BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi dengue hemorrhagic fever (DHF) di seluruh dunia telah
meningkat secara dramatis hingga 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. World
Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 2,5 juta orang atau
dua per lima (40%) dari populasi dunia, terutama yang tinggal di daerah tropis dan
sub-tropis daerah perkotaan, berisiko terkena infeksi dengue. Walaupun pada
tahun 2013 WHO memperkirakan ada 50-100 juta kasus infeksi dengue per tahun,
namun estimasi lain memperkirakan bahwa infeksi dengue terjadi 390 juta per
tahun (Bhatt et al., 2013). Diperkirakan 500.000 kasus demam berdarah dengue
memerlukan rawat inap setiap tahun, dengan proporsi terbesar (90%) adalah
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dan 2,5% diantaranya meninggal (WHO,
2011).
Indonesia merupakan daerah endemis infeksi dengue dengan sebaran
hampir merata di seluruh wilayah tanah air dengan jumlah kasus DHF terbesar di
dunia sejak tahun 2007, yaitu kasus lebih dari 155.000 kasus/tahun. Pada tahun
2013, jumlah penderita DHF yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan
jumlah kematian 871 orang; atau dengan angka kesakitan (incidence rate, IR) dan
kematian (case fatality rate, CFR) masing-masing 45,85 per 100.000 penduduk
dan 0,77%. Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan
tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus dengan IR 37,27. Pada tahun 2013 di
1
2
Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 96 kasus per 100.000 penduduk dengan
CFR 0,48% (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).
Dari beberapa penelitian, insiden komplikasi jantung pada pasien dengan
infeksi dengue sangat bervariasi. Wali et al. tahun 1998, melaporkan bahwa 70%
dari 17 pasien dengan DHF atau dengue shock syndrome (DSS) yang menjalani
pemeriksaan skintigrafi miokard mengalami hipokinesis difus pada ventrikel kiri
dengan fraksi ejeksi rata-rata 40%. Para peneliti dari India melaporkan bahwa
hanya satu dari 206 pasien yang menjalani evaluasi kardiovaskular mengalami
gejala jantung (Agarwal et al.,1999). Kabra et al. (1999) melaporkan bahwa
16,7% dari 54 anak dengan infeksi dengue mengalami penurunan fraksi ejeksi
ventrikel kiri <50%. Penelitian di Sri Lanka menunjukkan bahwa 62,5% dari 120
orang dewasa dengan dengue fever (DF) memiliki elektrokardiogram (EKG)
abnormal, hal ini menunjukkan bahwa terdapat komplikasi jantung pada pasien
dengan infeksi dengue, dan mungkin tidak terdiagnosis karena sebagian besar
kasus dengan komplikasi jantung yang secara klinis ringan dan self-limited
(Kularatne
et al., 2005). Mendez dan
Gonzales (2003) dalam studi yang
melibatkan 913 anak DHF menyebutkan terdapat keterlibatan jantung 8%,
terutama anak laki-laki usia sekolah dengan DSS. Kamath dan Ranjit (2006)
melaporkan bahwa dari 37,5% anak dengan DHF berat yang masuk intensive
care unit (ICU) dengan syok persisten, hanya 4,6% mengalami disfungsi miokard
yang dibuktikan dengan ekokardiografi, dan 2,7% dengan efusi perikardial.
Khongphatthanayothin et al. (2000) menemukan fraksi ejeksi kurang dari 50%
pada 13,8% pasien DHF dan 36% pada pasien DSS. Miokarditis atau perikarditis
3
dengue lebih jarang dilaporkan dalam literatur internasional. Wiwanitkit (2005)
melaporkan bahwa meskipun ada ribuan kasus DHF di Thailand, hanya dua
kasus yang mengalami miokarditis dengue, salah satunya adalah seorang anak 13
tahun dengan bradikardia dan hipotensi saat mulai pulih dari DHF. Diantara
empat laporan dari 51 pasien meninggal dari total 6154 kasus DHF di Thailand,
hasil pemeriksaan otopsi tidak menunjukkan kelainan jantung (Wali et al., 1998;
Agarwal et al., 1999; Kabra et al., 1999; Kularatne et al., 2005; Mendez &
Gonzalez, 2003; Kamath & Ranjit, 2006; Khongphatthallayothin et al., 2000;
Wiwanitkit, 2005).
Walaupun infeksi virus merupakan inisiator awal miokarditis akut, respon
autoimun selanjutnya memegang peran penting pada kerusakan miosit jantung.
