Benih Keberanian di Ladang Pasraman Oleh : I Ketut Suda Mungkin tidak banyak dipahami oleh kalangan masyarakat dewasa ini, termasuk masyarakat Hindu, apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pasraman. Kata pasraman sebenarnya berasal dari kata asrama yang merujuk pada ‘’arti kata tempat atau lapangan untuk melakukan pencerahan bagi kehidupan rohani manusia’’. Atau dapat pula dikatakan bahwa asrama itu merupakan jenjang kehidupan manusia menurut pandangan Hindu yang didasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan perilaku manusia (Sandika, 2011:46). Sementara itu, PP No.55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan menegaskan bahwa pasraman adalah satuan pendidikan keagamaan Hindu, baik pada jalur pendidikan formal maupun pada jalur pendidikan non-formal. Dari kedua pandangan tentang pasraman di atas, dapat dibangun sebuah pemahaman bahwa pasraman itu sesungguhnya merupakan sebuah ruang dan waktu di mana manusia dapat menjalani jenjang kehidupan sesuai dengan tahap perkembangannya, baik fisik maupun psikhis. Menurut Veda jenjang kehidupan yang harus dijalani dan dilalui oleh setiap manusia itu terbagi ke dalam empat jenjang yang disebut dengan istilah Catur Asrama. Catur berarti empat dan Asrama berarti tempat atau lapangan rohani, yang terdiri atas (1) Brahmacari Asrama; (2) Grehastha Asrama; (3) Wanaprastha Asramma; dan (4) Bhiksuka Asrama. Menurut pustaka suci Veda, bahwa seseorang pada tahap menjalani kehidupan brahmacarya, harus berani tinggal di rumah gurunya dan berani mempelajari berbagai jenis kitab suci Veda dan ilmu pengetahuan lainnya, untuk bekal nanti dalam memasuki masa Grehastha Asrama. Selain itu, seorang brahmacarya juga harus berani melayani gurunya, sebagai kewajiban seorang sisya (murid) terhadap sang guru di dalam sebuah pasraman yang disebut guru kula. Di dalam pasraman ini pula para sisya dituntut untuk berani hidup sederhana, berani bekerja keras, berani bersikap tegas dalam arti tidak pantang menyerah, dan berani membela kebenaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasraman merupakan ladang yang subur untuk menanam benih keberanian bagi para brahmancarya. Sebelum seseorang mulai mempelajari ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan spiritual, maupun ilmu pengetahuan material, maka sang brahmacarya terlebih dahulu diupacarai dengan upacara yang disebut upacara Upanayana. Secara filosofis upacara Upanayana ini bermakna bahwa manusia, baik fisik maupun psikhis telah siap untuk menerima segala bentuk ilmu pengethaun yang akan diajarkan oleh sang guru. Sebab melalui upacara ini mereka (baca: Sang Brahmacarya) dibuat menjadi tabah dan selalu bersikap sederhana dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Mereka juga diajarkan mengenai hakikat dirinya sendiri, dan hakikat dari tujuan hidup manusia di dunia ini. Atau dengan bahasa lainnya melalui pembelajaran di pasraman, manusia diajarkan berbagai hal tentang kehidupan, misalnya tujuan hidup manusia, hakikat hidup manusia, hakikat dari alam semesta ini, bahkan diajarkan pula ke mana perginya roh manusia itu, setelah mereka meninggal dunia. Dalam pandangan Hindu jalan inilah yang disebut dengan Jnana Yoga, yakni melalui jalan pengetahuan manusia berusaha untuk mencapai kesempurnaan dirinya. Berangkat dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa betapa menyenangkannya menjalani kehidupan brahmacarya, sebab pada masa ini kehidupan manusia akan dipenuhi oleh pemberkatan dari sang guru. Oleh karena itu, pada masa brahmacarya ini, seseorang harus mencerahkan pikirannya dengan ajaran-ajaran Veda, sehingga di dalam menjalani kehidupan di dunia yang serba tidak pasti dewasa ini, dapat memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang tidak benar, atau mana yang baik dan mana yang tidak baik. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan dalam Kitab Menava Dharmasastra XII:99 sebagai berikut. Vibharti sarwa bhutani veda sastram santanam, Tasmad etatparam manye yajjantorsasya sadhanam. Artinya: ‘’Ajaran Veda menyangga semua ciptaan ini, karena itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kepada kebahagiaan semua insan’’. Berdasarkan ketentuan sloka tersebut, dapat dipahami betapa menyenangkannya hidup pada masa Brahmacarya tersebut. Sebab selain mendapat pemberkatan dari sang guru, kita juga dapat kesempatan untuk memahami berbagai nilai kehidupan yang terkandung dalam ajaran Veda, yang mengandung nilai-nilai tuntunan yang sangat agung, yang dapat dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini. Masa brahmacarya ini dapat pula disejajarkan dengan masa pengendalian indra dalam diri manusia. Pada setiap diri manusia terdapat indra yang tidak mungkin dipisahkan keberadannya dengan tubuh manusia itu sendiri. Bagaikan dua sisi mata uang logam, antara tubuh manusia dengan indra tidak mungkin dipisahkan, artinya tidak mungkin ada indra jika tidak ada tubuh manusia, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, maka fungsi keduanya harus seimbang, serasi, dan selaras, oleh karenanya indra dalam tubuh manusia perlu dikendalikan. Sebab jika tidak, maka kehidupan manusia pun ikut terganggu. Namun, mengendalikan indra tidaklah semudah yang dibayangkan, sebab Katha Upanisad menegaskan bahwa: ‘’indra ibarat kuda-kuda yang sangat liar, tubuh manusia diibaratkan sebagai kreta, atman diibaratkan sebagai pemilik kereta, sedangkan jalan yang dilalui oleh kreta diibaratkan sebagai objek dari indra tersebut. Jika dilacak dari segi etimologi katanya, istilah kuda berasal dari bahasa sanskerta aswaha yang artinya selalu gelisah atau tidak pernah diam atau susah dikendalikan. Mengingat indra itu sangat sulit dikendalikan, dan pada tubuh setiap manusia pasti ada indranya, maka di sinilah pentingnya manusia itu mengendalikan indranya, agar tidak mencelakai dirinya sendiri. Untuk dapat mengendalikan indranya inilah pada masa brahmacarya seseorang harus berani dan mampu mengendalikan idra yang ada pada tubuhnya masing-masing, meskipun dikatakan bahwa indra itu ibarat kuda-kuda liar yang sulit dikendalikan. Dengan demikian sekali lagi dapat dikatakan bahwa pasraman itu, merupakan ladang yang sangat subur untuk menanam benih keberanian. Wahai kaum muda Hindu engkau harus berani mengendalikan indramu yang bagaikan kuda liar itu. Manfaatkanlah masa brahmacarya-mu untuk belajar mengendalikan indra yang ada dalam tubuhmu, sebab jika tidak hal tersebut dapat mencelakai dirimu sendiri dan juga dapat mencelakai orang lain.