factsheets/fs11
7/en/.
5. WHO/SEARO. Concrete measure
key in controlling dengue in South
East Asia [internet]. Press Release
SEA/PR/1479. New Delhi: World
Health
Organization
Regional
Office for South-East Asia; 2008
[diakses tanggal 17 April 2015].
Tersedia dari: http://www.sea
ro.who.int/EN/Section316/Section
503/ Section2463_14619.htm.
6. World
Health
Organization.
Dengue: Guideline for Diagnosis,
Treatment,
Prevention
and
Control. New Edition. Geneva:
WHO Press; 2009.
7. Centers for Disease Control and
Prevention.
Travel-associated
dengue at United States, 2005.
Morbidity and Mortality Weekly
Report. 2006; 55(25):700-702.
8. Guzman MG, Rosario D, Kouri G. In:
Kalitzky M and Borowski P, eds.
Diagnosis of dengue virus infection.
Molecular
Biology
of
the
flaviviruses.
UK:
Horizon
Bioscience; 2009.
9. Pusat
Komunikasi
Publik
Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI Demam berdarah
biasanya mulai meningkat di
Januari [diakses tanggal 12 Mei
2015].
Tersedia
dari:
http://www.depkes.go.id/article/vi
ew/15011700003/demamberdarah-biasanya-mulaimeningkat-di
januari.html#sthash.GZFOpoAo.dp
uf
10. Balmaseda A et al., Assessment of
the World Health Organization
scheme for classification of dengue
severity in Nicaragua. American
Journal of Tropical Medicine and
Hygiene, 2005, 73(1):1059–1062.
11. Srikiatkhachorn A et al., Natural
history of plasma leakage in
dengue hemorrhagic fever: a serial
ultrasonic study. The Pediatric
Infectious
Disease
Journal.
2007;26(4):283−290.
12. Martinez-Torres E, Polanco-Anaya
AC, Pleites-Sandoval EB. Why and
how children with dengue die?
Revista cubana de medicina
tropical. 2008, 60(1):40−47.
13. Deen JL et al., The WHO dengue
classification and case definitions:
time for a reassessment. Lancet.
2006; 368(1):170–173.
14. Bandyopadhyay S, Lum LC, Kroeger
A. Classifying dengue: a review of
the difficulties in using the WHO
case classification for dengue
haemorrhagic
fever.
Tropical
Medicine and International Health.
2006; 11(8):1238–1255.
15. WHO.Handbook
for
clinical
management of dengue. Geneva:
WHO Press; 2012.
16. Guha-Sapir D, Schimmer B. Dengue
fever: new paradigms for a
changing epidemiology. Emerging
Themes in Epidemiology. 2005, 2:1.
17. Rigau-Perez J. Severe dengue: the
need for new case definitions.
Lancet Infectious Diseases. 2006;
6(1):297–302.
18. Santamaria R et al., Comparison
and critical appraisal of dengue
clinical guidelines and their use in
Asia
and
Latin
America.
International Health. 2009; 1:133–
140.
19. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong
TH, Tran TN, Le T, et al.
Comparison of three fluid solutions
for resuscitation in dengue shock
7
Hasanah, M|Dengue dengan Tanda Bahaya
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
syndrome. N Engl J Med. 2005;
353(1):877–89.
Chen K, Pohan HT, Sinto R.
Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam
Berdarah
Dengue.
Medicinus. 2009;22(1):3-8.
Center for Disease Control and
Prevention (CDC). Dengue clinician
guide.
Diunduh
dari
http://www.cdc.gov/dengue/resou
rces/DENGUE-clinicianguide_508.pdf
Hooton, T. M., and Levy, S. B., ,
Confronting
The
Antibiotic
Resistance
Crisis:
Making
Appropriate Therapeutic Decisions
in Community Medical Practic.
Medscape Portals; 2001.
Rohmani
A,
Anggraini
MT.
Pemakaian Antibiotik Pada Kasus
Demam Berdarah Dengue Anak Di
Rumah Sakit Roemani Semarang
Tahun 2010. Seminar Hasil-Hasil
Penelitian – Lppm Unimus 2012.
Semarang:
Universitas
Muhammadiyah Semarang; 2012.
Yasin NM, Sunowo J, Supriyanti E.
Drug Related Problems (DRP)
dalam
pengobatan
Dengue
Hemoraggic Fever (DHF) pada
pasien pediatri. Majalah Farmasi
Indonesia. 2009; 20(1), 27 – 34.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalo J.
Harrison's Principles of Internal
Medicine. 18th Edition. New York:
McGraaw Hill; 2011.
Emelia T. Pola Penggunaan
Antibiotik dan Analgesik Antipiretik
pada Pasien Demam Berdarah
Dengue (DBD) Rawat Inap di RSU
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Kalimantan Timur Periode Tahun
2003. Surabaya: Fakultas Farmasi
UBAYA; 2005.
27. Andriani
NEW,
Tjitrosantoso,
Yamlean
PVY.
Kajian
Penatalaksanaan
Terapi
Pengobatan Demam
Berdarah
Dengue (DBD) Pada Penderita Anak
Yang Menjalani Perawatan Di Rsup
Prof. Dr. R.D Kandou Tahun 2013.
Pharmacon. 2014; 3(2):57-61.
28. Sukowati S. Masalah Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Pengendaliannya di Indonesia.
Buletin Jendela Epidemiologi.
2010; 2(1):26-30.
29. Lestari.
Epidemiologi
dan
Pencegahan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia. Jurnal
Farmaka. 2007; 5(3): 2-10.
30. Taviv Y, Saikhu A, Sitorus H.
Pengendalian
DBD
Melalui
Pemanfaatan Pemantau Jentik dan
Ikan Cupang di Kota Palembang.
Buletin Penelitian Kesehatan. 2010;
38(4):215-24.
31. Suhardiono. Sebuah analisis faktor
risiko
perilaku
masyarakat
terhadap
kejadian
demam
berdarah dengue di kelurahan
Helvetia tengah, medan, tahun
2005. Jurnal Mutiara Kesehatan
Indonesia. 2005; 1(2):48-65.
32. Waris L, Yuana WT. Pengetahuan
dan perilaku masyarakat terhadap
Demam Berdarah
Dengue di
Kecamatan Batulicin Kabupaten
Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Buski. 2013;
4(3):144-9.
8
Download