Mekanisme pokok kerusakan miokardium tidak hanya akibat replikasi virus,
tetapi melibatkan reaksi imunologis yang cell mediated. Penelitian pada hewan
menunjukkan setelah infeksi sistemik, virus memasuki miosit, lalu bereplikasi
dalam sitoplasma sel. Beberapa virus lalu memasuki interstisium dan difagosit
oleh makrofag. Aktivasi makrofag ini dirangsang oleh adanya partikel virus
dalam interstisium dan pelepasan interferon gamma (IFN) oleh sel natural
killer (NK). Pelepasan IFN diikuti pelepasan sitokin proinflamasi seperti
interleukin 1β dan 2 (IL-1 dan IL-2) dan tumor necrosis factor(TNF). Bila
diaktivasi oleh IL-2, sel NK akan mengeliminasi miosit yang terinfeksi virus
sehingga dapat menghambat replikasi virus. Berbeda dengan sel NK, sel T
berperan pada kerusakan miosit baik yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Aktivasi sel T disebabkan oleh akumulasi makrofag dalam miosit dan
4
produksi efek sitotoksik cell-mediated. Walaupun sel T dapat menyebabkan lisis
miosit yang terinfeksi virus, tetapi akumulasi makrofag dan efek sitotoksik secara
bersama-sama menentukan keseimbangan antara pembersihan virus (viral
clearance) dan kerusakan miosit. Karena lisis yang ditimbulkan oleh sel T
mengenai miosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi, maka juga terjadi
nekrosis pada sel miosit sehat, sehingga sebagian kerusakan miokardium justru
disebabkan oleh respons imun tubuh sendiri (Uhl, 2008).
Terjadinya syok pada DSS selama ini diperkirakan karena berkurangnya
volume intravaskular akibat kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial (WHO,
2011), namun penelitian terbaru melaporkan bahwa kelainan jantung dapat
berkontribusi terhadap keadaan syok tersebut (Gupta et al., 2010). Penelitian
tentang infeksi dengue pada anak-anak sudah banyak dilakukan di luar negeri
maupun di Indonesia, tetapi masih sedikit yang meneliti tentang kejadian kelainan
jantung pada infeksi dengue khususnya pada anak. Data yang ada kebanyakan
berupa laporan kasus. Berdasarkan kontroversi hasil penelitian tersebut di atas,
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelainan jantung
dalam hal ini miokarditis pada infeksi dengue serta mencari hubungannya dengan
derajat infeksi dengue, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai indikator yang
berguna dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap luaran yang buruk pada
infeksi dengue (WHO, 2011; Gupta et al., 2010).
B. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat perbedaan kejadian miokarditis pada tiap derajat dan tipe
infeksi virus dengue pada anak?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kejadian miokarditis pada berbagai derajat infeksi virus
dengue pada anak.
2. Untuk mengetahui kejadian miokarditis pada tiap tipe infeksi virus dengue
pada anak.
D. Manfaat Penelitian
Bagi kepentingan akademik dan ilmiah, penelitian ini bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan tentang risiko miokarditis pada anak dengan infeksi
virus dengue.
Diharapkan miokarditis dapat menjadi salah satu parameter yang dapat
diperiksa pada pasien-pasien dengan infeksi dengue terutama derajat ringan yang
belum mengalami kebocoran plasma secara klinis, sehingga para klinisi dapat
meningkatkan kewaspadaannya saat menangani kasus-kasus infeksi dengue dalam
antisipasi terjadinya perburukan derajat infeksi dengue.
Bagi kepentingan penelitian, diharapkan penelitian ini dapat menjadi
acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kelainan jantung pada infeksi dengue sudah banyak
dilakukan. Berikut ini merupakan beberapa penelitian mengenai kelainan jantung
pada infeksi dengue (Tabel 1).
6
Tabel 1a. Penelitian terdahulu mengenai kelainan jantung pada infeksi dengue.
Peneliti, tahun,
dan judul penelitian
Kabra et al. (1998)
Myocardial dysfunction in
children with dengue
haemorrhagic fever.
Hasil
Perbedaan
LVEF <50% pada 16,7% pasien,
dan <35% pada 3,7% pasien.Tidak
ada perbedaan menurut derajat
keparahan penyakit.
Desain, sampel,
variabel penelitian
Wali et al. (1998)
Cardiac involvement in
dengue haemorrhagic fever.
Berdasarkan radionukleotid
ventrikulografi rata-rata LVEF
adalah 41,7%, dan 47,1%
menggunakan echo. Global
hipokinesia terdapat pada 12 pasien
(70,59%). Rata-rata LVEF pada
pasien DSS adalah 39,63%. Dengan
pencitraan 99mTc-pirofosfat tidak
didapatkan nekrosis miokard pada
4 pasien. EKG menunjukkan
perubahan gelombang ST dan T
pada 29,4% pada 17 pasien.
Sampel, variabel
penelitian
Khongphatthanayothin et al.
(2003)
Hemodynamic profiles of
patients with dengue
hemorrhagic fever during
toxic stage: an
echocardiographic study.
LVEF Lebih rendah, VCFc / ESS,
CI, EDV dan SVR yang lebih tinggi
selama fase kritis dibandingkan
masa pemulihan.
Desain, sampel,
variabel penelitian
Kularatne et al. (2007)
Cardiac complications of a
dengue fever outbreak in Sri
Lanka, 2005.
Kelainan EKG, termasuk sinus
bradikardia, perubahan gelombang
T dan segmen ST dan right bundle
branch block pada 62,5% pasien.
Peningkatan kadar troponin
terdapat pada 29,4% dari 17 pasien.
Desain, sampel,
variabel penelitian
Lateef et al. (2007)
Dengue and relative
bradycardia.
Denyut jantung rata-rata pada
kelompok dengue lebih rendah,
yaitu 87,6 (±12,5)/menit
dibanding kontrol 104,6
(±14)/menit (p<0,0001). Semua
pasien dengan irama sinus.
Desain, sampel,
variabel penelitian
Salgado et al. (2010)
Heart and skeletal muscle are
targets of dengue virus
infection.
Miokarditis didiagnosis secara
klinis pada 13,9% dari 79 penderita
DHF. Dari EKG sinus bradikardi
terdapat pada 81,8% dari 11
pasien, takikardi 18,2% dari 11
pasien, dan T-inversi pada 7 dari 11
pasien. Echo menunjukkan efusi
perikardial pada 71,4% dari 7
pasien dan disfungsi diastolik
(parameter tidak spesifik) pada
28,3% dari 7 pasien. CPK-MB
meningkat pada 6 pasien dengan
miokarditis.
Desain, variabel
penelitian
7
Tabel 2b. Penelitian terdahulu mengenai kelainan jantung pada infeksi dengue.
Peneliti, tahun,
dan judul penelitian
La-Orkhun et al. (2011)
Spectrum of cardiac rhythm
abnormalities and heart rate
variability during the
convalescent stage of
dengue virus infection: a
Holter study.
Hasil
Perbedaan
Selama fase pemulihan, 29% pasien Desain, variabel
memiliki kelainan EKG termasuk
penelitian
sinus aritmia, Mobitz grade 1 dan
tipe I AV blok grade 2, dan irama
ektopik atrium dan ventrikel . Tidak
ada perbedaan dalam tingkat
keparahan di antara kelompok.
Yacoub et al. (2012)
Cardiac function in
Vietnamese patients with
different dengue severity
grades.
Penurunan sistolik terjadi pada 45%
pasien, penurunan diastolik pada
42%. Septum dan dinding ventrikel
kanan paling banyak terpengaruh,
lebih buruk pada kasus yang berat.
Kelainan EKG pada 35% dari 51
pasien yang dinilai. Satu pasien
memiliki elevasi troponin , hasil
biomarker pada 16 pasien lain yang
normal.
Sampel, variabel
penelitian
Iskandar, et al. (2015). The
levels of Troponin T in
patients with dengue
hemorrhagic fever.
Kadar troponin T lebih tinggi pada
DBD-R dibandingkan penderita
DBD-TR. Titik potong ≥ 0,007
ng/ml adalah titik terbaik
membedakan DBD-R dan DBDTR.
Desain, sampel,
variabel penelitian
Sengupta et al. (2013)
Left ventricular myocardial
performance in patients with
dengue hemorrhagic fever
and thrombocytopenia as
assessed by twodimensional speckle tracking
echocardiography.
LVEF menurun pada pasien DHF
dibanding kontrol (51.25 ± 0.96%
vs. 59.32 ± 1.26%; p = 0.032).
Desain, sampel,
variabel penelitian
Miranda et al. (2013)
Evaluation of cardiac
involvement during dengue
viral infection
Peningkatan biomarker pada 15%
pasien. Berdasarkan ekokardiografi
4 dari 10 pasien memiliki kelainan,
termasuk kelainan fungsional dan
dinding regional. CMR
menunjukkan peningkatan miokard
pada 4 pasien.
Sampel, variabel
penelitian
Singkatan : AV: atrioventricular; CI: cardiac index; CMR: cardiac magnetic resonance; DF:
dengue fever; DHF:dengue haemorrhagic fever; DSS: dengue shock syndrome; ECG:
electrocardiography; EDV: end diastolic volume; LVEF: left ventricular ejection fraction; SVR:
systemic vascular resistance; VCFc/ESS: velocity of circumferential fibre shortening/end-systolic
wall stress. DBD-R: demam berdarah dengue dengan renjatan; DBD-TR: demam berdarah
dengue tanpa renjatan.
Download